Etnobotani Nepenthes ampullaria Jack.

35 Pengobatan dilakukan dengan cara meminumkan langsung cairan kantong N. ampullaria kepada anak kecil yang mederita kesulitan berbicara. Masyarakat meyakini bahwa, dalam beberapa waktu kemudian anak kecil tersebut dapat berbicara dengan normal. Informasi ini dapat dijadikan acuan untuk mengkaji potensi cairan N. ampullaria sebagai antibakteri terhadap B. subtilus dan E. Coli terhadap pengaruhnya pada penyakit kesulitan berbicara pada anak. Pemanfaatan lain yang pernah oleh masyarakat di sekitar kawasan Cagar Alam Mandor adalah penggunaan beberapa spesies kantong semar sebagai hiasan pada perayaan-perayaan di masyarakat. Spesies kantong semar yang digunakan memiliki jumlah kantong yang banyak dalam satu individu, seperti; N. ampullaria, N. gracilis dan N. mirabilis. Alasan lain masyarakat menggunakan ketiga spesies kantong semar ini karena memiliki warna yang lebih cerah. Bagian batang N. ampullaria juga digunakan sebagai tali pengikat. Penggunaan batang N. ampullaria hanya bersifat substitusi. Masyarakat lebih sering menggunakan tali dari batang rotan. Batang rotan lebih mudah dijumpai di sekitar kebun-kebun masyarakat dibandingkan batang N. ampullaria.

