Convergence of Food Prices between Regions in Indonesia

(1)

KONVERGENSI

ANTAR WILAYAH

EMILIA

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

KONVERGENSI HARGA PANGAN

ANTAR WILAYAH DI INDONESIA

EMILIA KHRISTINA KIHA

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

2012


(2)

(3)

PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN

SUMBER INFORMASI

Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis berjudul Konvergensi Harga Pangan antar Wilayah di Indonesia adalah karya saya dengan arahan dari Komisi Pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam daftar pustaka dibagian akhir tesis ini.

Bogor, April 2012

Emilia Khristina Kiha NRP : H151090041


(4)

(5)

ABSTRACT

EMILIA KHRISTINA KIHA. Convergence of Food Prices between Regions in Indonesia. Under the Supervision of MUHAMMAD FIRDAUS and WIWIEK RINDAYATI.

In Indonesia, the increase in food prices usually results in the rise in the inflation rate. To cope with this problem, a better food distribution among regions is absolutely required. This study aimed to describe the dynamics of food prices, to test the convergence level of food prices and to analyze the factors that influence the changes in food prices between regions in Indonesia. The data used were obtained from the Central Agency of Statistics and the Ministry of Agriculture from 2002 to 2009. The method used was analysis of dynamic panel data (First Difference-Generalized Methode Moment/FD-GMM). The results of the study showed that all commodities of food prices were convergent, soybean at the highest level and chili at the lowest, while the factors that influence changes in food prices were production rate, Gross Domestic Product (GDP), population and infrastructure.


(6)

(7)

RINGKASAN

EMILIA KHRISTINA KIHA. Konvergensi Harga Pangan antar Wilayah di Indonesia. Dibimbing oleh MUHAMMAD FIRDAUS dan WIWIEK RINDAYATI.

Produk Pangan pada umumnya mengikuti pola produksi musiman, sedangkan kebutuhan pangan harus dipenuhi sepanjang tahun.Selain itu produk pertanian pada umumnya cepat rusak (perishable). Dalam kondisi demikian maka aspek pengolahan dan penyimpanan menjadi hal penting dalam upaya penyediaan pangan secara kontinyu. Di Indonesia, produksi pangan tersebar menurut agroekosistem dan geografinya, sedangkan lokasi konsumen tersebar di seluruh pelosok tanah air, baik yang tinggal di daerah perkotaan maupun pedesaan. Dengan demikian aspek transportasi dan distribusi pangan menjadi sangat vital dalam rangka penyediaan pangan yang merata bagi seluruh penduduk Indonesia. Kurangnya penyediaan pangan mengakibatkan harga meningkat dan pada akhirnya akan meningkatkan laju inflasi.

Penelitian ini bertujuan (1) menggambarkan dinamika harga pangan antar wilayah dan antar waktu; (2) melihat konvergensi harga pangan antar wilayah dan antar waktu dan (3) menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi perubahan harga pangan. Ruang lingkup penelitian adalah cakupan yang dianalisis adalah 26 provinsi di Indonesia kecuali beberapa provinsi baru seperti Banten, Kepulauan Riau Bangka-Belitung, Gorontalo, Sulawasi Barat, Maluku Utara dan Papua Barat dalam penelitian ini di gabungkan ke propinsi asalnya. Hal ini dikarenakan ke enam provinsi tersebut baru terbentuk pada akhir tahun 2004, sementara periode analisis dalam penelitian ini adalah tahun 2001 – 2010. Metode yang digunakan untuk menggambarkan dinamika harga pangan menggunakan rasio perubahan harga, inflasi dan rata-rata harga pangan serta untuk menguji konvergensi dan faktor-faktor yang mempengaruhi perubahan harga pangan menggunakan panel data dinamis FD-GMM.

Hasil penghitungan yang diperoleh bahwa Dinamika harga rata-rata tertinggi antar wilayah dari tahun 2002-2009 untuk komoditi beras, gula pasir, bawang merah, daging dan telur ayam berada di wilayah Jayapura, minyak goreng, di wilayah Kendari, kacang kedelai di wilayah Bali, cabe merah Palangkaraya, dan daging sapi di wilayah Nangroe Aceh Darusalam (NAD). Harga rata-rata terendah dari tahun 2002-2009 untuk komoditi beras di wilayah Sulawesi Selatan, minyak goreng dan daging sapi di wilayah Kupang, gula pasir di wilayah Semarang, kacang kedelai dan telur ayam di wilayah NAD, bawang merah di wilayah Yogyakarta, cabe merah di wilayah Denpasar, dan daging ayam di wilayah Pontianak. Dinamika rasio perubahan harga rata-rata tertinggi antar waktu dari tahun 2002-2009 untuk komoditi pangan pokok adalah gula pasir, untuk komoditi tanaman pangan dan holtikultura adalah bawang merah serta untuk komoditi produk peternakan adalah telur ayam. Sedangkan rasio perubahan harga rata-rata terendah untuk komoditi pangan pokok adalah minyak goreng,


(8)

tertinggi terdapat pada komoditi kacang kedelai dan terendah pada komoditi cabe merah; dan faktor-faktor yang berpengaruh terhadap perubahan harga pangan adalah jumlah produksi, Produk Domestik Regional Bruto (PDRB), jumlah penduduk dan panjang jalan.


(9)

© Hak Cipta milik IPB, tahun 2012

Hak Cipta dilindungi Undang-Undang

Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya.

a. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik atau tinjauan suatu masalah;

b.

Pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan yang wajar IPB.

Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB.


