Masyarakat Tionghoa di Indonesia

BAB IV SUMPIT DALAM KEBUDAYAAN TIONGHOA

4.1 Masyarakat Tionghoa di Indonesia

Minoritas Tionghoa di Indonesia sering dianggap sebagai kelompok yang homogen, padahal mereka adalah kelompok yang heterogen. Namun, sebagai minoritas orang Tionghoa di Indonesia masih sangat kentara. Secara kebudayaan, peranakan Tionghoa telah cukup berbaur akan tetapi mereka masih tidak diterima sebagai bagian dari bangsa Indonesia. Hal ini Universitas Sumatera Utara karena bangsa Indonesia diartikan oleh Negara secara sempit. Hanya pribumi yang bisa diterima sebagai bagian dari bangsa Indonesia. Padahal, pada masa lalu banyak pemimpin Indonesia yang pribumi berpendapat bahwa konsep bangsa itu adalah konsep budaya dan politik bukan ras. Peninjauan sejarah pemikiran politik minoritas Tionghoa di Indonesia menunjukkan bahwa persepsi orang Tionghoa tentang posisi mereka di Indonesia pun berubah sesuai dengan perubahan masyarakat Tionghoa dan tuntutan zaman. Indonesia adalah sebuah negara kebangsaan yang dibentuk berdasarkan realitas sosial, yaitu terdiri dari berbagai macam etnik, budaya, dan agama. Indonesia menerapkan konsep bhineka tunggal ika walau berbeda-beda namun tetap satu juga. Dalam konteks yang demikian orang Tionghoa diberikan hak-haknya untuk tinggal menetap dan menjadi warga negara Indonesia WNI. Namun realitas sosial juga ada semacam arahan polarisasi politis kepada warga keturunan Tionghoa ini. Mereka diupayakan bergerak di bidang ekonomi saja bukan ke politik dan pertahanan negara. Namun demikian, beberapa kalangan di antara orang Tionghoa di Indonesia menduduki posisi menteri baik masa Orde Lama, Orde Baru, dan Orde Reformasi. Claudine Salmon bersama Denys Lombart dalam bukunya yang berjudul Kelenteng- kelenteng Masyarakat Tionghoa di Jakarta Les Chinois de Jakarta-Temple et Vie Collective antara lain mendeskripsikan orang Tionghoa sudah terdapat di pesisir utara Jawa Barat, jauh sebelum orang Belanda datang ke Indonesia. Orang Tionghoa yang berada di Indonesia tersebut, tidak merupakan satu kelompok yang berasal dari satu daerah di Cina, tetapi terdiri dari beberapa suku bangsa yang kebanyakan berasal dari Provinsi Fu Kien dan Kwangtung 1986:15 Universitas Sumatera Utara Menurut Vasanty, orang Tionghoa yang ada di Indonesia, sebenarnya terdiri dari berbagai suku bangsa etnik, kadang ditulis juga etnis yang ada di Negeri Cina. Umumnya mereka berasal dari dua Propinsi yaitu Fukien dan Kwangtung, yang sangat terpencar daerah- daerahnya. Setiap imigran Tionghoa ke Indonesia membawa kebudayaan suku bangsanya masing-masing bersama dengan bahasanya. Para imigran Tionghoa yang tersebar di Indonesia ini mulai datang sekitar abad keenam belas sampai kira-kira pertengahan abad kesembilan belas, yang sebagian besar bersuku Hokkien. Mereka berasal dari provinsi Fukien bagian selatan. Daerah ini merupakan daerah yang sangat penting dalam pertumbuhan dagang orang Cina ke seberang lautan. Orang Hokkien dan keturunannya telah banyak berasimilasi dengan orang Indonesia, sebagian besar terdapat di Indonesia Timur, Jawa Tengah, dan pantai barat Sumatera 1982:346. Selain itu, imigran Tionghoa lainnya adalah suku bangsa Teo-Chiu yang berasal dari pantai selatan Negeri Cina di daerah pedalaman Swatow di bagian timur Provinsi Kwangtung. Orang Teo-Chiu dan Hakka Khek disukai sebagai pekerja di perkebunan dan pertambangan di Sumatera Timur, Bangka, dan Biliton Belitung. Walaupun orang Hakka merupakan suku bangsa Cina yang paling banyak merantau ke seberang lautan, mereka bukan suku bangsa maritim. Pusat daerah mereka adalah Provinsi Kwangtung yang terutama terdiri dari daerah gunung-gunung kapur yang tandus. Orang Hakka merantau karena terpaksa atas kebutuhan mata pencaharian hidup. Selama berlangsungnya gelombang-gelombang imigrasi dari tahun 1850 sampai 1930, orang Hakka adalah orang yang paling miskin di antara para perantau Tionghoa. Mereka bersama orang Teo-Chiu dipekerjakan di Indonesia untuk mengeksploitasi sumber-sumber mineral sehingga sampai sekarang orang Hakka mendominasi masyarakat Universitas Sumatera Utara Tionghoa di distrik tambang-tambang emas lama di Kalimantan Barat, Sumatera, Bangka, dan Belitung. Sejak akhir abad kesembilan belas, orang Hakka mulai bermigrasi ke Jawa Barat, karena tertarik dengan perkembangan Kota Jakarta dan karena dibukanya daerah Priangan bagi pedagang Tionghoa. Di sebelah barat dan selatan daerah asal orang Hakka di Provinsi Kwangtung tinggallah orang-orang Kanton Kwong Fu. Serupa dengan orang Hakka, orang Kanton terkenal di Asia Tenggara sebagai buruh pertambangan. Mereka bermigrasi pada abad kesembilan belas ke Indonesia. Sebagian besar tertarik oleh tambang-tambang timah di Pulau Bangka. Umumnya mereka datang dengan modal yang lebih besar dibanding orang Hakka dan mereka datang dengan keterampilan teknik dan pertukangan yang tinggi. Di Indonesia, mereka dikenal sebagai ahli dalam pertukangan, pemilik tokoh-tokoh besi, dan industri kecil. Orang Kanton ini lebih tersebar merata di seluruh kepulauan Indonesia dibanding orang Hokkien, Kwong Fu, Teo-Chiu, atau Hakka. Jadi, orang Tionghoa merantau di Indonesia ini paling sedikitnya ada empat suku bangsa seperti terurai di atas 1982:347.

4.2 Masyarakat Tionghoa di Kota Medan