Analisis Data .1 Populasi Autekologi Nepenthes Ampullaria Jack. Di Cagar Alam Mandor Kalimantan Barat

digunakan sebagai tahapan awal dalam penyederhanaan data pada analisis regresi komponen utama selanjutnya. Variabel yang dianalisis dibedakan menjadi dua yaitu variabel tak bebas Y dan variabel bebas X. Variabel bebas pada penelitian ini berasal dari faktor faktor lingkungan abiotik terdiri dari: suhu X1, kelembaban X2, ketersediaan air X3 dan jarak gangguan X4. Hasil pengukuran faktor lingkungan abiotik diduga berpengaruh terhadap variabel tak bebas yaitu, jumlah individu N. ampullaria Y pada setiap tipe habitat di Cagar Alam Mandor. Bentuk regresi dalam analisis selanjutnya sebagai berikut: Y = b + b 1 x 1 + b 2 x 2 + b 3 x 3 + ... + b p x p + έ Keterangan : Y : peubah tak bebas x i : peubah bebas ke- i yang dispesifikasikan sejak awal, i = 1, 2,, …, p b : konstanta intersep b i : koefisien regresi dari peubah ke- i, i = 1, 2, …, p. έ : kesalahan error term Untuk menguji pengaruh peubah bebas terhadap peubah tak bebas secara simultan dilakukan pengujian dengan menggunakan uji F. Uji lanjutan diperlukan, jika berdasarkan hasil uji F, diperoleh kesimpulan bahwa H0 ditolak. Artinya terdapat satu dari faktor lingkungan yang berpengaruh nyata terhadap jumlah individu N. ampullaria pada setiap tipe habitat di Cagar Alam Mandor. Uji lanjutan berupa uji parsial atau uji t. Uji t dilakukan untuk mengidentifikasi faktor lingkungan yang berpengaruh nyata terhadap jumlah individu N. ampullaria pada setiap tipe habitat di Cagar Alam Mandor. 11 3 HASIL DAN PEMBAHASAN 3.1 Kondisi Umum Lokasi Penelitian 3.1.1 Letak geografis dan batas-batas administratif Cagar Alam Mandor terletak di wilayah administratif kecamatan Mandor, kabupaten Landak. Kawasan konservasi ini secara geografis berada di antara 00º15’ - 00º20’ LU dan 109º18’ - 109º23’ BT. Pada bagian Utara berbatasan dengan Desa Mandor, bagian Selatan berbatasan dengan Dusun Kopiang, bagian Barat berbatasan dengan Desa Kasturi dan areal Hak Pengusahaan Hutan HPH Perhutani. Cagar Alam Mandor dapat diakses melalui dua jalur, yaitu pasar Mandor melintasi jalan dusun yang terletak di dalam Cagar Alam Mandor menuju Kopiang dan masuk dari Makam Juang Mandor.

3.1.2 Sejarah kawasan

Cagar Alam Mandor ditunjuk berdasarkan surat keputusan Het Zelfbestuur Van Het Landshap Pontianak Nomor 8 tanggal 16 Maret 1936, yang disahkan oleh De Residen der Westafdeeling Van Borneo pada tanggal 30 Maret 1936 masa kolonial Belanda. Tahun 1978 telah dilakukan penataan batas secara definitif berdasarkan Berita Acara Tata Batas tanggal 4 Februari 1978 dan selanjutnya disahkan oleh Menteri Pertanian melalui Direktorat Jenderal Kehutanan pada tanggal 15 Januari 1980 sebagai Kawasan Cagar Alam Mandor hingga saat ini BKSDA Kalbar 2015. Pemerintah kolonial Belanda menunjuk kawasan sebagai Natuurbeschermings ordonantie untuk melindungi jenis tumbuhan asli Kalimantan Barat yaitu berbagai jenis Anggrek alam. Penunjukkan tersebut berdasarkan Ordonansi Perlindungan 1941. Pada tanggal 12 Oktober 1982 kawasan ini kemudian ditunjuk sebagai Cagar Alam berdasarkan Keputusan Menteri Pertanian No. 757KptsUm101982. Panjang batas seluruhnya adalah 29 km 23.70 km batas buatan dan 5.30 km batas alam. Pada tahun 1982 dilakukan rekonstruksi tanda batas oleh Sub Balai Inventarisasi Perpetaan Hutan Pontianak. Kegiatan rekonstruksi terakhir dilaksanakan pada tahun 2005 oleh Balai Pemantapan Kawasan Hutan BPKH Wilayah III Pontianak, sepanjang 29 000 km dengan luas 3 080 ha. Hasil kegiatan rekonstruksi dituangkan dalam Berita Acara Rekonstruksi Batas Kawasan Hutan Cagar Alam Mandor Kabupaten Landak Propinsi Kalimantan Barat pada Tanggal 4 Bulan Agustus Tahun 2005. Hingga penelitian berlangsung, kawasan tersebut masih tercatat sebagai kawasan konservasi Cagar Alam dengan luas areal 3 080 ha. 3.1.3 Tanah Kawasan Cagar Alam Mandor sebagian besar merupakan daerah datar, sebagian daerah rawa-rawa dan disebelah Selatan terdapat daerah perbukitan. Keadaan tanah di Cagar Alam Mandor menurut Peta Tanah Eksplorasi tahun 1964 dan Peta Geologi Kalimantan Barat, Direktorat Geologi Indonesia tahun 1965 dengan skala masing-masing 1:1 000 000 dan 1:2 000 000 adalah jenis tanah organosol, gleihumus, podsol dan podsolik merah kuning dengan formasi geologi terdiri dari batuan berasam kersik.

