9
D. Keaslian Penulisan
Berdasarkan hasil pemeriksaan dan hasil pemeriksaan dan hasil penelitian
yang ada, penelitian mengenai Pertanggungjawaban Pidana Pengurus Panti Asuhan Terhadap Kekerasan Yang Terjadi Pada Anak Panti Studi Putusan
Pengadilan Negeri Klas I.A Khusus Tangerang No. 1617 Pid . Sus 2014 PN . TNG
belum pernah dilakukan dalam topik dan pembahasan yang sama. Penelitian terhadap judul skripsi ini juga telah diperiksa oleh pihak perpustakaan
Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara, judul skripsi ini belum pernah dikemukakan dan permasalahan yang diajukan juga belum pernah diteliti.
Oleh karena itu, penulisan skripsi ini dapat dikatakan masih “asli” sesuai dengan asas-asas keilmuan yang jujur, rasional, objektif, serta terbuka sehingga
keabsahannya dapat dipertanggungjawabkan secara ilmiah.
E. Tinjauan Pustaka
1. Pengertian Pertanggungjawaban Pidana
Azas pertanggungjawaban dalam hukum pidanaialah tidak dipidana jika tidak ada kesalahan Geen straf zonder schuld; Actus non facit reum nisi mens sir
rea. Azas ini tidak tersebut dalam hukum tertulis tapi dalam hukum yang tak tertulis yang juga di Indonesia berlaku. Pertanggungjawaban tanpa adanya
kesalahan dari pihak yang melanggar, dinamakan leer van het materiele feit fait materielle. Dahulu dijalankan atas pelanggaran tapi sejak adanya arrest susu dari
H.R 1961 Nederland, hal itu ditiadakan.
12
Menurut Moeljatno orang tidak mungkin dipertanggungjawabkan dijatuhi pidana kalau tidak melakukan perbuatan pidana.
13
12
Moeljatno, Asas – Asas Hukum Pidana, Jakarta:Rineka, 2002 hlm.153
13
Ibid. hlm. 155
10 Pertanggungjawaban pidana dalam istilah asing tersebut juga dengan
teorekenbaardheid atau criminal responsibility yang menjurus kepada pemidanaan petindak dengan maksud untuk menentukan apakah seseorang
terdakwa atau tersangka dipertanggung jawabkan atas suatu tindakan pidana yang terjadi atau tidak.
14
1. Kemampuan bertanggung jawab atau dapat dipertanggungjawabkan
dari si pembuat. Berdasarkan hal tersebut maka pertanggungjawaban pidana atau kesalahan
menurut hukum pidana, terdiri atas tiga syarat yaitu :
2. Adanya perbuatan melawan hukum yaitu suatu sikap psikis si pelaku
yang berhubungan dengan kelakuannya yaitu : Disengaja dan Sikap kurang hati-hati atau lalai.
3. Tidak ada alasan pembenar atau alasan yang menghapuskan
pertanggung jawaban pidana bagi si pembuat. Pertanggungjawaban pidana ini tidak hanya bagi orang, tetapi juga berlaku
bagi badan hukum. Karena badan hukum ini tidak berbuat secara langsung mempertanggungjawabkan perbuatannya, pertanggungjawaban dikenakan kepada
orang yang mewakilinya.
15
Pertanggungjawaban pidana mensyaratkan pelaku mampu bertanggungjawab. Seseorang yang tidak dapat dikenakan pertanggungjawaban
pidana tidak dapat dimintakan pertanggungjawaban pidana. KUHP menentukan masalah kemampuan bertanggungjawab dihubungkan dengan Pasal 44 KUHP.
14
http:saifudiendjsh.blogspot.com200908pertanggungjawaban-pidana.html. Diakses
Pada Tanggal 09 Februari 2015. Pukul 09.32WIB.
