9. Kendali Perusahaan Jika perusahaan hanya memperluas ushanya dari pembiayaan intern
maka pembayaran dividen akan berkurang. Kebijakan ini dijalankan atas pertimbangan bahwa menambah modal dengan menjual saham biasa akan
mengurangi pengendalian atas perusahaan itu oleh golongan pemegang saham yang kini sedang berkuasa.
10. Keputusan Kebijakan Dividen Hampir semua perushaan ingin mempertahankan dividen per saham
pada tingkat yang konstan. Tetapi naiknya dividen selalu terlambat dibandingkan dengan naiknya keuntungan. Artinya dividen itu baru akan
dinaikkan jika sudah jelas bahwa meningkatnya keuntungan itu benar- benar mantap dan nampak sudah cukup permanen. Jika keuntungan
merosot, tingkat dividen yang baru itu sementara akan tetap dipertahankan, sampai betul-betul menjadi jelas bahwa keuntungannya
memang tak mungkin pulih kembali.
E. Harga Saham
Di negara maju yang pasar sahamnya sudah efisien dan persentase saham publik sudah cukup signifikan, harga saham dipakai sebagai salah satu
tolak ukur menilai kinerja direksi suatu perusahaan publik, termasuk bank. Harga saham yang terjadi di pasar sangat berfluktuasi tergantung dari jumlah
permintaan dan penawaran saham tersebut. Harga saham akan cenderung naik apabila mengalami kelebihan permintaan dan akan cenderung turun
apabila mengalami kelebihan penawaran.
Market Price merupakan harga pada pasar riil dan merupakan harga yang paling mudah ditentukan karena merupakan harga dari suatu saham pada
pasar yang sedang berlangsung atau jika pasar sudah tutup, maka harga pasar adalah harga penutupannya closing price Anoraga, 2006:59.
Harga suatu saham dapat berubah naik atau turun dalam hitungan yang begitu cepat. Harga tersebut dapat berubah dalam hitungan menit, bahkan
dalam hitungan detik. Hal tersebut dimungkinkan karena banyaknya pesanan yang dimasukkan ke sistem JATS Jakarta Automated Trading System. Pada
lantai perdagangan BEI terdapat lebih 400 terminal komputer di mana para floor trader dapat memasukkan pesanan yang diterimanya dari nasabah.
Darmadji dan Fakhruddin 2006:10 mengatakan bahwa harga saham dibentuk karena adanya pemintaan dan penawaran atas saham. Permintaan
dan penawaran tersebut terjadi karena adanya banyak faktor, baik yang sifatnya spesifik atas tersebut kinerja perusahaan dan industri dimana
perusahaan tersebut bergerak maupun faktor yang sifatnya makro seperti kondisi ekonomi negara, kondisi sosial dan politik, maupun informasi-
informasi yang berkembang. MeadPress TeamWork 2002:26, faktor-faktor yang mempengaruhi
harga saham adalah: 1. Kebijakan pemeritah dan dampaknya.
Kebijakan pemerintah yang berkaitan langsung dengan bidang bisnis perusahaan emiten sangat berpengaruh terhadap harga saham
misalnya swastanisasi perusahaan negara.
2. Pergerakan suku bunga. Suku bunga yang tinggi menyebabkan peningkatan proporsi
operating. Dari sisi perbankan, peningkatan suku bunga SBI memberikan peluang pendapatan dari simpanannya di bank sentral dan menaikkan
biaya usaha. Dengan naiknya SBI, menaikkan suku bunga deposito dan mengakibatkan meningkatnya suku bunga kredit karena pendapatan
andalan bank di Indonesia adalah pendapatan bunga yang menyebabkan emiten sulit untuk mengembalikan pinjamannya sehingga cash flow
terganggu dan harga saham menjadi terkoreksi amat tinggi. 3. Fluktuasi nilai tukar.
Melambungnya kurs Rupiah terhadap Dollar Amerika secara otomatis meningkatkan volume hutang luar negeri perusahaan-perusahaan
emiten. Hal ini memperburuk kinerja keuangan dan meningkatkan proporsi financial leverage. Indeks pasar di BEI cenderung mengikuti
pergerakan bursa internasional karena domonasi dana asing dan pemodal lokal cenderung menggunakan strategi follower terhadap aksi pemodal
asing. 4. Rumor dan sentimen pasar.
