Sumpit digunakan di banyak negara di seluruh dunia untuk menikmati makanan khas Asia Timur. Di beberapa negara Asia Tenggara, terutama Cina, sumpit merupakan alat makan
utama yang sama pentingnya seperti sendok dan garpu.
2.2 Landasan Teori
2.2.1 Teori Fungsionalisme
Teori merupakan alat terpenting dari suatu pengetahuan. Tanpa teori hanya ada pengetahuan tentang serangkaian fakta saja, tetapi tidak akan ada ilmu pengetahuan
Koentjaraningrat, 1973:10. Teori adalah landasan dasar keilmuan untuk menganalisis berbagai fenomena. Teori adalah rujukan utama dalam memecahkan masalah penelitian
didalam ilmu pengetahuan. Untuk melihat fungsi dan makna Sumpit pada Masyarakat Tionghoa, penulis
menggunakan teori fungsionalisme dan semioitik. Dimana Teori fungsionalisme adalah salah satu teori yang dipergunakan dalam ilmu sosial, yang menekankan pada saling
ketergantungan antara institusi-institusi pranata-pranata dan kebiasaan-kebiasaan pada masyarakat tertentu. Analisis fungsi menjelaskan bagaimana susunan sosial didukung oleh
fungsi institusi-institusi seperti: negara, agama, keluarga, aliran, dan pasar terwujud. Teori fungsionalisme dalam ilmu Antropologi mulai dikembangkan oleh seorang
pakar yang sangat penting dalam sejarah teori antropologi, yaitu Bronislaw Malinowski 1884-1942. Ia lahir di Cracow, Polandia, sebagai putera keluarga bangsawan Polandia.
Ayahnya adalah guru besar dalam Ilmu Sastra Slavik. Jadi tidak mengherankan apabila Malinowski memperoleh pendidikan yang kelak memberikannya suatu karier akademik juga.
Universitas Sumatera Utara
Tahun 1908 ia lulus Fakultas Ilmu Pasti dan Alam dari Universitas Cracow. Yang menarik, selama studinya ia gemar membaca buku mengenai folkor dan dongeng-dongeng rakyat,
sehingga ia menjadi tertarik kepada ilmu psikologi. Ia kemudian belajar psikologi kepada Profesor W. Wundt, di Leipzig, Jerman Koentjaraningrat, 1987:160.
Ia kemudian mengembangkan suatu kerangka teori baru untuk menganalisis fungsi kebudayaan manusia, yang disebutnya dengan teori fungsionalisme kebudayaan atau a
functional theory of culture. Ia kemudian mengambil keputusan untuk menetap di Amerika Serikat, ketika ia menjadi guru besar Antropologi di University Yale tahun 1942. Sayang
tahun itu ia juga meninggal dunia. Buku mengenai fungsional yang baru yang telah ditulisnya, diredaksi oleh muridnya H. Crains dan menerbitkannya dua tahun selepas itu
Malinowski:1944. Bagi Malinowski T.O. Ihromi, 2006, mengajukan sebuah orientasi teori yang
dinamakan fungsionalisme, yang beranggapan atau berasumsi bahwa, “semua unsur kebudayaan bermanfaat bagi masyarakat dimana unsur itu terdapat”. Dengan kata lain,
pandangan fungsionalisme terhadap kebudayaan mempertahankan bahwa setiap pola kelakuan yang sudah menjadi kebiasaan, setiap kepercayaan dan sikap yang merupakan
bagian dari kebudayaan dalam suatu masyarakat, memenuhi beberapa fungsi mendasar dalam kebudayaan yang bersangkutan. Menurut Malinowski,
“...fungsi dari satu unsur budaya adalah kemampuannya untuk memenuhi beberapa kebutuhan dasar atau beberapa kebutuhan yang timbul dari kebutuhan dasar yaitu
kebutuhan sekunder dari para warga suatu masyarakat. Kebutuhan pokok adalah seperti makanan, reproduksi melahirkan keturunan, merasa enak badan bodily
comfort, keamanan, kesantaian, gerak dan pertumbuhan. Beberapa aspek dari kebudayaan memenuhi kebutuhan-kebutuhan dasar itu. Dalam pemenuhan kebutuhan
dasar itu, muncul kebutuhan jenis kedua derived needs, kebutuhan sekunder yang harus juga dipenuhi oleh kebudayaan.”
