Fiske kemudian menyebut model ini sebagai signifikansi dua tahap.
16
Melalui model ini, Barthes menjelaskan bahwa signifikansi tahap pertama merupakan hubungan antara siginifier ekspresi dan signified
content dalam sebuah tanda terhadap realitas eksternal. Inilah yang disebut Barthes sebagai denotasi yaitu makna paling nyata dari suatu tanda
sign. Dalam pengertian umum, denotasi biasanya dimengerti sebagai
makna harfiah, makna yang sesungguhnya, bahkan kadang kala juga dirancukan dengan referensi atau acuan. Proses signifikansi yang secara
tradisional disebut sebagai denotasi ini biasanya mengacu kepada penggunaan bahasa dengan arti yang sesuai dengan apa yang terucap.
17
Adapun konotasi merupakan istilah yang digunakan oleh Barthes guna menunjukan signifikansi tahap kedua. Konotasi menunjukan adanya
interaksi yang terjadi ketika tanda bertemu dengan perasaaan atau emosi pembaca serta nilai-nilai kebudayaannya. Konotasi memiliki makna yang
subjektif atau setidaknya intersubjektif.
18
Dengan demikian dapat kita pahami bahwa, denotasi merupakan apa yang digambarkan tanda terhadap
sebuah objek,
sementara konotasi
adalah bagaimana
cara menggambarkannya.
Konotasi bekerja dalam tingkat subjektif sehingga kehadirannya tidak disadari. Pembaca mudah sekali membaca makna konotatif sebagai
16
John Fiske, Pengantar Ilmu Komunikasi Jakarta: Rajawali Pers, 2014, h. 140.
17
Alex Sobur, Semiotika Komunikasi Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2006, h. 70.
18
Indiwan Seto, Semiotika Komunikasi: Aplikasi Praktis Bagi Penelitian dan Skripsi Komunikasi Jakarta: Mitra Wacana Media, 2013, h. 21.
fakta denotatif.
19
Inilah yang juga menjadi salah satu tujuan dari analisis semiotika, yakni untuk menyediakan metode analisis, kerangka berpikir,
sekaligus mengatasi terjadinya kesalahan baca atau kesalahan dalam mengartikan makna suatu tanda.
Pada signifikansi tahap kedua yang berhubungan dengan isi, tanda bekerja melalui mitos. Mitos adalah bagaimana kebudayaan menjelaskan
atau memahami beberapa aspek tentang realitas atau gejala alam. Mitos merupakan produk kelas sosial yang sudah mempunyai suatu dominasi.
20
Mitos merupakan suatu wahana dimana suatu ideologi berwujud. Mitos dapat berangkai menjadi mitologi yang memainkan peranan penting
dalam kesatuan-kesatuan budaya.
21
Adapun Umar Junus berangapan bahwa, mitos tidak dibentuk melalui penyelidikan, akan tetapi melalui
anggapan berdasarkan observasi kasar yang digeneralisasikan oleh karenanya lebih banyak hidup dalam masyarakat.
22
Mitos mungkin hidup dalam ‘gosip’ kemudian ia mungkin dibuktikan dengan tindakan nyata. Sikap kita terhadap sesuatu ditentukan
oleh mitos yang ada dalam diri kita. Mitos ini menyebabkan kita mempunyai prasangka tertentu terhadap suatu hal yang dinyatakan dalam
mitos.
23
Dari beberapa penjelasan di atas, dapat kita simpulkan bahwa denotasi merupakan makna harifiah atau makna sesungguhnya yang pada
19
Indiwan Seto, Semiotika Komunikasi: Aplikasi Praktis Bagi Penelitian dan Skripsi Komunikasi Jakarta: Mitra Wacana Media, 2013, h. 22.
20
Indiwan Seto, Semiotika Komunikasi: Aplikasi Praktis Bagi Penelitian dan Skripsi Komunikasi Jakarta: Mitra Wacana Media, 2013, h. 21.
21
Indiwan Seto, Semiotika Komunikasi: Aplikasi Praktis Bagi Penelitian dan Skripsi Komunikasi Jakarta: Mitra Wacana Media, 2013, h. 22.
22
Umar Junus, Mitos dan Komunikasi Jakarta: Sinar Harapan, 1981, h. 74.
23
Indiwan Seto, Semiotika Komunikasi: Aplikasi Praktis Bagi Penelitian dan Skripsi Komunikasi Jakarta: Mitra Wacana Media, 2013, h. 23.
dasarnya meliputi hal-hal yang ditunjuk oleh kata-kata. Konotasi adalah suatu jenis makna dimana stimulus dan respon mengandung nilai-nilai
emosional. Sementara itu, mitos merupakan makna yang berfungsi untuk mengungkapkan dan memberikan pembenaran bagi nilai-nilai dominan
yang berlaku dalam suatu periode tertentu.
B. Representasi Islam
Representasi merupakan kegunaan dari tanda. Marcel Danesi mendefinisikannya sebagai aktivitas pembentukan ilmu pengetahuan yang
dimungkinkan kapasitas otak untuk dilakukan oleh semua manusia. Lebih jauh Danesi kemudian mencontohkan representasi dengan sebuah konstruksi X
yang dapat mewakilkan atau memberikan suatu bentuk kepada suatu materiil atau konsep tentang Y.
