84 diharapkan penurunan orexin akibat pemberian nikotin. Akan tetapi dosis
preproorexin mRNA dalam meningkatkan produksi setelah pemberian nikotin. Pemberian nikotin berafinitas dan mengurangi kepadatan orexin-binding site pada
anterior hypothalamus dari otak Filozof et al. 2004. Setelah intervensi nikotin terlihat adanya kecenderungan penurunan bobot
badan begitupula halnya dengan indeks massa tubuh seperti tercantum pada Gambar 27 namun secara statistik tidak bermakna P0,05.
23.41 26.60
24.71 22.40
25.40 24.32
20.00 21.00
22.00 23.00
24.00 25.00
26.00 27.00
A B
C Pakan
R a
ta -ra
ta I
n d
e k
s M
a s
s a
T u
b u
h
k g
m
2
sebelum intervensi nikotin selama intervensi nikotin
Keterangan: A= pakan A, B= Pakan B, dan C= pakan C.
Gambar 27 Histogram rataan IMT monyet ekor panjang Macaca fascicularis sebelum dan selama intervensi nikotin
Kecenderungan terjadinya penurunan bobot badan ini dibarengi pula dengan kecenderungan penurunan indeks massa tubuh IMT sebagai indikator parameter
obesitas namun secara statistik tidak bermakna P0,05 berdasarkan perbedaan waktu lamanya intervensi nikotin. Dari hasil penelitian seperti pada Tabel 12
dapat dilihat bahwa IMT sebelum intervensi nikotin yakni 23,41±2,23 kgm
2
pada perlakuan A, 26,60±6,82 kgm
2
pada perlakuan B dan 24,71±0,57 kgm
2
pada perlakuan C. Berdasarkan klasifikasi IMT yang dikeluarkan oleh WHO untuk
masyarakat Asia bahwa nila tersebut menunjukkan bahwa monyet ekor panjang yang mendapat perlakuan A dan C tergolong pre obes kriteria WHO yakni 23,0–
24,9 kgm
2
, sedangkan monyet ekor panjang yang mendapat perlakuan B tergolong obes Tipe I kriteria WHO yakni 25,0–29,9 kgm
2
. Angka IMT yang
85 diperoleh menunjukkan kecenderungan penurunan namun secara statistik tidak
bermakna berdasarkan perbedaan waktu lamanya intervensi nikotin. Hasil yang diperoleh pada penelitian ini seperti yang dapat dilihat pada
Gambar 27 di atas bahwa IMT monyet ekor panjang yang mendapat pakan A dan B mengalami kecenderungan penurunan selama intervensi nikotin, sedangkan
IMT pada monyet ekor panjang yang mendapat perlakuan C mengalami kecenderungan penurunan pada satu bulan setelah intervensi nikotin namun pada
dua bulan setelah intervensi nikotin dan tiga bulan setelah intervensi nikotin mengalami kecenderungan peningkatan, walaupun terjadi kecenderungan
peningkatan pada dua bulan setelah intervensi nikotin dan tiga bulan setelah intervensi nikotin tetapi rataan IMT secara umum dari perlakuan C mengalami
kecenderungan penurunan. Rataan IMT secara umum dari monyet ekor panjang selama intervensi nikotin yakni 22,39±0,69 kgm
2
pada perlakuan A, 25,40±1,16 kgm
2
pada perlakuan B dan 24,32±0,73 kgm
2
pada perlakuan C. Selama intervensi nikotin, kecenderungan penurunan IMT tersebut sebesar
1,02 kgm
2
atau 4,33 pada perlakuan A, 1,20 kgm
2
atau 4,52 pada perlakuan B dan 0,73 kgm
2
atau 1,58 pada perlakuan C dari. Berdasarkan kriteria dari WHO tentang klasifikasi IMT untuk masyarakat Asia, maka perlakuan A
mengalami penurunan kriteria dari pre obes menjadi normal ideal kriteria WHO yakni 18,5–22,9 kgm
2
, sedangkan untuk monyet ekor panjang yang mendapat perlakuan B dan C kriteria obesitasnya tetap namun terjadi penurunan IMT.
