Histopatologi Hati Studi Patologi Efek Toksik Ekstrak Minyak Jintan Hitam (Nigella sativa) pada Hati dan Ginjal Mencit (Mus musculus)

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Histopatologi Hati

Hati merupakan organ terpenting dalam menentukan sifat toksisitas suatu zat disebabkan hati menerima 80 suplai darah dari vena portal yang mengalirkan darah dari sistem gastrointestinal. Selain itu, hati menghasilkan enzim-enzim yang mempunyai kemampuan biotransformasi pada berbagai macam zat eksogen dan endogen untuk dieliminasi tubuh Carlton dan McGavin 1995. Berdasarkan satuan berat, volume aliran darah ke hati dan ginjal mempunyai nilai paling tinggi yang mengakibatkan organ-organ tersebut paling banyak terpapar toksikan. Fungsi metabolisme dan ekskresi pada kedua organ ini lebih besar, sehingga kedua organ tersebut lebih peka terhadap toksikan Lu 1995. Telah dilakukan penelitian pemberian habbatussauda pada mencit untuk menganalisa efek toksik yang terkandung di dalam habbatussauda, sehingga didapatkan hasil analisis statistik lesi yang terjadi pada hepatosit. Hasil analisis statistik persentase lesi hepatosit dapat dilihat pada pada Tabel 8 dan Tabel 9. Tabel 8 Persentase lesi hepatosit mencit jantan Persentase Kelompok Degenerasi hidropis Degenerasi lemak Nekrosa Normal HS Kontrol 66.51 ± 4.17 4.81 ± 6.80 c 26.12 ± 2.71 a 2.56 ± 0.91 b HS 0.1 a 14.71 ± 6.18 21.06 ± 7.07 a 5.15 ± 3.47 ab 59.08 ± 1.43 a HS 0.2 c 43.99 ± 1.72 22.46 ± 1.96 b 9.39 ± 5.26 ab 24.16 ± 1.19 a HS Madu ab 23.35 ± 7.75 33.99 ± 1.15 ab 9.40 ± 2.89 b 33.26 ± 3.27 a b Keterangan: Huruf superscript yang berbeda pada kolom yang sama menyatakan adanya perbedaan yang nyata p0.05 antar kelompok perlakuan. Tabel 9 Persentase lesi sel hepatosit mencit betina Persentase Kelompok Degenerasi hidropis Degenerasi Lemak Nekrosa Normal HSKontrol 28.47 ± 1.44 23.06 ± 3.05 b 3.74 ± 4.06 a 44.73 ± 1.55 a HS 0.1 a 12.89 ± 4.10 33.93 ± 1.23 a 1.30± 0.58 a 51.88 ± 8.98 a HS 0.2 a 12.04 ± 3.20 12.88 ± 6.05 a 3.39 ± 2.25 a 71.69 ± 8.47 a HS Madu a 12.75 ± 5.58 24.18 ± 1.86 a 1.77 ± 1.32 a 61.30 ± 2.05 a a Keterangan: Huruf superscript yang berbeda pada kolom yang sama menyatakan adanya perbedaan yang nyata p0.05 antar kelompok perlakuan Gambar 10 Gambaran histopatologi hepatosit dengan perlakuan ekstrak minyak jintan hitam Nigella sativa. Degenerasi hidropis panah hijau, degenerasi lemak panah biru,nekrosa panah merah dan sel hepatosit normal panah kuning. Pewarnaan HE. Berdasarkan Tabel 8 diketahui bahwa jumlah hepatosit normal mencit jantan pada kelompok perlakuan HS 0.1 lebih tinggi dan berbeda nyata p0.05 terhadap kelompok kontrol dan kelompok perlakuan lainnya, sedangkan pada Tabel 9 hepatosit normal mencit betina lebih tinggi pada kelompok perlakuan HS 0.2 dan tidak berbeda nyata terhadap kontrol dan semua kelompok perlakuan lainnya. Peningkatan jumlah hepatosit normal terjadi pada kelompok-kelompok perlakuan bila dibandingkan dengan kelompok kontrol. Dengan demikian pemberian ekstrak minyak jintan hitam sangat berpengaruh terhadap peningkatan jumlah hepatosit normal. Hal ini disebabkan oleh salah satu kandungan dari habbatussauda adalah betakaroten yang berperan dalam pemeliharaan sel-sel epitel, menstabilkan radikal berinti karbon, pertumbuhan secara umum dan metabolisme Ide 2010. Habbatussauda juga mengandung tokoferol yang berfungsi dalam pemeliharaan membran sel Sandjaja 2009. Khasiat dalam pemeliharaan hepatosit ini diduga dapat menyebabkan nilai rataan hepatosit normal kelompok perlakuan lebih tinggi dibandingkan dengan kelompok kontrol. Pengamatan mikroskopis sediaan histopatologi organ hati ditemukan perubahan yaitu hepatosit mengalami degenerasi hidropis Gambar 10. Pada Tabel 8 dan Tabel 9 menunjukkan bahwa kelompok kontrol mencit jantan dan betina memiliki jumlah hepatosit yang mengalami degenerasi hidropis lebih tinggi dibandingkan dengan kelompok perlakuan lainnya dan berbeda nyata p0.05 terhadap semua kelompok perlakuan. Degenerasi hidropis merupakan respon awal terhadap bahan-bahan yang bersifat toksik. Degenerasi hidropis terjadi karena adanya gangguan membran sel sehingga