15
Hakim Rahmat, Hukum Pidana Islam Fiqih Jinayah,. Bandung : CV. Pustaka Setia, 2000, hal.175
11 Pasal 44 KUHP menentukan “barang siapa melakukan perbuatan yang tidak dapat
dipertanggungjawabkan kepadanya, karena jiwanya cacat dalam tubuhnya atau jiwanya yang terganggu karena penyakit. Maka berdasarkan pasal tersebut
kemampuan bertanggungjawab harus ada kemampuan untuk membedakan antara perbuatan yang baik dan yang buruk sesuai dengan ketentuan hukum karena
tindakan tersebut menyangkut aspek moral dan kejiwaan.
2. Pengertian Panti Asuhan
Panti Asuhan atau Panti Sosial Asuhan Anak juga Lembaga Kesejahteraan Sosial Anak LKSA ialah lembaga sosial nirlaba yang menampung, mendidik
dan memelihara anak-anak yatim, yatim piatu dan anak terlantar. Kamus Besar Bahasa Indonesia mendefenisikan panti asuhan sebagai rumah
tempat memelihara dan merawat anak yatim piatu dan sebagainya. Departemen Sosial Republik Indonesia menjelaskan bahwa:
“Panti asuhan adalah suatu lembaga usaha kesejahteraan sosial yang mempunyai tanggung jawab untuk memberikan pelayanan kesejahteraan sosial
kepada anak terlantar dengan melakukan penyantunan dan pengentasan anak terlantar, memberikan pelayanan pengganti fisik, mental, dan sosial pada anak
asuh, sehingga memperoleh kesempatan yang luas, tepat dan memadai bagi perkembangan kepribadiannya sesuai dengan yang diharapkan sebagai bagian dari
generasi penerus cita-cita bangsa dan sebagai insan yang turut serta aktif di dalam bidang pembangunan nasional.”
16
Berdasarkan Kepmensos No.50HUK2004, Panti Sosial Asuhan Anak adalah panti sosial yang mempunyai tugas memberikan bimbingan dan pelayanan
bagi anak yatim, piatu, dan yatim piatu yang kurang mampu, terlantar agar potensi dan kapasitas belajarnya pulih kembali dan dapat berkembang secara wajar.
17
Menurut Musdalifah, definisi dari Panti Asuhan adalah: ”Panti asuhan dapat
16
Departemen Sosial Republik Indonesia. Panduan Pelaksanaan Pembinaan Kesejahteraan Sosial Anak Melalui Panti Asuhan Anak. Jakarta. 2007.
17
http:www.kemsos.go.idmodules.php?name=glosariumkesosletter=p. Diakses pada tanggal 2 Februari 2015. Pukul 1.04 WIB.
12 diartikan sebagai suatu lembaga untuk mengasuh anak-anak, menjaga dan
memberikan bimbingan dari pimpinan kepada anak dengan tujuan agar mereka dapat menjadi manusia dewasa yang cakap dan berguna serta bertanggung jawab
atas dirinya dan terhadap masyarakat kelak di kemudian hari. Panti asuhan dapat pula dikatakan atau berfungsi sebagai pengganti keluarga dan pimpinan panti
asuhan sebagai pengganti orang tua; sehubungan dengan orang tua anak tidak dapat berfungsi sebagaimana mestinya dalam mendidik dan mengasuh
anaknya”.
18
3. Pengertian Kekerasan dan Kekerasan Pada Anak
Berdasarkan dari uraian pengertian di atas bahwa panti asuhan merupakan suatu lembaga kesejahteraan sosial dimana sebagai tempat untuk mendapatkan
pengasuhan dan pelayanan pengganti dalam memenuhi kebutuhan fisik, sosial dan mental pada anak yang kurang mendapat pengasuhan dari kluarganya, sehingga
mereka dapat mengembangkan diri dan mampu melaksanakan perannya sebagai individu yang sesuai dengan kepribadian dan harapan bangsa.
