46 sehingga terjaminlah hak kemerdekaan diri pribadi orang. Contohnya, kasus
pencabulan yang terjadi pada anak dapat dikenakan sanksi pidana berdasarkan Pasal 81 UU No. 35 Tahun 2014 tentang Perlindungan Anak.
Pasal 81 Undang-undang No.35 Tahun 2014 tentang Perubahan Atas Undang-Undang No. 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak menyebutkan:
1 Setiap orang yang melanggar ketentuan dalam Pasal 76D dipidana
dengan pidana penjara paling singkat 5 lima tahun dan paling lama 15 lima belas tahun dan denda paling banyak Rp.5.000.000.000,- lima
miliar rupiah.
2 Ketentuan ini berlaku juga bila pelaku menggunakan tipu muslihat,
serangkaian kebohongan atau membujuk anak melakukkan persetubuhan dengannya atau orang lain.
3 Tindak pidana yang dimaksud ayat 1 dilakukan orang tua, wali,
pengasuh anak, pendidik atau tenaga kependidikan maka pidananya ditambah 13 dari ancaman pidana yang terdapat dalam ayat 1.
Berdasarkan perumusan dan uraian diatas baik dalam KUH Pidana maupun di dalam UU No.23 Tahun 2003 tentang Perlindungan Anak, diperoleh suatu
kesimpulan bahwa yang menjadi subjek tindak pidana tersebut pastilah anak-anak tetapi tidak menutup kemungkinan bahwa anak juga bisa menjadi pelakunya.
Maka, seseorang yang melakukan tindakan kekerasan pada anak dapat dijatuhi pidana berdasarkan Undang-undang No. 35 tahun 2014 Pasal 80, Pasal 81 dan
Pasal 82 yang bertujuan untuk memberikan perlindungan hukum dan menjamin kesejahteraan anak.
2. Berdasarkan Undang-Undang No. 23 Tahun 2014 tentang Penghapusan
Kekerasan Dalam Rumah Tangga Sanksi adalah alat pemaksa agar seseorang menaati norma-norma yang
berlaku. Norma atau kaidah hukum bertujuan agar tercapai kedamaian dalam kehidupan bersama, dimana kedamaian berarti suatu keserasian antara ketertiban
dengan ketentraman atau keserasian antara keterikatan dengan kebebasan. Itulah
47 yang menjadi tujuan hukum, sehingga tugas hukum adalah tidak lain dari
mencapai suatu keserasian antara kepastian hukum dengan kesebandingan hukum. Sanksi dijatuhkan kepada seseorang yang melanggar norma seperti yang
disebutkan diatas, dimana pelanggaran yang dilakukan dapat berupa tindak pidana yang berupa kekerasan dan tindak pidana kesusilaan. Sebagaimana yang diatur
dalam Undang-undang No.23 Tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga yang bertujuan untuk mencegah, melindungi korban dan
menindak pelaku kekerasan dalam rumah tangga. Maka ketika terjadi suatu tindak pidana kekerasan dalam rumah tangga terhadap pelakunya dapat dijatuhi
sanksi pidana sebagaimana ketentuan pidana tersebut diatur dalam Bab VIII Pasal 44 sd Pasal 49 yaitu sebagai berikut:
a Melakukan perbuatan kekerasan fisik dalam lingkup rumah tangga
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 huruf a dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 lima tahun atau denda paling banyak Rp.
