Potensi Maksimum Lestari MSY dan Pendugaan Populasi Induk

27 ikan yang diperbolehkan JTB merupakan salah satu pendekatan untuk mengatasi kondisi tangkap lebih yang terjadi pada suatu perairan. Pengelolaan sumberdaya ikan dengan pendekatan MSY memang dinilai masih memiliki beberapa kelemahan. Mengacu pada Ghofar 2003, kelemahan yang dimiliki dari konsep pengelolaan dengan pendekatan MSY antara lain adalah I tidak bersifat stabil karena perkiraan stok yang tidak tepat dapat mengarah ke pengurasan stok, II tidak memperhitungkan nilai ekonomis apabila stok ikan tdk dipanen, dan III sulit diterapkan pada kondisi perikanan yang memiliki ciri ragam jenis. Analisis lain yang dilakukan dalam mengkaji aspek ekologi ikan terbang adalah pendugaan populasi induk. Pendugaan populasi ikan terbang dilakukan untuk mengetahui seberapa besarkah jumlah induk ikan terbang yang ikut tertangkap dalam aktivitas penangkapan nelayan selama satu tahun. Data yang digunakan berupa data panjang dan berat ikan, serta tingkat kematangan gonad dari ikan yang ditangkap nelayan selama satu musim penangkapan yaitu pada bulan maret – september tahun 2012. Berdasarkan data tersebut maka diketahui persentase ikan terbang yang tertangkap dalam setahun berdasarkan kategori Tingkat Kematangan Gonad ikan terbang TKG. Informasi mengenai tingkat kematangan gonad ikan terbang juga telah dilaporkan Nessa et al. 1977 dan Ali 1981. Nessa et al. 1977 dalam penelitiannya menggunakan klasifikasi tingkat kematangan gonad dalam tujuh tahapan perkembangan gonad pada tiga spesies ikan terbang dari Selat Makassar. Ali 1981 dalam penelitiannya di Laut Flores memakai lima tahapan perkembangan gonad dan tidak menemukan ikan yang belum matang tingkat kematangan I, II, dan III. Selain itu, Nessa et al. 1977 dan Ali 1981 juga menjelaskan bahwa rasio jenis kelamin jantan dan betina H.oxycephalus tidak berbeda secara signifikan setiap bulan, baik di perairan selat Makassar maupun di perairan Laut Flores. Komposisi TKG ikan terbang yang tertangkap satuan bulan dan tahun disajikan pada Gambar 3.13 dan 3.14. Gambar 3.13 Komposisi TKG ikan terbang yang tertangkap setiap bulan pada tahun 2012 Komposisi TKG ikan terbang yang tersaji pada Gambar 3.13 menjelaskan bahwa dalam aktivitasnya, nelayan menangkap ikan - ikan dengan berbagai fase mulai dari ikan muda hingga ikan yang siap mijah. Pada bulan maret hingga agustus, ikan terbang yang tertangkap pada saat aktivitas penangkapan dimulai 0.0 10.0 20.0 30.0 40.0 50.0 60.0 70.0 80.0 Maret - Mei Juni - Agustus Sept - Nov TKG IV TKG III TKG II TKG I 28 yaitu didominasi oleh ikan-ikan dengan tingkat kematangan gonad III dan IV. Ikan dengan TKG III dan IV mempersentasekan ikan-ikan yang telah matang gonadnya dan siap memijah. Sedangkan pada bulan september hingga november, ikan terbang yang matang gonad yang tertangkap telah mengalami penurunan, dan mulai didominasi oleh ikan-ikan muda. Hal ini seiring dengan berakhirnya waktu pemijahan ikan terbang yaitu dimulai dari bulan mei hingga agustus setiap tahunnya. Gambar 3.14 Komposisi TKG ikan