3.8 Implikasi Autekologi Nepenthes ampullaria Jack. terhadap Konservasi

Kawasan Cagar Alam Mandor Undang-undang Nomor 5 tahun 1990 tentang Sumberdaya Alam Hayati dan Ekosistemnya mendefinisikan cagar alam adalah kawasan suaka alam yang ditetapkan untuk dilindungi karena keadaan alamnya mempunyai kekhasan tumbuhan, satwa dan ekosistemnya, serta perkembangannya berlangsung secara alami. Mengacu pada definisi tersebut, pengelolaan kawasan Cagar Alam Mandor seharusnya dapat terlaksana sesuai fungsinya. Kerusakan yang terjadi hampir diseluruh kawasan Cagar Alam Mandor menyebabkan penurunan terhadap kualitas dan fungsinya. Kawasan ini seharusnya menjadi daerah pelestarian bagi keanekaragaman flora dan fauna yang terdapat di dalam ekosistemnya. Kegiatan PETI menimbulkan berbagai masalah di kawasan Cagar Alam Mandor. Salah satu masalah yang ditimbulkan, yaitu kerusakan pada permukaan lapisan tanah atas, sehingga tanah menjadi tidak subur. Kondisi tanah yang tidak subur berdampak pada penurunan jumlah spesies asli di Cagar Alam Mandor. Jumlah jenis tumbuhan berkayu menurun akibat benih tidak mampu bertahan pada kondisi tanah yang berpasir dan kering. Penurunan jumlah spesies vegetasi di Cagar Alam Mandor menyebabkan areal-areal bekas PETI terus terbuka. Areal-areal yang terbuka tidak dapat menyimpan air hujan. Debit air sungai akan meningkat pada musim hujan sehingga menyebabkan banjir di desa-desa sekitar kawasan Cagar Alam Mandor. Keberadaan spesies vegetasi pada kawasan sangat penting membantu penyerapan air, sehingga kawasan dapat berfungsi sebagai daerah resapan air. Peningkatan jumlah individu N. ampullaria pada hutan kerangas menjadi pertanda bahwa faktor lingkungannya dapat mendukung proses kehidupannya. Faktor lingkungan yang dibutuhkan N. ampullaria di Cagar Alam Mandor adalah tanah memiliki unsur hara rendah, persentase pasir tinggi dan bersifat masam serta suhu udara yang tinggi. Kondisi habitat N. ampullaria sangat mirip dengan areal- areal terbuka bekas PETI pada kawasan Cagar Alam Mandor. Sinyal ini memberikan informasi bahwa N. ampullaria juga mampu tumbuh pada areal-areal terbuka bekas PETI di kawasan Cagar Alam Mandor. Kamiripan karakteristik habitat N. ampullaria dengan areal-areal terbuka bekas PETI menjadi dasar pemilihannya sebagai tumbuhan pioner di Cagar Alam Mandor. Pertumbuhan kantong pada N. ampullaria sangat dipengaruhi oleh kesesuaian habitatnya. Kantong berfungsi sebagai tempat mencerna serangga, sehingga sangat penting bagi kelangsungsan hidupnya. Nutrisi yang dibutuhkan oleh N. ampullaria tidak diperoleh dari dalam tanah, tetapi melalui proses pemangsaan serangga pada kantongnya. Keberadaan sumber nutrisi pada tanah tidak menjadi persyaratan bagi pertumbuhan N. ampullaria. Peningkatan jumlah kantong N. ampullaria pada hutan kerangas di Cagar Alam Mandor sebagai bukti bentuk adaptasi morfologinya tehadap tanah yang tidak subur. Sinyal ini menjadi dasar penentuan habitat yang sesuai bagi pertumbuhan N. ampullaria. Kesesuaian habitat N. ampullaria pada tanah yang tidak subur akan memudahkan kegiatan rehabilitasi areal-areal terbuka di Cagar Alam Mandor. Areal-areal terbuka bekas PETI memiliki unsur hara yang rendah sehingga berbagai spesies vegetasi tidak dapat beregenerasi. Habitat asli N. ampullaria yang memerlukan kondisi serupa dengan areal-areal terbuka bekas PETI, akan memudahkan pengelola kawasan untuk melakukan penanaman kembali rehabilitasi pada areal tersebut. Beberapa upaya konservasi N. ampullaria yang dapat direkomendasikan untuk membantu meningkatkan kualitas dan fungsi kawasan Cagar Alam Mandor, sebagai berikut: 1. Melakukan kegiatan penanaman N. ampullaria pada areal-areal terbuka bekas PETI di kawasan Cagar Alam Mandor. Penanaman N. ampullaria diharapkan mampu membantu perbaikan lapisan atas tanah, sehingga benih-benih dari vegetasi di sekitar dapat tumbuh beregenerasi kembali. 2. Sosialisasi tentang peranan N. ampullaria sebagai tumbuhan pioner pada areal- areal terbuka bekas PETI kepada masyarakat di sekitas kawasan Cagar Alam Mandor. Kegiatan ini diharapkan dapat memberikan pemahaman kepada masyarakat tentang pentingnya N. ampullaria dalam membantu memperbaiki struktur tanah yang rusak dan membetuk komposisi hutan seperti semula, sehingga masyarakat dapat lebih bijak dalam memanfaatkan N. ampullaria. 3. Pengetahuan masyarakat tentang cara-cara pengambilan dan pemanenan kantong N. ampullaria di sekitar kawasan Cagar Alam Mandor dapat direkomendasikan sebagai petunjuk teknis pemanfaatan kantong N. ampullaria, sehingga tumbuhan induk tidak terganggu. Petunjuk teknis ini diharapakan dapat diterapkan pada masyarakat luas dalam bentuk regulasi pemanfaatan N. ampullaria. 4. Informasi tentang ekologi, nilai manfaat sebagai pioner dan cara-cara pemanfaatan N. ampullaria yang bijak dapat dimasukkan dalam materi muatan lokal di sekolah. Upaya ini diharapkan dapat membangun kesadaran dan pemahaman generasi muda untuk ikut serta dalam upaya pelestarian N. ampullaria. Pemulihan fungsi kawasan Cagar Alam Mandor menjadi tugas utama yang harus diselesaikan. Peningkatan kualitas kawasan sebagai langkah awal upaya pemulihan fungsi kawasan Cagar Alam Mandor. Kualitas kawasan merupakan kemampuan sumberdaya yang dimiliki kawasan Cagar Alam Mandor untuk dapat 37 memberikan nilai manfaat terhadap lingkungan di sekitarnya. Peranan penting yang dimiliki kawasan Cagar Alam Mandor selayaknya menjadi tanggung jawab bersama dalam menjaga keasliannya. Status kawasan sebagai cagar alam menjadi salah satu kendala dalam upaya perbaikan kualitas dan fungsi kawasan restorasi. Jika meninjau kembali kondisi kawasan Cagar Alam Mandor saat ini, tidak memungkin hanya dilakukan kegiatan restorasi tanpa proses rehabilitasi pada areal-areal tebuka bekas PETI. Peraturan Pemerintah Nomor 67 Tahun 2008 tentang Rehabilitasi dan Reklamasi Hutan menyebutkan bahwa kegiatan rehabilitasi kawasan tidak dapat dilaksanakan pada cagar alam dan zona inti pada taman nasional. Peraturan ini bertentangan dengan upaya perbaikan kualitas dan fungsi kawasan Cagar Alam Mandor. Rehabilitasi dibutuhkan untuk mengarah pada proses rehabilitasi kawasan, sehingga sangat penting untuk dilaksanakan. Rehabilitasi kawasan digunakan untuk proses perbaikan areal-areal terbuka bekas PETI di Cagar Alam Mandor. Upaya ini sangat diperlukan untuk mengembalikan kesuburan pada lapisan top soil tanah di Cagar Alam Mandor. Jika lapisan top soil tanah tidak diperbaiki, kemungkinan terjadinya perbaikan terhadap komunitas tumbuhan pada areal-areal tebuka di Cagar Alam Mandor sulit terwujud. Perubahan yang terjadi pada komunitas tumbuhan akan mendukung kegiatan rehabilitasi kawasan Cagar Alam Mandor. Kendala-kendala yang dihadapi dalam rangka mewujudakan upaya restorasi perlu dicarikan solusinya, sehingga kawasan Cagar Alam Mandor dapat berperan maksimal terhadap sesuai fungsinya. Sifat pertumbuhan N. ampullaria membentuk filosofi yang bermanfaat dan berguna terhadap kehidupan manusia. Eksistensi N. ampullaria pada daerah miskin hara memberikan pelajaran tentang bagaimana seharusnya pengelola pemerintah dan didukung oleh pihak-pihak terkait masyarakat dan ilmuwan untuk terus melakukan upaya perbaikan terhadap kawasan Cagar Alam Mandor. Pesan yang disampaikan oleh alam melalui sifat pertumbuhan N. ampullaria menjadi motivasi bagi manusia untuk terus berusaha mencari solusi dari permasalahan yang dihadapi. Areal-areal terbuka bekas PETI merupakan masalah yang harus diselesaikan melalui kegiatan restorasi kawasan, sehingga upaya ini berguna untuk meningkatkan kualitas dan fungsi Cagar Alam Mandor. Manusia sebagai penyebab utama kerusakan bertanggung jawab penuh untuk memperbaikinya. Manusia diciptakan Tuhan Yang Maha Esa untuk menjadi khalifah di bumi, diberi amanah untuk mengelola dan memanfaatkan sumberdaya alam yang ada secara bijaksana. Sifat bijaksana yang ditujukan kepada manusia sebagai bentuk tanggung jawab manusia sebagai khalifah. Penurunan kualitas dan fungsi Cagar Alam Mandor sebagai bentuk kurang bijaksanya manusia terhadap alam, sehingga akibat yang ditimbulkan dari prilaku tesebut perlu dipertanggungjawabkan. Pemerintah, masyarakat dan pihak-pihak terkait harus ikut serta dalam upaya perbaikan kawasan Cagar Alam Mandor. Keikutsertaan semua pihak dalam upaya perbaikan kawasan Cagar Alam Mandor adalah bentuk kepatuhannya kepada Sang Pencipta yang telah memberikan alam beserta sumberdaya sebagai amanah yang harus dijaga. 4 SIMPULAN DAN SARAN