Bila ditinjau dari segi bahasa Etimologi, maka kekerasan berasal dari kata dasar “keras” daan mendapat awalan “ke” dan kemudian mendapat akhiran
“an”. Di dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia KBBI kata kekerasan mempunyai makna:
“Kekerasan menunjukkan kata sifat hal dan sebagainya keras pada suatu kegiatan, suatu kekerasan dapat diartikan sebagai perihal keras atau
perbuatan seseorang atau kelompok orang yang menyebabkan cidera atau
18
Musdalifah. Perkembangan Sosial Remaja dalam Kemandirian Studi Kasus Hambatan Psikologis Dependensi Terhadap Orangtua. 2007.
http : www. linkpdf. com ebookviewer. php? url= http: Jurnalinqro. files. wordpress. com 2008 08 05- ifah- 46-
56. pdf
. Diakses Pada Tanggal 28 Februari 2015. Pukul 23.00 WIB.
13 matinya orang lain dan menyebabkan cidera atau matinya orang lain dan
menyebabkan kerusakan fisik orang lain.”
19
“Melakukan kekerasan artinya mempergunakan tenaga atau kekuatan jasmani tidak kecil secara tidak sah, misalnya memukul dengan tangan
atau dengan segala macam senjata, menyepak, menendang dan sebagainya. Yang disamakan dengan kekerasan menurut pasal ini adalah membuat
orang menjadi pingsan atau tidak berdaya.” Kitab Undang-Undang Hukum Pidana tidak memberikan pengertian yang
otentik tentang apa yang dimaksud dengan kekerasan. Hanya dalam Pasal 89 KUHP disebutkan bahwa yang disamakan dengan melakukan kekerasan itu,
membuat orang menjadi pingsan atau tidak berdaya lagi lemah. Menurut R.Soesilo dalam Memorie van Toelichting MvT Pasal 89 KUHP dijelaskan
bahwa:
20
a. Pengrusakan terhadap barang.
Perlu diketahui bahwa melakukan kekerasan bukan hanya dilakukan terhadap orang saja tetapi penjelasan mengenai kekerasan juga dapat dilakukan dengan cara
sebagai berikut:
b. Penganiayaan terhadap hewan atau orang .
c. Melemparkan batu-batu kepada orang atau rumah.
d. Membuang-buang barang hingga berserakan dan lain sebagainya.
21
Berdasarkan uraian tersebut dapat disimpulkan bahwa objek kekerasan bukan hanya pada orang tetapi juga pada benda atau hewan. Dari uraian dan
pengertian diatas kejahatan kekerasan adalah suatu tindakan yang bertentangan dengan aturan hukum yang dapat memberi dampak negatif secara fisik,
emosional, dan psikologis terhadap orang yang menjadi sasaran.
22
19
Departemen Pendidikan Nasional. Kamus Besar Bahasa Indonesia KBBI. Jakarta: Sinar Global. 2009. Hal.343
20
Penjelasan Pasal 89 R.Soesilo. Kitab Undang-Undang Hukum Pidana KUHP. Bogor: Politeia. 1988. hal.98
21
Ibid.
22
Ray Pratama Siadari . Tindak Pidana Kekerasan dan Jenis-Jenisnya. http:raypratama.blogspot.com201202tindak-pidana-kekerasan-dan-jenis.html. Diakses Pada
Tanggal 08 Februari 2015. Pukul 21.38 WIB.
14 Barker mendefinisikan kekerasan adalah perilaku tidak layak yang
mengakibatkan kerugian atau bahaya secara fisik, psikologis, atau finansial, baik yang dialami individu maupun kelompok.
23
Richard J. Gelles dalam Encyclopedia Articlefrom Encarta, mengartikan kekerasan terhadap anak adalah perbuatan disengaja yang menimbulkan kerugian
atau bahaya terhadap anak-anak secara fisik maupun emosional. Istilah kekerasan anak meliputi berbagai macam bentuk tingkah laku, dari tindakan ancaman fisik
secara langsung oleh orang tua atau orang dewasa lainnya sampai kepada penelantaran kebutuhan-kebutuhan dasar anak.
Sedangkan, kekerasan terhadap anak adalah tindakan melukai yang berulang-ulang secara fisik dan emosional terhadap
anak yang ketergantungan, melalui desakan hasrat, hukuman badan yang tak terkendali, degradasi dan cemoohan permanen atau kekerasan seksual, biasanya
dilakukan pada orangtua atau pihak lain yang seharusnya merawat anak.