Universitas Sumatera Utara
Pemikiran Malinowski mengenai syarat-syarat metode geografi berintegrasi secara fungsional yang dikembangkannya dalam kuliah-kuliahnya tentang metode-metode penelitian
lapangan dalam masa penulisannya ketiga buku etnografi mengenai kebudayaan Trobriand selanjutnya, menyebabkan bahwa konsepnya mengenai fungsi sosial dari adat, tingkah laku
manusia, dan pranata-pranata sosial menjadi mantap juga. Dalam hal itu ia membedakan antara fungsi sosial dalam tiga tongkat abstraksi Koentjaraningrat, 1987:167, yaitu:
1. Fungsi sosial dari suatu adat, pranata sosial atau unsur kebudayaan pada tingkat
abstraksi pertama mengenai pengaruh atau efeknya, terhadap adat, tingkah laku manusia dan pranata sosial yang lain dalam masyarakat;
2. Fungsi sosial dari suatu adat, pranata sosial atau unsur kebudayaan pada tingkat
abstraksi kedua mengenai pengaruh atau efeknya, terhadap kebutuhan suatu adat atau pranata lain untuk mencapai maksudnya, seperti yang dikonsepsikan oleh
warga masyarakat yang bersangkutan;
3. Fungsi sosial dari suatu adat, pranata sosial atau unsur kebudayaan pada tingkat
abstraksi ketiga mengenai pengaruh atau efeknya, terhadap kebutuhan mutlak untuk berlangsungnya secara integrasi dari suatu sistem sosial yang tertentu.
Contohnya: unsur kebudayaan yang memenuhi kebutuhan akan makanan menimbulkan kebutuhan sekunder yaitu kebutuhan untuk kerja sama dalam pengumpulan makanan atau
untuk produksi; untuk ini masyarakat mengadakan bentuk-bentuk organisasi politik dan pengawasan sosial yang menjamin kelangsungan kewajiban kerja sama tersebut di atas. Jadi
Universitas Sumatera Utara
menurut pandangan Malinowski tentang kebudayaan, semua unsur kebudayaan akhirnya dapat dipandang sebagai hal yang memenuhi kebutuhan dasar para warga masyarakat.
Seperti Malinowski, Arthur Reginald Radcliffe-Brown 1881-1955, seorang ahli lain dalam antropologi sosial berdasarkan teorinya mengenai perilaku manusia pada konsep
fungsionalisme. Tapi berlainan dengan Malinowski, Radcliffe-Brown T.O.Ihromi, 2006 mengatakan,
“...bahwa berbagai aspek perilaku sosial, bukanlah berkembang untuk memuaskan kebutuhan individual, tapi justru timbul untuk mempertahankan struktur sosial
masyarakat. Struktur sosial dari suatu masyarakat adalah seluruh jaringan dari hubungan-hubungan sosial yang ada.”
Radcliffe-Brown Koentjaraningrat, 1987:175 hanya mengandung deskripsi mengenai organisasi sosial secara umum, tidak mendetail, dan agak banyak membuat
bahan mengenai upacara keagamaan, keyakinan keagamaan, dan mitologi. Metodologi deskripsi tersebut dengan sengaja dan sadar dipergunakan Radcliffe-
Brown, dan dapat dirumuskan mengenai upacara budaya Koentjaraningrat, 1987, sebagai berikut:
1. Agar suatu masyarakat dapat hidup langsung, maka harus ada suatu sentimen
dalam jiwa para warganya yang merangsang mereka untuk berperilaku sosial dengan kebutuhan masyarakat;
2. Tiap unsur dalam sistem sosial dan tiap gejala atau benda yang dengan
demikian mempunyai efek pada solidaritas masyarakat, menjadi pokok orientasi dari sentimen tersebut;
Universitas Sumatera Utara
3. Sentimen itu dalam pikiran individu warga masyarakat sebagai akibat
pengaruh hidup masyarakat;
4. Adat-istiadat upacara adalah wahana dengan apa sentimen-sentimen itu dapat
diekspresikan secara kolektif dan berulang-ulang pada saat-saat tertentu;
5. Ekspresi kolektif dari sentimen memelihara intensitas-intensitas itu dalam jiwa
warga masyarakat, dan bertujuan meneruskannya kepada warga-warga dalam generasi berikutnya 1922: 233-234.
Radcliffe-Brown kemudian menyarankan untuk memakai istilah “fungsi sosial” untuk menyatakan efek dari suatu keyakinan, adat, atau pranata, kepada solidaritas sosial dalam
masyarakat itu, dan ia merumuskan bahwa: “...the social function of the ceremonial customs of the Andaman Islanders is to transmit from one generation to another the emotional
dispositions on which the society as it constituted depends for its existence.” Radcliffe-Brown juga memiliki teori yang sama dengan Malinowski yaitu teori
fungsionalisme. Menurut beliau lebih menekankan teori fungsionalisme struktural, ia mengatakan, “...bahwa berbagai aspek perilaku sosial, bukanlah berkembang untuk
memuaskan kebutuhan individual, tapi justru timbul untuk mempertahankan struktur sosial masyarakat dan struktur sosial masyarakat adalah seluruh jaringan dari hubungan-hubungan
sosial yang ada”.
2.2.2 Teori Semiotik