Sebagaimana dijelaskan Lupien dan Bray 1988 diacu dalam Yettefty et al. 1997 bahwa efek nikotin yakni menurukan bobot badan akibat peningkatan
penggunaan energi yang distimulasi melalui reseptor nikotinik asetilkolin. Chatkin dan Chatkin 2007 menyatakan bahwa nikotin memiliki sistem
penyampaian pada neurotransmitters di otak untuk mengurangi kebutuhan akan asupan energi dan akibatnya terjadi penurunan nafsu makan. Penurunan nafsu
makan dan peningkatan pembelanjaan energi yang merupakan efek langsung dari nikotin pada metabolisme jaringan adipose Leptin, ghrelin dan neuropeptide Y.
Ketiga faktor tersebut merupakan zat yang terlibat dalam hubungan antara nikotin dan indeks massa tubuh. Lamanya ketiga faktor tersebut terpapar oleh nikotin
sehingga dampak yang ditimbulkan yakni penurunan komsumsi yang berakibat
86 pada kecenderungan penurunan bobot badan dengan peningkatan pembelanjaan
energi yang berakibat pada kecenderungan penurunan rataan IMT.
Kecernaan dan Energi Metabolisme
Peran penting makanan bagi mahluk hidup adalah untuk kebutuhan pokok, produksi dan reproduksi. Nutrien yang terkandung dalam pakan yang diberikan
tidak semuanya dapat dicerna dan diserap oleh alat pencernaan karena nilai koefisien cerna pakan yang berbeda dan kemampuan hewan dalam mencerna
bahan pakan juga berbeda sehingga dapat berpengaruh pada nilai guna pakan bagi hewan Maynard et al. 1979. Bahan pakan mempunyai tiga fungsi yaitu peran
dalam proses fisiologis, sosial dan psikologis. Secara umum pakan mempunyai fungsi yaitu menyediakan energi untuk melangsungkan berbagai proses di dalam
tubuh, menyediakan bahan-bahan untuk membangun dan memperbaharui jaringan tubuh yang telah rusak dan mengatur proses di dalam tubuh dan kondisi
lingkungan di dalam tubuh. Penyediaan energi dibebankan pada bahan kering, sedangkan pembentukan bangunan tubuh merupakan tugas dari protein, mineral
dan air Sutardi 1980.
Konsumsi Nutrien KN dan Kecernaan Bahan Kering KCBK
Konsumsi nutrien diperoleh dengan menghitung jumlah konsumsi per hari dikalikan dengan persentase masing-masing zat makanan yang terkandung dalam
pakan yang diberikan, sedangkan kecernaan bahan kering merupakan jumlah bahan kering yang dapat diabsorpsi oleh hewan dari konsumsi nutrien. Rataan
konsumsi nutrien harian monyet ekor panjang sebelum dan selama intervensi nikotin dapat dilihat pada Tabel 13 dan rataan kecernaan bahan kering harian
monyet ekor panjang sebelum dan selama intervensi nikotin dapat dilihat pada Tabel 14.
Rataan konsumsi nutrien KN maupun kecernaan bahan kering KCBK dari monyet ekor panjang sebelum dan selama intervensi nikotin menunjukkan
respon yang berbeda. Rataan konsumsi nutrien, kecernaan bahan kering monyet ekor panjang yang mendapat perlakuan A dan B cenderung mengalami
penurunan, namun respon berbeda pada monyet yang mendapat perlakuan C
87 mengalami peningkatan rataan KN termasuk KCBK selama intervensi nikotin
sebagaimana dapat dilihat pada Tabel 13 dan 14. Tabel 13 Rataan konsumsi nutrien gekorhari monyet ekor panjang
Macaca fascicularis sebelum dan selama intervensi nikotin
Kandungan Nutrien
Bulan Perlakuan
Pakan A Pakan B
Pakan C BK