4.1 Simpulan

1. N. ampullaria tumbuh pada tipe habitat hutan kerangas, hutan rawa gambut dan daerah ecotone di Cagar Alam Mandor. Pola sebaran N. ampullaria bersifat mengelompok. Secara morfologi, jumlah kantong dan ukuran kantong N. ampullaria di hutan kerangas lebih banyak dan berukuran lebih kecil, serta bervariasi dari segi warna dan corak dibandingkan pada hutan rawa gambut. 2. Habitat N. ampullaria di Cagar Alam Mandor didominasi oleh vegetasi Dipterocarpaceae. Spesies vegetasi yang banyak ditemukan pada habitat N. ampullaria yaitu Nepenthes hutan kerangas dan Myrtaceae hutan rawa gambut. Serangga mangsa bagi N. ampullaria adalah Formicidae dan Entomobrydae. Suhu dan kelembaban udara yang dibutuhkan N. ampullaria berkisar 25-35 C dan 70-85 pada hutan kerangas, serta 20-35 C dan 70-90 pada hutan rawa gambut. Curah hujan tinggi dapat mempengaruhi jumlah individu N. ampullaria. Kondisi tanah pada habitat N. ampullaria bersifat masam pH3.2 dan memiliki persentase pasir lebih dari 80. 3. Faktor lingkungan yang berpengaruh terhadap jumlah individu N. ampullaria di Cagar Alam Mandor adalah keberadaan vegetasi penyusun, serangga mangsa, suhu udara, kelembaban udara, pH tanah, persentase pasir, serta gangguan. Faktor lingkungan yang paling berpengaruh secara statistik terhadap jumlah individu N. ampullaria di Cagar Alam Mandor adalah kelembaban udara.

4.2 Saran

1. Pengamatan terhadap karakteristik morfologi N. ampullaria perlu membuat pengelompokkan berdasarkan sifat tumbuh N. ampullaria teresterial dan memanjat, sehingga memudahkan dalam pengukuran karakteristik morfologi. 2. Pembuatan areal percontohan sangat diperlukan pada areal-areal terbuka bekas PETI dengan penanaman N. ampullaria, sehingga dapat memberikan informasi kualitas N. ampullaria sebagai tumbuhan pioner di Cagar Alam Mandor. 3. Habitat N. ampullaria di hutan rawa gambut perlu mendapat perhatian khusus upaya konservasi insitu, karena gangguan yang terjadi di sekitar habitat dapat menurunkan jumlah populasi, sedangkan jumlah populasi saat ini cukup rendah. 4. Perlu dibuat kebun pendidikan di luar kawasan untuk pembudidayaan jenis- jenis yang ada di kawasan sebagai salah satu wadah meregenerasikan plasma nutfah dan kegiatan pendidikan. 5. Penelitian lanjutan yang diperlukan adalah pengujian terhadap efektivitas N. ampullaria sebagai tumbuhan pioner pada areal bekas PETI.