Sentimen pasar terbentuk oleh pemicu seperti kebijaksanaan pemerintah atau pernyataan pejabat-pejabat tertentu.
Indeks harga saham merupakan indikator utama yang menggambarkan pergerakan harga saham Fakhruddin, 2001:201. Indeks harga saham
membandingkan perubahan harga saham dari waktu ke waktu, apakah suatu
harga saham mengalami kenaikan atau penurunan dibandingkan suatu waktu tertentu.
Penentuan indeks harga saham dibedakan menjadi dua, yaitu indeks harga saham individu indeks individual dan Indeks Harga Saham Gabungan
IHSG. Indeks individual merupakan indeks masing-masing saham terhadap harga dasarnya Darmadji, 2001:95, indeks ini tidak dapat mengukur harga
dari suatu saham perusahaan tertentu apakah mengalami perubahan kenaikan atau penurunan.
Indeks Harga Saham Gabungan IHSG disebut juga indeks pasar market index merupakan alat ukur kinerja sekuritas khususnya saham yang
listing di bursa yang digunakan oleh bursa-bursa di dunia. Indeks pasar di Bursa Efek Indonesia BEI diberi nama Indeks Harga Saham Gabungan
IHSG yang merupakan suatu nilai yang digunakan untuk mengukur kinerja saham. Indeks di pasar modal mempunyai fungsi antara lain sebagai
benchmark kinerja portfolio, indikator trend pasar, indikator tingkat keuntungan, dan sebagai fasilitas perkembangan produk derivatif. IHSG juga
menunjukkan pergerakan harga saham secara umum yang tercatat di bursa efek Anoraga, 2006:101.
IHSG di Indonesia, merupakan salah satu indeks yang merangkum perkembangan harga-harga saham di Bursa Efek Indonesia BEI. IHSG
dapat dibaca sebagai gambaran ekonomi nasional Indonesia, jika IHSG menunjukkan peningkatan menjelaskan bahwa ekonomi sedang dalam siklus
membaik dan sebaliknya jika IHSG menurun, menjelaskan bahwa keadaan ekonomi Indonesia sedang mengalami kesulitan.
BAB III GAMBARAN UMUM
PASAR MODAL INDONESIA
A. Perkembangan Pasar Modal di Indonesia
Pasar modal Indonesia sudah dimulai sejak zaman pemerintahan kolonial Belanda. Perdagangan sekuritas dimulai dengan pendirian bursa di
Batavia pada tanggal 14 Desember 1912. Bursa Batavia tersebut merupakan cabang dari Amsterdamse Effectenbuerus, dan penyelenggaranya adalah
Verreniging Voor de Effectenhandel. Sekuritas yang diperjualbelikan adalah saham dan obligasi perusahaan-perusahaan Belanda yang beroperasi di
Indonesia, obligasi yang diterbitkan pemerintah Hindia Belanda serta sekuritas Belanda lainnya.
Perkembangan bursa efek yang pesat, menarik pemerintahan Hindia Belanda untuk mendirikan bursa di Semarang dan Surabaya pada tahun 1925.
Semua anggota bursa adalah perusahaan-perusahaan swasta Belanda. Terjadinya Perang Dunia II pada tahun 1939 menyebabkan perkembangan
pasar modal terhenti. Bursa efek di Indonesia resmi ditutup pada tanggal 10 Mei 1940. Tetapi kemudian pada tanggal 23 Desember 1940 bursa efek di
Jakarta sempat dibuka kembali, walaupun kemudian ditutup kembali ketika Jepang masuk ke Indonesia.
Selanjutnya pasar modal mulai digiatkan dengan dibukanya kembali Bursa Efek Jakarta BEJ pada 3 juni 1952. Pembukaan BEJ tersebut
didorong penerbitan obligasi oleh pemerintah Indonesia pada tahun 1950. Aktivitas pasar modal mulai berkembang sampai dengan tahun 1958.