Representasi Islam Pada Iklan-Iklan Partai Perindo Di Televisi

(1)

Skripsi

Diajukan Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Komunikasi Islam (S.Kom.I)

Oleh: Giovanni NIM: 1112051000142

JURUSAN KOMUNIKASI DAN PENYIARAN ISLAM

FAKULTAS ILMU DAKWAH DAN ILMU KOMUNIKASI

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA


(2)

Skripsi

Diajukan Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Komunikasi Islam (S.Kom.I)

Oleh:

Giovanni NIM: 1112051000142

Pembimbing,

Drs. Jumroni, M.Si NIP: 19630515 199203 1 006

JURUSAN KOMUNIKASI DAN PENYIARAN ISLAM

FAKULTAS ILMU DAKWAH DAN ILMU KOMUNIKASI

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA


(3)

(4)

(5)

i

Representasi Islam pada Iklan-Iklan Partai Perindo di Televisi

Iklan merupakan salah satu upaya yang dilakukan oleh suatu institusi atau perusahaan dalam rangka mempromosikan barang ataupun jasa yang mereka miliki. Iklan akan melibatkan media massa. Dari sejumlah besar media, iklan yang dimuat melalui televisi dinilai lebih kuat dibandingkan dengan media lainnya. Hal ini dikarenakan televisi memiliki jangkauan yang luas, fleksibel, dan berbagai keunggulan lainnya. Iklan politik sendiri merupakan suatu upaya, kandidat atau partai politik dalam berkomunikasi dengan khalayak. Partai Perindo yang merupakan pimpinan Hary Tanoesoedibjo, sejak 2015 lalu gencar meluncurkan iklan-iklan partainya di RCTI, MNC TV dan Global TV. Iklan tersebut diantaranya ialah Versi Indonesia Sejahtera, Versi Orasi Hary Tanoesoedibjo, Versi Siapakah Indonesia, dan Versi Ramadhan. Iklan-iklan tersebut juga kerap kali menggambarkan berbagai agama di Indonesia salah satunya Islam.

Pertanyaan penelitian ini diantaranya ialah, bagaimana makna denotasi, konotasi, dan mitos Islam yang terdapat dalam Iklan-iklan Partai Perindo Versi Indonesia Sejahtera, Versi Orasi Hary Tanoesoedibjo, Versi Siapakah Indonesia, dan Versi Ramadhan, berdasarkan model Roland Barthes? Bagaimana Islam direpresentasikan dalam Iklan-iklan Partai Perindo Versi Indonesia Sejahtera, Versi Orasi Hary Tanoesoedibjo, Versi Siapakah Indonesia, dan Versi Ramadhan? Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif dan masuk ke dalam jenis penelitian deskriptif. Dimana penelitian ini bertujuan untuk memberikan gambaran mengenai suatu fenomena secara detil. Paradigma penelitian yang digunakan ialah paradigma konstruktivis yang berdasar pada pemikiran umum tentang teori-teori yang dihasilkan oleh peneliti dan teoritis aliran konstruktivis. Adapun metode penelitian yang digunakan adalah analisis semiotika model Roland Barthes.

Teori yang digunakan dalam penelitian ini ialah teori semiotika model Roland Barthes dan konsep representasi Islam. Dalam semiotika model Roland Barthes, sistem signifikansi terbagi ke dalam dua tingkatan, dimana denotasi merupakan sistem signifikansi tingkat pertama, sementara konotasi merupakan tingkat kedua. Konotasi identik dengan operasi ideologi, yang disebutnya sebagai

‘mitos’, yang berfungsi guna mengungkapkan pembenaran bagi nilai-nilai dominan yang berlaku dalam periode tertentu. Adapun Representasi Islam ialah bagaimana Islam dilukiskan, digambarkan, diimajinasikan dalam suatu objek.

Hasil penelitian ini menampilkan beberapa tanda yang muncul dalam adegan-adegan pada iklan-iklan tersebut. Adapun peneliti kemudian menemukan beberapa tanda dalam adegan-adegan tersebut yang mampu membangun makna dalam iklan sebagai Representasi Islam. Peneliti menyimpulkan bahwa pada iklan-iklan Partai Perindo tersebut Islam direpresentasikan dalam tataran universal yakni terkait kondisi sosial dan ekonomi umat Islam. Meskipun begitu peneliti juga menemukan sedikit nilai-nilai atau ajaran Islam yang tergambar dalam iklan Partai Perindo Versi Ramadhan.


(6)

ii

SWT, yang selalu mencurahkan rahmat dan hidayah-Nya, sehingga pada akhirnya penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “Representasi Islam dalam

Iklan-Iklan Partai Perindo di Televisi”. Shalawat serta salam senantiasa

tercurah bagi junjungan besar Nabi Muhammad SAW, yang telah membawa umat manusia kepada jalan kebenaran.

Adapun skripsi ini merupakan tugas akhir yang disusun guna memenuhi salah satu persyaratan yang telah ditentukan dalam menempuh program studi Strata Satu (S1) Jurusan Komunikasi dan Penyiaran Islam, Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi, Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta. Dalam hal ini, penulis tentu menyadari bahwa skripsi ini tidak akan mampu terselesaikan tanpa bantuan dari pihak lain yang telah memberikan bimbingan, nasihat, serta motivasi baik secara moral maupun material. Oleh karenanya, penulis hendak menyampaikan ucapan terima kasih kepada:

1. Dr. H. Arief Subhan, M.A, selaku Dekan Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi.

2. Drs. Masran, M.A, selaku Ketua Jurusan Komunikasi dan Penyiaran Islam. 3. Fita Fathurokhmah SS, M.Si selaku Sekretaris Jurusan Komunikasi dan

Penyiaran Islam.

4. Drs. Jumroni, M.Si, selaku dosen pembimbing yang telah meluangkan waktunya guna memberikan bimbingan, arahan serta inspirasi yang amat berharga bagi penulis.


(7)

iii penulis selama dalam masa perkuliahan.

6. Segenap Pimpinan serta Karyawan Perpustakaan Utama dan Perpustakaan Fakultas Dakwah dan Ilmu Komunikasi yang telah melayani penulis dalam menggunakan buku-buku serta literatur yang penulis butuhkan selama penyusunan skripsi ini.

7. Kedua orang tua tercinta, Eduard Funck dan Titin Kustini, yang selalu menjadi inspirasi serta memberikan dukungan baik secara moral maupun material kepada penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.

8. Kakak saya Edwina Cornelia Maria Funck yang selalu memberikan nasihat serta motivasi kepada penulis.

9. Jonas Niko Nugroho dan Ridho Fallah Adli sahabat hingga liang lahat yang selalu membagi tawa luar biasa sejak lama.

10.Akbar Ramadhan, Fahmi Syamsi, Dani Perdana, Trisaka Oktarian sahabat perkuliahan, yang selalu memberikan masukan serta kecerian.

11.Para pemain futsal anti kejuaraan, Achmad Faizal, Arif Faturrahman, Ahmad Fikri, Arif Syahrizal, Taufik Abdullah, Ridho Andriansyah, Ferdy Rizki, Rahmat Agung, Hidayatul Munir, Indra Ramadhan, Asep Hermawan tetaplah mencari keceriaan dalam setiap permainan.

12.Kawan senasib sejak semester awal, Milki Amirussaleh, Hilman Zulfahmi, M. Aidilah, Anissah Bilqis, Dityan Zahra, yang selalu berbagi kesulitan maupun kebahagiaan.


(8)

iv

14.Keluarga besar KKN Semarak 2015 serta Keluarga besar Desa Cibetok semoga tali silaturahmi tetap tersambung diantara kita.

15.Keluarga besar Teras KPI, yang selalu menjadi tempat bagi penulis dalam menyalurkan hobi sekaligus mengasah kempuan penulis.

16.Orang-orang yang telah memberikan dukungan dan membaca skripsi ini yang mohon maaf belum dapat saya cantumkan namanya.

Penulis berharap semoga skripsi ini mampu memberikan manfaat bagi para pembaca khususnya mahasiswa Program Studi Komunikasi Penyiaran Islam, Fakultas Dakwah dan Ilmu Komunikasi, UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. Demikianlah pengantar yang dapat penulis sampaikan, akhir kata penulis mohon maaf jika terdapat kesalahan penulisan dalam skripsi ini.

Jakarta, Mei 2016


(9)

v

KATA PENGANTAR ... ii

DAFTAR ISI ... v

DAFTAR TABEL ... vi

DAFTAR LAMPIRAN ... vii

BAB I PENDAHULUAN…...……… ... 1

A. Latar Belakang Masalah ... 1

B. Fokus Penelitian ... 6

C. Tujuan Penelitian ... 7

D. Manfaat Penelitian ... 8

E. Tinjauan Pustaka ... 8

F. Metodologi Penelitian ... 10

G. Sistematika Penulisan ... 13

BAB II KERANGKA TEORI ... 15

A. Teori Semiotika ... 15

B. Representasi Islam ... 21

C. Iklan... 25

BAB III GAMBARAN UMUM ... 38

A. Profil Hary Tanoesoedibjo ... 38

B. Profil Partai Perindo ... 39

C. Visi Misi Partai Perindo ... 41

D. Struktur Kepengurusan Partai Perindo ... 42

E. Iklan-Iklan Partai Perindo ... 43

BAB IV ANALISIS DATA…...……… ... 48

A. Analisis Semiotika Scene Representasi Islam ... 48

B. Representasi Makna dalam Iklan-iklan Partai Perindo ... 70

BAB V PENUTUP…...……… ... 74

A. Kesimpulan ... 74

B. Kritik dan Saran ... 76

DAFTAR PUSTAKA…...……… ... 77


(10)

vi

Tabel 2.1 Peta Tanda Roland Barthes…...……… ... 18

Tabel 3.1 Struktur Pengurus DPP Perindo ... 42

Tabel 4.1 Scene (00:00:06-00:00:08) ... 49

Tabel 4.2 Scene (00:00:10-00:00:15) ... 55

Tabel 4.3 Scene (00:00:15-00:00:29) ... 58


(11)

vii

Lampiran 1.Iklan Partai PerindoVersi Indonesia Sejahtera ... 80

Lampiran 2.Iklan Partai PerindoVersi Orasi Hary Tanoesoedibjo ... 84

Lampiran 3.Iklan Partai Perindo Versi Siapakah Indonesia? ... 87

Lampiran 4.Iklan Partai PerindoVersi Ramadhan ... 91


(12)

1

A. Latar Belakang

Iklan merupakan suatu kegiatan yang digunakan untuk mempersuasi konsumen oleh sejumlah atau suatu institusi bukan personal. Dalam definisi ini dapat kita lihat bahwa iklan merupakan suatu pengisi media massa, karena iklan haruslah menggunakan media yang spesifik untuk dapat menerpa orang banyak.

Iklan atau advertising dapat didefinisikan sebagai “any paid form of non personal communication about an organization, product, service, or idea

by an identified sponsor” (setiap bentuk komunikasi nonpersonal mengenai suatu organisasi, produk, servis, atau ide yang dibayar oleh satu sponsor yang diketahui).1 Adapun maksud dari kata nonpersonal berarti suatu iklan melibatkan media massa (TV, radio, majalah, koran) yang mampu mengirimkan pesan kepada sejumlah besar kelompok individu pada saat bersamaan.

Dengan demikian sifat nonpersonal iklan berarti pada umumnya tidak tersedia kesempatan untuk mendapatkan umpan balik yang segera dari penerima pesan (kecuali dalam hal direct response advertising).2 Oleh karena itu, sebelum pesan iklan dikirimkan pemasang iklan harus betul-betul mempertimbangkan bagaimana audiensi akan menginterpretasikan dan memberikan respons terhadap pesan iklan yang dimaksud.

1 Morissan, Periklanan: Komunikasi Pemasaran Terpadu (Jakarta:Kencana Prenada Media Group, 2010), h. 17.

2 Morissan, Periklanan: Komunikasi Pemasaran Terpadu (Jakarta:Kencana Prenada Media Group, 2010), h. 18.


(13)

Iklan merupakan salah satu bentuk promosi yang paling dikenal dan paling banyak dibahas orang, hal ini dimungkinkan karena daya jangkauannya yang luas. Iklan di media massa dapat digunakan untuk menciptakan citra merek dan daya tarik simbolis bagi suatu perusahaan atau institusi.

