8
C. Tujuan dan Manfaat Penulisan
1. Tujuan Penulisan
Tujuan yang ingin dicapai dari penulisan skripsi ini adalah: a
Untuk mengetahui ketentuan hukum mengenai pertanggungjawaban pidana terhadap pemilik panti asuhan yang melakukan kekerasan
terhadap anak menurut peraturan perundang-undangan di Indonesia. b
Untuk mengetahui pertimbangan hakim terhadap penerapan sanksi pidana dalam Putusan Pengadilan Tangerang No. 1617Pid.sus
2014PN.TNG terhadap kekerasan oleh pihak panti asuhan. c
Untuk mengetahui landasan hakim dalam memberikan sanksi pidana kepada pemilik yayasan yang melakukan kekerasan.
2. Manfaat Penulisan
Adapun manfaat yang ingin dicapai dalam penulisan skripsi ini adalah:
a. Manfaat Teoritis
Secara teoritis diharapkan pembahasan terhadap permasalahan yang diajukan dapat menambah wawasan dan ilmu Pengetahuan dalam bidang
Hukum pada umumnya dan Hukum pidana pada khususnya.
b. Manfaat Praktis
Secara praktis dalam pembahasan ini diharapkan dapat menjadi bahan masukan bagi pemerintah, lembaga-lembaga sosial, masyarakat, maupun
para orang tua dalam memberikan perlindungan terhadap anak, khususnya dalam memberikan hak-hak anak sebagaimana yang diamanatkan Undang-
Undang Perlindungan Anak. Sehingga mengurangi kekerasan yang terjadi
pada anak-anak di lembaga sosial yang ada.
9
D. Keaslian Penulisan
Berdasarkan hasil pemeriksaan dan hasil pemeriksaan dan hasil penelitian
yang ada, penelitian mengenai Pertanggungjawaban Pidana Pengurus Panti Asuhan Terhadap Kekerasan Yang Terjadi Pada Anak Panti Studi Putusan
Pengadilan Negeri Klas I.A Khusus Tangerang No. 1617 Pid . Sus 2014 PN . TNG
belum pernah dilakukan dalam topik dan pembahasan yang sama. Penelitian terhadap judul skripsi ini juga telah diperiksa oleh pihak perpustakaan
Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara, judul skripsi ini belum pernah dikemukakan dan permasalahan yang diajukan juga belum pernah diteliti.
Oleh karena itu, penulisan skripsi ini dapat dikatakan masih “asli” sesuai dengan asas-asas keilmuan yang jujur, rasional, objektif, serta terbuka sehingga
keabsahannya dapat dipertanggungjawabkan secara ilmiah.
E. Tinjauan Pustaka
1. Pengertian Pertanggungjawaban Pidana
Azas pertanggungjawaban dalam hukum pidanaialah tidak dipidana jika tidak ada kesalahan Geen straf zonder schuld; Actus non facit reum nisi mens sir
rea. Azas ini tidak tersebut dalam hukum tertulis tapi dalam hukum yang tak tertulis yang juga di Indonesia berlaku. Pertanggungjawaban tanpa adanya
kesalahan dari pihak yang melanggar, dinamakan leer van het materiele feit fait materielle. Dahulu dijalankan atas pelanggaran tapi sejak adanya arrest susu dari
H.R 1961 Nederland, hal itu ditiadakan.
12
Menurut Moeljatno orang tidak mungkin dipertanggungjawabkan dijatuhi pidana kalau tidak melakukan perbuatan pidana.
13
12
Moeljatno, Asas – Asas Hukum Pidana, Jakarta:Rineka, 2002 hlm.153
13
Ibid. hlm. 155
10 Pertanggungjawaban pidana dalam istilah asing tersebut juga dengan
teorekenbaardheid atau criminal responsibility yang menjurus kepada pemidanaan petindak dengan maksud untuk menentukan apakah seseorang
terdakwa atau tersangka dipertanggung jawabkan atas suatu tindakan pidana yang terjadi atau tidak.
14
1. Kemampuan bertanggung jawab atau dapat dipertanggungjawabkan
dari si pembuat. Berdasarkan hal tersebut maka pertanggungjawaban pidana atau kesalahan
menurut hukum pidana, terdiri atas tiga syarat yaitu :
2. Adanya perbuatan melawan hukum yaitu suatu sikap psikis si pelaku
yang berhubungan dengan kelakuannya yaitu : Disengaja dan Sikap kurang hati-hati atau lalai.
3. Tidak ada alasan pembenar atau alasan yang menghapuskan
pertanggung jawaban pidana bagi si pembuat. Pertanggungjawaban pidana ini tidak hanya bagi orang, tetapi juga berlaku
bagi badan hukum. Karena badan hukum ini tidak berbuat secara langsung mempertanggungjawabkan perbuatannya, pertanggungjawaban dikenakan kepada
orang yang mewakilinya.
15
Pertanggungjawaban pidana mensyaratkan pelaku mampu bertanggungjawab. Seseorang yang tidak dapat dikenakan pertanggungjawaban
pidana tidak dapat dimintakan pertanggungjawaban pidana. KUHP menentukan masalah kemampuan bertanggungjawab dihubungkan dengan Pasal 44 KUHP.
14
http:saifudiendjsh.blogspot.com200908pertanggungjawaban-pidana.html. Diakses
Pada Tanggal 09 Februari 2015. Pukul 09.32WIB.
15
Hakim Rahmat, Hukum Pidana Islam Fiqih Jinayah,. Bandung : CV. Pustaka Setia, 2000, hal.175
11 Pasal 44 KUHP menentukan “barang siapa melakukan perbuatan yang tidak dapat
dipertanggungjawabkan kepadanya, karena jiwanya cacat dalam tubuhnya atau jiwanya yang terganggu karena penyakit. Maka berdasarkan pasal tersebut
kemampuan bertanggungjawab harus ada kemampuan untuk membedakan antara perbuatan yang baik dan yang buruk sesuai dengan ketentuan hukum karena
tindakan tersebut menyangkut aspek moral dan kejiwaan.
2. Pengertian Panti Asuhan