Skema 2.1
Skema pembagian tiga waktu dalam narasi Ekuilibrium
Kekacauan Ekuilibrium
17
C. Konsen Tentang Film
1. Film
Film merupakan karya seni yang diproduksi secara kreatif dan mengandung suatu nilai baik positif ataupun negatif, sehingga
mengandung suatu makna yang sempurna. Namun, terkadang makna yang terkandung dalam film tersebut itu kurang disadari oleh para penonton
pada umumnya.
Makna yang terkandung dalam suatu film, kita dapat melihat dari sistem-sistem pembentuk film itu sendiri. Seperti apa yang digambarkan
oleh Thompson dan Bordwell
18
sebagai berikut:
Bagan 2.1 Sistem-sistem dalam film
Sumber: Thompson and Bordwell, 2006:118.
17
Tony Thwaites, dkk, Introducing Cultural and Media Studies Yogyakarta:Jalasutra, 2009, h. 184.
18
Bordwell, David and Thompson Kristin.Film Art an Introduction, Fourth Edition Singapore: McGraw-Hill Companies Inc, 2006, h. 118.
Film form Interacts with
Formal system Stylistic system
Non-narrative Narrative
Patterned and significant use of techniques: Categorial
Mise en scene Rhetorical
Cinematography Abstract
Editing Associational
Sound
Bagan 2.1 di atas merupakan unsur-unsur pembentuk film yang pada dasarnya dapat dikelompokkan menjadi dua bagian yaitu sistem
formal dan sistem gaya stylistic. Sistem formal mencakup film dalam sistem naratif cerita dan non naratif non cerita. Film naratif merupakan
kategori film yang memiliki rangkaian suatu sebab-akibat yang terjadi dalam sewaktu-waktu. Kemudian, film non naratif, sebaliknya merupakan
kategori film yang tidak memiliki susunan cerita tertentu, seperti film dokumentasi, film experimental, dan sebagainya. Namun, peneliti tidak
menggunakan unsur sistem non-naratif ini, karena film yang diteliti ini adalah masuk kategori naratif. Suatu film, baik formal atau gaya biasanya
memiliki cerita dramatik, yaitu memiliki problem-problem yang kuat dan menarik.
19
Sistem gaya stylistic atau bisa disebut dengan unsur sinematis terdiri atas empat macam sistem sinematis pembangun film, yakni mise
enscene, cinematography, editing, dan sound. Mise en scene merupakan segala hal yang terletak di depan kamera yang akan diambil gambarnya
dalam sebuah produksi film. Mise en scene terdiri atas empat aspek utama yaitu: Setting latar, kostum dan tata rias wajah make-up, pencahayaan
lighting, dan pelakonan acting.
20
Cinematography merupakan hal-hal yang dilakukan para pekerja film berkaitan dengan kamera dan stok roll film mereka. Dalam hal ini
bisa dikatakan para pekerja film menggambar apa yang terjadi di luar
19
Sumarno, Marseli. Dasar-Dasar Apresiasi Film Jakarta: Gramedia Widiasarana Indonesia, 2005, h. 48-49.
20
Sumarno, Marseli. Dasar-Dasar Apresiasi Film, h. 121.
kamera menjadi sebuah satuan cerita secara utuh melalui alat kamera. Cinematography terdiri atas aspek pengambilan gambar shot, framing
setiap adegan, dan durasi duration adegan.
21
Editing merupakan tahap pemilihan shot-shot yang telah diambil, dipilih, diolah, dan dirangkai sehingga menjadi suatu film yang utuh.
22
Dalam tahap editing, shot merupakan materi utama dalam proses editing. Berdasarkan aspeknya, editing dibagi menjadi dua jenis yaitu: dialog,
musik, efek suara. Sound merupakan aspek sinematis yang tidak kalah pentingnya
dengan aspek lain. Melalui sound adegan yang terekam dalam kamera akan terasa lebih hidup dan nyata. Sound memiliki beberapa aspek yaitu:
dialog, musik, dan efek suara.
23
Namun, peneliti tidak menggunakan sistem gaya stylistic dalam penelitian ini sebagai alat analisis. Selain itu, dalam sistem gaya stylistic
peneliti merasa adanya keterbatasan untuk menganalisis sistem gaya ini. Tidak hanya itu, hal ini dikarenakan dalam penelitian ini lebih kepada
analisis narasi film 99 Cahaya Di Langit Eropa dalam perspektif komunikasi antaragama dan budaya.
2. Jenis dan Klasifikasi Film
a. Jenis-jenis film
Secara umum pembagian jenis film didasarkan atas cara bertuturnya, yakni naratif cerita seperti film fiksi dan non-naratif
21
Sumarno, Marseli. Dasar-Dasar Apresiasi Film, h. 168.
22
Pratista, Himawan, Memahami Film Yogyakarta: Homerian Pustaka, 2008, h. 123.
23
Sumarno, Marseli. Dasar-Dasar Apresiasi Film, h. 272.