Iklan di televisi memiliki kelebihan yang cukup kuat dibandingkan dengan media lainnya. Hal ini dikarenakan, televisi memiliki berbagai kelebihan dibandingkan dengan jenis media lainnya yang mencakup daya jangkau luas, selektivitas dan fleksibilitas, fokus perhatian, kreativitas dan efek, prestise, serta waktu tertentu.3

Dalam dunia pertelevisian, sistem teknologi telah menguasai jalan pikiran masyarakat, televisi menguasai pikiran-pikiran manusia dengan cara membangun teater dalam manusia (theater of mind), sebagaimana gambaran realistis dalam iklan televisi.4 Iklan-iklan yang terdapat di televisi biasa dibuat dengan berisikan adegan-adegan yang mengagumkan serta mampu membawa pemirsanya kepadakesan dunia lain yang maha dahsyat. Ketika televisi dimatikan penggambaran realitas dalam media tersebut kemudian hidup dalam pikiran manusia. Bahkan penggambaran tersebut mengalami distorsi yang mampu menciptakan cerita realitas lain yang terus menerus hidup dalam pikiran tersebut.5

Dalam dunia politik, iklan televisi juga biasa digunakan oleh para calon kandidat atau partai politik dalam menyampaikan pesan-pesannya.

3 Morissan, Periklanan: Komunikasi Pemasaran Terpadu (Jakarta:Kencana Prenada Media Group, 2010), h. 240.

4 Burhan Bungin, Sosiologi Komunikasi: Teori, Paradigma, dan Diskursus Teknologi Komunikasi di Masyarakat (Jakarta:Kencana Prenada Media Group, 2006), h. 221.

5 Burhan Bungin, Sosiologi Komunikasi: Teori, Paradigma, dan Diskursus Teknologi Komunikasi di Masyarakat (Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2006), h. 222.


(14)

Adapun iklan tersebut biasa dikenal dengan sebutan iklan politik. Lynda Lee Kaid mendefinisikan iklan politik sebagai proses komunikasi dimana sebuah sumber (kandidat atau partai politik), mengambil kesempatan untuk menunjukan pesan-pesan politik mereka melalui saluran media massa dalam rangka mempengaruhi sikap, kepercayaan, dan perilaku politik khalayak.6

Representasi merupakan kegunaan dari tanda. Marcel Danesi mendefinisikan representasi sebagai berikut: “proses merekam ide, pengetahuan atau pesan dalam beberapa cara fisik disebut representasi. Ini dapat didefinisikan lebih tepat sebagai kegunaan dari tanda yaitu untuk menyambungkan, melukiskan, meniru sesuatu yang dirasa, dimengerti, diimajinasikan atau dirasakan dalam beberapa bentuk fisik”.7

Menurut Stuart Hall sebagaimana dikutip Indiwan Seto terdapat dua proses representasi. Pertama, representasi mental, yaitu konsep tentang

‘sesuatu’ yang ada di kepala kita masing-masing. Kedua, ‘bahasa’, yang

berperan penting dalam proses konstruksi makna. Konsep abstrak yang ada dalam kepala kita harus diterjemahkan dalam ‘bahasa’ yang lazim, supaya kita dapat menghubungkan konsep dan ide-ide kita tentang sesuatu dengan tanda dari simbol-simbol tertentu.8

Partai Persatuan Indonesia (Perindo) merupakan partai yang baru dideklarasikan pada tanggal 7 Februari 2015 lalu. Partai ini didirikan oleh Hary Tanoesoedibjo yang juga merupakan salah satu pengusaha media besar di Indonesia. Awalnya partai ini merupakan sebuah ormas yang sudah berdiri

6

Lynda Lee Kaid, Handbook of Political Communications Research (New Jersey: Lawrence Erlbaum Associates, 2004), h. 156.

7 Marcel Danesi, Pesan, Tanda, dan Makna (Yogyakarta: Jalasutra, 2010), h. 24.

8 Indiwan Seto, Semiotika Komunikasi: Aplikasi Praktis Bagi Penelitian dan Skripsi Komunikasi (Jakarta: Mitra Wacana Media, 2013), h. 148.


(15)

sejak tahun 2013. Hary Tanoesoedibjo merupakan salah satu pendiri partai politik di Indonesia yang beragama non muslim.

Adapun pada pertengahan tahun 2015 lalu, Partai Perindo mulai gencar meluncurkan berbagai iklan. Iklan-iklan tersebut kemudian seringkali disiarkan di stasiun-stasiun televisi dibawah MNC Group seperti, RCTI, MNC TV dan Global TV yang tak lain juga berada dibawah kepemimpinan Hary Tanoesoedibjo.

Beberapa versi iklan Perindo yang diluncurkan sejak tahun 2015 lalu diantaranya ialah, versi Indonesia sejahtera, versi orasi Hary Tanoesoedibjo, versi Siapakah Indonesia, dan versi Ramadhan. Dalam beberapa iklan tersebut menggambarkan tentang keberagaman Indonesia yang terdiri dari berbagai suku, bangsa, dan agama. Islam yang sebagai salah satu agama yang juga merupakan agama mayoritas di Indonesia tentunya juga turut digambarkan dalam iklan-iklan tersebut.

Islam merupakan agama yang diturunkan oleh Allah SWT kepada Nabi Muhammad SAW yang merupakan nabi dan rasul paling akhir, untuk menjadi petunjuk atau pedoman hidup bagi seluruh manusia hingga akhir zaman. Kata “Islam” berasal dari bahasa Arab: “SLM” (Sin, Lam, Mim) yang artinya antara lain: Damai, Suci, Patuh dan taat (tidak pernah membantah).9

Dalam pengertian agama, kata Islam berarti kepatuhan kepada kehendak dan kemauan Allah serta taat kepada hukum-Nya. Hubungan antara pengertian menurut kata dasar dan pengertian menurut agama erat dan nyata

sekali, yaitu: “Hanya dengan kepatuhan kepada kehendak Allah dan tunduk

9


(16)

kepada hukum-hukum-Nya seseorang dapat mencapai kedamaian yang

sesungguhnya dan memperoleh kesucian yang abadi”.10

Seperti yang telah kita ketahui, Islam merupakan agama mayoritas di Indonesia.Hal ini dapat dilihat berdasarkan data sensus penduduk pada tahun 2010 dari Badan Pusat Statistik (BPS). Data tersebut menunjukan bahwa pemeluk agama islam di Indonesia mencapai 207 juta jiwa lebih atau sekitar 87% dari jumlah penduduk di Indonesia.11

Tanda-tanda merupakan dasar dari seluruh komunikasi. Dengan perantaraan tanda-tanda, manusia mampu melakukan komunikasi dengan sesamanya. Banyak hal yang dapat dikomunikasikan dalam hidup kita di dunia ini.

Metode analisis atau ilmu yang digunakan untuk mengkaji tanda dikenal dengan istilah semiotika. Tanda-tanda adalah perangkat yang kita gunakan dalam upaya berusaha mencari jalan di dunia ini, di tengah-tengah manusia dan bersama-sama manusia.12

Semiotika berasal dari kata yunani Semeion, yang berarti tanda. Tanda itu sendiri didefinisikan sebagai suatu -yang atas dasar konvensi sosial yang terbangun sebelumnya – dapat dianggap mewakili sesuatu yang lain. Tanda pada awalnya dimaknai sebagai suatu hal yang menunjuk pada adanya hal lain, contohnya, asap menandai adanya api. Adapun, semiotika secara terminologis, dapat diidentifikasikan sebagai ilmu yang mempelajari sederetan

10

Hammudah Abdalati, Islam Suatu Kepastian (Jakarta: Media Da’wah, 1983), h. 13. 11 Data Badan Pusat Statistik tahun 2010, “Penduduk Menurut Wilayah dan Agama yang

Dianut”, diakses pada 7 Februari 2016 dari http://sp2010.bps.go.id/index.php/site/ tabel?tid=321. 12 Alex Sobur, Semiotika Komunikasi (Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2006), h. 15.


(17)

luas objek-objek, peristiwa-peristiwa, seluruh kebudayaan sebagai tanda.13 Semiotika atau dalam istilah Barthes semiologi, pada dasarnya hendak mempelajari bagaimana kemanusiaan (humanity) memaknai hal-hal (things). Memaknai (to signify) dalam hal ini tidak dapat dicampuradukan dengan mengkomunikasikan (to communicate). Memaknai disini berarti tidak hanya melihat objek sebagai pembawa informasi, bagaimana objek itu berkomunikasi, akan tetapi juga menkonstitusi sistem terstruktur dari tanda.14

Menurut Littlejhon suatu tanda menandakan sesuatu selain dirinya sendiri, dan makna (meaning) ialah hubungan antara suatu objek atau idea dan suatu tanda.15

Mengingat Indonesia yang merupakan negara dengan Agama Islam sebagai mayoritas, serta iklan-iklan Partai Perindo yang merupakan partai pimpinan Hary Tanoesoedibjo coba mengambarkan keberagaman di Indonesia salah satunya agama yang dimana Islam termasuk didalamnya, maka peneliti tertarik untuk melihat bagaimana Islam direpresentasikan melalui tanda-tanda yang terdapat dalam iklan-iklan Partai Perindo di atas. Sehingga berdasarkan alasan tersebut maka peneliti bermaksud untuk melakukan penelitian dengan judul “Representasi Islam pada Iklan-iklan Partai Perindo di Televisi”.

B. Fokus Penelitian

Penelitian ini hanya fokus pada beberapa Iklan Partai Perindo yang ditayangkan di stasiun televisi dibawah MNC Group seperti RCTI, MNC TV, dan Global TV pada tahun 2015. Adapun iklan-iklan tersebut diantaranya ialah

13 Indiwan Seto, Semiotika Komunikasi: Aplikasi Praktis Bagi Penelitian dan Skripsi Komunikasi (Jakarta: Mitra Wacana Media, 2013), h. 7.

14 Alex Sobur, Semiotika Komunikasi (Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2006), h. 16. 15 Sthephen W. Littlejohn dan Karen A. Foss, Teori Komunikasi (Jakarta: Salemba Humanika, 2009), h. 54.


(18)

Iklan Partai Perindo Versi Indonesia Sejahtera, Versi Orasi Hary Tanoesoedibjo, Versi Siapakah Indonesia, dan Versi Ramadhan. Selain itu, penelitian ini juga hanya akan memberikan fokus pada tanda-tanda yang merepresentasikan unsur-unsur keislaman dalam Iklan-iklan Partai Perindo tersebut.

Adapun yang menjadi rumusan masalah dalam penelitian ini, adalah sesuai dengan analisis semiotika model Roland Barthes yang diantaranya ialah: 1. Bagaimana makna denotasi, konotasi, dan mitos Islam yang terdapat

dalam Iklan-iklan Partai Perindo Versi Indonesia Sejahtera, Versi Orasi Hary Tanoesoedibjo, Versi Siapakah Indonesia, dan Versi Ramadhan? 2. Bagaimana Islam direpresentasikan dalam Iklan-iklan Partai Perindo Versi

Indonesia Sejahtera, Versi Orasi Hary Tanoesoedibjo, Versi Siapakah Indonesia, dan Versi Ramadhan, berdasarkan model Roland Barthes?

C. Tujuan Penelitian

Sesuai dengan perumusan masalah di atas, maka tujuan dari penelitian ini ialah:

1. Untuk mengetahui makna denotasi, konotasi dan mitos yang terdapat dalam Iklan-iklan Partai Perindo Versi Indonesia sejahtera, Versi Orasi Hary Tanoesoedibjo, Versi Siapakah Indonesia, dan Versi Ramadhan. 2. Untuk mendapatkan temuan-temuan tentang seperti apa Islam

direpresentasikan dalam Iklan-iklan Partai Perindo Versi Indonesia Sejahtera, Versi Orasi Hary Tanoesoedibjo, Versi Siapakah Indonesia, dan Versi Ramadhan berdasarkan model Roland Barthes.


