20
Gambar 3.5 Alat tangkap jaring insang hanyut di Kabupaten Takalar Sudirman dan Mallawa 2004 in Yahya 2006
Pemasaran hasil tangkapan ikan terbang maupun telur ikan terbang
dilakukan dengan cara yang berbeda. Ikan terbang hasil tangkapan nelayan di jual langsung ke pedagang pengolah ikan terbang dan dipasarkan dalam bentuk ikan
kering maupun ikan asap. Sedangkan telur ikan terbang hasil tangkapan nelayan Pattorani
dijual kepada pedagang pengumpul maupun eksportir telur ikan terbang. Sebelum di ekspor, telur ikan terbang akan diolah terlebih dahulu seperti
pada Gambar 3.6 berikut.
Gambar 3.6 Proses penjemuran, pembersihan, dan penapihan telur ikan terbang Proses pengolahan telur ikan terbang dimulai dengan melakukan
penjemuran terhadap telur ikan terbang hasil tangkapan nelayan. Telur ikan terbang yang telah dijemur kemudian dipisahkan antara serat dengan butiran telur
dengan menggunakan parutan yang terbuat dari kawat kasa seperti pada Gambar 3.6. Proses selanjutnya yaitu penapihan dan pembersihan telur ikan terbang. Telur
yang telah ditapih dan dibersihkan kemudian dikemas dan disimpan dalam suatu ruangan dengan suhu ruangan tertentu sebagai telur ikan terbang siap ekspor.
21
Telur ikan terbang di ekspor ke beberapa negara seperti Amerika Serikat, Belanda, China, Jepang, Hongkong, Taiwan, Korea, Ukraina, Kanada, Thailand, Rusia, dan
Vietnam. Harga jual telur ikan terbang berfluktuasi dari waktu ke waktu. Tahun 2011 harga jual per Kg telur ikan terbang mencapai Rp 250.000 – Rp 300.000,
namun mengalami penurunan di tahun 2013 yang hanya berkisar Rp 165.000 per Kg.
4.2 Catch Per Unit Effort CPUE
Catch hasil tangkapan, effort upaya pengkapan dan CPUE hasil
tangkapan per-unit upaya adalah salah satu indikator pengelolaan perikanan keberlanjutan. Pola umum suatu perikanan yang di eksploitasi yang mengalami
overfished indikatornya adalah bahwa naiknya total upaya effort diikuti oleh naiknya hasil tangkapan catch yang kemudian diikuti oleh turunnya hasil
tangkapan per-satuan upaya CPUE. Menurut Kawimbang et al. 2012 pada saat menjelang overfishing, peningkatan upaya tidak dapat lagi meningkatkan hasil
tangkapan, bahkan dapat menyebabkan CPUE turun drastis. Hampir semua ahli perikanan di dunia menggunakan data hasil tangkapan per unit upaya dalam
menduga stok ikan, diasumsikan ketika stok ikan mengalami penurunan, hasil tangkapan nelayan akan menurun secara bertahap.
Hasil tangkapan per unit upaya atau Catch Per Unit Effort CPUE merupakan angka yang menggambarkan perbandingan antara hasil tangkapan per
unit upaya atau usaha. Menurut King 1995, Catch Per Unit Effort CPUE merupakan hasil tangkapan per unit alat tangkap pada kondisi bimassa yang
maksimum. Nilai CPUE bisa digunakan untuk melihat kemampuan sumberdaya apabila dieksplotasi terus menerus. Nilai CPUE yang menurun dapat menandakan
bahwa potensi sumberdaya sudah tidak mampu menghasilkan lebih banyak walaupun upaya ditingkatkan.
Perhitungan CPUE pada penelitian ini difokuskan pada sumberdaya ikan terbang dan telur ikan terbang di Kabupaten Takalar. Dalam perhitungannya
digunakan data tahunan hasil tangkapan dan upaya tangkap yang diperoleh dari Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Takalar yang tertera pada Tabel 3.4.
Grafik hubungan antara CPUE dengan Upaya tangkap trip disajikan pada Gambar 3.7.