(10)

(11)

KONVERGENSI HARGA PANGAN

ANTAR WILAYAH DI INDONESIA

EMILIA KHRISTINA KIHA

Tesis

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains pada

Program Stud iIlmu Ekonomi

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

2012


(12)

(13)

Judul Tesis : Konvergensi Harga Pangan antar Wilayah di Indonesia Nama : Emilia Khristina Kiha

NRP : H151090041

Program Studi : Ilmu Ekonomi

Disetujui, Komisi Pembimbing

Muhammad Firdaus, SP, M.Si, Ph.D Dr. Ir. Wiwiek Rindayati, M.Si

Ketua Anggota

Diketahui,

Ketua Program Studi Ilmu Ekonomi Dekan Sekolah Pascasarjana

Dr. Ir. R. NunungNuryartono, M.Si Dr. Ir. DahrulSyah,M.Sc.Agr


(14)

(15)

PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah Yang Maha Kuasa, atas segala karunia-Nya penulis dapat menyelesaikan penulisan karya ilmiah ini. Judul yang dipilih dalam penelitian ini adalah Konvergensi Harga Panganantar Wilayah di Indonesia. Penulis mengucapkan terima kasih kepada:

1. Muhammad Firdaus, SP, M.Si, Ph.D selaku Ketua Komisi Pembimbing dan Dr. Ir. Wiwiek Rindayati, M.Si selaku Anggota Komisi Pembimbing, yang dengan segala kesibukannya masih meluangkan waktu untukmemberikan arahan dan bimbingan yang sangat bermanfaat bagi penulisan tesis ini;

2. Bapak Dr. Ir. Idqan Fahmi, M.Ec batas kesediaannya menjadi penguji luar komisi;

3. Ketua dan sekretaris Program Studi Ilmu Ekonomi Sekolah Pascasarja IPB Dr. Ir. R. Nunung Nuryartono, M.Si dan Dr. Lukytawati Anggraeni batas bimbingan dan pengarahan selama menempuh kuliah;

4. Ketua STIE Kriswina Sumba bapak Dr. Muana Nanga MSi yang telah memberikan kesempatan kepada penulis untuk mengikuti kuliah di Magister Program Studi Ilmu Ekonomi IPB;

5. Seluruh keluarga dan semua pihak yang telah membantu dan memberikan motivasi dalam penyelesaian tesis ini serta Dia yang selalu ada untukku; 6. Para dosen dan stafdi Program Studi Ilmu Ekonomi, atas segala bantuannya; 7. Semua rekan di Program Studi Ilmu Ekonomi Sekolah Pascasarjana IPB untuk

semangat dan kebersamaannya selama menjalani kuliah;

Akhirnya, besar harapan penulis agar tesis ini dapat bermanfaat dan memberikan kontribusi positif bagi dunia pendidikan.

Bogor, April 2012


(16)

(17)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Nusa Tenggara Timur pada tanggal 02 April 1980 dari pasangan Bapak Willem Gerson Kiha dan Ibu Bertha Mesakh. Penulis merupakan anak kedua dari empat bersaudara.

Penulis menamatkan pendidikan dasar di SDM Payeti 3 kemudian melanjutkan ke SMPN 1 Waingapu pada tahun 1993 dan lulus pada tahun 1996. Setelah itu penulis melanjutkan ke SMAN 1 Waingapu pada tahun 1999 dan melanjutkan pendidikan ke Sekolah Tinggi Ilmu Ekonomi Kristen Wira Wacana (STIE Kriswina) Sumba, tamat pada tahun 2004 dengan gelar Sarjana Ekonomi (SE).

Selanjutnya penulis bekerja pada Sekolah Tinggi Ilmu Ekonomi Kristen Wira Wacana (STIE Kriswina) Sumba Provinsi Nusa Tenggara Timur dari tahun 2004 sampai sekarang. Pada tahun 2009, penulis di terima menjadi mahasiswa program studi Ilmu Ekonomi pada Fakultas Ekonomi dan Manajemen di Institut Pertanian Bogor.


(18)

(19)

DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR ISI ... xix

DAFTAR TABEL ... xix

DAFTAR GAMBAR ... xxiii

DAFTAR LAMPIRAN... xxv

I. PENDAHULUAN ... 1

1.1 Latar Belakang ... 1

1.2 Perumusan Masalah ... 3

1.3 Tujuan Penelitian ... 5

1.4 Manfaat Penelitian ... 6

1.5 Ruang Lingkup ... 6

II. TINJAUAN PUSTAKA... 7

2.1 Tinjauan Teori... 7

2.1.1 Konvergensi... 7

2.1.2 Pangan ... 8

2.1.3 Tata Niaga Pertanian ... 11

2.1.4 Votalitas Harga Pasar... 13

2.1.5 Inflasi... 16

2.1.6 Struktur Pasar... 19

2.1.7 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Harga Pangan ... 20

2.1.5.1. Jumlah Produksi ... 20

2.1.5.2.Pendapatan Domestik Regional Bruto (PDRB) ... 21

2.1.5.3.Jumlah Penduduk... 21

2.1.5.4.Infrastruktur... 22

2.2 PenelitianTerdahulu ... 22

2.3 Kerangka Pemikiran... 24

2.4 Hipotesis ... 25

III. METODE PENELITIAN ... 27

3.1 Jenisdan Sumber Data ... 27

3.2 Metode Analisis ... 27

3.2.1 Analisis Deskriptif ... 27

3.2.2 Analisis Panel Data Statis... 27

3.2.3 Analisis Panel Data Dinamis ... 32

3.3 Spesifikasi Model... 35

3.3.1 Dinamika Harga Pangan... 35

3.3.2 Konvergensidan Faktor-faktor yang Mempengaruhi Perubahan Harga Pangan... 35


(20)