15.0000.000,- lima belasjuta rupiah ; b
Melakukan perbuatan fisik yang mengakibatkan korban mendapat jatuh sakit atau luka berat, dipidana dengan pidana penjara paling lama 10
sepuluh tahun atau denda paling banyak Rp. 30.000.000,- tiga puluh juta rupiah;
c Perbuatan yang dimaksud point b mengakibatkan matinya korban,
dipidana penjara paling lama 15 lima belas tahun atau denda paling banyak Rp. 45.000.000,- empat puluh lima juta rupiah;
d Perbuatan yang terdapat dalam point a dilakukan oleh suami terhadap
isteri atau sebaliknya yang tidak menimbulkan penyakit atau halangan
48 untuk menjalankan pekerjaan jabatan atau mata pencaharian atau
kegiatan sehari-hari, dipidana dengan pidana penjara paling lama 4 empat bulan atau denda paling banyak Rp.5.000.000,- lima juta
rupiah; e
Melakukan perbuatan kekerasan psikis dalam lingkup rumah tangga sebagaimana dimaksud pada Pasal 5 huruf b dipidana dengan pidana
penjara paling lama 3 tiga tahun atau denda paling banyak Rp. 9.000.000,- sembilan juta rupiah;
f Perbuatan yang terdapat dalam point e dilakukan oleh suami terhadap
isteri atau sebaliknya yang tidak menimbulkan penyakit atau halangan untuk menjalankan pekerjaan jabatan atau mata pencaharian atau
kegiatan sehari-hari, dipidana dengan pidana penjara paling lama 4 empat bulan atau denda paling banyak Rp.3.000.000,- tiga juta
rupiah; g
Melakukan perbuatan kekerasan seksual sebagaimana yang dimaksud dalam Pasal 8 huruf a dipidana dengan penjara paling lama 12 dua
belas tahun atau denda paling banyak Rp.36.000.000,- tiga puluh enam juta rupiah;
h Memaksa orang yang menetap dalam rumah tangganya melakukan
hubungan seksual sebagaimana dimaksud dalam Pasal8 huruf b dipidana dengan pidana penjara paling singkat 4 empat tahun dan pidana
penjara paling lama 15 lima belas tahun atau denda paling sedikit Rp. 12.000.000,- dua belas juta rupiah atau denda paling banyak Rp.
300.000.000,- tiga ratus juta rupiah;
49 i
Dalam hal perbuatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 46 dan Pasal 47 mengakibatkan korban mendapat luka yang tidak memberi harapan
akan sembuh, mengalami gangguan daya pikir atau kejiwaan sekurang- kurangnya selama 4 empat minggu terus menerus atau 1 satu tahun
tidak berturut-turut, gugur atau matinya janin dalam kandungan, atau mengakibatkan tidak berfungsinya alat reproduksi dipidana dengan
pidana penjara paling singkat 5 tahun dan pidana penjara paling lama 20 tahun atau denda paling sedikit Rp. 25.000.000,- dan denda paling
banyak Rp. 500.000.000,- lima ratus juta rupiah. j
Dipidana penjara paling lama 3 tiga tahun atau denda paling banyak Rp.15.000.000,-lima belas juta rupiah bagi orang yang menelantarkan
orang lain dalam lingkup rumah tangganya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat 1 dan ayat 2.
Berdasarkan undang-undang ini yang dikatakan korban adalah orang yang mengalami kekerasan danatau ancaman kekerasan dalam lingkup
rumah tangga. Dalam pasal 2 ayat 1 point a, lingkup rumah tangga dalam Undang-undang
No. 23 Tahun 2004 meliputi suami, istri dan anak. Dengan demikian, penerapan dalam undang-undang ini terhadap kasus-kasus yang berhubungan dengan
kekerasan dan tindak pidana kesusilaan terhadap anak dinilai sudah selayaknya. Karena Undang-undang No. 23 Tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan
Dalam Rumah Tangga ini memberikan perlindungan yang ditujukan untuk memberikan rasa aman kepada korban kekerasan khususnya kekerasan yang
terjadi pada anak.
50 Namun sayangnya penerapan undang-undang ini dalam hal kualifikasi anak
sebagai korban, masih hanya dilihat dari bentuk ikatan darah anak kandung dan ikatan yuridis yang mengikat seseorang menjadi orang tua dan anak, yaitu
perkawinan anak tiri dan pengangkatan anak anak angkat.
64
64
Prayudi Guse.Berbagai Tindak Pidana Kekerasan Dalam Rumah Tangga. Yogyakarta: Merkid Press. 2012. Hal. 16
Jadi, untuk anak- anak yang berada di panti asuhan dalam undang-undang ini pengaturan mengenai
hal tersebut belum diatur secara khusus.
51
BAB III PENERAPAN SANKSI PIDANA TERHADAP PEMILIK PANTI ASUHAN
DALAM PUTUSAN PENGADILAN TANGERANG No.1617Pid.Sus2014PN.TNG
A. Posisi Kasus