posisi-posisi sosial tertetu berdasarkan suatu sistem nilai dan norma yang berlaku pada sistem masyarakat pada waktu tertentu. Menyambung pengertian dari Sudarno
di atas, Winandi dalam Ibrahim 2003 menyebutkan bahwa struktur sosial terdiri atas seperangkat unsur yang mempunyai ciri-ciri tertentu dan seperangkat hubungan di
antara unsur-unsur tersebut. Adapun dari aspek sosial ibu dalam pemilihan penolong persalinan antara
lain:
1. Pendidikan
Tingkat pendidikan seseorang akan berpengaruh dalam memberikan respon terhadap sesuatu yang datang dari luar. Orang yang berpendidikan tinggi akan
memberikan respon yang lebih rasional terhadap informasi yang datang dan alasan berfikir sejauh mana keuntungan yang mungkin akan mereka peroleh dari gagasan
tersebut. Perempuan yang tidak lagi meyakini atau sudah mulai longgar keyakinanya dengan adat istiadat, biasanya kalangan ini memiliki tingkat pendidikan yang lebih
tinggi. Mereka lebih mudah mengadop informasi tentang kesehatan baik dari bidan
atau tenaga kesehatan ataupun media cetak maupun elektronik. Mereka berpendapat bahwa pendidikan kesehatan dan bidan lebih bermanfaat untuk kesehatan mereka
dan bayinya dan mereka meyakini kalau memeriksakan kehamilan kepada tenaga kesehatan, pertolongan persalinan ditolong oleh tenaga kesehatan, tanpa
memperdulikan adat istiadatpun bayinya akan selamat. Oleh karena itu mereka berpendapat tidak ada gunanya mengikuti pantangan kalau tidak rasional alasannya.
Universitas Sumatera Utara
Perempuan dan kalangan ini biasanya hanya akan memilih tenaga kesehatan sebagai penolong selama kehamilan, persalinan maupun nifasnya Juariah, 2009.
2. Kepercayaan
Rousseau 1998 mendefinisikan kepercayaan trust adalah wilayah psikologis yang merupakan perhatian untuk menerima apa adanya berdasarkan
harapan terhadap perhatian atau perilaku yang baik dari orang lain. McKenzie 2006 mendefinisikan kepercayaan adalah variabel yang sangat memengaruhi status
kesehatan karena kalau tingkat kepercayaan masyarakat terhadap petugas kesehatan rendah, maka usaha untuk meningkatkan derajat kesehatan semakin sulit dilakukan.
Masyarakat cenderung menghubungi sarana kesehatan sesuai dengan pengalaman atau informasi yang diperoleh dari orang lain tentang tersedianya jenis-
jenis pelayanan kesehatan. Pilihan terhadap sarana pelayanan kesehatan tersebut dengan sendirinya didasari atas kepercayaan atau keyakinan akan kemajuan sarana
tersebut Notoatmodjo, 2003. Dimensi kepercayaan menurut Sarafino 2002 terdiri dari motivasi dan
emosional. a. Motivasi dalam kepercayaan
Temuan penelitian menunjukkan bahwa keinginan dan preferensi orang-orang berpengaruh terhadap utilitas dan keabsahan informasi baru yang mereka buat,
melalui suatu proses yang disebut penalaran termotivasi Kunda, 1990. Di dalam satu bentuk penalaran termotivasi, individu-individu lebih suka mencapai suatu
Universitas Sumatera Utara
kesimpulan tertentu, misalnya terus makan makanan yang mengandung lemak atau merokok kretek, cenderung memakai proses bias; mereka mencari tahu alasan-alasan
menerima dukungan informasi dan mengurangi penyampaian informasi. Penelitian memperlihatkan proses berpikir yang tidak rasional pada beberapa
tipe keputusan yang berhubungan dengan kesehatan. Pertama, orang dengan sakit kronis, seperti diabetes, yang cenderung menggunakan pola berpikir tidak logis pada
situasi yang berkaitan dengan kesehatannya cenderung tidak mengikuti saran medis dalam memanajemen kesehatannya Christensen, 1999. Mungkin perasaan terancam
yang tinggi memotivasi mereka menggunakan penyangkalan. Sama halnya, individu- individu yang kelihatan menggunakan informasi yang tidak relevan, seperti secara
atraktif pasangan seksual menilai resiko berhubungan seks dengan orang tersebut Blandon Gerrard, 1997. Kedua, resiko orang yang merokok kretek lebih rendah
daripada yang bukan perokok ketika diminta untuk menilai resiko mereka sendiri terhadap penyakit yang berhubungan dengan rokok, seperti kanker paru-paru.
Kepercayaan seperti itu sangat resisten terhadap perubahan Kreuter Stretcher, 1995.
b. Emosional dalam kepercayaan Stress juga berdampak pada proses kognitif orang yang menggunakannya
dalam pengambilan keputusan. Teori konflik memberikan satu model untuk menilai pengambilan keputusan secara rasional dan tidak rasional, dan stress adalah faktor
penting dalam model ini Janis Mann, 1977. Model ini menggambarkan urutan kognitif dimana orang-orang membuat keputusan penting, termasuk keputusan yang
Universitas Sumatera Utara
berhubungan dengan kesehatan. Menurut teori konflik, urutan kognitif yang digunakan orang untuk sampai pada suatu keputusan stabil dimulai saat suatu
peristiwa petualangan mereka atau pada gaya hidup. Petualangan juga dapat menjadi satu ancaman, seperti gejala sakit atau satu berita sejarah tentang bahaya merokok,
atau suatu peluang, seperti kesempatan mengikuti suatu program gratis pada acara untuk menghentikan rokok. Langkah pertama dalam urutan kognitif termasuklah
menilai tantangan, yang pada dasarnya menjawab pertanyaan: “Adakah resiko serius jika saya tidak berubah?” Jika jawabannya ‘tidak’ perilaku tetap sama dan proses
pengambilan keputusan berakhir; tetapi jika jawabannya adalah ‘ya’, proses berlanjut misalnya, dengan sebuah alternatif survey untuk menyetujui tantangan.
Menurut Goleman 2007 sistem pemahaman impulsif yang berpengaruh besar, adalah pikiran emosional. Lebih lanjut, dikemukakan ciri utama pikiran
emosional, yakni respons yang cepat tetapi ceroboh. Pikiran emosional jauh lebih cepat dari pada pikiran rasional, langsung melompat tanpa mempertimbangkan
sekejap pun apa yang dilakukannya. Kecepatan itu, mengesampingkan pikiran hati- hati dan analitis yang merupakan ciri khas akal yang berpikir atau tindakan pikiran
rasional.
3. Norma