4.2.1 Dinamika Harga Pangan Pokok ... 37

4.2.2 Dinamika Harga Tanaman Pangan dan Holtikultura ... 41

4.2.3 Dinamika Produk Peternakan ... 45

4.2 Konvergensi Harga Pangan antar Wilayah dan antar Waktu ... 49

4.2.4 Konvergensi Harga Pangan Pokok ... 49

4.2.5 Konvergensi Harga Tanaman Pangan dan Holtikultura... 51

4.2.6 Konvergensi Harga Produk Peternakan ... 54

4.2.7 Perbandingan Konvergensi antar Wilayah dan antar Waktu.... 56

4.3 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Perubahan Harga Pangan antar Wilayah dan antar Waktu di Indonesia ... 58

4.3.1 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Perubahan Harga Pangan Pokok... 58

4.3.2 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Perubahan Harga Tanaman Pangan dan Holtikultura... 62

4.3.3 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Perubahan Harga Produk Peternakan ... 65

4.4 Implikasi Kebijakan ... 68

V. KESIMPULAN DAN SARAN ... 71

5.1 Kesimpulan ... 71

5.2 Saran... 71

DAFTAR PUSTAKA ... 73


(21)

DAFTAR TABEL

Halaman 1 Harga Pangan Pokok yang Bergejolak dari Januari

2010-Januari 2011 ... 4

2 Sumbangan Inflasi dari Kelompok Barang yang Bergejolak (Volatile Foods) ... 5 3 Estimasi Konvergensi Harga Pangan Pokok menggunakan Metode

Panel Data Dinamis FD.GMM... 49

4 Estimasi Konvergensi Harga Tanaman Pangan dan Holtikultura menggunakan Metode Panel Data Dinamis FD.GMM ... 52

5 Estimasi Konvergensi Produk Peternakan menggunakan Metode Panel Data Dinamis FD-GMM ... 55 6 Pengujian Validitas Instrumen dan Konsistensi Model Panel Data

Dinamis FD-GMM dalam Estimasi Konvergensi antar Wilayah dan antar Waktu di Indonesia ... 57

7 Estimasi Tingkat Konvergensi antar Wilayah dan antar Waktu di Indonesia dengan Model Panel Data Dinamis FD-GMM ... 57

8 Hasil Estimasi Faktor-faktor yang Mempengaruhi Harga Pangan Pokok dengan Model Panel Data Statis... 60

9 Hasil Estimasi Faktor-faktor yang Mempengaruhi Harga Tanaman Pangan dan Holtikultura dengan Model Panel Data Statis ... 63 10 Hasil Estimasi Faktor-faktor yang Mempengaruhi Harga Produk


(22)

(23)

DAFTAR GAMBAR

Halaman

1 Perbandingan inflas iAgustus 2011 kota-kota di luar pulau Jawa dan Sumatera dengan nasional (2007=100) ... 2

2 Tingkat Inflasi Indonesia Periode Juli 2010 - Juli 2011... 3

3 Perkembangan Laju Inflasi dari Juli 2010 - Juli 2011 ... 3

4 Sistem Pemasaran Hasil Pertanian ... 12

5 Tori Cobweb yang Menuju fluktuasi yang jaraknya tetap ... 15

6 Tori Cobweb yang Menuju Titik Keseimbangan... 15

7 Tori Cobweb yang Menuju Eksplosi Harga ... 16 8 Kerangka Pemikiran Penelitian... 18

9 Harga Rata-rata Beras antar Propinsi di Indonesia dari tahun

2002 – 2010 ... 37

10 Harga Rata-rata Minyak Goreng antar Propinsi di Indonesia dari

tahun 2002 – 2010 ... 38

11 Harga Rata-rata Gula Pasir antar Propinsi di Indonesia dari tahun

2002 – 2010 ... 38

12 Rasio Perubahan Harga Pangan Pokok dan Inflasi di Indonesia dari tahun 2002 – 2010 ... 40

13 Harga Rata-rata Kacang Kedelai antar Propinsi di Indonesia dari

tahun 2002 – 2010 ... 42

14 Harga Rata-rata Bawang Merah antar Propinsi di Indonesia dari

tahun 2002 – 2010 ... 42

15 Harga Rata-rata Cabe Merah antar Propinsi di Indonesia dari

tahun 2002 – 2010 ... 43

16 Rasio Perubahan Harga Tanaman Pangan dan Holtikultura serta Inflasi di Indonesia dari tahun 2002 – 2010 ... 44

17 Harga Rata-rata Daging Ayam antar Propinsi di Indonesia dari


(24)

19 Harga Rata-rata Daging Sapi antar Propinsi di Indonesia dari

tahun 2002 – 2010 ... 46

20 Rasio Perubahan Harga Produk Peternakan dan Inflasi di Indonesia dari tahun 2002 – 2010 ... 47


(25)

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman

1 Scripts Input dan Hasil Output Stata Estimasi Konvergensi dan Faktor-faktor yang Mempengaruhi Perubahan Harga Beras di Indonesia dengan Model Panel Data Dinamis... 79

2 Scripts Input dan Hasil Output Stata Estimasi Konvergensi dan Faktor-faktor yang Mempengaruhi Perubahan Harga Minyak Goreng di Indonesia dengan Model Panel Data Dinamis ... 80

3 Scripts Input dan Hasil Output Stata Estimasi Konvergensi dan Faktor-faktor yang Mempengaruhi Perubahan Harga Gula Pasir di Indonesia dengan Model Panel Data Dinamis... 81

4 Scripts Input dan Hasil Output Stata Estimasi Konvergensi dan Faktor-faktor yang Mempengaruhi Perubahan HargaKacang Kedelai di Indonesia dengan Model Panel Data Dinamis ... 82

5 Scripts Input dan Hasil Output Stata Estimasi Konvergensi dan Faktor-faktor yang Mempengaruhi Perubahan Harga Bawang Merah di Indonesia dengan Model Panel Data Dinamis ... 83

6 Scripts Input dan Hasil Output Stata Estimasi Konvergensi dan Faktor-faktor yang Mempengaruhi Perubahan Harga Cabe Merah di Indonesia dengan Model Panel Data Dinamis... 84