B1 61,67 ± 16,90 a
Y 66,46 ± 11,47 a
Y 110,07 ± 23,39 b
X B2
44,31 ± 11,34 a 46,68 ±
9,11 c 108,51 ± 27,50 b
B3 55,69 ± 9,70 b
60,43 ± 8,71 ab 110,21 ± 15,32 b
B4 55,46 ± 6,69 a
52,44 ± 4,01 bc 133,19 ± 12,32 a
PK B1
9,50 ± 2,60 Y
11,67 ± 2,01 Y
33,52 ± 7,12 X
B2 6,83 ± 1,75
8,20 ± 1,60 33,05 ± 8,37
B3 8,58 ± 1,49
10,61 ± 1,53 33,56 ± 4,66
B4 8,54 ± 1,03
9,21 ± 0,70 40,56 ± 3,75
LK B1
16,44 ± 4,51 A X
16,91 ± 2,92 A X
5,19 ± 1,10 A Y
B2 11,81 ± 3,02 B
11,88 ± 2,32 D 5,11 ± 1,30 A
B3 14,85 ± 2,58 B
15,37 ± 2,22 B 5,19 ± 0,72 A
B4 14,78 ± 1,78 B
13,34 ± 1,02 C 6,28 ± 0,58 A
SK B1
1,68 ± 0,46 a Y
1,08 ± 0,19 a Z
2,81 ± 0,60 b X
B2 1,20 ± 0,31 b
0,76 ± 0,15 b 2,77 ± 0,70 b
B3 1,51 ± 0,26 a
0,98 ± 0,14 ab 2,82 ± 0,39 b
B4 1,51 ± 0,18 a
0,85 ± 0,07 ab 3,40 ± 0,31 a
BETN B1
42,08 ± 11,53 A Y
46,91 ± 8,10 A Y
72,64 ± 15,44 B X
B2 30,23 ± 7,74 B
32,96 ± 6,43 C 71,61 ± 18,15 B
B3 38,00 ± 6,62 A
42,66 ± 6,15 AB 72,73 ± 10,11 B
B4 37,84 ± 4,56 A
37,02 ± 2,83 BC 87,90 ± 8,13 A
GE kalg
B1 3.540,46 ± 970,40 A Y
3.811,21 ± 657,87 A Y
5.615,13 ± 1.193,39 B X
B2 2.543,67 ± 650,86 B 2.677,27 ± 522,39 C
5.535,68 ± 1.402,78 B B3 3.197,06 ± 556,59 A
3.465,52 ± 499,73 B 5.622,54 ± 781,30 B
B4 3.183,78 ± 384,00 A 3.007,65 ± 229,99 BC
6.794,72 ± 628,71 A Keterangan: PK= protein kasar, LK = lemak kasar, SK= serat kasar, BETN = bahan ekstrak tanpa
nitrogen, BK= bahan kering, GE = gross energi. Huruf X, Y, Z yang berbeda pada baris dan A, B, C yang berbeda pada kolom
tiap pengamatan berbeda nyata P0,01. Huruf x, y, z yang berbeda pada baris dan a, b, c yang berbeda pada kolom tiap
pengamatan berbeda nyata P0,05.
Konsumsi bahan kering sebelum intervensi nikotin yakni sebesar 61,67
± 16,90–110,07
± 23,39 gekorhari dengan rataan bahan kering yang dapat
tercerna sebesar 33,23 ±
7,61–43,55 ±
5,97 gekorhari. Berdasarkan hasil analisis statistik menunjukkan bahwa perlakuan pakan dan perbedaan waktu lamanya
intervensi nikotin berbeda nyata P0,05 terhadap konsumsi bahan kering demikian pula perlakuan pakan dan perbedaan waktu lamanya intervensi nikotin
berbeda nyata P0,05 terhadap kecernaan bahan kering. Rataan konsumsi bahan kering pada perlakuan A lebih rendah bila
dibandingkan dengan rataan konsumsi dari hasil penelitian sebelumnya Oktarina
88 2009 dengan hewan yang sama yakni 68,07 gekorhari demikian pula dengan
perlakuan B sebesar 89,53 gekorhari. Namun berbeda dengan perlakuan C, rataan konsumsi bahan kering pada penelitian ini lebih tinggi bila dibandingkan
dengan penelitian sebelumnya yakni sebesar 69,30 gekorhari. Selama intervensi nikotin, konsumsi bahan kering menurun sebesar 15,97 pada perlakuan A,
19,98 pada perlakuan B dan mengalami peningkatan sebesar 6,57 pada perlakuan C. Disisi lain terjadi peningkatan kecernaan nutrien sebesar 35,36
pada perlakuan A, 17,39 pada perlakuan B dan 27,90 pada perlakuan C. Penurunan dan peningkatan konsumsi dan absorpsi bahan kering memberikan
hasil yang berbeda sangat nyata P0,01. Konsumsi bahan kering monyet ekor panjang dari penelitian ini baik sebelum dan sesudah intervensi nikotin telah
melebihi kebutuhan harian sebagaimana NRC 2003 yakni sebesar 30,0–50,0 gekorhari.