terbang yang tertangkap dalam setahun pada tahun 2012 Perkiraan persentase induk ikan terbang yang tersaji pada Gambar 3.14 menjelaskan bahwa induk ikan yang tertangkap kurang lebih sekitar 80 dari jumlah total ikan yang tertangkap dalam setahun. Pada Gambar 3.14 dapat diketahui komposisi TKG ikan terbang selama setahun upaya penangkapan, dimana persentase terkecil ikan yang tertangkap merupakan ikan-ikan muda TKG I sebesar 6 dan persentase terbesar ikan yang tertangkap merujuk pada ikan yang siap mijah atau TKG IV sebesar 50. Hal yang sama telah dijelaskan sebelumnya oleh Ali 2005a bahwa persentase tertinggi dijumpai pada ikan terbang dengan tingkat kematangan gonad IV mulai Maret 10.34 hingga Juni 82.99 dan mengalami penurunan pada bulan Juli 67.65. Selanjutnya, Ali 2005a melaporkan bahwa dalam penelitiannya, ikan terbang yang ditangkap mulai bulan Juni - September hanya terdiri dari dua kelompok yaitu kelompok ikan matang tingkat IV dan kelompok ikan mijah tingkat V. Frekuensi kelompok ikan sudah mijah tingkat V lebih besar daripada kelompok ikan matang tingkat IV. Lebih lanjut Ali 2005a menjelaskan bahwa tingkat kematangan gonad ikan yang tertangkap pada bulan Maret – Juli tahun 2004 di Laut Flores terdiri dari TKG I atau ikan muda 2.78, TKG II atau mulai matang 10.66, TKG III atau matang 13.60, TKG IV atau mijah 58.87 dan TKG V atau salin 14.08. Berdasarkan hasil yang diperoleh maka dapat disimpulkan bahwa distribusi tingkat kematangan gonad ikan terbang yang tertangkap dengan menggunakan jaring insang hanyut adalah sebagian besar ikan yang matang gonad atau sedang memijah dan hanya sebagian kecil ikan muda. Berdasarkan distribusi persentase tingkat kematangan gonad ikan terbang diatas maka dilakukan perhitungan perkiraan jumlah induk ikan terbang. Hasil perhitungan dalam menduga jumlah induk ikan terbang yang tertangkap disajikan pada Tabel 3.6. TKG I 6 TKG II 14,44 TKG III 29.73 TKG IV 50 29 Tabel 3.6 Hasil perhitungan dalam menduga jumlah induk ikan terbang No Deskripsi Jumlah 1 Persentase induk 80 2 MSY ikan terbang kgtahun 818000 3 Berat total induk kgtahun 654400 4 5 Rata-rata bobot induk individu kg Rata-rata bobot ikan individu kg 0.063 0.060 6 Rata-rata fekunditas ikan terbang butir menurut Ali 1981 7077 7 Perkiraan jumlah induk ikan terbang tahun 2012 ekor 10418723 Hasil perhitungan dalam menduga jumlah induk ikan terbang pada Tabel 3.6 menunjukkan bahwa perkiraan jumlah induk yang tertangkap dengan menggunakan jaring insang hanyut dalam pada tahun 2012 adalah sebesar 10418732 ekor. Besarnya jumlah induk ikan terbang yang ikut tertangkap dapat menyebabkan degradasi sumberdaya ikan ini. Seperti yang diketahui bahwa ikan terbang merupakan spesies ikan dengan umur pendek kurang lebih hanya 1 tahun dengan 1 kali pemijahan. Oleh sebab itu,, penangkapan ikan terbang khususnya induk ikan yang dilakukan sebelum waktu pemijahan akan menyebabkan putusnya siklus regenerasi dari sumberdaya ikan terbang. Dengan diketahuinya jumlah induk ikan terbang ekor maka dapat dilakukan perkiraan jumlah butir telur