7 Scripts Input dan Hasil Output Stata Estimasi Konvergensi dan Faktor-faktor yang Mempengaruhi Perubahan Harga Daging Ayam di Indonesia dengan Model Panel Data Dinamis ... 85

8 Scripts Input dan Hasil Output Stata Estimasi Konvergensi dan Faktor-faktor yang Mempengaruhi Perubahan Harga Telur Ayam Di Indonesia dengan Model Panel Data Dinamis... 86

9 Scripts Input dan Hasil Output Stata Estimasi Konvergensi dan Faktor-faktor yang Mempengaruhi Perubahan Harga Daging Sapi di Indonesia dengan Model Panel Data Dinamis... 87


(26)

I. PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Pangan adalah kebutuhan pokok sekaligus menjadi esensi kehidupan manusia, dimana dalam Undang-undang nomor 7 tahun 1996 tentang Pangan yang dirumuskannya sebagai usaha mewujudkan ketersediaan pangan bagi seluruh rumah tangga, dalam jumlah yang cukup, mutu dan gizi yang layak, aman dikonsumsi, merata serta terjangkau oleh setiap individu. Kecukupan pangan menentukan kualitas sumber daya manusia dan ketahanan bangsa. Namun kenyataannya Indonesia belum mencapai ketahanan pangan karena ketergantungan terhadap pangan masih sangat tinggi, dimana dari pengeluaran rata-rata rakyat Indonesia untuk makanan adalah masih cukup besar yaitu sebesar 50,62 persen pada tahun 2009 (BPS 2009).

Produk Pangan pada umumnya mengikuti pola produksi musiman, sedangkan kebutuhan pangan harus dipenuhi sepanjang tahun. Selain itu produk pertanian pada umumnya cepat rusak (perishable). Dalam kondisi demikian maka aspek pengolahan dan penyimpanan menjadi hal penting dalam upaya penyediaan pangan secara kontinyu. Di Indonesia, produksi pangan tersebar menurut agroekosistem dan geografinya, sedangkan lokasi konsumen tersebar di seluruh pelosok tanah air, baik yang ditinggal di daerah perkotaan maupun pedesaan. Dengan demikian aspek transportasi dan distribusi pangan menjadi sangat vital dalam rangka penyediaan pangan yang merata bagi seluruh penduduk Indonesia.

Kurang meratanya penyediaan pangan bagi masyarakat menjadi memicu kenaikan harga pangan. Fakta di lapangan menunjukkan bahwa sistem produksi dan sistem distribusi beberapa pangan terganggu karena kualitas sarana dan prasarana transportasi banyak rusak. Beberapa media nasional dan daerah melaporkan rusaknya jalan di beberapa ruas di Pantai Utara Jawa, buruknya jalan Lintas Tengah dan Lintas Timur di Sumatera, sebagai dua poros utama jalur distribusi pangan. Sementara aktivitas ekonomi di Pulau Jawa dan Sumatra merupakan 84 persen penyumbang terhadap kinerja ekonomi nasional atau Produk Domestik Bruto (PDB) Indonesia. Betapa besar dan dahsyatnya apabila sarana infrastruktur di Jawa dan Sumatera terganggu. Dampak buruk yang


(27)

2

ditimbulkannya tidak hanya ditanggung konsumen di perkotaan, tetapi juga harus ditanggung oleh petani di pelosok perdesaan. Kenaikan harga pangan ini sedikit sekali yang dapat dinikmati petani karena persentase kenaikan harga di tingkat konsumen jauh lebih besar dibandingkan dengan persentase kenaikan harga di tingkat produsen.

Akibat harga pangan meningkat menyebabkan kenaikan pada tingkat inflasi, dimana terjadinya perbedaan tingkat inflasi di berbagai wilayah di Indonesia. Pada bulan Agustus 2011 tingkat inflasi sebesar 0.93 persen dengan Indeks Harga Konsumen (IHK) sebesar 128,54. Inflasi tertinggi terjadi di Pangkal Pinang 3.05 persen dengan IHK 140.49 dan terendah terjadi di Denpasar 0,02 persen dengan IHK 129.38 yang berarti inflasi tertinggi berada di pulau Sumatera dan inflasi terendah berada di luar pulau Jawa yang dapat dilihat pada gambar 1 berikut ini :

Gambar 1 Perbandingan Inflasi Agustus 2011 Kota-kota di Luar Pulau Jawa dan Sumatera dengan Nasional (2007=100)

Tingkat inflasi yang terjadi selalu berbeda pada setiap daerah dan inflasi daerah mempengaruhi 78 persen terhadap inflasi nasional, sehingga menyebabkan secara nasional tingkat inflasi mempunyai kecenderungan untuk berfluktuasi setiap bulannya yang dapat dilihat dari tingkat inflasi nasional dari bulan Juli 2010 – Juli 2011.


(28)

Gambar 2 Tingkat Inflasi Indonesia Periode Juli 2010-Juli 2011

Berfluktuasinya tingkat inflasi pada gambar 2 diatas disebabkan karena adanya perubahan harga pada barang bergejolak (volatile food), inflasi inti (core inflation) dan harga yang diatur pemerintah (administered prices).

1.2 Perumusan Masalah

Secara historis terlihat bahwa sumbangan barang bergejolak (volatile foods) terhadap inflasi di Indonesia sangat signifikan dan menduduki urutan pertama setelah inflasi inti (core inflation). Porsi sumbangannya cenderung meningkat dari 3.95 persen pada tahun 2009 menjadi 17.74 persen pada tahun 2010.


(29)

4

sementara porsi sumbangan inflasi inti (core inflation) dan harga yang diatur pemerintah (administered prices) hanya sebesar 4,28 % dan 5,40%. Besarnya sumbangan dari barang bergejolak (volatile foods) menyebabkan barang bergejolak (volatile foods) lebih berfluktuasi seperti dapat dilihat pada gambar 3.