banyak cairan masuk ke dalam sitoplasma, menimbulkan vakuola-vakuola kecil sampai besar. Pada degenerasi hidropis, organel yang mengalami kerusakan sebenarnya adalah bagian mitokondria sel Sudiono et al. 2001. Degenerasi hidropis terjadi pada semua kelompok perlakuan termasuk kelompok kontrol dikarenakan mencit yang digunakan bukan mencit Spesific Pathogen Free SPF, yaitu mencit hewan coba yang bebas dari dari agen penyakit, mikroorganisme, dan parasit tertentu. Penggunaan hewan SPF lebih baik dikarenakan hewan dalam keadaan sudah bebas dari resistensi patogen dan infeksi tertentu serta memiliki genetik unggul sehingga terbebas dari penyakit . Selain itu pada saat pretreatmen telah digunakan obat-obatan anticacing, antibiotik dan antiprotozoa yang memungkinkan toksik terhadap hati, serta pakan mencit komersil yang mengandung jagung yang rawan mengandung mikotoksin juga dapat menyebabkan toksik pada hati. Berdasarkan Tabel 8 diketahui bahwa terjadi peningkatan jumlah hepatosit yang mengalami degenerasi lemak pada kelompok perlakuan mencit jantan HS 0.1, HS 0.2, dan HS madu bila dibandingkan dengan kelompok kontrol. Jumlah hepatosit yang mengalami degenerasi lemak lebih tinggi terdapat pada kelompok perlakuan mencit jantan HS madu dan berbeda nyata p0.05 terhadap kelompok Pemberian ekstrak minyak jintan hitam dan kombinasi ekstrak minyak jintan hitam ditambah madu memiliki peran dalam menurunkan jumlah hepatosit yang mengalami degenerasi hidropis. kontrol dan tidak berbeda nyata p0.05 terhadap kelompok perlakuan mencit jantan HS 0.1 dan HS 0.2, sedangkan Tabel 9 menunjukkan pada kelompok perlakuan mencit betina HS 0.2 mengalami penurunan bila dibandingkan dengan kelompok kontrol, serta mengalami peningkatan pada kelompok perlakuan mencit betina HS 0.1 dan HS madu serta tidak berbeda nyata p0.05 terhadap kelompok kontrol. Faktor penyebab degenerasi lemak adalah bahan toksik, kekurangan oksigen, atau kelebihan konsumsi lemak dan protein Dannuri 2009. Peningkatan jumlah hepatosit yang mengalami degenerasi lemak bisa disebabkan komponen alkaloid yang terkandung di dalam ekstrak minyak jintan hitam yaitu nigellin yang bersifat toksik sehingga menghambat kerja enzim yang terlibat dalam metabolisme lipid intraseluler El Tahir dan Ashour 1993. Penggunaan obat-obatan seperti obat antibiotik, antihelmintik, dan antiprotozoa saat pretreatment juga menjadi penyebab terjadinya degenerasi lemak pada hepatosit. Hal ini dikarenakan pada dasarnya obat-obatan terdiri dari zat kimia yang bersifat toksik, zat kimia yang telah diserap oleh epitel usus akan dibawa oleh vena porta dan dimetabolisme oleh hati sehingga zat toksik yang terkandung di dalam obat-obatan tersebut akan mempengaruhi kerja dari hepatosit Lu 1995. Selain itu, pakan mencit juga kemungkinan menjadi penyebab terjadinya perubahan pada hepatosit berupa degenerasi lemak. Kemungkinan pakan mencit telah dicemari oleh mikotoksin pada saat penyimpanan, sehingga mikotoksin tersebut menginfeksi hepatosit. Hal ini dikarenakan mikotoksin mempunyai sifat racun yang tinggi yang akan mempengaruhi kerja hepatosit Bahri et al. 2005 Bahan toksik seperti saponin dan tanin yang terkandung di dalam habbatussauda juga diduga dapat menjadi penyebab terjadinya perubahan berupa degenerasi lemak pada hepatosit Mashhadian dan Rakhshandeh 2005; Al-Jabre et al . 2003. Penelitian Buriro et al 2011 selama 20 minggu menunjukkan bahwa Nigella sativa dapat menurunkan serum urea, trigliserida, dan kolesterol total. Penyebab adanya degenerasi lemak pada hepatosit dapat disebabkan kandungan alkaloid, saponin, dan tanin yang terkandung pada habbatussauda. Degenerasi lemak dapat dilihat pada Gambar 10. Berdasarkan Tabel 8 dan Tabel 9 diketahui terjadi penurunan jumlah sel hepatosit yang mengalami nekrosa atau kematian sel pada kelompok perlakuan mencit jantan dan mencit betina. Semua kelompok perlakuan menunjukkan tidak adanya perbedaan nyata terhadap kelompok kontrol, kecuali pada kelompok- kelompok perlakuan mencit jantan terhadap kelompok kontrol. Pemberian habbatussauda dan kombinasi habbatussauda ditambah madu memberi efek dalam penurunan