24
4. Pengertian Anak
Berdasarkan Kamus Besar Bahasa Indonesia KBBI, anak adalah keturunan kedua. Sesuai dengan hal yang tercantum dalam konsideran Undang-
undang No. 35 Tahun 2014 tentang Perlindungan Anak, dikatakan bahwa anak sebagai tunas, potensi, dan generasi muda penerus cita-cita perjuangan bangsa,
memiliki peran strategis, ciri dan sifat khusus sehingga wajib dilindungi dari segala bentuk perlakuan tidak manusiawi yang mengakibatkan terjadinya
pelanggaran hak asasi manusia. Konvensi Hak Anak KHA mendefinisikan “anak” secara umum sebagai
manusia yang umurnya belum mencapai 18 delapan belas tahun, namun
23
Abu Huraerah, Kekerasan Terhadap Anak, Bandung: Nuansa, 2006, hal. 36
24
Ibid.
15 diberikan juga pengakuan terhadap batasan umur yang berbeda yang mungkin
diterapkan dalam perundangan nasional.
25
Berdasarkan berbagai peraturan perundang-undangan Indonesia, tidak terdapat pengaturan yang tegas tentang kriteria anak. Lain peraturan perundang-
undangan, lain pula kriteria anak. Pasal 330 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata menentukan bahwa belum dewasa apabila belum mencapai umur 21 dua
puluh satu tahun dan tidak lebih dahulu telah kawin. Pasal 1 ayat 2 Undang- undang No. 4 Tahun 1979 tentang Kesejahteraan Anak menentukan bahwa anak
adalah seorang yang belum mencapai umur 21 dua puluh satu tahun dan belum pernah kawin. Pasal 1 ayat 1 Undang-undang Pokok Perburuhan Undang-
undang No. 12 Tahun 1948 menentukan bahwa anak adalah orang laki-laki atau perempuan berumur 14 empat belas tahun ke bawah. Menurut Hukum Adat
seseorang dikatakan belum dewasa bilamana seseorang itu belum menikah dan berdiri sendiri belum terlepas dari tanggung jawab orang tua. Hukum Adat
menentukan bahwa ukuran seseorang telah dewasa bukan dari umurnya, tetapi ukuran yang dipakai adalah dapat bekerja sendiri, cakap melakukan yang
disyaratkan dalam kehidupan masyarakat, dapat mengurus kekayaan sendiri. Oleh karena itu agar setiap anak kelak
mampu memikul tanggung jawab tersebut, maka ia perlu mendapat kesempatan yang seluas-luasnya untuk tumbuh dan berkembang secara optimal, baik fisik,
mental maupun sosial, dan berakhlak mulia, perlu dilakukan upaya perlindungan serta untuk mewujudkan kesejahteraan anak dengan memberikan jaminan
terhadap pemenuhan hak-haknya serta adanya perlakuan tanpa diskriminasi.
26
25
Unicef. Pengertian Konvensi Hak Anak. Jakarta:PT Enka Parahiyangan. 2003. hal. 3.
26
Maidin Gultom, Perlindungan Hukum Terhadap Anak, Bandung : PT Refika Aditama, 2008, hal 31-32
.
16 Betapa pentingnya posisi anak bagi bangsa ini, menjadikan kita harus
bersikap responsif dan progresif dalam menata peraturan perundang-undangan yang berlaku. Untuk menentukan batas usia dalam hal defenisi anak, maka akan
terdapat berbagai macam batasan usia anak mengingat beragamnya defenisi batasan usia anak dalam beberapa undang-undang, misalnya :
27
1. Undang-undang No. 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan, mensyaratkan
usia perkawinan 16 tahun bagi perempuan dan 19 tahun bagi laki-laki. 2.
Undang-undang No. 4 Tahun 1979 tentang Kesejahteraan Anak mendefenisikan anak adalah seseorang yang belum mencapai umur 21
tahun dan belum pernah kawin. 3.
