dimiliki oleh tanah pada kedua tipe habitat mempengaruhi jumlah individu N. ampullaria.
Kondisi pH tanah pada seluruh tipe habitat hutan kerangas, hutan sekunder dan hutan rawa gambut di Cagar Alam Mandor tergolong masam. Nilai pH
masing-masing habitat adalah 3.40 hutan kerangas, 3.20 hutan sekunder dan 4.30 hutan rawa gambut Lampiran 7. Jika dibandingkan pH tanah pada ketiga
tipe habitat tersebut, memperlihatkan bahwa nilai pH tanah pada hutan sekunder bernilai paling rendah dibandingkan kedua tipe habitat lainnya hutan kerangas
dan hutan rawa gambut. Hal ini mengindikasi bahwa N. ampullaria di Cagar Alam Mandor dapat tumbuh pada tanah dengan pH 3.40.
Habitat N. ampullaria di Cagar Alam Mandor sangat banyak ditemukan pada tanah-tanah yang berpasir. Persentase kandungan pasir pada kedua tipe
habitat adalah 94.10 hutan kerangas dan 86.60 hutan rawa gambut Tabel 6. Persentase fraksi pasir yang tinggi dibandingkan fraksi lainnya, yaitu debu dan
liat menyebabkan kemampuan tanah dalam mengikat air porositas lebih rendah. Tingkat porositas tanah tidak hanya ditentukan oleh kandungan persentase pasir,
tetapi juga dilihat perbandingannya terhadap kandungan debu dan liat. Perbandingan terhadap ketiga fraksi tanah menunjukkan bahwa tanah di hutan
kerangas memiliki selisih perbadingan fraksi pasir lebih besar terhadap kedua fraksi lainnya debu dan liat dibandingkan hasil perbandingan di hutan rawa
gambut.
Kondisi ini merupakan persyaratan tumbuh yang dibutuhkan N. ampullaria di Cagar Alam Mandor.
Tabel 6 Kesuburan tanah pada kedua tipe habitat N. ampullaria Parameter
Kesuburan Tanah Tipe Habitat
Hutan Kerangas Hutan Rawa Gambut
PH : -
H
2
O -
CaCl 3.40
2.70 4.30
3.30 C organik
2.56 5.51
N total 0.10
0.38 Rasio CN
23.00 15.00
P
2
O
5
tersedia 7.00 ppm
26.60 ppm KTK
8.06 cmolkg 12.16 cmolkg
KB 23.44
21.42 Pasir
94.10 84.60
Debu 2.90
9.40 Liat
3.00 6.00
3.5 Gangguan terhadap Nepenthes ampullaria Jack.
Pengaruh gangguan yang ditemukan pada kedua tipe habitat N. ampullaria di Cagar Alam Mandor berasal dari kegiatan PETI dan perburuan satwa. Faktor
gangguan sudah ada sejak dahulu hingga sekarang. Bentuk gangguan yang ditemukan pada saat penelitian berupa kolam-kolam besar, jalan-jalan kecil yang
terdapat di dalam kawasan, serta bekas sisa-sisa perangkap dari kegiatan berburu
29 satwa babi hutan Gambar 12. Bentuk gangguan lain seperti illegal loging,
kebakaran hutan serta perambahan kawasan untuk permukiman, perladangan, perkebunan karet dan sawit merupakan akibat gangguan yang sudah terjadi
sebelumnya.
Faktor gangguan tertinggi di Cagar Alam Mandor disebabkan oleh kegiatan PETI. Kegiatan PETI yang terjadi berpengaruh besar terhadap kondisi ekologis
kawasan Cagar Alam Mandor. Beberapa tegakan vegetasi banyak yang hilang akibat limbah penambangan. Aktivitas PETI juga meninggalkan kolam-kolam
besar yang terisi air di dalam kawasan Cagar Alam Mandor. Air yang berada di kolam sisa kegiatan PETI berwarna merah kecoklatan. Bagian pinggir-pingir
kolam jarang ditemukan vegetasi yang tumbuh. Keadaan tanah di sekitar kolam berupa padang pasir yang tandus.
Rata-rata jarak gangguan yang terjadi pada habitat N. ampullaria di Cagar Alam Mandor adalah 11.60 m hutan kerangas dan 380.00 m hutan rawa
gambut. Pengukuran jarak gangguan terhadap habitat N. ampullaria di Cagar Alam Mandor dilakukan dengan mengukur jarak gangguan terdekat terjangkau
dengan habitat N. ampullaria pada jalur pengamatan. Letak habitat N. ampullaria dengan keberadaan gangguan yang terjadi di hutan kerangas lebih dekat
dibandingkan di hutan rawa gambut. Jarak yang dekat antara habitat N. ampullaria dan keberadaan gangguan menyebabkan pengaruh kerusakan terhadap
populasi dan habitat N. ampullaria juga tinggi.