Namun, mengingat jumlah komoditas yang digunakan untuk perhitungan inflasi dari barang bergejolak (volatile foods) di Indonesia saat ini terdiri atas 61 komoditas maka penelitian ini menfokuskan pada beberapa komoditas pangan yang memiliki peran besar dalam pembentukan inflasi secara nasional (volatile foods).

Data dari Badan Ketahanan Pangan diperoleh bahwa antara Januari 2010 sampai dengan Januari 2011 Sebanyak 15 jenis komoditas pangan pokok yang paling banyak dikonsumsi masyarakat dilaporkan meningkat harganya, tiga diantaranya melonjak di atas 90 persen seperti yang terlihat dalam Tabel 1.

Tabel 1 Harga Pangan Pokok yang Bergejolak dari Januari 2010-Januari 2011 Komoditas Pangan Pokok Harga (Rp) Kenaikan/Penurunan (%)

Cabe Merah 44,692/kg 115.00

Cabe Rawit 63,424/kg 314.20

Bawang Merah 25,048kg 99.53

Beras Umum 9,200/kg 22.74

Beras Murah 7,452/kg 22.60

Minyak Goreng umum 11,707/ltr 14.71

Minyak Goreng curah 11,466/ltr 6.80

Tempe 8,554/kg 0.82

Tahu 7,471/kg 2.80

Daging Sapi 64,715/kg 5.87

Daging Ayam 24,059/kg 15.79

Gula pasir 10,419/kg (2.27)

Tepung terigu 7,563/kg (0.63)

Kedelai 8,473/kg 2.62

Telur Ayam Ras 14,785/kg 3.69

Sumber : Badan Ketahanan Pangan 2011

Lebih detil, inflasi kelompok volatile foods tersebut didominasi oleh beberapa komoditas saja. Upaya untuk mengendalikan atau mengurangi volatilitas harga komoditas pangan akan berhasil jika dapat diketahui faktor-faktor yang mempengaruhi pembentukan harga dan penyebab volatilitas tersebut. Untuk itu dari Tabel 2 sumbangan inflasi dari komoditas yang akan dijadikan sampel, dimana pengambilan sampel ini dilandasi oleh bobot dan sumbangan terbesar terhadap inflasi.


(30)

Tabel 2 Sumbangan Inflasi dari Kelompok Barang yang Bergejolak (Volatile Foods).

No Nama Komoditi

2007 2009 2011

Bobot (%) Sumbangan Bobot (%) Sumbangan Bobot (%) Sumbangan

1 Beras 7.22 0.589 6.14 0.737 5.06 0.885

2 Minyak Goreng 1.56 0.538 1.41 0.672 1.27 0.806

3 Daging Ayam Ras 1.42 0.220 1.48 0.373 1.54 0.527

4 Telur Ayam Ras 0.80 0.163 0.80 0.263 0.81 0.364

5 Bawang merah 0.52 0.826 0.52 0.556 0.52 0.286

8 Kacang Kedelai 0.67 0.093 0.49 0.138 0.52 0.184

6 Cabe Merah 0.24 0.137 0.20 0.130 0.21 0.129

7 Gula Pasir 0.15 0.151 0.11 0.120 0.08 0.121

9 Daging Sapi 0.67 0.110 0.70 0.103 0.82 0.096

Sumber: Badan Pusat Statistik

Setelah mempertimbangkan bobot dan sumbangan inflasi dari komoditas pangan pokok maka dalam penelitian ini akan diambil sembilan komoditas untuk dibahas secara lebih mendalam, yaitu beras, daging ayam, daging sapi, bawang merah, cabe merah, minyak goreng, gula pasir, telur ayam ras dan kacang kedelai. Adapun yang menjadi permasalahan utama yang dibahas dalam penelitian ini adalah bagaimana pergeseran pergerakkan harga apakah konvergen atau divergen dari sembilan pangan pokok antar wilayah di Indonesia dan faktor-faktor yang mempengaruhinya. Untuk menjawab permasalahan penelitian tersebut adalah dengan menjawab pertanyaan-pertanyaan yang dirumuskan sebagai berikut:

1. Apakah terjadi perbedaan pada harga pangan antar wilayah dan antar waktu di Indonesia ?

2. Bagaimanakah pergerakan harga pangan antar wilayah dan antar waktu di Indonesia apakah menuju konvergen atau divergen?

3. Faktor-faktor apa yang mempengaruhi terjadinya perubahan harga pangan antar wilayah dan antar waktu di Indonesia ?

1.3 Tujuan Penelitian

Berdasarkan latar belakang dan perumusan masalah yang telah dikemukakan maka penelitian ini bertujuan untuk:

1. Menggambarkan dinamika perubahan harga pangan antar wilayah dan antar waktu di Indonesia.


(31)

6

2. Menguji konvergensi harga pangan antar wilayah dan antar waktu di Indonesia

3. Menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi perubahan harga pangan antar wilayah dan antar waktu di Indonesia

1.4 Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat bagi semua pihak yang membutuhkan terutama sebagai:

1. Masukan bagi pemerintah Indonesia untuk menurunkan inflasi dari pangan, menyusun kebijakan yang berkaitan dengan inflasi; dan

2. Bahan rujukan bagi peneliti selanjutnya.

1.5 Ruang Lingkup

Dalam penelitian ini cakupan yang dianalisis adalah 26 provinsi di Indonesia kecuali beberapa provinsi baru seperti Banten, Kepulauan Riau Bangka-Belitung, Gorontalo, Sulawasi Barat, Maluku Utara dan Papua Barat dalam penelitian ini di masukan ke propinsi asalnya. Hal ini dikarenakan keenam provinsi tersebut baru terbentuk setelah akhir tahun 2004, sementara periode analisis dalam penelitian ini adalah tahun 2002 – 2010. Karena adanya keterbatasan data, maka untuk provinsi-provinsi yang mengalami pemekaran tersebut dilakukan agregasi ke provinsi induknya. Propinsi Banten diagregasi dengan propinsi Jawa Barat, Bangka-Belitung dengan Sumatra Selatan, Kepulauan Riau dengan Riau, Gorontalo dengan Sulawesi Utara, Sulawesi Barat dengan Sulawesi Selatan, Maluku Utara dengan Maluku dan Papua Barat dengan Propinsi Irian Jaya.