(19)

D. Manfaat Penelitian

1. Manfaat Akademis

a. Mengkaji unsur-unsur keislaman yang direpresentasikan dalam iklan-iklan Partai Perindo Versi Indonesia sejahtera, Versi Orasi Hary Tanoesoedibjo, Versi Siapakah Indonesia, dan Versi Ramadhan.

b. Mendalami pemahaman tentang penelitian semiotika model Roland Barthes dalam ranah periklanan khususnya dan komunikasi pada umumnya.

2. Manfaat Praktis

a. Mengetahui strategi kreatif yang ada di balik Iklan-iklan Partai Perindo sehingga mampu menjadi bahan pertimbangan bagi insan periklanan khususnya,para akademisi dan khalayak pada umumnya.

b. Mengetahui bagaimana Islam direpresentasikan dalam iklan-iklan Partai Perindo sehingga mampu menjadi bahan kajian maupun pertimbangan bagi para politisi, akademisi dan khalayak pada umumnya.

E. Tinjauan Pustaka

Dalam menentukan judul penelitian ini, peneliti sebelumnya telah melakukan tinjauan kepustakaan di Perpustakaan Umum dan Perpustakaan Fakultas Dakwah dan Ilmu Komunikasi Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta. Adapun beberapa penelitian yang hampir serupa diantaranya:

Yusrina Rahma Dewi menemukan bahwa, iklan kampanye politik pilpres 2014 Aburizal Bakrie versi “Untuk Ibu” di tvOne merepresentasikan


(20)

makna menyambut hari ibu, makna berterima kasih kepada ibu, makna bangga terhadap sosok ibu, makna menghormati ibu, makna pengorbanan terbesar adalah pada ibu, makna surga di telapak kaki ibu, makna berbakti kepada ibu.16 Kesamaan yang terdapat dalam penelitian tersebut dengan penelitian ini

ialah sama-sama menggunakan pendekatan kualitatif dengan paradigma konstruktivis. Sementara itu yang membedakan dengan penelitian ini adalah, penelitian tersebut menggunakan teori analisis semiotika model Charles Sanders Peirce, sementara penelitian ini menggunakan model Roland Barthes. Kemudian perbedaan juga terdapat pada subjek dan objek penelitian yang diambil oleh peneliti.

Alvina Malvi menemukan bahwa, terdapat representasi citra politik yang sengaja dibuat oleh pihak yang sangat penting di dalam partai politik ini. kekuatan frekuensi yang di miliki HT menjadikan partai yang mengusung dirinya bebas mempromosikan.17 Penelitian tersebut memiliki kesamaan dengan penelitian ini yakni sama-sama mengunakan pendekatan kualitatif dan bersifat deskriptif. Adapun hal yang membedakan penelitian tersebut dengan penelitian ini ialah terdapat pada, subjek dan objek yang diambil serta metode analisis yang digunakan. Penelitian tersebut menggunakan teori semiotika model Charles Sanders Peirce, sementara itu penelitian ini menggunakan model Roland Barthes.

16 Yusrina Rahma Dewi, Representasi Makna Ibu dalam Iklan Kampanye Politik (Kajian Semiotika Iklan Kampanye Politik Pilpres 2014 Aburizal Bakrie Versi “Untuk Ibu” di tvOne (Skripsi Fakultas Dakwah dan Ilmu Komunikasi, Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah, Jakarta, 2014).

17Alvina Malvi, Representasi Citra Politik dalam Iklan Hanura WIN-HT bersih peduli tegas di RCTI (Skripsi Fakultas Dakwah dan Ilmu Komunikasi, Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah, Jakarta, 2014).


(21)

Nurleli menemukan bahwa, pada bagian pengantar film PK menggambarkan Islam di tengah kehidupan sosial dan politik. Sementara itu dalam bagian kisah utama film PK banyak menggambarkan tentang ketauhitan dan ajaran-ajaran Islam.18 Kesamaan penelitian tersebut dengan penelitian ini

adalah sama-sama menggunakan pendekatan kualitatif yang bersifat deskriptif dan menggunakan paradigm konstruktivis. Selain itu juga sama-sama menggunakan teori semiotika model Roland Barthes. Adapun yang membedakan ialah objek penelitian yang diambil dimana penelitian ini mengambil iklan-iklan Partai Perindo sementara penelitian tersebut mengambil Film PK.

F. Metodologi Penelitian

1. Pendekatan Penelitian

Pendekatan penelitian yang digunakan dalam penelitian ini merupakan pendekatan penelitian kualitatif. Bogdan dan Taylor menyatakan bahwa penelitian kualitatif adalah salah satu prosedur penelitian yang menghasilkan data deskriptif berupa ucapan atau tulisan dan perilaku orang-orang yang diamati.19

Penelitian ini termasuk kedalam jenis penelitian yang bersifat deskriptif. Menurut Kenneth D. Bailey, penelitian deskriptif adalah suatu penelitian yang bertujuan untuk memberikan gambaran tentang suatu fenomena secara detil (untuk menggambarkan apa yang terjadi).20

18 Nurleli, Representasi Islam dalam Film PK (Skripsi Fakultas Ilmu Dakwah dan Komunikasi, Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah, Jakarta, 2015).

19 Robert C. Bogdan dan Steven J. Taylor, Introduction to Qualitative Research Methods: A Phenomenological Approach in The Social Science, alih bahasa Arif Furchan, Jhon Willey and Son (Surabaya: Usaha Nasional, 1992), h. 21-22.


(22)

Adapun paradigma penelitian yang digunakan dalam penelitian ini merupakan paradigma konstuktivis. Paradigma konstruktivis berdasar pada pemikiran umum tentang teori-teori yang dihasilkan oleh peneliti dan teoritisi aliran konstruktivis. Menurut LittleJhon teori-teori aliran konstruktivis berdasarkan pada ide bahwa realitas bukanlah bentukan yang objektif, tetapi dikonstruksi melalui proses interaksi dalam kelompok, masyarakat, budaya.21

2. Subjek dan Objek Penelitian

Subjek dari penelitian ini adalah iklan-iklan Partai Perindo Versi Indonesia Sejahtera, Versi Orasi Hary Tanoesoedibjo, Versi Siapakah

Indonesia?, dan Versi Ramadhan. Adapun yang menjadi objek penelitian ini adalah potongan-potongan gambar dari iklan-iklan tersebut yang merepresentasikan Islam.

3. Metode Penelitian

Dalam menganalisis penelitian ini, metode analisis yang digunakan ialah teori Semiotika model Roland Barthes. Dalam semiotika model ini, sistem signifikansi terbagi ke dalam dua tingkatan, dimana denotasi merupakan sistem signifikansi tingkat pertama, sementara konotasi merupakan tingkat kedua. Dalam kerangka Barthes, konotasi identik dengan operasi ideologi, yang disebutnya sebagai ‘mitos’, dan berfungsi untuk mengungkapkan dan memberikan pembenaran bagi nilai-nilai dominan yang berlaku dalam suatu periode tertentu.22

21 Indiwan Seto, Semiotika Komunikasi: Aplikasi Praktis Bagi Penelitian dan Skripsi Komunikasi (Jakarta: Mitra Wacana Media, 2013), h. 165.


(23)

4. Tahapan Penelitian

a. Pengumpulan Data

1) Observasi

Observasi merupakan suatu teknik pengumpulan data yang dilakukan dengan cara mengadakan penelitian secara teliti, serta pencatatan secara sistematis (Arikunto, 2002).23 Adapun observasi dalam penelitian ini adalah dengan melihat langsung serta mencermati setiap makna-makna yang dikemukakan pada objek penelitian.

2) Dokumentasi

Dokumentasi merupakan kumpulan sejumlah besar fakta dan data tersimpan. Secara detil bahan dokumenter terbagi beberapa macam, yaitu otobiografi, surat-surat pribadi, buku atau catatan harian, memorial, kliping, dokumen pemerintah atau swasta, data di server dan flashdisk, data tersimpan di website dan lain-lain.24

Adapun dalam penelitian ini, dokumentasi digunakan untuk memperkuat data, yakni dengan mencari dokumentasi berupa profil partai. Selain itu, peneliti juga mengambil dokumentasi iklan-iklan Partai Perindo dengan mengunduh video dari situs www.youtube.com.

b. Pengolahan Data

Dalam penelitian ini, pengolahan data dilakukan melalui

23 Imam Gunawan, Metode Penelitian Kualitatif: Teori dan Praktik (Jakarta:Bumi Aksara, 2013), h. 143.

24 Imam Gunawan, Metode Penelitian Kualitatif: Teori dan Praktik (Jakarta: Bumi Aksara, 2013), h. 175.


(24)

beberapa tahap, yang pertama data dikelompokkan, disederhanakan dan kemudian dikemas dalam bentuk tabel.Kemudian data-data tersebut dikategorikan sesuai dengan metode analisis yang digunakan.

c. Analisis Data

Hasil temuan penelitian nantinya akan dikumpulkan dan ditafsir dengan model semiotika Roland Barthes. Hasil temuan juga akan dianalisis dengan menggunakan paradigma konstruktivisme untuk melihat betapa kreatifnya pengiklan dalam merepresentasikan Islam pada iklan-iklan Partai Perindo Versi Indonesia Sejahtera, Versi Orasi Hary Tanoesoedibjo, Versi Siapakah Indonesia?, dan Versi Ramadhan.

G. Sistematika Penulisan

Penulis memulai penulisan skripsi ini dengan pendahuluan yang penulis letakan di Bab I. Adapun pada bab pendahuluan tersebut berisikan Latar Belakang untuk menjelaskan mengapa penulis tertarik mengambil penelitian ini. Kemudian berturut-turut dilanjutkan dengan Fokus Penelitian, Tujuan Penelitian, Manfaat Penelitian, Tinjauan Pustaka, Kerangka Konsep, Metodologi Penelitian, dan Sistematika Penulisan.

Selanjutnya, selayaknya karya ilmah diperlukan kajian teoritis yang penulisan letakan di Bab II. Adapun pada bab ini penulis membahas tentang Analisis Semiotika Roland Barthes yang merupakan teori analisis yang penulis gunakan dalam penelitian ini. Kemudian penulis juga menambahkan penjelasan tentang pengertian Representasi Islam yang menjadi konsep bagi penulis. Adapun pengertian iklan juga turut penulis cantumkan dalam bab ini.


(25)

Sebagai gambaran umum penulis merasa perlu untuk memperjelas profil dari apa yang penulis teliti, maka penulis meletakan gambaran umum di Bab III. Adapun dalam bab ini penulis menjelaskan tentang profil Hary Tanoesoedibjo sebagai ketua umum Partai Perindo, kemudian dilanjutkan dengan Profil Partai Perindo. Adapun kemudian penulis juga mencantukan gambaran umum dari iklan-iklan Partai Perindo Versi Indonesia Sejahtera, Versi Orasi Hary Tanoesoedibjo, Versi Siapakah Indonesia?, dan Versi Ramadhan

Sebagai inti skripsi ini penulis kemudian meletakan hasil analisis pada Bab IV dengan analisis semiotika model Roland Barthes dari iklan-iklan Partai Perindo Versi Indonesia Sejahtera, Versi Orasi Hary Tanoesoedibjo, Versi Siapakah Indonesia?, dan Versi Ramadhan, adapun penulis menganalisis melalui tanda-tanda verbal dan nonverbal terkait makna Denotasi, Konotasi dan Mitos. Pada bab ini penulis juga mencantumkan hasil-hasil temuan yakni mengenai representasi Islam yang muncul pada iklan-iklan partai perindo tersebut.

Akhirnya sebagai penutup, penulis letakan pada Bab V. Pada bab terakhir ini penulis menuliskan kesimpulan penelitian serta kritik dan saran. Dimana kritik penulis tujukan untuk partai perindo sebagai pembuat iklan, adapun saran penulis tujukan untuk partai perindo khususnya, serta bagi insan periklanan pada umumnya.