Dari hasil analisis statistik, perlakuan pakan menunjukkan perbedaan yang sangat nyata P0,01 terhadap konsumsi protein kasar maupun absorpsi protein
kasar namun berdasarkan perbedaan waktu lamanya intervensi nikotin menunjukkan hasil yang tidak berbeda nyata P0,05. Sebelum intervensi nikotin
rataan konsumsi protein kasar yakni 9,50 ±
2,60–33,52±7,12 gekorhari dengan rataan protein yang dapat absorpsi sebesar 5,38
± 1,13–19,00±1,05 gekorhari,
rataan konsumsi protein ini relatif sama dengan hasil penelitian Oktarina 2009 dengan monyet yang sama yakni 9,82 gekorhari.Selama intervensi nikotin,
konsumsi protein kasar mengalami penurunan sebesar 15,96 pada perlakuan A dan 19,97 pada perlakuan B, akan tetapi perlakuan C mengalami peningkatan
sebesar 6,57. Disisi lain walaupun terjadi penurunan konsumsi protein namun terjadi peningkatan absorpsi selama intervensi nikotin sebesar 12,21 pada
perlakuan A, 8,99 pada perlakuan B dan 2,95 pada perlakuan C. Berdasarkan hasil yang diperoleh menunjukkan bahwa protein yang dikonsumsi oleh monyet
ekor panjang telah mencukupi kebutuhan proteinnya, sebagaimana Bennet et al. 1995 bahwa kebutuhan protein pada monyet ekor panjang adalah 3,5
gekorhari. Peningkatan konsumsi protein kasar pada perlakuan C juga dibarengi
dengan peningkatan kehilangan protein dalam bentuk nitrogen urine dan feses
89 yang lebih tinggi dibandingkan perlakuan A dan B, hal ini dapat dilihat dari
jumlah protein yang dapat diabsorpsi. Sebagaimana Banerjee 1978 bahwa protein yang dimakan akan dikeluarkan melalui nitrogen feses dan nitrogen urine,
nitrogen feses merupakan nitrogen dari makanan yang tidak tercerna dan tidak terabsopsi serta nitrogen endogen yang meliputi nitrogen yang berasal dari dalam
tubuh seperti nitrogen dari sisa cairan empedu dan getah pencernaan, reruntuhan sel epitel usus dan mikroba saluran pencernaan yang tidak tercerna. Sedangkan
nitrogen urine berasal dari dua sumber yakni dari pergantian nitrogen penyusun jaringan yang mutlak selalu terjadi dan dari konsumsi protein. Sehingga jika
konsumsi protein tinggi maka jumlah protein dari hasil metabolisme dalam bentuk nitrogen urine pun menjadi tinggi.
Tabel 14 Rataan kecernaan bahan kering KCBK gekorhari monyet ekor panjang Macaca fascicularis sebelum dan selama
intervensi nikotin
Kandungan Nutrien
Bulan Perlakuan
Pakan A Pakan B
Pakan C BK
B1 33,23 ± 7,61 B
Z 43,10 ± 11,45 B
Y 43,55 ± 5,97 C
X B2
34,61 ± 6,45 B 43,11 ± 6,13 B
57,94 ± 5,41 A B3 49,38 ± 3,90 A
54,42 ± 7,12 A 52,00 ± 5,29 B
B4 50,95 ± 1,88 A
54,26 ± 5,48 A 57,16 ± 2,39 A
PK B1
5,38 ± 1,13 B Z
8,05 ± 1,84 A Y
19,00 ± 1,05 A X
B2 4,16 ± 1,17 C
7,43 ± 1,10 C 20,06 ± 1,21 A
B3 6,83 ± 0,71 A
9,46 ± 1,28 A 18,73 ± 1,19 B
B4 7,12 ± 0,34 A
9,43 ± 0,98 A 19,89 ± 0,54 A
LK B1
6,09 ± 2,50 C Y
12,49 ± 2,39 C X
1,41 ± 0,37 A Z
B2 14,86 ± 0,88 B
13,62 ± 1,07 B 1,41 ± 0,49 A
B3 16,88 ± 0,53 A
15,61 ± 1,25 A 0,87 ± 0,48 C
B4 17,09 ± 0,26 A
15,58 ± 0,96 A 1,34 ± 0,22 B
SK B1
0,95 ± 0,20 B X
0,58 ± 0,23 A Y
0,49 ± 0,24 C X
B2 0,40 ± 0,26 C
0,22 ± 0,19 B 1,06 ± 0,21 A
B3 0,98 ± 0,15 AB
0,57 ± 0,22 A 0,83 ± 0,21 B
B4 1,05 ± 0,07 A
0,56 ± 0,17 A 1,03 ± 0,09 A
BETN B1
33,54 ± 3,35 B Z
35,71 ± 6,28 B Y
44,01 ± 1,89 B X
B2 25,06 ± 4,19 C
33,23 ± 3,82 C 46,53 ± 2,08 A
B3 34,64 ± 2,53 AB
40,27 ± 4,43 A 44,24 ± 2,04 B
B4 35,67 ± 1,22 A
40,17 ± 3,41 A 46,23 ± 0,92 A
GE kalg
B1 2.388,97 ± 355,09 B Y
2.858,63 ± 524,74 B X
2.269,93 ± 297,95 C Y
B2 2.216,89 ± 336,23 C 2.821,55 ± 287,66 B
2.998,44 ± 268,34 A B3 2.986,45 ± 203,43 A
3.352,84 ± 334,22 A 2.703,40 ± 262,48 B
B4 3.068,34 ± 98,19 A 3.345,40 ± 257,09 A
2.959,53 ± 118,80 A Keterangan: PK= protein kasar, LK = lemak kasar, SK= serat kasar, BETN = bahan ekstrak tanpa
nitrogen, BK= bahan kering, GE = gross energi. Huruf X, Y, Z yang berbeda pada baris dan A, B, C yang berbeda pada kolom
tiap pengamatan berbeda nyata P0,01 pada taraf 99.
