Suhu permukaan laut Parameter Oseanografi

2.2 Parameter Oseanografi

Kata oseanografi adalah kombinasi dari dua kata yunani: oceanus samudera dan graphos uraiandeskripsi sehingga mempunyai arti deskripsi tentang samudera Supangat dan Susana 2003. Oseanografi sendiri seringkali diungkapkan berdasarkan empat kategori keilmuan yaitu fisika, biologi, kimia, dan geologi Stowe 1983. Oseanografi fisika khusus mempelajari segala sifat dan karakter fisik yang membangun sistem fluidanya. Oseanografi biologi mempelajari sisi hayati samudera guna mengungkap berbagai siklus kehidupan organisme yang hidup di atau dari samudra. Oseanografi kimia melihat berbagai proses aksi dan reaksi antar unsur, molekul, atau campuran dalam sistem samudera yang menyebabkan perubahan zat secara reversible atau irreversible. Oseanografi geologi memfokuskan pada bangunan dasar samudera yang berkaitan dengan struktur dan evolusi cekungan samudera. Dalam konteks perikanan tangkap pengetahuan mengenai kondisi oseanografi perairan merupakan hal yang sangat penting, hal ini terkait dengan keberadaan setiap jenis spesies ikan di perairan. Faktor oseanografi yang sering diamati, yaitu suhu permukaan laut, klorofil-a dan salinitas.

2.2.1 Suhu permukaan laut

Suhu merupakan parameter oseanografi yang mempunyai pengaruh sangat dominan terhadap kehidupan ikan dan sumberdaya hayati laut pada umumnya, setiap spesies ikan mempunyai kisaran suhu yang sesuai dengan lingkungan untuk makan, memijah dan aktivitas lainnya Simbolon et al. 2009. Suhu permukaan laut dipengaruhi oleh beberapa kondisi meteorologi seperti penguapan, curah hujan, suhu udara, kelembaban udara, kecepatan angin dan intensitas matahari, sehingga suhu permukaan biasanya mengikuti pola musiman. Selanjutnya dikatakan bahwa secara vertikal suhu perairan Indonesia dapat dibedakan atas tiga lapisan, yaitu: lapisan homogen hangat bagian atas, lapisan termoklin bagian tengah dan lapisan dingin pada bagian bawah Nontji 1987 vide Simbolon et al. 2009. Suhu permukaan laut perairan tergantung pada insolasi dan penentuan jumlah panas yang kembali diradiasikan ke atmosfer. Semakin panas permukaan maka semakin banyak radiasi baliknya. Panas juga ditransfer di sepanjang permukaan laut melalui konduksi dan konveksi serta pengaruh penguapan maka ketikan suhu permukaan laut lebih panas dari udara di atasnya maka panas dapat ditransfer dari laut ke udara. Biasanya permukaan laut lebih panas dari udara diatasnya sehingga terdapat sejumlah panas yang hilang dari laut melalui konduksi. Kehilangan tersebut relatif tidak penting untuk total panas lautan dan pengaruhnya dapat diabaikan kecuali untuk pencampuran konvektif oleh angin yang memindahkan udara hangat dari permukaan laut Supangat dan Susana 2003. Menurut Hutabarat 2001 suhu merupakan faktor pembatas bagi proses produksi di lautan dan bersifat tidak langsung, pertama suhu yang terlalu tinggi dapat merusak jaringan tubuh fitoplankton kandungan enzim dan sel tubuh, sehingga akan mengganggu proses fotosintesis, kedua, akan mengganggu kestabilan perairan itu sendiri. Suhu yang terlalu tinggi di bagian permukaan juga akan mengakibatkan terjadinya proses percampuran dengan massa air di bawah. Akibatnya fitoplankton akan terbawa ke kolom air yang lebih dalam dan membuat perairan tersebut tidak produktif. Suhu permukaan laut perairan Indonesia umumnya berkisar antara 25 o C hingga 30 o C dan mengalami penurunan satu atau dua derajat dengan bertambahnya kedalaman hingga 80 db ±8m Tomascik et al.1997 sedangkan menurut Nontji 2005 suhu permukaan laut di perairan Nusantara umunya berkisar antara 28 - 31 o C pada lokasi penaikan massa air upwelling terjadi, misalnya Laut Banda, suhu air permukaan bisa turun sampai sekitar 25 o C, hal ini disebabkan karena air yang dingin dari lapisan bawah terangkat ke atas. Menurut Soegiarto dan Birowo 1975 vide Sinaga 2009 suhu pada lapisan permukaan di perairan Indonesia berkisar antara 26 o C hingga 30 o C, lapisan termoklin berkisar 9 o C hingga 26 o C dan lapisan dalam berkisar antara 2 o C hingga 8 o C. Sebaran suhu secara vertikal di perairan Indonesia umumnya mempunyai pola seperti pada Gambar 3. Sumber : Nontji 2005 Gambar 3 Sebaran vertikal suhu secara umum di perairan Indonesia a Lapisan hangat, b Lapisan termoklin, c Lapisan dingin. Informasi mengenai suhu permukaan laut saat ini telah mudah diperoleh dengan adanya perkembangan dalam bidang teknologi inderaja. Informasi tersebut selanjutnya dapat digunakan untuk menganalisis dan memprediski fenomena upwelling ataupun front yang merupakan indikator tentang daerah penangkapan ikan potensial Simbolon et al. 2009.

2.2.2 Produktivitas perairan