(26)

15 BAB II

KERANGKA TEORI

A. Semiotika

1. Pengertian Semiotika

Semiotika merupakan suatu ilmu atau metode analisis yang biasa digunakan untuk mengkaji tanda. Tanda-tanda adalah basis dari seluruh komunikasi. Manusia dengan mengunakan perantara tanda-tanda dapat melakukan komunikasi dengan sesamanya.1 Dalam semiotika, suatu tanda dianggap mewakili atau menandakan sesuatu selain dirinya sendiri.

Secara etimologis, kata semiotika sendiri berasal dari bahasa Yunani semeion yang berarti tanda atau seme yang berarti penafsir tanda. Semiotika berakar dari studi klasik dan skolastik atas seni logika, retorika dan poetika. Pada masa itu, tanda masih bermakna sesuatu hal yang menunjuk pada adanya hal lain, contoh asap menandai adanya api.2 Adapun secara terminologis, semiotika dapat diidentifikasikan sebagai ilmu yang mempelajari sederetan luas objek-objek, peristiwa-peristiwa, seluruh kebudayaan sebagai tanda.3

Apabila diterapkan pada tanda-tanda bahasa, maka huruf, kata, kalimat tidaklah memiliki arti pada dirinya sendiri. Tanda-tanda itu hanya mengemban arti dalam kaitannya dengan pembacanya.4 Pembaca itulah

yang kemudian menghubungkan tanda dengan apa yang ditandakan sesuai dengan ketentuan dalam sistem bahasa yang bersangkutan.

1 Alex Sobur, Semiotika Komunikasi (Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2006), h. 15. 2 Alex Sobur, Semiotika Komunikasi (Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2006), h. 17. 3 Indiwan Seto, Semiotika Komunikasi: Aplikasi Praktis Bagi Penelitian dan Skripsi Komunikasi (Jakarta: Mitra Wacana Media, 2013), h. 8.


(27)

Pada dasarnya, analisis semiotika memang merupakan suatu upaya guna merasakan sesuatu yang janggal, sesuatu yang perlu dipertanyakan lebih lanjut ketika kita membaca teks atau narasi/wacana tertentu.5

Semiotika atau yang dalam istilah Barthes, semiologi pada dasarnya hendak mempelajari bagaimana kemanusiaan (humanity), memaknai hal-hal (things). Adapun memaknai dalam hal ini tidaklah dapat disamakan dengan mengkomunikasikan. Memaknai berarti bahwa setiap objek tidak hanya membawa informasi, dalam hal mana objek-objek itu hendak berkomunikasi, tetapi juga mengkonstitusi sistem terstruktur dari tanda.6

Suatu tanda menandakan sesuatu selain dirinya sendiri, dan makna ialah hubungan antara suatu objek atau ide dan suatu tanda. Konsep dasar tersebut mengikat bersama seperangkat teori yang amat luas berurusan dengan simbol, bahasa, wacana, dan bentuk-bentuk non verbal, teori-teori yang menjelaskan bagaimana tanda berhubungan dengan maknanya dan bagaimana tanda disusun.7

Dengan semiotika, kita kemudian langsung akan berurusan dengan tanda-tanda. Lechte mendefinisikan semiotika sebagai teori tentang tanda dan penandaan.8 Kemudian secara lebih jelas, Segers mendefinisikan semiotika sebagai sebuah disiplin yang menyelidiki semua bentuk komunikasi yang terjadi dengan sarana signs ‘tanda-tanda’ dan berdasarkan pada sign system (code) sistem tanda.9

5 Indiwan Seto, Semiotika Komunikasi: Aplikasi Praktis Bagi Penelitian dan Skripsi Komunikasi (Jakarta: Mitra Wacana Media, 2013), h. 8.

6 Alex Sobur, Semiotika Komunikasi (Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2006), h. 15. 7 Alex Sobur, Semiotika Komunikasi (Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2006), h. 16. 8 John Lechte, 50 Filsuf Kontemporer; dari Strukturalisme sampai Posmodernitas. Penerjemah A. Gunawan Admiranto, (Yogyakarta: Kanisius, 2001), h. 191.

9 Rien T. Segers, Evaluasi Teks Sastra. Penerjemah Suminto A. Sayuti (Yogyakarta: Adicita Karya Nusa, 2000), h. 4.


(28)

Dari beberapa pengertian diatas dapat kita lihat bahwa para ahli memandang semiotika sebagai ilmu atau proses yang berhubungan dengan tanda. Intinya semiotika menaruh perhatian pada apapun yang dapat dinyatakan sebagai tanda yang tentunya membawa makna ataupun mewakili hal lain selain dirinya.

2. Semiotika Roland Barthes

Roland Barthes dikenal sebagai salah seorang pemikir strukturalis yang rajin mempraktikan model linguistik dan semiologi Saussurean. Barthes juga dikenal sebagai intelektual dan kritikus sastra Prancis yang ternama; eksponen penerapan strukturalisme dan semiotika pada studi sastra. Bertens kemudian menyebutnya sebagai tokoh yang memainkan peranan sentral dalam strukturalisme tahun 1960-an dan 70-an.10

Barthes berpendapat bahwa bahasa adalah sebuah sistem tanda yang mencerminkan asumsi-asumsi dari suatu masyarakat tertentu dalam waktu tertentu. Ia mengajukan pandangan ini dalam Writing Degree Zero (1953; terj. Inggris 1977) dan Critical Essays (1964; terj, Inggris 1972).11

Barthes telah banyak menulis buku, yang beberapa diantaranya telah menjadi bahan rujukan penting untuk studi semiotika di Indonesia. Salah satunya berjudul Mytologies (Mitologi-Mitologi) (1957) yang banyak mendapat sorotan. Dalam karyanya ini, ia menganalisis data cultural yang dikenal umum seperti balap sepeda Tour de France, reklame dalam surat kabar dan lain-lain sebagai gejala masyarakat borjuis.12

10 Alex Sobur, Semiotika Komunikasi, (Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2006), h. 63. 11 Alex Sobur, Semiotika Komunikasi (Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2006), h. 63. 12 Alex Sobur, Semiotika Komunikasi (Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2006), h. 64.


(29)

Sebagai kunci dari analisisnya, Barthes melontarkan konsep tentang konotasi dan denotasi. Barthes menggunakan versi yang jauh lebih sederhana ketika membahas glossematic sign (tanda-tanda glosematic). Mengabaikan dimensi dari bentuk dan substansi, Barthes mendefinisikan sebuah tanda (sign) sebagai sebuah sistem yang terdiri dari (E) sebuah ekspresi atau signifier dalam hubungannya (R) dengan content (atau signified) (C): ERC.13

Sebuah sistem data primer (primary sign system) dapat menjadi sebuah elemen dari dari sebuah sistem tanda yang lebih lengkap dan memiliki makna yang berbeda ketimbang semula.

E2 = (E1R1C1 ) R2 C214

Dengan begitu, primary sign merupakan denotative sementara secondary sign merupakan salah satu dari connotative semiotics. Konsep konotatif inilah yang kemudian menjadi kunci penting dari model semiotika Roland Barthes. Adapun Barthes kemudian menciptakan peta tentang bagaimana tanda bekerja.15

Tabel 2.1. Peta Tanda Roland Barthes 1. Signifier

(Penanda)

2. Signified (Petanda) 3. Denotative Sign (Tanda Denotatif) 4. Connotative Signifier (Penanda

Konotatif)

5. Connotative Signified (Petanda Konotatif) 6. Connotative Sign (Tanda Konotatif)

13 Indiwan Seto, Semiotika Komunikasi: Aplikasi Praktis Bagi Penelitian dan Skripsi Komunikasi,(Jakarta: Mitra Wacana Media, 2013), h. 21.

14

Indiwan Seto, Semiotika Komunikasi: Aplikasi Praktis Bagi Penelitian dan Skripsi Komunikasi,(Jakarta: Mitra Wacana Media, 2013), h. 21.

15 Paul Cobley dan Litza Jansz, Introducing Semiotics (New York: Totem Books, 1999) h. 51.


(30)

Fiske kemudian menyebut model ini sebagai signifikansi dua tahap.16 Melalui model ini, Barthes menjelaskan bahwa signifikansi tahap pertama merupakan hubungan antara siginifier (ekspresi) dan signified (content) dalam sebuah tanda terhadap realitas eksternal. Inilah yang disebut Barthes sebagai denotasi yaitu makna paling nyata dari suatu tanda (sign).

Dalam pengertian umum, denotasi biasanya dimengerti sebagai makna harfiah, makna yang sesungguhnya, bahkan kadang kala juga dirancukan dengan referensi atau acuan. Proses signifikansi yang secara tradisional disebut sebagai denotasi ini biasanya mengacu kepada penggunaan bahasa dengan arti yang sesuai dengan apa yang terucap.17

Adapun konotasi merupakan istilah yang digunakan oleh Barthes guna menunjukan signifikansi tahap kedua. Konotasi menunjukan adanya interaksi yang terjadi ketika tanda bertemu dengan perasaaan atau emosi pembaca serta nilai-nilai kebudayaannya. Konotasi memiliki makna yang subjektif atau setidaknya intersubjektif.18 Dengan demikian dapat kita pahami bahwa, denotasi merupakan apa yang digambarkan tanda terhadap sebuah objek, sementara konotasi adalah bagaimana cara menggambarkannya.

Konotasi bekerja dalam tingkat subjektif sehingga kehadirannya tidak disadari. Pembaca mudah sekali membaca makna konotatif sebagai

16 John Fiske, Pengantar Ilmu Komunikasi (Jakarta: Rajawali Pers, 2014), h. 140. 17 Alex Sobur, Semiotika Komunikasi (Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2006), h. 70. 18 Indiwan Seto, Semiotika Komunikasi: Aplikasi Praktis Bagi Penelitian dan Skripsi Komunikasi (Jakarta: Mitra Wacana Media, 2013), h. 21.


(31)

fakta denotatif.19 Inilah yang juga menjadi salah satu tujuan dari analisis semiotika, yakni untuk menyediakan metode analisis, kerangka berpikir, sekaligus mengatasi terjadinya kesalahan baca atau kesalahan dalam mengartikan makna suatu tanda.

Pada signifikansi tahap kedua yang berhubungan dengan isi, tanda bekerja melalui mitos. Mitos adalah bagaimana kebudayaan menjelaskan atau memahami beberapa aspek tentang realitas atau gejala alam. Mitos merupakan produk kelas sosial yang sudah mempunyai suatu dominasi.20

Mitos merupakan suatu wahana dimana suatu ideologi berwujud. Mitos dapat berangkai menjadi mitologi yang memainkan peranan penting dalam kesatuan-kesatuan budaya.21 Adapun Umar Junus berangapan bahwa, mitos tidak dibentuk melalui penyelidikan, akan tetapi melalui anggapan berdasarkan observasi kasar yang digeneralisasikan oleh karenanya lebih banyak hidup dalam masyarakat.22

Mitos mungkin hidup dalam ‘gosip’ kemudian ia mungkin dibuktikan dengan tindakan nyata. Sikap kita terhadap sesuatu ditentukan oleh mitos yang ada dalam diri kita. Mitos ini menyebabkan kita mempunyai prasangka tertentu terhadap suatu hal yang dinyatakan dalam mitos.23

Dari beberapa penjelasan di atas, dapat kita simpulkan bahwa denotasi merupakan makna harifiah atau makna sesungguhnya yang pada

19 Indiwan Seto, Semiotika Komunikasi: Aplikasi Praktis Bagi Penelitian dan Skripsi Komunikasi (Jakarta: Mitra Wacana Media, 2013), h. 22.

20 Indiwan Seto, Semiotika Komunikasi: Aplikasi Praktis Bagi Penelitian dan Skripsi Komunikasi (Jakarta: Mitra Wacana Media, 2013), h. 21.

21 Indiwan Seto, Semiotika Komunikasi: Aplikasi Praktis Bagi Penelitian dan Skripsi Komunikasi (Jakarta: Mitra Wacana Media, 2013), h. 22.

22 Umar Junus, Mitos dan Komunikasi (Jakarta: Sinar Harapan, 1981), h. 74.

23 Indiwan Seto, Semiotika Komunikasi: Aplikasi Praktis Bagi Penelitian dan Skripsi Komunikasi (Jakarta: Mitra Wacana Media, 2013), h. 23.