Undang-undang No. 3 Tahun 1997 tentang Pengadilan Anak mendefenisikan anak adalah orang yang dalam perkara anak nakal
telah berusia delapan tahun, tetapi belum mencapai 18 tahun dan belum pernah kawin .
Undang-Undang No. 3 Tahun 1997 tentang Pengadilan Anak ini telah dirubah menjadi Undang-undang No. 11 Tahun 2012 tentang Sistem
Peradilan Pidana Anak dimana mendefenisikan anak telah berumur 12 tahun tetapi belum berumur 18 tahun dan membedakan anak dalam 3
kategori yaitu: a
Anak yang menjadi pelaku tindak pidana
28
b Anak yang menjadi korban tindak pidana
,
29
c Anak yanag menjadi saksi tindak pidana.
,dan
30
27
M Nasir Djamil, Anak Bukan Untuk Dihukum, Jakarta:Sinar Grafika, 2013, hal 9-10
28
Pasal 1 angka 3 Undang-undang No. 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana anak
29
Pasal 1 angka 4 Undang-undang No. 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana anak
17 4.
Undang-undang No. 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia menyebutkan bahwa anak adalah seseorang yang belum berusia 18
tahun dan belum pernah kawin. 5.
Undang-undang No. 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan membolehkan usia bekerja 15 tahun.
6. Undang-undang No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan
Nasional memberlakukan wajib belajar 9 sembilan tahun, yang dikonotasikan menjadi anak berusia 7 sampai 15 tahun.
Berbagai macam defenisi tersebut, menunjukkan adanya disharmonisasi perundang-undangan yang ada. Sehingga, pada praktiknya di lapangan akan
banyak kendala yang terjadi akibat dari perbedaan tersebut. Sementara itu, mengacu pada Konvensi PBB tentang Hak Anak Convention on the Right of the
Child, maka defenisi anak : “Anak berarti setiap manusia di bawah umur 18 tahun, kecuali menurut undang-undang yang berlaku pada anak, kedewasaan
dicapai lebih awal”. Untuk itu Undang-undang No. 23 Tahun 2002 yang telah di rubah menjadi Undang-undang No. 35 Tahun 2014 tentang Perlindungan Anak
memberikan defenisi anak adalah seseorang yang belum berusia 18 delapan belas tahun, termasuk anak yang masih dalam kandungan.
31
F. Metode Penulisan
Metode penelitian menurut Soerjono Soekanto mempunyai peranan dalam penelitian adalah sebagai berikut:
1. Menambah kemampuan para ilmuwan untuk mengatakan atau
melaksanakan penelitian secara lebih baik atau lebih lengkap.
30
Pasal 1 angka 5 Undang-undang No. 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana anak
31
M Nasir Djamil,.Op.Cit.hal.10.
18 2.
Memberikan kemungkinan yang lebih besar untuk melakukan penelitian interdisipliner.
3. Memberikan kemungkinan yang lebih besar untuk meneliti hal-hal yang
belum diketahui. 4.
Memberikan pedoman untuk mengorganisasikan serta mengintegrasikan pengetahuan.
32
Pengumpulan data dan informasi untuk penulisan skripsi ini telah dilakukan melalui pengumpulan data-data yang diperlukan untuk dapat mendukung
penulisan skripsi ini sehingga hasil yang diperoleh dapat dipertanggungjawabkan secara ilmiah. merampungkan penyajian skripsi ini agar dapat memenuhi kriteria
sebagai tulisan ilmiah diperlukan data yang relevan dengan skripsi ini. Dalam upaya pengumpulan data yang diperlukan itu, maka penulisan skripsi ini metode
yang dipakai adalah sebagai berikut: 1.
Jenis Penelitian Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian
hukum normatif yakni merupakan penelitian yang dilakukan dan ditujukan pada berbagai peraturan perundang-undangan tertulis dan berbagai literatur yang
berkaitan dengan permasalahan dalam skripsi law in book. Penelitian hukum normatif disebut juga dengan penelitian doktrinal doctrinal research atau hukum
dikonsepkan sebagai kaedah atau norma yang merupakan patokan perilaku manusia yang dianggap pantas.