90 Rataan konsumsi lemak sebelum intervensi nikotin yakni 5,19
± 1,10–
16,44 ±
4,51 gekorhari dengan rataan lemak yang dapat diabsorpsi sebesar 1,41
± 0,37–12,49
± 2,39 gekorhari. Hasil analisis statistik menunjukkan bahwa
perlakuan pakan maupun perbedaan waktu lamanya intervensi nikotin berbeda sangat nyata P0,01 terhadap konsumsi lemak kasar namun demikian pula
perlakuan pakan dan perbedaan waktu lamanya intervensi nikotin berbeda sangat nyata P0,01 terhadap kecernaan lemak kasar.
Konsumsi lemak yang tinggi pada perlakuan A dan B dideposisi menjadi sumber energi yang disimpan dalam bentuk lemak tubuh, hal ini terlihat dari IMT
dari monyet yang mendapat perlakuan A dan B. Berbeda dengan perlakuan C, walaupun konsumsi lemaknya rendah namun IMT-nya lebih tinggi bila
dibandingkan dengan monyet yang mendapat perlakuan A. Fenomena ini karena tingginya konsumsi protein jumlah protein yang dapat diabsorpsi sebesar
19,00 ±
1,05 gekorhari atau 70,83 dari monyet yang mendapat perlakuan C. Sebagaimana Guyton 1996 bahwa konsumsi protein yang tinggi akan langsung
digunakan sebagai energi dan kelebihan protein tersebut disimpan dalam bentuk lemak, kondisi ini dapat meningkat IMT. Selama intervensi nikotin, rataan
konsumsi lemak menurun sebesar 15,98 pada perlakuan A, 19,9 pada perlakuan B dan pada perlakuan C terjadi peningkatan sebesar 6,49. Disisi lain
terjadi peningkatan absorpsi lemak sebesar 167,27 pada perlakuan A, 19,59 pada perlakuan B sedangkan perlakuan C mengalami penurunan absorpsi sebesar
14,42. Peningkatan dan penurunan konsumsi lemak kasar berdasarkan waktu lamanya intervensi nikotin menunjukkan hasil yang berbeda sangat nyata
P0,01 secara statistik. Konsumsi lemak pada perlakuan A lebih tinggi bila dibandingkan dengan hasil penelitian Oktarina 2009 pada hewan yang sama
sebesar 13,36 gekorhari. Sedangkan pada perlakuan B, konsumsi lemak tersebut lebih rendah dari penelitian sebelumnya dengan hewan yang sama yakni sebesar
17,56 gekorhari. Rataan konsumsi serat kasar pada perlakuan A dan B selama intervensi
nikotin mengalami penurunan. Dari hasil analisis statistik, perbedaan perlakuan pakan maupun perbedaan waktu lamanya intervensi nikotin menunjukkan
perbedaan sangat nyata P0,01 terhadap konsumsi serat kasar. Demikian pula
91 kecernaan serat kasar menunjukkan hasil yang berbeda sangat nyata P0,01 baik
perbedaan perlakuan pakan maupun perbedaan waktu lamanya intervensi nikotin. Konsumsi serat kasar sebelum intervensi nikotin yakni 1,08
± 0,19–
2,81 ±
0,60 gekorhari dengan rataan serat kasar yang dapat diabsorpsi sebesar 0,49
± 0,24–0,95
± 0,20 gekorhari. Selama intervensi nikotin, terjadi penurunan
konsumsi serat kasar sebesar 16,27 pada perlakuan A, 20,06 pada perlakuan B sedangkan untuk monyet ekor panjang yang mendapat perlakuan C mengalami
peningkatan konsumsi serat kasar sebesar 6,64. Rataan konsumsi serat kasar baik pada perlakuan A, B dan C tidak jauh berbeda dengan rataan konsumsi serat