(32)

dasarnya meliputi hal-hal yang ditunjuk oleh kata-kata. Konotasi adalah suatu jenis makna dimana stimulus dan respon mengandung nilai-nilai emosional. Sementara itu, mitos merupakan makna yang berfungsi untuk mengungkapkan dan memberikan pembenaran bagi nilai-nilai dominan yang berlaku dalam suatu periode tertentu.

B. Representasi Islam

Representasi merupakan kegunaan dari tanda. Marcel Danesi mendefinisikannya sebagai aktivitas pembentukan ilmu pengetahuan yang dimungkinkan kapasitas otak untuk dilakukan oleh semua manusia. Lebih jauh Danesi kemudian mencontohkan representasi dengan sebuah konstruksi X yang dapat mewakilkan atau memberikan suatu bentuk kepada suatu materiil atau konsep tentang Y.24

Representasi dapat didefinisikan lebih jelasnya sebagai penggunaan tanda (gambar, bunyi, dan lain-lain) unuk menghubungkan, menggambarkan, memotret, atau mereproduksi sesuatu yang dilihat, diindera, dibayangkan, atau dirasakan dalam bentuk fisik tertentu. Sebagai contoh misalnya konsep sex diwakili atau ditandai oleh gambar sepasang sejoli yang sedang berciuman romantis.25

Stuart Hall, sebagaimana dikutip oleh Indiwan Seto mengemukakan dua proses representasi. Pertama, representasi mental yaitu konsep tentang sesuatu yang ada di kepala kita masing-masing. Representasi mental masih merupakan sesuatu yang abstrak. Kedua, bahasa, yang berperan penting dalam proses konstruksi makna.26

24 Marcel Danesi, Pesan, Tanda, dan Makna, (Yogyakarta: Jalasutra, 2010), h. 24. 25 Marcel Danesi, Pesan, Tanda, dan Makna, (Yogyakarta: Jalasutra, 2010), h. 25. 26 Indiwan Seto, Semiotika Komunikasi: Aplikasi Praktis Bagi Penelitian dan Skripsi Komunikasi (Jakarta: Mitra Wacana Media, 2013), h. 148.


(33)

Konsep abstrak yang telah ada dalam pikiran kita haruslah diterjemahkan dalam bahasa yang lazim. Hal ini perlu dilakukan agar kita mampu menghubungkan konsep dan ide-ide kita tentang sesuatu dengan tanda dari simbol-simbol tertentu.

John Fiske, merumuskan representasi melalui tiga proses, diantaranya realitas, representasi, dan ideologi.27 Pertama, realitas, dalam proses ini peristiwa atau ide dikonstruksi sebagai realitas oleh media dalam bentuk bahasa gambar ini umumnya behubungan dengan aspek seperti pakaian, lingkungan, ucapan ekspresi dan lain-lain.28

Kedua, representasi, dalam proses ini realitas digambarkan dalam perangkat-perangkat teknis, seperti bahasa tulis, gambar, grafik, animasi, dan lain-lain. Ketiga, tahap ideologis, dalam proses ini peristiwa-peristiwa dihubungkan dan diorganisasikan ke dalam konvensi-konvensi yang diterima secara ideologis. Bagaimana kode-kode representasi dihubungkan dan diorganisasikan ke dalam koherensi sosial atau kepercayaan dominan yang ada dalam masyarakat.29

Islam merupakan agama yang diturunkan oleh Allah SWT kepada Nabi Muhammad SAW yang merupakan nabi dan rasul paling akhir, untuk menjadi petunjuk atau pedoman hidup bagi seluruh manusia hingga akhir zaman. Kata

“Islam” berasal dari bahasa Arab: “SLM” (Sin, Lam, Mim) yang artinya

antara lain: Damai, Suci, Patuh dan taat (tidak pernah membantah).30

27 John Fiske, Television Culture, (London: Routledge, 1987), h. 5.

28 Indiwan Seto, Semiotika Komunikasi: Aplikasi Praktis Bagi Penelitian dan Skripsi Komunikasi (Jakarta: Mitra Wacana Media, 2013), h. 149.

29 Indiwan Seto, Semiotika Komunikasi: Aplikasi Praktis Bagi Penelitian dan Skripsi Komunikasi (Jakarta: Mitra Wacana Media, 2013), h. 149.


(34)

Dalam pengertian agama, kata Islam berarti kepatuhan kepada kehendak dan kemauan Allah SWT serta taat kepada hukum-Nya. Hubungan antara pengertian menurut kata dasar dan pengertian menurut agama erat dan nyata sekali, yaitu: “Hanya dengan kepatuhan kepada kehendak Allah dan tunduk kepada hukum-hukum-Nya seseorang dapat mencapai kedamaian yang

sesungguhnya dan memperoleh kesucian yang abadi”.31

Nama Islam yang berasal dari kata salama yang terutama berarti ‘damai’ tertulis dalam Al Quran Surat al-Anfal ayat 61 yang berbunyi:

                       Artinya:

“Dan jika mereka condong kepada perdamaian, Maka condonglah kepadanya dan bertawakkallah kepada Allah.Sesungguhnya Dialah yang

Maha mendengar lagi Maha mengetahui.”32

Dalam ayat diatas dapat kita lihat bahwa kata ‘salm’ berarti damai atau perdamaian. Kata Islam yang dipergunakan menjadi nama dari ajaran Allah itu justru menunjukan esensi atau inti dan isi ajaran itu. Inti pengertian dari kata islam adalah masuk ke dalam serasi, cocok, dan damai.33

Hal tersebut kemudian menjadi salah satu makna serta ciri utama dari Islam, yakni bahwa Islam merupakan agama yang senantiasa membawa umat manusia pada perdamaian. Adapun para pengikutnya ialah mereka yang membina dirinya sebagai sosok seseorang yang cinta pada kedamaian. Serta senantiasa mendekatkan diri kepada Allah SWT.

Islam bukanlah agama yang didasarkan pada pribadi penyebarnya, melainkan pada Tuhan. Muhammad hanyalah orang yang terpilih untuk

31 Hammudah Abdalati, Islam Suatu Kepastian (Jakarta: Media Da’wah, 1983), h.13. 32 Terjemahan diambil dari Al Quran Digital Versi 2.0

33 Akmal Hawi, Dasar-Dasar Studi Islam (Jakarta: PT. RajaGrafindo Persada, 2014), h. 3.


(35)

menyampaikan petunjuknya.34 Tugas Rasulullah Muhammad SAW hanyalah untuk menyampaikan ajaran, menerangkan dan mencontohkan bagaimana caranya mempraktikkan isi ajaran Allah SWT. Adapun mereka yang mengikuti ajaran Islam dinamakan Muslim.

Islam adalah pengabdian kepada Allah SWT, hendaklah penganutnya mematuhi hukum-hukum Nya. Ini tak berarti menghilangkan kemerdekaan pribadi atau berserah diri tanpa ikhtiar. Setiap orang yang berfikir atau percaya, secara langsung tentu mengerti apa yang dimaksud dengan

pengertian ‘Islam’. Arti ketuhanan dalam Islam adalah memberikan

pengarahan untuk menjadikan manusia sebagai suatu ciptaan-Nya yang terbaik, yakni lengkap dengan akal budi sempurna.35

Manusia adalah makhluk yang terpilih dan dilengkapi dengan akal dan kekuatan untuk membuat pilihan. Karena manusia memiliki kekuatan akal dan kekuatan untuk menentukan pilihan, maka ia ditunjuk untuk patuh kepada kehendak-kehendak Allah serta patuh kepada hukum-hukum Nya. Bila ia memilih kepatuhan kepada hukum Allah SWT, maka ia akan berhasil menciptakan keharmonisan dan kesejahteraan antara dirinya sendiri dan seluruh unsur alam yang lain yang mempunyai kewajiban untuk patuh kepada Allah SWT. Tapi bila ia memilih untuk mengingkari Allah SWT ia akan terjerumus kepada jalan yang salah. Selain itu ia akan celaka dan akan mendapat hukuman dari sang pencipta hukum itu.36

Dengan melihat penjelasan tentang Islam di atas dapat kita simpulkan bahwa Islam merupakan agama yang membawa umat manusia pada

34 S.H. Nasr, Islam Dalam Cita dan Fakta (Jakarta: PT. Panca Gemilang Indah, 1983), h. 3.

35 Hammudah Abdalati, Islam Suatu Kepastian (Jakarta: Media Da’wah, 1983), h. 17. 36 Hammudah Abdalati, Islam Suatu Kepastian (Jakarta: Media Da’wah, 1983), h.17.


(36)

perdamaian. Islam juga mengajarkan pada penganutnya tentang kepatuhan kepada Allah SWT. Hanya dengan kepatuhan kepada kehendak Allah dan tunduk kepada hukum-hukum-Nya seseorang dapat mencapai kedamaian yang sesungguhnya dan memperoleh kesucian yang abadi.

Berdasarkan penjabaran mengenai representasi dan Islam diatas dapat kita tarik kesimpulan bahwa yang dimaksud representasi Islam ialah bagaimana agama yang diwahyukan oleh Allah SWT dan agama yang dikenal senantiasa membawa umat manusia pada perdamaian tersebut kemudian digambarkan, diimajinasikan atau dimaknai melalui tanda-tanda tertentu dalam suatu objek.

C. Iklan

1. Pengertian Iklan

Iklan atau advertising dapat didefinisikan sebagai “any paid form of non personal communication about an organization, product, service,

or idea by an identified sponsor” (setiap bentuk komunikasi nonpersonal mengenai suatu organisasi, produk, servis, atau ide yang dibayar oleh satu sponsor yang diketahui).37 Adapun maksud dari kata nonpersonal berarti suatu iklan melibatkan media massa (TV, radio, majalah, koran) yang mampu mengirimkan pesan kepada sejumlah besar kelompok individu pada saat bersamaan.

Dengan demikian sifat nonpersonal iklan berarti pada umumnya tidak tersedia kesempatan untuk mendapatkan umpan balik yang segera dari penerima pesan (kecuali dalam hal direct response advertising).38

37 Morissan, Periklanan: Komunikasi Pemasaran Terpadu (Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2010), h. 17.

38 Morissan, Periklanan: Komunikasi Pemasaran Terpadu (Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2010), h. 18.


(37)

Oleh karena itu, sebelum pesan iklan dikirimkan pemasang iklan harus betul-betul mempertimbangkan bagaimana audiensi akan menginterpretasikan dan memberikan respons terhadap pesan iklan yang dimaksud.

Sebagai salah satu bentuk komunikasi, Iklan banyak berhubungan dengan bagaimana pesan-pesan promosi disampaikan. Frank Jefkins mengatakan “Iklan adalah sesuatu yang bertujuan untuk membuat kita mengetahui apa yang ingin kita jual ataupun beli”.39 Dari definisi tersebut dapat kita lihat bahwa pada hakikatnya iklan merupakan suatu cara penyampaian tentang sesuatu yang ingin dijual atau dibeli.

Sementara itu, Wells, Burnett dan Mortaty seperti dikutip oleh Indiwan Seto mendefinisikan iklan sebagai suatu bentuk komunikasi yang dibayar oleh non personal dari sponsor yang dikenal dengan menggunakan media massa untuk mengajak atau mempengaruhi khalayak.40

Iklan merupakan suatu kegiatan yang digunakan untuk mempersuasi konsumen oleh sejumlah atau suatu institusi bukan personal. Dalam definisi ini dapat kita lihat bahwa iklan merupakan suatu pengisi media massa, karena iklan haruslah menggunakan media yang spesifik untuk dapat menerpa orang banyak.

Adapun iklan dipandang sebagai salah satu bentuk promosi yang paling dikenal dan paling banyak dibahas orang, hal ini dimungkinkan karena daya jangkauannya yang luas. Iklan di media massa dapat digunakan untuk menciptakan citra merek dan daya tarik simbolis bagi suatu perusahaan atau institusi.