jumlah kematian sel hepatosit. Nekrosa atau kematian sel merupakan proses lanjutan dari degenerasi. Kausa nekrosa hati dapat dibagi menjadi kausa toksipatik, dan kausa trofopatik. Toksopatik disebabkan pengaruh langsung agen yang bersifat toksik, sedangkan kerusakan trofopatik disebabkan oleh defisiensi faktor-faktor yang penting untuk kelangsungan hidup sel, misalnya O 2 Jumlah sel hati normal pada mencit perlakuan kombinasi pemberian ekstrak minyak jintan hitam dengan madu tidak menunjukkan perbedaan yang terlalu signifikan dengan kelompok perlakuan habbatussauda saja. Pada Tabel 8 menunjukkan hepatosit normal pada perlakuan HS madu mencit jantan lebih tinggi bila dibandingkan dengan kelompok perlakuan HS 0.2, sedangkan pada Tabel 9 menunjukkan hepatosit normal pada perlakuan HS madu mencit betina dan zat makanan secara langsung atau tidak Ressang 1984. Zat makanan menjadi berpengaruh terhadap terjadinya nekrosa pada hepatosit, karena pakan yang tercemar oleh mikotoksin selama penyimpan diduga menjadi penyebab terjadinya kematian sel atau nekrosa pada hepatosit Bahri et al. 2005. Nekrosa adalah kematian sel yang umum setelah sel terpapar stimulus eksogen, seperti rangsangan kimia yang menyebabkan pembengkakan sel, selanjutnya membran sel pecah, terjadi denaturasi dan koagulasi sitoplasma serta hancurnya sel Sudiono et al. 2001. Jaringan hati yang mengalami nekrosa dapat digantikan oleh regenerasi sel-sel hati yang masih hidup jika penyebab nekrosa dihilangkan Ressang 1984. Secara mikroskopis, nekrosa bersifat koagulatif yang ditandai dengan inti hepatosit berubah menjadi suram dan gelap piknosis serta adanya inti hepatosit yang mengalami karioreksis Gambar 10. Karioreksis ditandai dengan penyusutan inti sel dan terjadi peningkatan warna basofilik yang memadat dan mengecil. Dalam dua hari nukleus akan menghilang total Kariolisis Sudiono et al. 2001. lebih tinggi bila dibandingkan dengan kelompok perlakuan HS 0.1. Tingginya jumlah hepatosit normal pada kelompok perlakuan HS madu terhadap kelompok perlakuan habbatussauda dikarenakan kandungan dari habbatussauda bekerja secara sinergis dengan bahan-bahan yang terkandung pada madu. Kombinasi habbatussauda dan madu memiliki efek hepatoprotektif yang lebih besar Al Ameen et al. 2011. Ginjal adalah alat tubuh yang memiliki daya filtrasi dan reabsorpsi. Bagian yang merupakan bagian reabsorpsi ialah sel epitel tubulus. Sel-sel tubuli menyerap kembali sebagian besar air disamping garam. Selain itu, sel-sel tubuli juga menambah zat-zat kimia pada hasil penyaringan. Sel-sel tubuli mempunyai daya reabsorbsi dan daya sekresi Ressang 1984. Epitel ginjal merupakan bagian yang sensitif terhadap bahan-bahan yang bersifat toksik Dannuri 2009. Tubulus proksimal merupakan bagian yang paling mudah mengalami lesi akibat iskemia dan zat toksik . Hal ini disebabkan pada tubuli proksimal terjadi proses absorbsi dan sekresi zat, sehingga kadar zat toksik lebih tinggi Lullmann et al. 2005. Bila terjadi absorbsi bahan toksik pada epitel tubuli akan mengganggu metabolisme dan absorbsi. Selain itu kadar sitokrom P-450 pada tubulus proksimal lebih tinggi untuk mendetoksifikasi atau mengaktifkan zat toksik Dannuri 2009. Ada dua segmen tubuli yang mudah mengalami kerusakan, yaitu tubuli rekti proksimalis Kandungan madu berupa senyawa fenofilik yang berfungsi sebagai antioksidan yang berfungsi dalam menangkal radikal bebas yang dapat menyebabkan terjadinya kerusakan oksidatif pada protein dan lemak, serta mencegah terjadinya karsinogenesis dan mutagenesis Abdul et al. 2008. Perbedaan hasil yang didapatkan pada mencit jantan dan betina dikarenakan adanya perbedaan sistem fisiologi tubuh dari kedua jenis kelamin mencit tersebut. Hormon merupakan faktor yang sangat berpengaruh terhadap kecepatan metabolisme tubuh. Hormon kelamin jantan berupa testosteron dapat meningkatkan kecepatan metabolisme basal kira-kira 10-15, dan hormon kelamin betina berupa estrogen hanya beberapa persen tetapi tidak cukup bermakna, sehingga energi yang dihasilkan dalam sistem metabolisme di dalam sel juga berbeda-beda Guyton dan Hall 1996.

4.2 Histopatologi Ginjal