fekunditas yang mungkin dikeluarkan pada waktu pemijahan. Menurut Nikolsky 1969 in Ali 2005, Fekunditas adalah jumlah telur matang yang akan dikeluarkan oleh induk betina atau jumlah telur yang akan dikeluarkan pada waktu pemijahan. Menurut Ali 2005a, Rata-rata fekunditas total yang dimiliki ikan terbang adalah 22668 yang terdiri dari telur – telur matang dan telur belum matang. Telur matang terdapat 9485 butir dengan rata – rata diameter 1,2092±0.009 mm sebagai fekunditas total. Hasil penelitian lain mengenai fekunditas ikan terbang di Selat Makassar juga dilaporkan oleh Nessa et al. 1977 dan Ali 1981. Menurut Nessa et al. 1977 telur matang rata – rata 4793 butir sedangkan Ali 1981 rata – rata 7077 butir dengan diameter 1.49 – 1.79 mm. Berdasarkan informasi ini maka diperkirakan 73.662.936.218 butir telur yang mungkin telah dikeluarkan dari sekitar 10418732 ekor induk ikan terbang. Perkiraan jumlah butiran telur yang dikeluarkan pada tahun tersebut didasarkan pada asumsi bahwa setiap ekor individu ikan terbang memiliki fekunditas minimal sekitar 7077 butir seperti yang telah dilaporkan Ali 1981. Selanjutnya Ali 2005a menggambarkan distribusi diameter telur ikan terbang Hyrundichthys oxycephalus berdasarkan tingkatan TKG yaitu pada TKG I belum matang didominasi dengan kelompok telur muda berdiameter antara 0.03 – 0.44 mm, belum terdapat telur berkembang maupun matang. TKG II mulai matang berdiameter antara 0.07 – 0.99 mm yang terbagi menjadi dua kelompok telur yaitu telur muda 0.07 – 0.46 mm sekitar 67.5 dan telur mulai berkembang 0.50 – 0.99 mm sebesar 32.5. TKG III matang memiliki diameter telur berkisar antara 0.07 – 1.19 mm yaitu telur muda diamater 0.07 – 0.47 mm sebesar 48.5, telur berkembang diamater telurnya 0.55 – 0.95 mm sebesar 37, dan telur matang dengan jumlah yang rendah sebanyak 14.5 dengan diameter telur 1.03 – 1.19 mm. TKG IV mijah memiliki diameter telur antara 0.14 – 1.75 mm terdiri dari telur muda diamater 0.14 – 0.44 mm sebesar 18, telur mulai berkembang diamater telurnya 0.54 – 0.94 mm sebesar 18, 30 dan telur matang dengan diameter telur yang lebih besar yang siap dipijahkan sekitar 1.04 – 1.75 mm sebanyak 64. TKG V salin diameter telurnya berkisar 0.07 – 1.26 mm yang terdiri dari telur muda diamater 0.07 – 0.41 mm sebesar 52.50, telur mulai berkembang diamater telurnya 0.50 – 0.92 mm sebesar 43.5, dan telur matang sebagai telur sisa sekitar 1.01 – 1.26 mm sebanyak 4. Namun sayangnya, analisis lebih dalam mengenai fekunditas ikan terbang tidak dapat dilakukan karena terbatasnya informasi mengenai aspek ini termasuk didalamnya informasi mengenai berat dan jumlah butiran telur dalam setiap kilogram kg. Besarnya jumlah populasi induk ikan terbang yang tertangkap dalam aktivitas penangkapan nelayan mencerminkan kurangnya pengaturan dalam kegiatan perikanan yang ada di Kabupaten Takalar. Informasi mengenai jumlah induk ikan terbang jelas sangat diperlukan dalam upaya mengelola aktivitas pemanafaatan sumberdaya perikanan khususnya komoditas ikan terbang agar tetap lestari untuk masa yang akan datang.