24
Representasi dapat didefinisikan lebih jelasnya sebagai penggunaan tanda gambar, bunyi, dan lain-lain unuk menghubungkan, menggambarkan,
memotret, atau mereproduksi sesuatu yang dilihat, diindera, dibayangkan, atau dirasakan dalam bentuk fisik tertentu. Sebagai contoh misalnya konsep sex
diwakili atau ditandai oleh gambar sepasang sejoli yang sedang berciuman romantis.
25
Stuart Hall, sebagaimana dikutip oleh Indiwan Seto mengemukakan dua proses representasi. Pertama, representasi mental yaitu konsep tentang
sesuatu yang ada di kepala kita masing-masing. Representasi mental masih merupakan sesuatu yang abstrak. Kedua, bahasa, yang berperan penting dalam
proses konstruksi makna.
26
24
Marcel Danesi, Pesan, Tanda, dan Makna, Yogyakarta: Jalasutra, 2010, h. 24.
25
Marcel Danesi, Pesan, Tanda, dan Makna, Yogyakarta: Jalasutra, 2010, h. 25.
26
Indiwan Seto, Semiotika Komunikasi: Aplikasi Praktis Bagi Penelitian dan Skripsi Komunikasi Jakarta: Mitra Wacana Media, 2013, h. 148.
Konsep abstrak yang telah ada dalam pikiran kita haruslah diterjemahkan dalam bahasa yang lazim. Hal ini perlu dilakukan agar kita mampu
menghubungkan konsep dan ide-ide kita tentang sesuatu dengan tanda dari simbol-simbol tertentu.
John Fiske, merumuskan representasi melalui tiga proses, diantaranya realitas, representasi, dan ideologi.
27
Pertama, realitas, dalam proses ini peristiwa atau ide dikonstruksi sebagai realitas oleh media dalam bentuk
bahasa gambar ini umumnya behubungan dengan aspek seperti pakaian, lingkungan, ucapan ekspresi dan lain-lain.
28
Kedua, representasi, dalam proses ini realitas digambarkan dalam perangkat-perangkat teknis, seperti bahasa tulis, gambar, grafik, animasi, dan
lain-lain. Ketiga, tahap ideologis, dalam proses ini peristiwa-peristiwa dihubungkan dan diorganisasikan ke dalam konvensi-konvensi yang diterima
secara ideologis. Bagaimana kode-kode representasi dihubungkan dan diorganisasikan ke dalam koherensi sosial atau kepercayaan dominan yang
ada dalam masyarakat.
29
Islam merupakan agama yang diturunkan oleh Allah SWT kepada Nabi Muhammad SAW yang merupakan nabi dan rasul paling akhir, untuk menjadi
petunjuk atau pedoman hidup bagi seluruh manusia hingga akhir zaman. Kata “Islam” berasal dari bahasa Arab: “SLM” Sin, Lam, Mim yang artinya
antara lain: Damai, Suci, Patuh dan taat tidak pernah membantah.
30
27
John Fiske, Television Culture, London: Routledge, 1987, h. 5.
28
Indiwan Seto, Semiotika Komunikasi: Aplikasi Praktis Bagi Penelitian dan Skripsi Komunikasi Jakarta: Mitra Wacana Media, 2013, h. 149.
29
Indiwan Seto, Semiotika Komunikasi: Aplikasi Praktis Bagi Penelitian dan Skripsi Komunikasi Jakarta: Mitra Wacana Media, 2013, h. 149.
30
Hammudah Abdalati, Islam Suatu Kepastian Jakarta: Media Da’wah, 1983, h.13.
Dalam pengertian agama, kata Islam berarti kepatuhan kepada kehendak dan kemauan Allah SWT serta taat kepada hukum-Nya. Hubungan antara
pengertian menurut kata dasar dan pengertian menurut agama erat dan nyata sekali, yaitu: “Hanya dengan kepatuhan kepada kehendak Allah dan tunduk
kepada hukum-hukum-Nya seseorang dapat mencapai kedamaian yang sesungguhnya dan memperoleh kesucian yang abadi”.
31
Nama Islam yang berasal dari kata salama yang terutama berarti ‘damai’
tertulis dalam Al Quran Surat al-Anfal ayat 61 yang berbunyi:
Artinya: “Dan jika mereka condong kepada perdamaian, Maka condonglah
kepadanya dan bertawakkallah kepada Allah.Sesungguhnya Dialah yang Maha mendengar lagi Maha mengetahui.”
32
Dalam ayat diatas dapat kita lihat bahwa kata ‘salm’ berarti damai atau
perdamaian. Kata Islam yang dipergunakan menjadi nama dari ajaran Allah itu justru menunjukan esensi atau inti dan isi ajaran itu. Inti pengertian dari kata
islam adalah masuk ke dalam serasi, cocok, dan damai.
33
Hal tersebut kemudian menjadi salah satu makna serta ciri utama dari Islam, yakni bahwa Islam merupakan agama yang senantiasa membawa umat
manusia pada perdamaian. Adapun para pengikutnya ialah mereka yang membina dirinya sebagai sosok seseorang yang cinta pada kedamaian. Serta
senantiasa mendekatkan diri kepada Allah SWT. Islam bukanlah agama yang didasarkan pada pribadi penyebarnya,
melainkan pada Tuhan. Muhammad hanyalah orang yang terpilih untuk
31
Hammudah Abdalati, Islam Suatu Kepastian Jakarta: Media Da’wah, 1983, h.13.
32
Terjemahan diambil dari Al Quran Digital Versi 2.0
33
Akmal Hawi, Dasar-Dasar Studi Islam Jakarta: PT. RajaGrafindo Persada, 2014, h. 3.