kasar sebagaimana hasil penelitian Pijoh 2006 pada monyet ekor panjang yang mengalami pengangkutan dengan pakan yang berbeda yakni 1,29–3,52
gekorhari. Bahan ekstrak tanpa nitrogen BETN merupakan bahan yang berisi
monosakarida pentosa dan heksosa, disakarida maltosa dan laktosa, trisakarida dan polisakarida terutama pati yang mudah larut dalam asam dan basa yang
mempunyai daya cerna yang tinggi Tillman dkk. 1989. Rataan konsumsi BETN sebelum intervensi nikotin yakni 42,08
± 11,53–72,64
± 15,44 gekorhari dengan
rataan absorpsi sebesar 33,54 ±
3,35–44,01 ±
1,89 gekorhari pada perlakuan C. Hasil analisis statistik menunjukkan bahwa perlakuan pakan dan perbedaan waktu
lamanya intervensi nikotin berbeda sangat nyata P0,01 terhadap konsumsi BETN demikian pula perlakuan pakan dan perbedaan waktu lamanya intervensi
nikotin berbeda sangat nyata P0,01 terhadap kecernaan BETN . Rataan konsumsi BETN pada perlakuan A ini relatif sama dengan hasil
penelitian sebelumnya Oktarina 2009 pada hewan yang sama yakni 40,45 gekorhari, sedangkan pada perlakuan B lebih rendah bila dibandingkan dengan
penelitian sebelumnya. Namun pada perlakuan C, rataan konsumsi BETN lebih tinggi bila dibandingkan dengan hasil penelitian sebelumnya pada hewan yang
sama. Selama intervensi nikotin, rataan konsumsi BETN menurun sebesar 15,98 pada perlakuan A, 19,96 pada perlakuan B dan terjadi peningkatan pada
perlakuan C sebesar 6,57. Disamping itu pula terjadi peningkatan absorpsi BETN sebesar 6,10 pada perlakuan B dan 3,76 pada perlakuan C sedangkan
pada perlakuan A mengalami penurunan sebesar 5,22. Penurunan dan
92 peningkatan konsumsi dan absorpsi BETN memberikan hasil yang berbeda sangat
nyata P0,01. Rataan konsumsi energi sebelum intervensi nikotin yakni 3.540,46
± 970,40–
5.615,13 ±
1.193,39 kalgekorhari dengan rataan yang dapat dicerna sebesar 2.269,93
± 297,95–2.858,63
± 254,74 kalgekorhari. Rataan konsumsi energi pada
perlakuan C selama intervensi nikotin lebih tinggi bila dibandingkan dengan perlakuan lainnya dengan peningkatan sebesar 6,57, sedangkan pada perlakuan
A dan B mengalami penurunan sebesar 15,98 dan 26,86. Disamping itu, terjadi peningkatan absorpsi energi sebesar 15,41 pada perlakuan A, 11,01
pada perlakuan B dan 27,19 pada perlakuan C. Hasil analisis statistik menunjukkan bahwa perlakuan pakan dan perbedaan waktu lamanya intervensi
nikotin berbeda nyata P0,05 terhadap konsumsi energi demikian pula perlakuan pakan dan perbedaan waktu lamanya intervensi nikotin berbeda nyata
P0,05 terhadap kecernaan energi. Berdasarkan hasil rataan konsumsi energi dan rataan energi metabolisme,
menunjukkan bahwa selama intervensi nikotin jumlah energi yang diperoleh dari pakan mengalami penurunan bila dibandingkan sebelum intervensi nikotin
sehingga memungkinkan energi yang digunakan dalam proses metabolisme zat- zat makanan dan proses fisiologis berasal dari energi yang tertimbun dalam tubuh
dalam bentuk deposit lemak yang telah ditimbun sebelumnya dalam tubuh guna menjalankan proses metabolisme dan aktivitas fisiologis normal tubuhnya.