4.4 Usaha Penangkapan Telur Ikan Terbang

Analisis finansial dalam usaha penangkapan telur ikan terbang di Kabupaten Takalar dilakukan untuk mengetahui keberhasilan dan keuntungan dari kegiatan usaha yang sedang dijalankan. Komponen analisis finansial usaha penangkapan meliputi biaya investasi, biaya produksi serta penerimaan per tahun dari hasil penjualan telur ikan terbang, dimana pemilik kapal terikat dengan pemilik modal ponggawa. Analisis finansial usaha penangkapan difokuskan pada 2 dua lokasi yaitu di Selat Makassar dan Laut Seram yang merupakan fishingground telur ikan terbang. Secara garis besar, komponen biaya investasi dan biaya produksi yang dikeluarkan dalam satu tahun musim di perairan Laut Seram lebih besar dibandingkan dengan Selat Makassar. Namun, penerimaan total maupun keuntungan yang diperoleh dari hasil penjualan telur ikan terbang yang berasal dari Selat Makassar jauh lebih kecil dibandingkan yang berasal dari Laut Seram. . 4.4.1 Usaha Penangkapan di Selat Makassar Komponen pembiayaan usaha penangkapan nelayan di perairan Selat Makassar terdiri dari biaya investasi dan biaya produksi. Rincian komponen biaya investasi dari usaha penangkapan telur ikan terbang di perairan Selat Makassar dapat dilihat pada Tabel 3.7. Tabel 3.7 Komponen biaya investasi penangkapan telur ikan terbang di Selat Makassar tahun 2013 Komponen Umur teknis Biaya Kapal ukuran 15 x 3 x 1,5 m 11 tahun Rp 85.000.000 Mesin 12 pk Rp 11,550.000 x 2 bh 9 tahun Rp 23.100.000 Alat tangkap bale-bale Rp 50.000 x 45 unit 1 tahun Rp 2.250.000 Surat izin penangkapan non fisik Rp 500.000 Total Biaya Investasi Rp 110.850.000 31 Biaya investasi merupakan biaya awal yang harus dikeluarkan pada saat akan melaksanakan atau mulai menjalankan suatu usaha. Pada Tabel 3.7 dapat diketahui jumlah biaya awal atau investasi yang dikeluarkan untuk mulai melakukan penangkapan telur ikan terbang di perairan Selat Makassar yaitu sekitar Rp 110.850.000, dengan biaya investasi terbesar yaitu pembelian 1 unit kapal dengan umur teknis 11 tahun. Pengeluaran lain yang dikategorikan sebagai biaya investasi adalah pembelian unit mesin, pembuatan alat tangkap dan pembuatan surat izin penangkapan. Selain biaya investasi, terdapat pula biaya produksi atau biaya operasional yang merupakan sejumlah biaya yang dikeluarkan pada saat menjalankan aktivitas penangkapan. Komponen biaya produksi tersusun dari komponen biaya variabel dan komponen biaya tetap. Biaya variabel merupakan biaya yang jumlahnya berubah seiring dengan perubahan besarnya volume kegiatan panangkapan yang dilakukan dengan biaya per unit tetap. Biaya tetap adalah biaya yang tidak terpengaruh dengan adanya perubahan volume kegiatan penangkapan. Besarnya komponen biaya produksi yang terbagi atas biaya tetap dan biaya variabel tertera pada Tabel 3.8. Berdasarkan hasil analisis yang tercantum pada Lampiran 2, dapat diketahui bahwa rata - rata total tangkapan nelayan di perairan Selat Makassar berkisar 377.5 Kgkapal atau senilai dengan Rp 62.287.500 per satu tahun musim penangkapan. Nilai penjualan hasil tangkapan merupakan jumlah penerimaan total nelayan yang kemudian akan dikurangi dengan biaya produksi seperti yang tercantum pada Tabel 3.8 