Tabel 3.4 Jumlah tangkapan C, jumlah upaya F, dan jumlah tangkapan per unit upaya CPUE ikan terbang di Kabupaten Takalar tahun 2006-2012
Tahun Catch ikan
terbang ton
Effort ikan terbang
unit CPUE ikan
terbang tonunit
Catch telur ikan
ton Effort
telur ikan unit
CPUE telur ikan
tonunit
2006 832.0
37158 0.02
1024.2 3578
0.29 2007
822.0 34058
0.02 1030.2
2190 0.47
2008 786.0
30966 0.03
941.6 950
0.99 2009
741.5 20986
0.04 361.2
4517 0.08
2010 620.0
20395 0.03
91.7 9250
0.01 2011
533.0 12150
0.04 314.8
7895 0.04
2012 420.5
13872 0.03
33.6 5454
0.01
22
Gambar 3.7 Hubungan antara CPUE dengan Upaya tangkap trip Berdasarkan Gambar 3.7 diatas maka dapat diketahui hubungan antara
jumlah upaya tangkap trip dengan CPUE pada usaha penangkapan ikan terbang di Kabupaten Takalar adalah CPUE = 0.0458 - 0.00000064 trip. Selain penjelasan
mengenai hubungan effort dengan CPUE, dapat pula diketahui perkembangan tren CPUE usaha penangkapan ikan terbang maupun telurnya di Kabupaten Takalar
yang tertera pada Gambar 3.8 dan Gambar 3.9. Nilai CPUE yang dihasilkan baik pada penangkapan ikan terbang maupun telur ikan terbang berbeda-beda dari
tahun ke tahun, tergantung pada besarnya jumlah produksi dan jumlah effort yang digunakan nelayan di Kabupaten Takalar.
Gambar 3.8 Tren CPUE ikan terbang mulai tahun 2006 hingga tahun 2012 yang diolah dari data Dinas Kelautan dan Perikanan Kab. Takalar
2006 2007
2008 2009
2010 2011
2012
y = -6E-07x + 0.0458 R² = 0.72
0.00 0.01
0.01 0.02
0.02 0.03
0.03 0.04
0.04 0.05
0.05
10000 20000
30000 40000
CP UE
to n
tr ip
0.00 0.01
0.02 0.03
0.04 0.05
2006 2007
2008 2009
2010 2011
2012
CP UE
to n
T r
ip
CPUE Ikan terbang
23
Gambar 3.9 Tren CPUE telur ikan terbang mulai tahun 2006 hingga tahun 2012 yang diolah dari data Dinas Kelautan dan Perikanan Kab. Takalar
Tren CPUE ikan terbang dan telur ikan terbang yang ditampilkan pada Gambar 3.8 dan Gambar 3.9 menunjukkan pola yang berbeda tiap tahunnya.
CPUE ikan terbang tertinggi mencapai 43.87 KgTrip di tahun 2011, dan mengalami penurunan hingga sebesar 30.31 KgTrip di tahun 2012. Begitupula
dengan grafik yang CPUE telur ikan terbang terus mengalami penurunan di tahun 2009 hingga tahun 2012 yaitu sebesar 79.96 Kgtrip menjadi 6.16 Kgtrip.
Peningkatan CPUE telur ikan terbang yang sangat signifikan terlihat pada tahun 2008 dan mengalami penurunan tahun 2009. Peningkatan nilai CPUE telur ikan
terbang di tahun 2008 terjadi karena upaya penangkapan menurun dua kali lipat dibandingkan tahun sebelumnya dengan total hasil tangkapan yang diperoleh
tidak jauh berbedadari tahun sebelumnya 1030,2 ton di tahun 2007 ke 941,6 ton di tahun 2008. Sedangkan penurunan nilai CPUE telur ikan terbang di tahun
2009 dikarenakan adanya peningkatan upaya penangkapan hingga 5 kali lipat dibandingkan tahun sebelumnya.