Yettefty et al. 1997 menyatakan bahwa efek nikotin tidak menyebabkan intake energi meningkat melainkan menyebabkan peningkatan penggunaan energi dalam
tubuh. Peningkatan penggunaan energi tersebut melalui mobilisasi asam lemak bebas pada proses lipolisis di jaringan adipose Andersson dan Arner 2001.
Dari Tabel 14 dapat dilihat bahwa terjadi penurunan konsumsi nutrien namun secara umum bahwa kecernaan nutrien mengalami peningkatan yang
berbeda nyata P0,05 berdasarkan perlakuan pakan dan perbedaan waktu lamanya intervensi nikotin. Hal ini menunjukkan bahwa walaupun konsumsi
nutrien rendah, namun nutrien yang terkonsumsi tersebut mampu dicerna secara optimal oleh tubuh dengan yang dilihat dari peningkatan nilai kecernaan nutrien
selama intervensi nikotin.
93
Koefisien Kecernaan dan Energi Metabolisme
Kecernaan merupakan suatu gambaran mengenai jumlah zat makanan yang dapat dicerna oleh hewan dan digunakan untuk kelangsungan proses kegiatan di
dalam tubuhnya. Nilai koefisien kecernaan menggambarkan seberapa hewan dapat mencerna pakan yang diberikan. Rataan koefisien kecernaan, TDN dan energi
metabolisme monyet ekor panjang sebelum dan selama intervensi nikotin dapat dilihat pada Tabel 15.
Tabel 15 Rataan koefisien kecernaan, TDN dan energi metabolisme monyet ekor panjang Macaca fascicularis sebelum dan selama
intervensi nikotin
Kandungan Nutrien
Bulan Perlakuan
Pakan A Pakan B
Pakan C KC BK
B1 42,59 ±
9,75 B Z
56,18 ± 14,92 B X
49,45 ± 6,78 C Y
B2 44,37 ±
8,27 B 56,19 ±
7,99 B 65,79 ± 6,14 A
B3 63,29 ± 5,00 A
70,94 ± 9,28 A 59,04 ± 6,01 B
B4 65,30 ±
2,41 A 70,73 ± 7,14 A
64,90 ± 2,72 A KC PK
B1 44,75 ±
9,39 B Z
59,79 ± 13,69 B Y
70,83 ± 3,91 B X
B2 34,61 ±
9,72 C 55,16 ±
8,17 C 74,81 ± 4,52 A
B3 56,86 ± 5,88 A
70,25 ± 9,50 A 69,83 ± 4,42 B
B4 59,22 ±
2,84 A 70,04 ± 7,30 A
74,15 ± 2,00 A KC LK
B1 29,26 ± 12,02 C
Y 64,00 ± 12,26 C
X 33,87 ± 8,86 A
Z B2
71,43 ± 4,25 B
69,79 ± 5,51 B
34,05 ± 11,84 A B3 81,15 ±
2,57 A 79,96 ± 6,40 A
21,03 ± 11,58 B B4
82,18 ± 1,24 A
79,81 ± 4,92 A 32,34 ± 5,24 A
KC SK B1
44,86 ± 9,37 B
46,14 ± 18,34 A 21,85 ± 10,47 C
B2 18,86 ± 12,06 C
17,57 ± 15,02 B 47,31 ± 9,46 A
B3 46,46 ±
7,30 A 45,32 ± 17,46 A
36,91 ± 9,25 B B4
49,40 ± 3,52 A
44,93 ± 13,43 A 45,94 ± 4,19 A
KC BETN
B1 63,01 ±
6,28 B Z
65,94 ± 11,60 B Y
75,72 ± 3,25 B X
B2 47,07 ±
7,87 C 61,35 ±
7,04 C 80,06 ± 3,58 A
B3 65,07 ± 4,76 A
74,36 ± 8,19 A 76,12 ± 3,50 B
B4 66,99 ±
2,30 A 74,18 ± 6,30 A
79,54 ± 1,59 A KC E
B1 53,34 ±
7,93 B Y
64,97 ± 11,93 B X
50,52 ± 6,63 C Y
B2 49,49 ±
7,51 C 64,13 ±
6,54 B 66,74 ± 5,97 A
B3 66,68 ± 4,54 A
76,20 ± 7,60 A 60,17 ± 5,84 B
B4 68,50 ±
2,19 A 76,03 ± 5,84 A
65,87 ± 2,64 A TDN
B1 53,57 ± 10,30 C
Y 72,45 ± 13,74 B
X 66,66 ± 4,00 B
Y B2
63,05 ± 7,60 B
71,53 ± 7,52 B
70,84 ± 4,61 A
B3 80,44 ±
4,60 A 85,42 ± 8,74 A
65,77 ± 4,51 B
B4 82,29 ±
2,22 A 85,22 ± 6,72 A
70,17 ± 2,04 A
EM kkal B1 1.846,86 ± 386,96 B
Z 2.486,87 ± 693,09A
Y 2.838,72 ± 774,19C
X B2 1.248,57 ± 305,51 C
1.719,23 ± 400,85C 3.644,48 ± 757,78B
B3 2.116,62 ± 263,99 A 2.644,88 ± 476,89A
3.396,85 ± 650,83B B4 2.177,08 ± 203,39 A
2.288,60 ± 241,96B 4.489,26 ± 581,30A
Keterangan: KC= koefisien cerna, PK= protein kasar, LK = lemak kasar, SK= serat kasar, BETN = bahan ekstrak tanpa nitrogen, TDN = total digentible nutrient, BK= bahan kering,
GE = gross energi, ET = energi termetabolisme. Huruf X, Y, Z yang berbeda pada baris dan A, B, C yang berbeda pada kolom
tiap pengamatan berbeda nyata P0,01 pada taraf 99..