39 Frank Jefkins, Advertising Today (London: International Textbook Co., 1976), h. 5. 40 Indiwan Seto, Semiotika Komunikasi: Aplikasi Praktis Bagi Penelitian dan Skripsi Komunikasi (Jakarta: Mitra Wacana Media, 2013), h. 151.


(38)

2. Iklan Politik

Lynda Lee Kaid mendefinisikan iklan politik sebagai proses komunikasi dimana sebuah sumber (kandidat atau partai politik), mengambil kesempatan untuk menunjukan pesan-pesan politik mereka melalui saluran media massa dalam rangka mempengaruhi sikap, kepercayaan, dan perilaku politik khalayak.41

Penelitian di barat tentang iklan politik di televisi menemukan bahwa iklan mempengaruhi kandidat untuk belajar bagaimana calon pemilih mereka, membantu mereka untuk mengidentifikasi prioritas, dan mempengaruhi standar penilaian dan atribusi dari kesalahan. Iklan politik di televisi telah menempati posisi penting dalam studi komunikasi politik.42

Perlof dan Kinsey sebagaimana dikutip oleh Gun Gun Heryanto dan Shulhan Rumaru, menyebutkan bahwa konsultan percaya seorang kandidat umumnya harus menghabiskan sebagian dana kampanyenya pada iklan televisi. Hal ini tentu saja mengasumsikan bahwa kampanye cukup besar, bahkan untuk mempertimbangkan penggunaan televisi.43

Konten dan pesan yang terdapat dalam iklan politik, tentunya bermuatan tentang politik. Muatan pesan dalam iklan politik meliputi informasi visi-misi politik, jargon, platform, program politik, serta fungsi produk yang disampaikan.Iklan tersebut tentu memiliki fungsi persuasif

41 Lynda Lee Kaid, Handbook of Political Communications Research (New Jersey: Lawrence Erlbaum Associates, 2004), h. 156.

42 Gun Gun Heryanto dan Shulhan Rumaru,Komunikasi Politik Sebuah Pengantar (Bogor: PT Ghalia Indonesia, 2013), h. 40.

43 Gun Gun Heryanto dan Shulhan Rumaru,Komunikasi Politik Sebuah Pengantar (Bogor: PT Ghalia Indonesia, 2013), h. 40.


(39)

yang amat kuat, karena media elektronik seperti televisi misalnya hadir dengan kekuatan audio visual yang dahsyat dari segi interaksi.

Beriklan melalui media massa tentu mampu menjangkau khalayak yang sangat luas dengan pesan sederhana yang memungkinkan penerima memahami produk yang diinformasikan, fungsinya, dan hubungannya dengan setiap produk sejenis yang lain. Sederhananya, Gun Gun Heryanto dan Shulhan Rumaru menyebutkan bahwa iklan mampu membujuk khalayak untuk melewati beberapa tahapan dalam menerima informasi, diantaranya tahap ketertarikan, pemahaman, penyadaran terhadap produk, pembentukan opini, dan tahap pengambilan keputusan secara rasional untuk memilih suatu partai politik.44

3. Kekuatan dan Kelemahan Iklan Televisi

Televisi sebagai salah satu media massa tentu memiliki kekuatan dan kelemahannya sendiri dalam menjalan kan tugasnya sebagai media penyampai pesan. Iklan televisi yang tentunya disiarkan melalui media televisi juga mampu menerima pengaruh dari kekuatan dan kelemahan yang dimiliki oleh media televise. Berikut merupakan kekuatan dan kelemahan iklan televisi.

a. Kekuatan Iklan Televisi

1) Daya Jangkau Luas

Penetrasi televisi saat ini sudah sangat luas, khususnya televisi yang bersiaran secara nasional. Daya jangkau siaran yang luas ini memungkinkan pemasar memperkenalkan dan

44 Gun Gun Heryanto dan Shulhan Rumaru, Komunikasi Politik Sebuah Pengantar (Bogor: PT Ghalia Indonesia, 2013), h. 40.


(40)

mempromosikan produk barunya secara serentak dalam wilayah yang luas bahkan ke seluruh wilayah suatu negara.45 Karena jangkauannya yang luas televisi menjadi media ideal untuk mengiklankan berbagai produk.

2) Selektivitas dan Fleksibilitas

Selektivitas memungkinkan televisi menyasar langsung pada kelompok audiensi tertentu. Stasiun televisi dapat menayangkan program siaran yang mampu menarik perhatian kelompok audiensi tertentu yang menjadi target promosi suatu produk tertentu. Selain itu siaran iklan di televisi menurut Willis-Aldridge memiliki fleksibilitas yang memungkinakn penyesuaian terhadap kebutuhan dan kepentingan khusus.Dalam hal ini pemasang iklan dapat membuat variasi isei pesan iklan yang disesuaikan dengan kebutuhan atau karakteristik wilayah setempat.46

3) Fokus Perhatian

Siaran iklan televisi akan selalu menjadi pusat perhatian audiensi pada saat iklan ditayangkan. Jika audiensi tidak memindahkan saluran, maka ia harus menyaksikan tayangan iklan televisi itu satu per satu.47

45 Morissan, Periklanan: Komunikasi Pemasaran Terpadu (Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2010), h. 241.

46 Morissan, Periklanan: Komunikasi Pemasaran Terpadu (Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2010), h. 242.

47 Morissan, Periklanan: Komunikasi Pemasaran Terpadu (Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2010), h. 242.


(41)

4) Kreativitas dan Efek

Televisi merupakan media iklan yang paling efektif karena dapat menunjukan cara bekerja suatu produk pada saat digunakan. Selain itu pemasang iklan juga terkadang ingin menekankan pada aspek hiburan dalam iklan yang ditayangkan dan tidak ingin menunjukan aspek komerseial yang mencolok.48

5) Prestise

Perusahaan yang mengiklankan produknya di televisi biasanya akan menjadi sangat dikenal rang. Baik perusahaan atau lembaga yang memproduksi barang tersebut maupun barangnya itu sendiri akan menerima status khusus dari masyarakat.49

6) Waktu Tertentu

Suatu produk dapat diiklankan di televisi pada waktu-waktu tertentu ketika pembeli potensialnya berada di depan televisi. Sehingga pemasang iklan akan menghindari waktu-waktu tertentu pada saat konsumen mereka tidak menonton televisi.50

b. Kelemahan Iklan Televisi

1) Biaya Mahal

Walaupun televisi diakui sebagai media yang efisien dalam menjangkau audiensi dalam jumlah besar namun televisi

48 Morissan, Periklanan: Komunikasi Pemasaran Terpadu (Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2010), h 242.

49 Morissan, Periklanan: Komunikasi Pemasaran Terpadu (Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2010), h. 243.

50 Morissan, Periklanan: Komunikasi Pemasaran Terpadu (Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2010), h. 243.


(42)

merupakan media paling mahal untuk beriklan.Adapun biaya yang dikenakan kepada pemasang iklan televisi dihitung berdasarkan detik.51

2) Informasi Terbatas

Dengan durasi iklan yang rata-rata hanya 30 detik dalam sekali tayang, maka pemasang iklan tidak memiliki cukup waktu untuk secara leluasa memberikan informasi yang lengkap.52

3) Selektivitas Terbatas

Pemasang iklan televisi memang masih dapat membidik target audiensi tertentu melalui berbagai jenis program yang ditayangkan, namun demikian televisi belum mampu menandingi radio, surat kabar, dan majalah dalam menjangkau segmen audiensi secara lebih khusus.53

4) Penghindaran

Kelemahan lain iklan televisi ialah kecenderungan audiensi untuk menghindari pada saat iklan ditayangkan. Penelitian menunjukan bahwa audiensi menggunakan kesempatan penayangan iklan untuk melakukan pekerjaan lain misalnya ke kamar mandi, mengobrol, hingga memindahkan saluran (zapping).54

51 Morissan, Periklanan: Komunikasi Pemasaran Terpadu (Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2010), h. 244.

52 Morissan, Periklanan: Komunikasi Pemasaran Terpadu (Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2010), h. 244.

53 Morissan, Periklanan: Komunikasi Pemasaran Terpadu (Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2010), h. 245.

54 Morissan, Periklanan: Komunikasi Pemasaran Terpadu (Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2010), h. 246.


(43)

5) Tempat Terbatas

Berbeda dengan media cetak, Stasiun televisi tidak dapat seenaknya memperpanjang waktu siaran iklan dalam suatu program.55

4. Iklan Televisi Sebagai Konstruksi Realitas Sosial dalam Media

Dalam dunia pertelevisian, sistem teknologi telah menguasai jalan pikiran masyarakat, televisi menguasai pikiran-pikiran manusia dengan cara membangun teater dalam pikiran manusia (theater of mind), sebagaimana gambaran realistis dalam iklan televisi. Iklan-iklan yang terdapat di televisi biasa dibuat dengan berisikan adegan-adegan yang mengagumkan serta mampu membawa pemirsanya kepada kesan dunia lain yang maha dahsyat.56

Realitas iklan televisi merupakan gambaran terhadap sebuah dunia yang hanya ada dalam televisi. Realitas itu dibangun berdasarkan pada penggambaran realitas seorang copywriter dan visualiser tentang dunia atau citra produk yang diinginkannya. Ketika televisi dimatikan penggambaran realitas dalam media tersebut kemudian hidup dalam pikiran manusia. Bahkan penggambaran tersebut mengalami distorsi yang mampu menciptakan cerita realitas lain yang terus menerus hidup dalam pikiran tersebut.57

Dalam membangun sebuah realitas, kemampuan seorang copywriter dan visualiser, juga dipengaruhi oleh klien, lingkungan

55 Morissan, Periklanan: Komunikasi Pemasaran Terpadu (Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2010), h. 246.

56 Burhan Bungin, Sosiologi Komunikasi: Teori, Paradigma, dan Diskursus Teknologi Komunikasi di Masyarakat (Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2006), h. 221.

57 Burhan Bungin, Sosiologi Komunikasi: Teori, Paradigma, dan Diskursus Teknologi Komunikasi di Masyarakat (Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2006), h. 222.


(44)

mereka, budaya, pandangan terhadap produk, pengetahuan tentang dunia periklanan, keahlian teknologi dan lainnya. Penciptaan realitas tersebut menggunakan satu model produksi yang oleh Baudrillard disebutnya dengan simulasi, yaitu penciptaan model-model nyata yang tanpa asal-usul atau realitas awal. Hal ini olehnya disebut (hiper reality). Melalui model simulasi, manusia dijebak di dalam satu ruang, yang disadari-nya sebagai nyata, meskipun sesungguhnya semu, maya, atau khalayan belaka.58

Lebih dalam Piliang mengungkapkan bahwa, ruang realitas semu itu dapat digambarkan melalui analogi peta. Bila di dalam suatu ruang nyata sebuah peta merupakan representasi dari sebuah territorial, maka di dalam model simulasi, petalah yang mendahului teritorial. Realitas (teritorial) sosial, kebudayaan, atau politik, kini dibangun berdasarkan model-model (peta) fantasi yang ditawarkan televisi, iklan, bintang-bintang layar perak, sinetron, atau tokoh-tokoh kartun.59

Wacana simulasi adalah ruang pengetahuan yang dikonstruksikan oleh iklan televisi, dimana manusia mendiami suatu ruang realitas, dimana perbedaan antara yang nyata dan fantasi, atau yang benar dengan yang palsu menjadi sangat tipis. Manusia hidup dalam dunia maya dan khayal televisi dan informasi lebih nyata dari pengetahuan sejarah dan etika, namun sama-sama membentuk sikap manusia.60

Iklan sebagai bentuk komunikasi pemasaran, harus bisa menyampaikan tujuan-tujuan pemasaran kepada khalayaknya. Yakni,

58 Burhan Bungin, Sosiologi Komunikasi: Teori, Paradigma, dan Diskursus Teknologi Komunikasi di Masyarakat (Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2006), h. 223.

59 Yasraf Amir Piliang, Sebuah Dunia yang Dilipat, Realitas Kebudayaan Menjelang Milenium Ketiga dan Matinya Postmodernisme (Bandung: Mizan, 1998), h. 228.

60 Burhan Bungin, Sosiologi Komunikasi: Teori, Paradigma, dan Diskursus Teknologi Komunikasi di Masyarakat (Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2006), h. 224.