dibawah. Tabel 3.8 Komponen biaya produksi penangkapan telur ikan terbang di Selat Makassar tahun 2013 Komponen Biaya Tetap Satuan Biaya Rp Penyusutan Kapal tahun Rp 6.954.545 Penyusutan Mesin tahun Rp 2.310.000 Alat tangkap tahun Rp 2.250.000 Perawatan Kapal tahun Rp 750.000 Perawatan Mesin tahun Rp 300.000 Perbaruan surat perijinan tahun Rp 150.000 Total Biaya Tetap Rp 12.714.545 Komponen Biaya Variabel Biaya Rp Bahan Bakar Solar Rp 5500 x 300 ltrbln x 5 bln Rp 8.250.000 Minyak tanah Rp 9000 x 25 ltrbln x 5 bln Rp 1.125.000 Bensin Rp 6500 x 20 ltrbln x 5 bln Rp 650.000 Beras Rp 6500 x 100 ltrbln x 5 bln Rp 3.250.000 Daun Kelapa Rp 7000 x 50 lembarthn Rp 350.000 Rokok 4-5 slop Rp 500.000 Obat obatan Rp 50.000 Komisi Pemilik Modal 5 Rp 3.114.375 Upah ABK 30 Rp 18.686.250 32 Total Biaya Variabel Rp 35.975.625 Komponen biaya produksi yang dikeluarkan pada usaha penangkapan telur ikan terbang di Kabupaten Takalar terdiri atas biaya tetap dan biaya variabel. Berdasarkan tabel diatas dapat diketahui bahwa total biaya tetap yang dikeluarkan selama satu tahun sebesar Rp 12.714.545 yang meliputi penyusutan kapal, penyusutan mesin, biaya perawatan kapal, dan perawatan mesin serta perbaruan alat tangkap dan surat perijinan setiap tahunnya. Biaya terbesar dalam komponen biaya tetap adalah penyusutan kapal yaitu sebesar Rp 6.954.545 atau 55 dari total keseluruhan biaya tetap. Komponen biaya lain yang termasuk dalam biaya produksi adalah biaya variabel. Jumlah biaya variabel yang tercantum pada tabel diatas adalah Rp 35.975.625 yang meliputi biaya bahan bakar, konsumsi, obat- obatan, komisi untuk pemilik modal hingga upah para ABK. Biaya penggunaan bahan bakar solar, minyak tanah, bensin, konsumsi dan obat-obatan yang di perhitungkan untuk jangka waktu 5 bulan sesuai dengan musim penangkapan telur ikan terbang di perairan Selat Makassar. Begitu pula dengan jumlah daun kelapa yang dipergunakan, disesuaikan dengan jumlah alat tangkap bale-bale yang dioperasikan. Pengeluaran yang diperuntukkan sebagai komisi kepada pemilik modal sebesar Rp 3.114.375. Adanya pengeluaran biaya sebagai komisi pemilik modal dikarenakan nelayan pemilik kapal sangat bergantung kepada ponggawa pemilik modal dalam menjalankan usahanya, dimana ponggawa memperoleh komisi sebesar 5 dari total penerimaan hasil penjualan telur ikan terbang. Yang terakhir adalah upah ABK sebesar Rp 18.686.250 atau setara dengan 30 dari jumlah penerimaan total nelayan. Dalam upaya menilai keberhasilan dan kelayakan usaha penangkapan yang dijalankan nelayan di Kabupaten Takalar, dilakukan penilaian dengan menggunakan dua komponen biaya tersebut diatas biaya investasi dan biaya produks melalui tiga cara yaitu perhitungan nilai RC Ratio, Payback Period, serta Break Even Point yang masing-masing hasilnya tertulis pada Tabel 3.9. Tabel 3.9 Hasil analisis RC Ratio, Payback Period, serta Break Even Point pada usaha penangkapan telur ikan terbang di perairan Selat Makassar Deskripsi Nilai Penerimaan total Rp 62.287.500 Keuntungan Rp 13.597.330 RC Ratio Revenue Cost Ratio 1,28 PP Payback Period 8.15 BEP Break Even Point Penerimaan Rp Rp 30.098.853 Hasil analisis finansial pada usaha penangkapan telur ikan terbang di perairan Selat