3.1.4 Topografi dan iklim kawasan

Cagar Alam Mandor memiliki topografi datar sampai dengan landai. Sebagian kecil ke arah Selatan menuju ke Gunung Sangiangan merupakan daerah yang bergelombang ringan dengan kelerengan berkisar antara 3-8. Desa Mandor dan Cagar Alam Mandor berada pada ketinggian 8 m dibawah permukaan laut. Menurut klasifikasi Schmidt dan Ferguson, kawasan Cagar alam Mandor memiliki tipe iklim A.

3.1.5 Kondisi biologis kawasan

Ekosistem Cagar Alam Mandor terbagi menjadi tiga tipe ekosistem, yaitu hutan tropis gambut, dataran rendah berawa dan hutan kerangas. Pada ekosistem tersebut dapat ditemukan beberapa spesies vegetasi, antara lain; meranti Shorea spp, jelutung Dyera costulata, keladan Dryobalanops beccarii, mabang Shorea pachyphylla, kebaca Melanorrhoea wallichii, rengas Gluta rengas, tengkawang Shorea stenoptera, ramin Gonystylus bancanus, anggrek hitam Coelogyne pandurata, anggrek kuping gajah Bulbophylum beccarii, dan lain sebagainya. Jenis satwa yang sering ditemukan juga bervariasi, antara lain; beruang madu Herlactos malayanus, kelempiau Hylobates agilis, kukang Nycticebos coucang, babi hutan Sus barbatus, kera Macaca fascicularis dan enggang hitam Bucherotidae.

3.1.6 Kondisi sosial ekonomi dan aksesibilitas

Kecamatan Mandor memiliki jumlah total penduduk 30 785 jiwa yang dengan tingkat kepadatan penduduk sekitar 68 jiwa per km 2 Landak Dalam Angka 2015. Tingkat pendidikan penduduk pada umumnya dimulai dari SD hingga perguruan tinggi. Agama yang dianut oleh penduduk di Kecamatan Mandor antara lain; Islam, Kristen Katolik, Kristen Protestan, Hindu dan Budha. Jenis mata pencaharian penduduk kecamatan Mandor adalah petani, pedagang, Pegawai Negeri Sipil PNS dan swasta. Cagar Alam Mandor berada di tepi jalan Provinsi Kalimantan Barat. Lokasi kawasan Cagar Alam Mandor lebih mudah ditempuh melalui transportasi darat dengan menggunakan bus angkutan umum, mobil dan sepeda motor. Lamanya perjalanan dari Kota Pontianak ke kawasan Cagar Alam Mandor yaitu ±3 jam.

3.2 Populasi Nepenthes ampullaria Jack.

Kantong semar N. ampullaria tumbuh di hutan yang bergambut tipis, berhabitus perdu atau memanjat liana, tumbuhan muda berdaun rozet, kedudukan daun yang merambat selang-seling spiral, bentuk daun sudip, kantong bewarna hijau bercak-bercak merah dan berbentuk bulat telur meruncing pada pangkal Wardani 2008. N. ampullaria dapat ditemukan di bawah kanopi hutan dataran rendah Dipterocapaceae, khususnya daerah yang terbuka, daerah peralihan atau habitat-habitat berhutan yang sifatnya permanen atau musiman Adam 1992. Menurut Mansur 2006, N. ampullaria secara taksonomi diklasifikasikan sebagai berikut: 13 Kingdom : Plantae Filum : Mangnoliophyta Kelas : Magnoliopsida Subkelas : Dilleniidae Ordo : Nepenthales Famili : Nepenthaceae Genus : Nepenthes Spesies : Nepenthes ampullaria Jack. 3.2.1 Kondisi aktual populasi Kantong semar merupakan spesies asli pada kawasan Cagar Alam Mandor. Spesies kantong semar yang terdapat pada kawasan ini antara lain: N. ampullaria, N. gracilis, N. mirabilis, N. rafflesiana dan N. bicalcarata. Dari 5 spesies kantong semar yang ditemukan, 2 diantaranya yaitu N. ampullaria dan N. mirabilis merupakan spesies yang paling banyak ditemukan selama penelitian. Kantong semar dapat ditemukan tumbuh pada hutan kerangas, hutan rawa gambut, daerah ecoton, hutan sekunder dan tepi-tepi sungai di Cagar Alam Mandor. N. ampullaria dapat ditemukan pada hutan kerangas, hutan rawa gambut dan daerah ecotone antara hutan rawa gambut dan hutan sekunder di Cagar Alam Mandor. N. ampullaria tumbuh berlimpah pada habitat hutan kerangas dan hutan rawa gambut, sehingga penelitian ini difokuskan pada kedua tipe habitat tersebut. Jumlah individu N. ampullaria di hutan kerangas lebih banyak dibandingkan di hutan rawa gambut. Hal ini ditunjukkan dengan nilai kerapatan individu di hutan kerangas lebih tinggi dibandingkan pada tipe habitat lainnya hutan rawa gambut dan hutan sekunder Gambar 3. Gambar 3 Kerapatan individu N. ampullaria di Cagar Alam Mandor 294 86 50 100 150 200 250 300 350 Kerangas Rawa gambut Sekunder K er a pa ta n I nd H a