(32)

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tinjauan Teori

2.1.1 Konvergensi

Menurut Hanie (2006), konvergensi (convergence) dapat diartikan suatu kecenderungan dari pergerakan satu atau lebih variabel yang menuju suatu titik yang sama. Untuk mencapai integrasi ekonomi, kriteria konvergensi menjadi salah satu syarat pembentukan mata uang tunggal, baik konvergensi nominal (tingkat inflasi dan suku bunga) maupun konvergensi riil (pendapatan per kapita, produktivitas pekerja, dan tingkat harga komparatif (Angeloni et al2005).

Pada umumnya terdapat dua konsep utama konvergensi di dalam berbagai literatur mengenai konvergensi (Brata 2002). Kedua konsep tersebut adalah sigma (σ) convergence dan beta (β) convergence. Sigma (σ) convergence mengukur tingkat dispersi dari harga pangan. Jika dispersi dari harga pangan mengalami penurunan maka dikatakan bahwa kesenjangan harga pangan cenderung mengecil atau terjadi konvergensi harga pangan.

Rey dan Montouri menyebutkan konsep konvergensi dari perspektif yang lain, yaitu konvergensi stokastik (Brata 2002). Menurut Roy dan Montouri, konvergensi stokastik (stochastic convergence) ini dapat ditemukan dalam penelitian-penelitian time series, sedangkan dua konsep konvergensi lainnya lebih banyak ditemukan dalam penelitian-penelitian cross-section.

Wibisono (2003) menyatakan bahwa pertumbuhan harga pangan didekati dengan hipotesis konvergensi, yang terbagi atas dua hal yaitu absolute convergence dan conditional convergence. Absolute convergence diartikan sebagai konvergensi yang terjadi pada daerah dalam satu negara, yang walaupun terjadi perbedaan dalam teknologi, preferensi dan intuisi antar wilayah, namun perbedaan itu relatif lebih kecil dibanding dengan perbedaan antar negara. Konvergensi absolut digunakan untuk studi antar wilayah dalam satu negara (Barro dan Sala-i-Martin 1992). Hipotesis konvergensi absolut ini sulit diterima karena dalam kenyataan perubahan harga pangan hanya dipengaruhi oleh tingkat harga pangan tahun sebelumnya saja. Apabila dilakukan, maka model akan rawan terhadap bias spesifikasi.


(33)

8

Menurut Rey dan Montouri konvergensi kondisional (condisional convergence) mengidentifikasikan bahwa dalam spesifikasi model mengikutsertakan sejumlah variabel selain tingkat harga pangan awal periode yang diperkirakan berpengaruh terhadap tingkat perubahan harga (Parasati 2006). Wibisono (2003) menyatakan dengan melakukan tes hipotesis konvergensi kondisional maka akan dapat mendapatkan manfaat yang lebih besar, yaitu dapat mengetahui faktor-faktor penentu apa saja yang mempengaruhi tingkat perubahan harga antar wilayah dalam jangka panjang, dengan cara memasukkan variabel-variabel terpilih yang dianggap mempengaruhi tingkat perubahan harga pangan antar wilayah dalam persamaan. Konvergensi dikatakan kondisional apabila tingkat perubahan harga lebih tinggi pada propinsi yang memiliki level harga yang lebih rendah.

Dalam penelitian ini, konvergensi yang akan dihitung dan dianalisis adalah konvergensi kondisional karena selain mengetahui besarnya tingkat konvergensi harga pangan tetapi dapat mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi konvergensi harga pangan tersebut.

2.1.2 Pangan

Pangan merupakan komoditas penting dan strategis karena pangan merupakan kebutuhan pokok manusia yang pemenuhannya menjadi hak asasi setiap rakyat Indonesia sebagaimana dinyatakan dalam UU No. 7 Tahun 1996 tentang Pangan.

Pangan adalah segala sesuatu yang berasal dari sumber hayati dan air , baik yang diolah maupun tidak diolah, yang diperuntukkan sebagai makanan atau minuman bagi konsumi manusia, termasuk bahan tambahan pangan, bahan baku pangan dan bahan lain yang digunakan dalam proses penyiapan, pengolahan, dan atau pembuatan makanan atau minuman.

Oleh karena itu terpenuhinya kebutuhan pangan di dalam suatu negara merupakan hal yang mutlak harus dipenuhi. Selain itu pangan juga memegang peranan penting dan strategis di Indonesia berdasarkan pada pengaruh yang dimilikinya baik secara sosial, ekonomi dan politik.


(34)

Ketahanan pangan bagi suatu negara merupakan hal yang sangat penting, terutama bagi negara yang mempunyai penduduk sangat banyak seperti Indonesia. Jumlah penduduk Indonesia diperkirakan mencapai 220 juta jiwa pada tahun 2020 dan diproyeksikan 270 juta jiwa pada tahun 2025. Pengalaman sejarah pembangunan Indonesia menunjukkan bahwa masalah ketahanan pangan sangat erat kaitannya dengan stabilitas ekonomi (khususnya inflasi), biaya produksi ekonomi agregat (biaya hidup) dan stabilitas politik nasional. Oleh karena itu, ketahanan pangan menjadi syarat mutlak bagi penyelenggaraan pembangunan nasional. Kecukupan pangan menentukan kualitas sumber sumber daya manusia dan ketahanan bangsa. Oleh karena itu untuk membentuk manusia Indonesia yang berkualitas, pangan harus tersedia setiap saat dalam jumlah yang cukup, merata, aman, bermutu, bergizi, beragam, dan dengan harga yang terjangkau oleh daya beli masyarakat (Suyastiri 2008).