(45)

dengan menonjolkan hal-hal baik serta nilai guna yang dimiliki suatu produk dan sebaliknya, sebisa mungkin iklan menutupi keburukan dari suatu produk tersebut.

Pesan iklan yang dekat dengan konsumen tentu akan lebih diterima konsumen. Dalam konstruksi pesannya, iklan berusaha menghadirkan figur-figur tertentu yang dekat dengan konsumen. Iklan juga berusaha menggambarkan konstruksi pasar yang dibidik olehnya.

5. Macam-Macam Shot, Sudut dan Gerak Kamera

Dalam pengambilan gambar sebuah video atau film, terdapat beberapa hal yang perlu diperhatikan. Beberapa hal utama yang harus diperhatikan dalam mengambil gambar sebuah video diantaranya ialah macam-macam shot, sudut pengambilan gambar serta gerak kamera.

Ketiga hal tersebut perlu diperhatikan guna menemukan bagaimana shot yang tepat sehingga mampu menimbulkan kesan tersendiri di dalamnya. Selain itu hal-hal tersebut juga mampu menunjukan tingkat emosi, situasi, dan kondisi dari suatu objek. Berikut merupakan penjelasan ketiga hal tersebut.

a. Jenis Shot

1) Extreme Close Up (ECU), merupakan pengambilan gambar sangat dekat sekali, sampai pori-pori kulit pun terlihat. Memperlihatkan detail suatu objek secara jelas.

2) Big Close Up (BCU), pengambilan gambar dari atas kepala hingga dagu objek. Menonjolkan objek untuk menimbulkan ekspresi tertentu.


(46)

3) Close Up (CU), pengambilan gambar dari tepat atas kepala sampai bawah leher. Untuk memberi gambaran objek secara jelas.

4) Medium Close Up (MCU), pengambilan gambar sebatas kepala hingga dada. Untuk menegaskan profil seseorang.

5) Medium Shot (MS), pengambilan gambar sebatas dari kepala hingga pinggang. Bertujuan untuk memperlihatkan sosok seseorang.

6) Full Shot (FS), pengambilan gambar penuh dari atas kepala hingga kaki. Memperlihatkan objek secara keseluruhan.

7) Long Shot (LS), pengambilan gambar melebihi full shot. Menunjukan objek dengan latar belakangnya.

8) One Shot (1S), pengambilan gambar satu objek. Memperlihatkan seseorang dalambingkai (in frame).

9) Two Shot (2S) pengambilan gambar dua objek. Biasanya memperlihatkan adegan dua orang sedang bercakap.

10)Group Shot (GS) pengambilan gambar sekelompok orang. Misalnya ada adegan pasukan sedang berbaris atau lainnya.61

Adapun jenis-jenis shot yang digunakan dalam iklan partai perindo Versi Indonesia Sejahtera, Versi Orasi Hary Tanoesoedibjo, Versi Siapakah Indonesia dan Versi Ramadhan ialah, Close Up, Medium Close Up, Medium Shot, Long Shot, Two Shot, dan Group Shot.

b. Sudut Pengambilan Gambar

1) Frog Eye, teknik pengambilan gambar dengan ketinggian kamera

61 Bartho B.S, Teknik Pengambilan Gambar Video, artikel diakses pada 13 Maret 2016 dari http://www.dumetschool.com/blog/ Teknik-Pengambilan-Gambar-Video.


(47)

sejajar dengan dasar (alas) kedudukan obyek atau dengan ketingggian yang lebih rendah dari dasar (alas) kedudukan obyek. Dengan teknik ini dihasilkan suatu pemandangan objek yang sangat besar. Biasanya terjadi distorsi perspektif berupa pengecilan ukuran subjek, sehingga menghasilkan kesan keangkuhan, keagungan, dan kekokohan.

2) Low Angle, sudut pengambilan dari arah bawah objek sehingga kesan objek jadi membesar.

3) Eye Level, sudut pengambilan gambar sejajar dengan objek. Hasilnya memperlihatkan tengkapan pandangan mata sesorang yang berdiri atau pandangan mata seseorang yang mempunyai ketinggian tubuh tepat tingginya sama dengan objek. Sering juga disebut dengan normal shot.

4) High Angle, sudut pengambilan dari atas objek sehingga kesan objek jadi mengecil. Selain itu teknik pengambilan gambar ini mempunyai kesan dramatis, yakni kesan kerdil.

5) Bird Eye, teknik pengambilan gambar yang dilakukan juru kamera dengan ketinggian kamera di atas ketinggian objek yang direkam. Hasil perekaman teknik ini memperliatkan lingkungan yang demikian luas dengan benda-benda lain yang tampak di bawah demikian kecil.

6) Slanted, ini merupakan perekaman dengan sudut tidak frontal dari depan atau frontal dari samping objek, melainkan dari sudut 45° dari objek, sehinga objek lain ikut masuk kedalam bingkai rekam.


(48)

7) Over Shoulder, merupakan versi close-up dari slanted shot sehingga seakan-akan objek lain di-shot dari bahu objek utama.62 Adapun sudut pengambilan gambar yang digunakan dalam iklan partai perindo Versi Indonesia Sejahtera, Versi Orasi Hary Tanoesoedibjo, Versi Siapakah Indonesia dan Versi Ramadhan ialah High Angle, Low Angle, Eye Level, Bird eye, dan Slanted.

c. Gerakan Kamera

1) Panning, adalah gerakan kamera secara horizontal (posisi kamera tetap di tempat) dari kiri ke kanan atau sebaliknya. Pan Right merupakan gerak kamera mendatar dari kiri ke kanan. Sementara Pan Left merupakan gerakan kamera medatar dari kanan ke kiri. 2) Tilting, merupakan gerakan kamera sevara vertikal (posisi kamera

tetap di tempat) dari atas ke bawah ataupun sebaliknya. Tilt Up merupakan gerak kamera secara vertikal dari bawah ke atas. Sementara Tilt Down merupakan gerak kamera secara vertikal dari atas ke bawah.

3) Tracking, merupakan gerakan kamera mendekati atau menhjauhi objek. Track In merupakan gerak kamera mendekati objek. Track Outmerupakan gerak kamera menjauhi objek.63

Adapun dari ketiga gerakan kamera di atas, ketiganya sama-sama digunakan dalam iklan partai perindo Versi Indonesia Sejahtera, Versi Orasi Hary Tanoesoedibjo, Versi Siapakah Indonesia dan Versi Ramadhan.

62 Bartho B.S, Teknik Pengambilan Gambar Video, artikel diakses pada 13 Maret 2016 dari http://www.dumetschool.com/blog/ Teknik-Pengambilan-Gambar-Video.

63 Cecep SWP, Jenis-Jenis Shot, Sudut dan Gerakan Kamera, artikel diakses pada 13 Maret 2016 dari https://misteridigital.wordpress.com/ 2007/07/01/jenis-jenis-shot-sudut-dan-gerakan-kamera/.


(49)

38 BAB III

GAMBARAN UMUM

A. Profil Hary Tanoesoedibjo

Bambang Hary Iswanto Tanoesoedibjo merupakan salah seorang pengusaha besar dan tokoh politik di Indonesia. Pria yang lebih dikenal dengan nama Hary Tanoesoedibjo ini lahir di Surabaya, 26 September 1965. Hary Tanoesoedibjo merupakan lulusan Master of Business Administration dari Ottawa University, Ottawa, Kanada (1989).Adapun gelar Master of Buseiness Administration hanya dicapainya dalam waktu satu tahun saja.1

Hary Tanoesoedibjo kerap kali dijuluki sebagai ‘Raja Bisnis Multimedia’ apalagi sejak dirinya mengambil alih PT Bimantara Citra Tbk pada tahun 2000 lalu. Sejak saat itu ia berambisi untuk menjadi penguasa bisnis media penyiaran dan telekomunikasi. Kini hal tersebut bukan lah sekedar ambisi, Hary Tanoesoedibjo mempunyai tiga stasiun TV swasta diantaranya, RCTI, TPI, dan Global TV, selain itu ia juga mempunyai stasiun radio Trijaya FM, serta media cetak Harian Seputar Indonesia dan majalah ekonomi. Adapun untuk media online Hary Tanoesoedibjo memiliki Okezone.com dan Sindonews.com. Seluruh media tersebut berada di bawah naungan MNC Group.

Kiprah Hary Tanoesoedibjo di dunia politik dimulai sejak tahun 2011 lalu. Saat itu dirinya bergabung dengan Partai Nasdem bentukan Surya Paloh. Sejak saat itu pula namanya semakin sering muncul di televisi.2 Dua tahun berselang perpecahan internal yang terjadi dalam tubuh Partai Nasdem, membuat Hary

1Intelijen, “Hary Tanoesoedibjo, artikel diakses pada 26 Mei 2016 dari https://www.intelijen.co.id/12936/.

2 Rinjani Nursafitri. “Profil Hary Tanoesoedibjo, CEO MNC Group, artikel diakses pada 26 Mei 2016 dari http://www.orangterkayaindonesia.com/profil-hary-tanoesoedibjo-orang-super-kaya-di-indonesia/.


(50)

Tanoesoedibjo memilih untuk mengundurkan diri dan keluar dari partai tersebut. Namun tak lama kemudian Hary Tanoesoedibjo bergabung dengan Partai Hanura.

Setelah empat bulan bergabung dengan partai pimpinan Wiranto tersebut, Hary Tanoesoedibjo kemudian mendeklarasikan diri menjadi calon wakil presiden 2014 mendampingi Wiranto.3 Adapun pada 7 Februari 2015 lalu ia mendeklarasikan Partai Persatuan Indonesia (Perindo). Perindo sendiri berawal dari ormas yang terbentuk pada 24 Februari 2013.

Menjadi Ketua Umum Partai Perindo, membuat Hary Tanoesoedibjo menjadi salah satu ketua umum partai yang beragama Non Muslim. Namun, Ayah Hary Tanoesoedibjo yang bernama Ahmad Tanoesoedibjo merupakan seorang Tionghoa Muslim.Beliau bahkan sempat menjabat sebagai Ketua China Muslim se-Jawa Timur dan dikenal dekat dengan mendiang Gus Dur.4

B. Profil Partai PERINDO

Partai Perindo berawal dari sebuah organisasi kemasyarakatan non partisan yang dideklarasikan oleh Hary Tanoesoedibjo bersama beberapa tokoh nasional di Jakarta pada tanggal 24 Februari 2013. Perindo mendedikasikan diri pada pengembangan dan pemberdayaan masyarakat kelas bawah, tak terkecuali generasi muda dan perempuan dalam rangka mewujudkan keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.

Transformasi Partai Perindo dari bentuk organisasi kemasyarakatan menjadi partai politik, ditandai dengan turunnya Keputusan Menteri Hukum

3 Rinjani Nursafitri. “Profil Hary Tanoesoedibjo, CEO MNC Group, artikel diakses pada 26 Mei 2016 dari http://www.orangterkayaindonesia.com/profil-hary-tanoesoedibjo-orang-super-kaya-di-indonesia/.

4 Rinjani Nursafitri. “Profil Hary Tanoesoedibjo, CEO MNC Group, artikel diakses pada 26 Mei 2016 dari http://www.orangterkayaindonesia.com/profil-hary-tanoesoedibjo-orang-super-kaya-di-indonesia/.


(51)

dan Hak Asasi Republik Indonesia Nomor: M.HH-03.AH.11.01 Tahun 2014, tanggal 8 Oktober 2014. Dengan ini partai perindo telah sah sebagai partai politik yang berbadan hukum.5 Adapun pada tanggal 7 Februari 2015 lalu, Hary Tanoesoedibjo telah mendeklarasikan Perindo sebagai partai.

Platform Partai Perindo adalah mewujudkan kesejahteraan lahir batin bagi seluruh rakyat Insonesia. Bagi Perindo guna mewujudkan kesejahteraan dalam rangka meningkatkan taraf hidup rakyat haruslah melalui suatu perubahan yang menyeluruh, sistematis, terpadu dan terarah.6

Indonesia sebagai negara kesejahteraan (welfare state) memiliki landasan ideologis dan konstitusional yang sangat kuat. Dalam mewujudkan hal tersebut, Partai Perindo berpegang pada nilai-nilai Pancasila, karena dinilai telah memenuhi lima prinsip negara kesejahteraan.