Makassar yang ditampilkan Tabel 3.9 terdiri atas perhitungan imbang penerimaan dan biaya RC Ratio, perhitungan waktu pengembalian modal Payback Period, serta perhitungan titik impas dari usaha yang dijalankan Break Even Point. Perhitungan nilai RC Ratio pada penangkapan telur ikan terbang menghasilkan nilai 1.28 atau lebih besar dari 1 RC 1, yang berarti bahwa setiap Rp 1 biaya yang dikeluarkan oleh nelayan pemilik kapal akan memperoleh penerimaan sebesar Rp 1.28. Berdasarkan nilai RC Ratio yang diperoleh dapat dikatakan bahwa usaha penangkapan telur ikan terbang di 33 perairan Selat Makassar masih memperoleh keuntungan. Nilai 8,15 yang dihasilkan pada perhitungan waktu pengembalian modal atau Payback Period PP mengandung arti bahwa waktu yang dibutuhkan untuk mengembalikan modal awal yang dikeluarkan nelayan untuk usahanya yaitu selama 8,15 tahun atau sekitar 97,8 bulan. Selanjutnya, nilai titik impas atau Break Even Point BEP pada usaha penangkapan di perairan Selat Makassar diperoleh sebesar Rp 30.098.853. Berdasarkan nilai BEP tersebut maka dapat dikatakan bahwa usaha penangkapan telur ikan terbang yang dilakukan nelayan di perairan Selat Makassar masih menguntungkan dan layak untuk dijalankan, karena total penerimaan yaitu sebesar Rp 62.287.500 masih berada diatas nilai BEP. Nilai titik impas atau Break Even Point BEP yang diperoleh merupakan batas nilai agar usaha penangkapan yang dilakukan di wilayah tangkap Selat Makassar memperoleh keuntungan sebesar nol.

4.4.2 Usaha Penangkapan di Laut Seram

Komponen biaya yang dikeluarkan dalam kegiatan penangkapan di perairan Laut Seram sama dengan kegiatan penangkapan di Selat Makassar yaitu meliputi biaya investasi dan biaya produksi. Namun terdapat perbedaan jumlah biaya variabel yang dikeluarkan. Jauhnya jarak yang harus ditempuh untuk melakukan penangkapan di perairan Laut Seram merupakan salah satu hal yang berpengaruh terhadap besarnya biaya variabel yang dikeluarkan. Komponen biaya investasi dalam satu tahun musim usaha penangkapan telur ikan terbang di perairan Laut Seram secara rinci tertera pada Tabel 3.10. Tabel 3.10 Komponen biaya investasi penangkapan telur ikan terbang di Laut Seram tahun 2013 Komponen Umur teknis Biaya Kapal uk. 15 x 3 x 1,5 m 11 tahun Rp 85.000.000 Mesin 12 pk Rp 11,550.000 x 2 buah 9 tahun Rp 23.100.000 Alat tangkap bale-bale Rp 50.000 x 55 unit 1 tahun Rp 2.750.000 Surat izin penangkapan non fisik Rp 500.000 Total Rp 111.350.000 Berdasarkan Tabel 3.10 maka dapat diketahui besarnya biaya investasi yang harus dikeluarkan pada saat akan memulai menjalankan usaha penangkapan telur ikan terbang di perairan Laut Seram yaitu sekitar Rp 111.350.000. Seperti halnya di Selat Makassar, biaya investasi pembelian kapal untuk penangkapan di Laut Seram juga merupakan biaya terbesar yang dikeluarkan. Selain itu, biaya untuk pembelian unit mesin, pembuatan alat tangkap dan pembuatan surat izin penangkapan juga merupakan variabel penting dalam komponen biaya investasi penangkapan telur ikan terbang di perairan Laut Seram. Selain komponen biaya investasi diatas, diketahui pula komponen biaya produksi usaha penangkapan telur ikan terbang di perairan Laut Seram yang tertera pada Tabel 3.11.