Nindyowati (2001) menyebutkan bahwa secara garis besar ada 4 aspek pokok ketahanan pangan, yaitu ketersediaan, aksesbilitas, keamanan, dan waktu. Keempat aspek ini saling terkait satu dengan yang lainnya sehingga membentuk sistem ketahanan pangan yang kokoh. Apabila terjadi ketimpangan dalam satu asspek maka akan menimbulkan rapuhnya sistem ketahahan pangan masyarakat. Tujuan pembangunan ketahanan pangan dirumuskan sebagai berikut :

1. membangun sistem ketahanan pangan wilayah yang tangguh melalui penciptaan iklim kondusif bagi berfungsinya subsistem ketersediaan, distribusi, dan konsumsi secara sinergis;

2. mengembangkan kerja sama kelembagaann untuk meningkatkan ketahanan pangan rumah tangga, kabupaten/kota, provinsi, dan nasional;

3. meningkatkan kemampuan membangun sistem distribusi pangan untuk menunjang penyebaran dan tingkat harga pangan yang terjangkau oleh daya beli masyarakat;

4. meningkatkan kemampuan membangun ketersediaan dan cadangan pangan dalam jumlah, mutu, dan keragaman yang cukup di seluruh wilayah; dan 5. meningkatkan penganekaragaman pangan dan produk-produk pangan olahan

sesuai potensi sumber daya lokal sehingga mendorong penurunan konsumsi beras per kapita.


(35)

10

6. meningkatkan keberdayaan dan kemandirian masyarakat dalam mewujudkan ketahanan pangan yang berkelanjutan, serta bertumpu pada sumber daya kelembagaan dan budaya lokal;

7. meningkatkan kewaspadaan pangan masyarakat agar dapat mengenali dan mengantisipasi secara dini masalah kerawanan pangan di wilayahnya.

Strategi yang diterapkan dalam rangka keberhasilan pembangunan ketahahan pangan adalah sebagai berikut :

1. pemberdayaan ketahanan pangan masyarakat; 2. pengembangan sistem dan usaha agribisnis;

3. mewujudkan kebersamaan antara masyarakat sebagai pelaku dan pemerintah sebagai fasilitator;

4. menumbuhkan ketahahan pangan pada tingkat rumah tangga, mengelola produksi pangan dengan baik dalam memenuhi kebutuhan konsumsi keluarga, dan mampu menyalurkan kelebihan produksi pangan untuk memperoleh harga yang wajar. Di pihak lain, kesadaran masyarakat akan pentingnya penganekaragaman pangan dengan mutu pangan yang dikonsumsi harus semakin meningkat dalam mewujudkan ketahanan pangan pada tingkat rumah tangga; dan

5. pemantapan koordinasi dan sinkronisasi pihak-pihak terkait dalam perencanaan, kebijakan, pembinaan dan pengendalian.

Ada 2 cara yang dapat ditempuh untuk meningkatkan ketahanan pangan, antara lain :

1. meningkatkan daya beli masyarakat miskin dengan menaikkan tingkat produksi pangan secara keseluruhan. Peningkatan supply pangan dan daya beli masyarakat merupakan hal secara keseluruhan. Peningkatan supply pangan dan daya beli masyarakat merupakan hal yang tidka mudah karena terkait dengan kebijakan yang akan dilakukan oleh suatu negara;

2. pendistribusian kembali supply pangan dari daerah surplus ke daerah defisit pangan dengan menggunakan mekanisme yang dapat meningkatkan daya beli massyarakat, khususnya masyarakat miskin yang kekurangan pangan, selain menaikkan insentif untuk meningkatkan produksi pangan dalam jangka panjang;


(36)

Timmer (2008) menekankan bahwa pencapaian dan keberhasilan memelihara ketahanan pangan, baik ditingkat rumah tangga maupun tingkat nasional, akan menghasilkan penurunan kemiskinan dan juga kelaparan. Pemerintah yang berhasil menurut Timmer adalah pemerintah yang mampu mendukung ketahanan pangan untuk warga negaranya. Penurunaan kemiskinan itu sendiri akan berhasil hanya jika ada kesanggupan politis dasar untuk menciptakan pertumbuhan ekonomi yang cepat dan juga merata distribusinya. Percepatan pertumbuhan ekonomi membutuhkan kondisi yang kondusif seperti kestabilan makroekonomi, termasuk harga bahan pangan yang relatif stabil, kebijakan perdagangan terbuka untuk barang dan jasa, ekonomi pasar yang kompetitif.

2.1.3 Tata Niaga Pertanian

Istilah tata niaga diartikan sama dengan pemasaran atau distribusi, yaitu semacam kegiatan ekonomi yang berfungsi membawa atau menyampaikan barang dari produsen ke konsumen. Niaga berarti dagang, sehingga tataniaga berarti segala sesuatu yang menyangkut “aturan permainan” dalam hal perdagangan barang-barang. Perdagangan biasanya dijalankan melalui pasar maka tataniaga disebut juga pemasaran.

Sistem pemasaran hasil pertanian adalah suatu sistem yang kompleks dalam berbagai subsistem yang berinteraksi satu sama lain dan dengan berbagai lingkungan pemasaran. Lima subsistem sistem pemasaran yaitu sektor produksi, saluran pemasaran, sektor konsumsi, aliran (flow) dan fungsional berinteraksi satu sama lain dalam subsistem keenam, yaitu lingkungan. Pemasaran hasil pertanian dihadapkan pada permasalahan spesifik, antara lain berkaitan dengan karakteristik hasil pertanian, jumlah produsen, karakteristik konsumen, perbedaan tempat dan efisiensi pemasaran.