33
2. Data dan Sumber Data
32
Soerjono Soekanto, Metode Penelitian Hukum, Jakarta:UI Press, 1988, hlm. 15.
33
Amiruddin dan Zainal Asikin, Pengantar Metode Penelitian Hukum, Jakarta:Rajawali Pers, 2006, hlm. 118
19 Penulisan skripsi ini, menggunakan data skunder yang meliputi bahan
hukum primer, bahan hukum skunder dan bahan hukum tersier. a.
Bahan hukum primer yaitu bahan hukum yang telah ada dan berhubungan dengan skripsi ini yakni berbagai peraturan perundang-
undangan yang berkaitan dengan skripsi ini yaitu berupa Undang- Undang Dasar 1945, Kitab Undang-Undang Hukum Pidana dan
perundang-undangan lainnya b.
Bahan hukum skunder yakni bahan yang memberikan penjelasan mengenai bahan hukum primer, seperti dokumen-dokumen yang
merupakan informasi dan artikel-artikel yang berkaitan dengan eksistensi Putusan Pengadilan Negeri Tangerang Nomor.
1617Pid.Sus2014PN.TNG melalui jurnal-jurnal hukum, karya tulis ilmiah, dan beberapa sumber dari internet yang berkaitan dengan
persoalan yang diangkat dalam skripsi ini. c.
Bahan hukum tersier adalah bahan hukum yang memberikan petunjuk atau penjelasan terhadap bahan hukum primer dan skunder sperti
Kamus Hukum dan Ensiklopedia. 3.
Metode Pengumpulan Data Dalam pengumpulan data penulis menggunakan metode Library research
Penelitian Kepustakaan yakni dengan melakukan penelitian dari berbagai sumber bacaan seperti buku-buku, majalah-majalah, pendapat para sarjana dan
juga bahan-bahan kuliah maupun bahan bacaan lainnya yang berhubungan dengan penulisan skripsi ini, yang merupakan data skunder. Adapun data skunder yang
digunakan dalam penulisan skripsi ini antara lain berasal dari buku-buku milik
20 pribadi maupun pinjaman dari perpustakaan, artikel-artikel baik yang diambil dari
media cetak maupun elektronik, dokumen-dokumen pemerintah, termasuk Peraturan Perundang-Undangan.
34
a. Melakukan inventarisasi hukum positif dan bahan-bahan hukum lainnya
yang relevan dengan objek penelitian. Tahap-tahap pengumpulan data melalui studi
pustaka adalah sebagai berikut:
b. Melakukan penelusuran kepustakaan melalui artikel-artikel media cetak
maupun elektronik, dokumen-dokumen pemerintah dan peraturan perundang-undangan.
c. Mengelompokkan data-data yang relevan dengan permasalahan.
d. Menganalisa data-data yang relevan tersebut untuk menyelesaikan
masalah yang menjadi objek penelitian. 4.
Analisis Data Tahap-tahap dari analisis data pada penelitian yuridis normatif adalah
sebagai berikut:
35
a. Merumuskan asas-asas hukum, baik dari data sosial maupun dari data
hukum positif. b.
Merumuskan pengertian-pengertian hukum. c.
Pembentukan standar-standar hukum. d.
Perumusan kaidah-kaidah hukum. Data skunder yang telah diperoleh melalui studi pustaka dikumpulkan lalu
dianalisis dengan metode dengan menggunakan metode deduktif dan induktif. Metode deduktif dilakukan dengan membaca, menafsirkan dan membandingkan
34
Burhan Ashofa, Metode Penelitian Hukum, Jakarta: Rieneka Cipta, 1996, hlm.59
35
Amiruddin H. Zainal Asikin, Pengantar Metode Penelitian Hukum, Jakarta:PT.Raja Grafindo Persada, 2004, hlm. 30
21 sedangkan metode induktif dilakukan dengan menerjemahkan berbagai sumber
yang berhubungan dengan topik skripsi ini, sehingga diperoleh kesimpulan yang sesuai dengan tujuan penelitian yang telah dirumuskan.
G. Sistematika Penulisan