Indikasi penurunan nilai CPUE telur ikan terbang juga diperlihatkan dengan menurunnya hasil tangkap per unit kapal KgKapal di wilayah
penangkapan Selat Makassar dan Laut Seram Gambar 3.10. Grafik yang tertera pada Gambar 3.9 menunjukkan perubahan hasil tangkap nelayan galesong di
kedua wilayah yang merupakan fishingground telur ikan terbang. CPUE KgKapal telur ikan terbang di Selat Makassar pada tahun 2011 dan 2013 tidak
menunjukkan perbedaan yang signifikan yaitu hanya berkisar 1.5 – 2.5 KgKapal. Rendahnya hasil tangkapan telur ikan terbang di Selat Makassar juga telah
dilaporkan oleh Ali 2005 yang menyatakan bahwa rendahnya hasil tangkapan telur ikan terbang pada wilayah penangkapan Selat Makassar dianggap telah
terjadi penurunan stok sehingga penambahan upaya penangkapan tidak dapat lagi meningkatkan CPUE.
Sedangkan pada wilayah penangkapan Laut Seram, hasil tangkap per unit upaya KgKapal telur ikan terbang kisaran waktu 2011 hingga 2013 terlihat
relatif stabil. Wilayah Laut Seram tergolong fishingground baru untuk penangkapan telur ikan terbang. Tingginya hasil tangkapan telur ikan terbang
yang diperoleh di Laut Seram menjadi ketertarikan tersendiri nelayan galesong untuk melakukan penangkapan di wilayah ini. Namun saat ini, belum seluruhnya
nelayan di Kec. Galesong Kabupaten Takalar melakukan perpindahan
0.00 0.20
0.40 0.60
0.80 1.00
1.20
2006 2007
2008 2009
2010 2011
2012
C P
U E
to n
T ri
p
cpue telur ikan terbang
24
fishingground ke wilayah Laut Seram karena untuk kegiatan penangkapan di
wilayah tersebut memerlukan biaya operasional sekurangnya 45 juta per kapal.
Gambar 3.10 CPUE Telur Ikan Terbang di Selat Makassar dan Laut Seram pada tahun 2011 dan 2013 yang diolah dari data primer
4.3 Potensi Maksimum Lestari MSY dan Pendugaan Populasi Induk
Pemanfaatan sumberdaya perikanan pada umumnya didasarkan pada konsep Maximum Sustainable Yield MSY yang dikembangkan oleh seorang ahli
biologi bernama Schaefer pada tahun 1957. Inti dari konsep MSY adalah menjaga keseimbangan biologis dari sumberdaya ikan agar dapat dimanfaatkan secara
maksimum dalam waktu yang panjang. Seperti yang dikutip dari Effendi 2002, bahwa MSY merupakan salah satu usaha dalam perikanan untuk menentukan
penangkapan yang seimbang tetapi maksimum. Kelebihan konsep MSY adalah hanya diperlukan data yang terbatas, sederhana dalam menganalisis, dan mudah
dimengerti oleh siapa saja termasuk para penentu kebijakan.
Perhitungan potensi lestari menggunakan model surplus produksi bertujuan untuk mengetahui upaya tangkap optimum dan hasil tangkap
maksimum lestari dari suatu perairan. Dalam analisisnya dibutuhkan data time series
upaya tangkap dan hasil tangkap per unit upaya tangkap CPUE minimal lima tahun. Berdasarkan data tangkapan catch dan upaya penangkapan effort
ikan terbang pada Tabel 3.4 diatas, maka dilakukan perhitungan MSY berdasarkan Model Surplus Produksi Schaefer dengan menggunakan bantuan
Microsoft Excel
. Berdasarkan perhitungan MSY berdasarkan Model Surplus Produksi
Schaefer, diperoleh nilai intersept a sebesar 0.0459 dan nilai slope b sebesar -
0.00000065 sehingga upaya tangkap optimum F
opt
dan hasil tangkap maksimum lestari MSY berdasarkan model Schaefer dapat dihitung. Persamaan produksi
lestari Schaefer berdasarkan nilai intersept dan slope adalah:
Y = 0.0458f + -0.00000065f
2
0.0 2.0
4.0 6.0
8.0 10.0
12.0
Mei Juni
Juli Agustus
C P
U E
Kg Ka
p a
l
Selat Makassar 2011 Selat Makassar 2013
Laut seram 2011 Laut seram 2013