Jalan-jalan kecil bekas kegiatan PETI dan perburuan satwa mengkatkan resiko perncurian terhadap N. ampullaria dan spesies lainnya. Jalan-jalan kecil
terhubung langsung dengan jalan masuk menuju situs sejarah Makam Juang Mandor. Situs sejarah ini berbatasan langsung dengan kawasan Cagar Alam
Mandor. Makam Juang Mandor merupakan salah satu objek wisata bagi masyarakat sekitar maupun luar daerah. Akses ini mempermudah terjadinya upaya
kegiatan pencurian di dalam kawasan. a
b Gambar 12 Bentuk gangguan yang terjadi di dalam Kawasan Cagar Alam
Mandor: a Salah satu kolam besar bekas PETI, b Jalan perkebunan yang berbatasan langsung dengan kawasan.
3.6 Analisis Faktor Lingkungan
Analisis komponen utama terhadap faktor lingkungan habitat N. ampullaria suhu, kelembaban, jarak gangguan dan ketersediaan air menunjukkan bahwa
dari seluruh faktor lingkungan abiotik yang diamati pada masing-masing tipe habitat dapat dikelompokkan menjadi 1 komponen utama hutan kerangas dan 2
komponen utama hutan rawa gambut komponen utama Tabel 7. Pengelompokkan ini berdasarkan nilai cumulative 70 dan eigenvalue 1.
Komponen utama yang dapat dikelompokkan merupakan kelompok komponen utama yang dapat ditransformasikan.
Tabel 7 Nilai eigenvalue, variability, cumulative dan faktor masing-masing variabel lingkungan habitat N. ampullaria pada kedua tipe habitat
Nilai Hutan Kerangas
Hutan Rawa Gambut KU1
KU2 KU3
KU1 KU2
KU3 Equivalen
2.18 0.80
0.01 2.71
1.11 0.13
Variability 72.80
26.82 0.37
67.83 27.70
3.28 Cumulative
72.80 99.63
100.00 67.83
95.53 98.81
Variabel: -
Suhu -0.55
0.65 0.52
-0.53 0.38
0.67 -
Kelembaban 0.67
-0.03 0.74
0.49 0.54
0.37 -
Jarak sungai -
- -
-0.43 0.64
-0.62 -
Gangguan 0.50
0.76 -0.43
0.54 0.40
-0.16 Kelompok komponen utama pertama KU1 dapat menjelaskan sebesar
72.80 cumulative dari variabilitas keseluruhan variabel faktor yang teramati di habitat N. ampullaria pada hutan kerangas. Artinya kelompok komponen utama
pertama KU1 dapat memberikan informasi yang relatif lebih besar daripada kelompok komponen utama lainnya KU2 dan KU3 mengenai kondisi
lingkungan habitat N. ampullaria di hutan kerangas. Kedua kelompok komponen utama KU1 dan KU2 yang terbentuk pada habitat N. ampullaria di hutan rawa
gambut dapat menjelaskan masing-masing sebesar 67.83 KU1 dan 27.70 KU2 dari variabilitas keseluruhan variabel faktor yang teramati. Kedua
kelompok komponen utama KU1 dan KU2 dapat memberikan informasi yang relatif lebih besar daripada komponen lainnya KU3 mengenai kondisi
lingkungan habitat N. ampullaria di hutan rawa gambut. Analisis komponen utama dilakukan untuk menghasilkan nilai KU1, KU2 dan KU3 pada penelitian
ini. Maksud dari nilai-nilai pada KU1 dan seterusnya adalah menjelaskan pengaruh faktor lingkungan terhadap jumlah individu N. ampullaria pada masing-
masing habitat hutan kerangas dan hutan rawa gambut di Cagar Alam Mandor.
Transformasi nilai-nilai pada KU1 di hutan kerangas serta KU1 dan KU2 di hutan rawa gambut menghasilkan nilai P-value. Nilai ini akan menentukan bahwa
kelompok komponen utama yang berpengaruh terhadap jumlah individu N. ampullaria. Nilai P-value pada komponen utama KU1 di hutan kerangas adalah
0.093710. Artinya komponen utama KU1 berpengaruh terhadap jumlah individu N. ampullaria Y di hutan kerangas. Nilai P-value pada komponen
utama KU1 dan KU2 di hutan rawa gambut masing-masing adalah 0.033910