Adapun partai politik sebagai salah satu pilar demokrasi dengan segala sumber daya yang dimilikinya bersama dengan kekuatan masyarakat lainnya ikut ambil peranan dalam pembangunan kesejahteraan.Dalam hal ini, Partai Perindo mengaku hadir untuk menginspirasi partai-partai politik dan kekuatan masyarakat lainnya agar lebih peka dan peduli terhadap masalah kesejahteraan, guna memenuhi kebutuhan dasar masyarakat yang masih jauh berada di bawah garis kemiskinan.

Dalam masyarakat yang sejahtera, stabilitas politik dan demokrasi akan lebih mudah diwujudkan karena rasionalitas akan lebih didahulukan dari pada emosionalitas dalam menyelesaikan masalah apapun. Partai Perindo mengaku

5 Partai Perindo, Profil Partai,” artikel diakses pada 19 Maret 2016 dari https://partaiperindo.com/?page_id=6.

6 Partai Perindo, Profil Partai, artikel diakses pada 19 Maret 2016 dari https://partaiperindo.com/?page_id=6.


(52)

setuju dengan pendapat tersebut. Perindo berkeyakinan bahwa stabilitas politik dan kualitas demokrasi di Indonesia akan terwujud apabila kebutuhan dan hak dasar rakyat terpenuhi. Berbagai tindakan koruptif juga diyakini akan menghilang seiring dengan meningkatnya tingkat kesejahteraan rakyat.

C. Visi Misi Partai Perindo

1. Visi

Mewujudkan Indonesia yang berkemajuan, bersatu, adil, makmur, sejahtera, berdaulat, bermartabat dan berbudaya.7

2. Misi

a. Mewujudkan pemerintahan yang berkeadilan, yang menjunjung tinggi nilai-nilai hukum sesuai dengan UUD 1945.

b. Mewujudkan pemerintahan yang bebas dari korupsi, kolusi dan nepotisme untuk Indonesia yang mandiri dan bermartabat.

c. Mewujudkan Indonesia yang berdaulat, bermartabat dalam rangka menjaga keutuhan NKRI.

d. Menciptakan masyarakat adil, makmur, dan sejahtera berdasarkan Pancasila dan UUD 1945 dalam wadah Negara Kesatuan Republik indonesia.

e. Menegakan hak dan kewajiban asasi manusia dan supremasi hukum yang susuai Pancasila dan UUD 1945 untuk mewujudkan keadilan dan kepastian hukum guna melindungi kehidupan rakyat, bangsa dan negara.

f. Mendorong tumbuhnya ekonomi nasional yang berkontribusi langsung

7 Partai Perindo, Profil Partai,” artikel diakses pada 19 Maret 2016 dari https://partaiperindo.com/?page_id=6.


(53)

pada kesejahteraan warga negara Indonesia.8

D. Struktur Kepengurusan Partai Perindo

Berikut merupakan susunan kepengurusan pusat Partai Perindo.Adapun data didapatkan dari situs resmi Perindo. Adapun susunan partai dapat dilihat dalam tabel berikut:9

Tabel 3.1. Struktur Pengurus DPP Perindo Majelis Persatuan Partai

Ketua : HARY TANOESOEDIBJO

Sekretaris : DAVID FERNANDO AUDY

Anggota : HENRY SUPARMAN

Anggota : LILIANA TANOESOEDIBJO

Anggota : AHMAD ROFIQ

Dewan Pimpinan Pusat

Ketua Umum : HARY TANOESOEDIBJO

Ketua Bidang Organisasi : SYAFRIL NASUTION

Ketua Bidang Kader, Anggota dan Saksi

: ARMYN GULTOM

Ketua Bidang Litbang dan IT : SURURI ALFARUQ

Ketua Bidang Politik : ARYA MAHENDRA SINULINGGA

Ketua Bidang Pendidikan dan Kebudayaan

: BUDIYANTO DARMASTONO

Ketua Bidang Hukum dan Advokasi

: CHRISTOPHORUS TAUFIK

Ketua Bidang Pemberdayaan Perempuan

: RATIH PURNAMASARI

Ketua Bidang Sosial Ekonomi : A. WISHNU HANDOYONO

Ketua Bidang Hubungan Antar Lembaga

: MOHAMMAD YAMIN TAWARY

8 Partai Perindo, Profil Partai,” artikel diakses pada 19 Maret 2016 dari https://partaiperindo.com/?page_id=6.

9 Partai Perindo, Struktur Pengurus DPP, artikel diakses pada 19 Maret 2016 dari https://partaiperindo.com/?page_id=6.


(54)

Ketua Bidang Pemuda, Pemilih pemula

: ANNA LUTHFIE

Sekretaris Jenderal : AHMAD ROFIQ

Wakil Sekretaris Jenderal I : MUHAMMAD SOPIYAN

Wakil Sekretaris Jenderal II : ABD. KHALIQ AHMAD

Wakil Sekretaris Jenderal III : DONNY FERDIANSYAH

Wakil Sekretaris Jenderal IV : EFFENDY SYAHPUTRA

Wakil Sekretaris Jenderal V : AJUN DAMAYANTI

Wakil Sekretaris Jenderal VI : SUSY MEILINA

Wakil Sekretaris Jenderal VII : ANGELA HERLIANI

TANOESOEDIBJO

Wakil Sekretaris Jenderal VIII : HENDRIKKAWILARANG

LUNTUNGAN

Wakil Sekretaris Jenderal IX : DEBORA DEBBY WAGE

Wakil Sekretaris Jenderal X : R. FATHOR RAHMAN

Wakil Sekretaris Jenderal XI : MUHAMMAD AMIN

Bendahara Umum : HENRY SUPARMAN

Bendahara I : STIEN MARIA SCHOUTEN

Bendahara II : THE JENNY

Bendahara III : EVA MUTIA

Bendahara IV : ANDI CAKRA WAHYUDI

Mahkamah Partai

Ketua : SYAFRIL NASUTION

Sekretaris : CHRISTOPHORUS TAUFIK

Anggota :

a. ARMYN GULTOM b. M. BUDI RUSTANTO c. AGUS MULYANTO

E. Iklan-Iklan Partai Perindo

1. Versi Indonesia Sejahtera

Iklan Partai Perindo Versi Indonesia Sejahtera, merupakan iklan yang memiliki durasi 29 detik. Iklan ini menggambarkan visi dan misi Partai


(55)

Perindo yang dinarasikan dengan cukup lugas. Gambar video yang terdapat dalam iklan ini cukup padat. Banyak sekali keragaman bangsa Indonesia yang divisualisasikan dalam iklan ini. Mulai dari keragaman suku, budaya, agama, profesi dan lain sebagainya.

Pada bagian awal digambarkan bendera Partai Perindo yang dikibarkan bersebelahan dengan Bendera Indonesia. Selain itu juga digambarkan banyak orang dengan beragam penampilan mengibarkan berndera Indonesia. Bagian ini diperkuat dengan narasi “Partai Perindo lahir untuk

berjuang”. Berikutnya dalam iklan ini divisualisasilam gambar anak-anak

sekolah dengan narasi “Cita-cita kemerdekaan yang belum terwujud”. Berikutnya digambarkan sekelompok orang dengan busana dari berbagai latar belakang yang saling berpegangan disertai dengan narasi

“Marilah bergandeng tangan menjaga persatuan dan kesatuan bangsa”.

Selanjutnya, sosok Hary Tanoesoedibjo beserta Liliana Tanoesoedibjo di munculkan dengan narasi “Membangun negeri ke depan, Indonesia yang kita cintai”.

Adapun pada bagian akhir, berbagai infrastruktur negara digambarkan dengan narasi “Menjadikan Indonesia negara maju, Indonesia yang

berdaulat adil dan makmur”. Iklan ini kemudian ditutup dengan

gerombolan orang dengan berbagai busana berteriak, “Partai Perindo untuk Indonesia Sejahtera”.

2. Versi Orasi Hary Tanoesoedibjo

Pada iklan ini divisualisasikan Hary Tanoesoedibjo yang sedang berpidato di depan para kader serta pendukung Partai Perindo. Visual


(1)

Visual

Narasi Siapakah Indonesia? Apakah mereka yang berpenghasilan milyaran atau mereka yang hanya mampu menafkahi hidup mereka hari demi hari.


(2)

Visual

Narasi Bukan itu semua, Indonesia adalah mereka yang tulus hati mencintai negeri ini mereka yang terus berjuang bertindak secara nyata, menyejahterakan Indonesia.


(3)

Narasi Perindo untuk Indonesia sejahtera. Visual


(4)

Lampiran 4. Iklan Partai Perindo Versi Ramadhan Narasi Ramadhan bulan yang penuh berkah,

Visual

Narasi Saatnya kita semua memanfaatkan momen ini dengan meningkatkan ibadah dan ketaqwaan,

Visual

Narasi Memperbaiki diri agar bangsa dan negeri ini menuju masyarakat adil, damai, dan sejahtera.

Visual

Narasi Partai Perindo mengucapkan selamat menunaikan ibadah puasa. Visual


(5)

Narasi Semoga ramadhan ini membawa berkah dan kesejahteran bagi Indonesia.


(6)

Dokumen yang terkait

Iklan Produk Susu di Televisi dan Minat Beli (Studi Korelasional Tentang Iklan Produk Susu Dancow di Televisi terhadap Minat Beli pada Masyarakat di Lingkungan Perumnas Simalingkar Gang.Pinang Raya I,II,III,IV)

1 68 73

Gambaran Tayangan Iklan Fast Food (Makanan Siap Saji) Di Televisi Dan Kebiasaan Makan Fast Food (Makanan Siap Saji) Dan Kejadian Obesitas Pada Pelajar Di Sma Swasta Cahaya Medan Tahun 2013

6 75 135

Iklan Televisi Program Jalan Sehat 10.000 Langkah Bersama Anlene Terhadap Citra Produk (Studi Korelasional Iklan Televisi Program Jalan Sehat 10.000 Langkah Bersama Anlene terhadap Citra Produk Susu Anlene di kalangan Ibu PKK di Kecamatan Medan Marelan)

0 70 105

Pengaruh Iklan Bersambung Televisi Pond’s Flawless White terhadap Keputusan Pembelian Mahasiswi Politeknik Negeri Medan

1 26 91

Representasi sensualitas pada iklan pompa air shimizu di televisi.

0 0 4

REPRESENTASI PORNOGRAFI PADA IKLAN FINER DI TELEVISI (Studi Analisis Semiotik Representasi Pornografi Pada Iklan Finer di Televisi).

1 0 120

REPRESENTASI PORNOGRAFI PADA IKLAN FINER DI TELEVISI (Studi Analisis Semiotik Representasi Pornografi Pada Iklan Finer di Televisi).

0 0 120

PERSEPSI IKLAN POLITIK TELEVISI PARTAI PERINDO (Studi Deskriptif Kualitatif Persepsi Paguyuban Muda-Mudi “WENING” di Dusun Jetis Kulon terhadap Iklan Politik Televisi Partai PERINDO Versi Siapakah Indonesia dan Versi lagu Mars Perindo ).

0 0 14

PENGARUH IKLAN PARTAI POLITIK PERINO (PESATUAN INDONESIA) DI TELEVISI TERHADAP PERSEPSI PEMILIH PEMULA (Studi Eksplanatif Kuantitatif Pengaruh Iklan Partai Politik Perindo (Persatuan Indonesia) di Televisi terhadap Persepsi Pemilih Pemula di SMA N 2 Surak

0 0 14

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan - PENGARUH IKLAN PARTAI POLITIK PERINO (PESATUAN INDONESIA) DI TELEVISI TERHADAP PERSEPSI PEMILIH PEMULA (Studi Eksplanatif Kuantitatif Pengaruh Iklan Partai Politik Perindo (Persatuan Indonesia) di Televisi terhad

0 0 26