94 Berdasarkan hasil analisis statistik menunjukkan bahwa koefisien kecernaan
nutrien sebelum dan selama intervensi nikotin memberikan hasil yang berbeda. Nilai rataan koefisien kecernaan sebelum intervensi nikotin berkisar 44–80
protein kasar, 29–64 lemak kasar, 21–46 serat kasar, 63–80 BETN, 42–56 bahan kering dan 50–65 untuk energi. Dan selama intervensi nikotin
terjadi kecenderungan peningkatan koefisien kecernaan dengan sebesar 2,96– 167,44. Hasil analisis statistik menunjukkan bahwa perlakuan pakan dan
perbedaan waktu lamanya intervensi nikotin berbeda sangat nyata P0,01 terhadap rataan koefisien kecernaan.
Berdasarkan hasil penelitian seperti yang ditampilkan pada Tabel 15 menunjukkan bahwa koefisien kecernaan lebih rendah bila dibandingkan dengan
penelitian sebelumnya Oktarina 2009 dengan menggunakan hewan yang sama dimana rataan koefisien kecernaan sebesar
≥ 90, hal ini menunjukkan bahwa
pakan yang diberikan memiliki kualitas ransum yang baik. Dengan intervensi nikotin, rataan koefisien tersebut lebih rendah, kondisi ini bukan berarti pakan
yang digunakan memiliki kualitas buruk tetapi hewan percobaan menggunakan energi dan zat nutrisi yang telah ditimbun sebelumnya dalam tubuh guna
menjalankan proses metabolisme dan aktivitas fisiologis tubuhmya, hal ini terlihat dari tingginya kandungan nutrien yang ditemukan kembali dalam feses disamping
itu adanya kecenderungan penurunan IMT sebagai salah satu indikator obesitas. Atau dengan kata lain, bahwa kecenderungan penurunan IMT dan rendahnya
koefisien kecernaan yang diperoleh menunjukkan bahwa terjadi penggunaan zat nutrisi dan energi yang ada dalam tubuh guna menjalankan proses metabolisme
dan aktivitas fisiologis tubuh. Sebagaimana Lamota et al. 2008 bahwa nikotin mengaktifkan sistem endogenous cannabinoid yang merupakan alat modulasi
metabolisme yang menyebabkan pengeluaran energi sehingga dapat menurunkan bobot badan. Selain itupula, efek langsug dari nikotin pada metabolisme jaringan
adipose terutama aksinya pada leptin, ghrelin dan neuropeptide Y merupakan zat yang berperan dalam asupan makanan dan pengeluaran energi yang sangat
berhubungan dengan indeks massa tubuh Chatkin dan Chatkin 2007. Total digestible nutrient TDN merupakan bahan organik yang dapat
dicerna yang diperoleh dengan mengalikan protein dapat dicerna dan serat kasar
95 dapat dicerna serta BETN dapat dicerna dengan lemak kasar dapat dicerna dan
faktor 2,25 Tillman dkk. 1989. TDN merupakan cara untuk menghitung energi bahan makanan yang dapat dicerna. Dari hasil penelitian nilai TDN sebelum dan
selama intervensi nikotin dicantumkan pada Gambar 28.
53.57 72.45