Fungsi dan peranan tataniaga, yaitu mengusahakan agar pembeli memperoleh barang yang diinginkan pada tempat, waktu, bentuk dan harga yang tepat. Fungsi utama dari tataniaga adalah penganggkutan, penyimpanan, pengolahan dan pembiayaan.


(37)

12

Sistem pemasaran hasil pertanian dapat digambarkan sebagai berikut :

Sumber : Rahim 2008

Gambar 4 Sistem Pemasaran Hasil Pertanian

Hasil produksi komoditas pertanian mempunyai karekteristik yang berbeda dengan produk lain seperti berikut :

1. Voluminous artinya memerlukan ruang dan biaya penyimpanan yang relatif besar, biaya pengangkutan mahal, harga produk relatif sangat kecil dibandingkan dengan volumenya, dan biaya total pemasarannya seringkali jauh lebih besar secara proporsional dibandingkan dengan biaya produksinya.

2. Penawaran produknya relatif kecil:

3. Secara perorangan petani pada umumnya merupakan suplier kecil yang tidak

memiliki posisi tawar dalam menentukan harga. Penetapan harga pada umumnya dikuasai oleh pelaku pasar lain

4. Mudah rusak / perishable. Produk agronomi dikenal tidak tahan lama dan sangat mudah rusak. Hal ini disebabkan antara lain oleh rendahnya kualitas penanganan pasca panen, kandungan air yang relatif tinggi dan faktor-faktor lain yang lekat dengan karakteristik biologis dan fisiologis produk agronomi itu sendiri.

5. Tergantung pada alam. Produk agronomi bersifat spesifik dalam kaitannya dengan faktor klimatologi. Seluruh aspek alamiah memberikan pengaruh yang


(38)

signifikan terhadap produk agronomi. Produk tertentu hanya dapat ditanam pada kondisi alam tertentu dan dipanen hanya di musim-musim tertentu. Perubahan kondisi alam di luar kecenderungan alamiahnya akan berakibat pada kegagalan panen. Berdasarkan sifat semacam ini produk agronomi tergolong produk beresiko tinggi (Rahim 2008)

2.1.4 Volatilitas Harga Pasar

Harga yang terbentuk untuk suatu komoditas merupakan hasil interaksi antara penjual dan pembeli. Harga yang terjadi sangat dipengaruhi oleh kuantitas barang yang ditransaksikan. Dari sisi pembeli (demand, D) semakin banyak barang yang ingin dibeli akan meningkatkan harga, sementara dari sisi penjual (supply, S) semakin banyak barang yang akan dijual akan menurunkan harga. Banyak faktor yang dapat mempengaruhi perilaku permintaan maupun penawaran dalam interaksi pembentukan harga. Namun untuk komoditas pangan/pertanian, pembentukan harga tersebut disinyalir lebih dipengaruhi oleh sisi penawaran (supply shock) karena sisi permintaan cenderung stabil mengikuti perkembangan trennya.

Faktor-faktor yang mempengaruhi sisi penawaran komoditas pangan/pertanian cenderung sulit untuk dikontrol. Menurut Suparmoko (1997) yang mempengaruhi penawaran suatu produk adalah jumlah barang yang ditawarkan (produksi), harga barang, jumlah faktor produksi (input) yang tersedia, keadaan alam, pajak dan teknologi. Sementara menurut Raharja dan Mandala (2002) meliputi harga barang, harga barang lain berupa barang substitusi atau komplemen, biaya produksi, teknologi produksi, jumlah pedagang/penjual, tujuan perusahaan dan kebijakan pemerintah. Berbeda dengan Soekartawi (2002) bahwa yang mempengaruhi penawaran produk pertanian meliputi harapan konsumen dan elastisitas produksi. Upaya peningkatan produksi pertanian tidak dapat dilakukan secara instan karena terkait dengan infrastruktur, luas lahan, teknologi dan keahlian yang memerlukan investasi dan penanganan jangka panjang (Prastowoet al 2008). Sementara faktor distribusi dapat dipengaruhi secara lebih cepat dan jumlah investasi yang dibutuhkan relatif lebih kecil.Walaupun keberhasilan panen sangat dipengaruhi oleh kondisi musim/cuaca yang sifatnya uncontrolable,


(39)

14

pengaruh pola tanam terhadap perkembangan harga komoditas pertanian di Amerika Serikat terlihat sangat dominan. Terdapat pola cyclical yang sistematis antara pola tanam dan variance harga komoditas. Variance harga membesar pada saat musim tanam dan mengecil pada saat musim panen. Sementara keberadaan teknologi penyimpanan atas produk pertanian, khususnya untuk produk yang mudah busuk/basi (durable products), akan mengurangi tekanan fluktutasi harga dari komoditas tersebut.

Tekanan sisi permintaan juga berpotensi meningkatkan harga komoditas pertanian walaupun derajatnya relatif rendah dibanding tekanan dari sisi penawaran. Sumber utama peningkatan permintaan komoditas pangan adalah harga komoditas, pendapatan konsumen, harga yang berhubungan (komplementer dan substitusi), selera konsumen (Salvatore 1996), jumlah penduduk, perkiraan harga periode mendatang, upaya penjualana berupa promosi (Raharja dan Mandala 2002) dan elastisitas permintaan yaitu harga, pendapatan serta silang (Soekartawi 2002). Selain dipengaruhi oleh faktor penawaran dan permintaan domestik, harga komoditas juga dapat dipengaruhi oleh harga komoditas di pasar internasional. Pada rezim perdagangan bebas, harga komoditas domestik akan bergerak mengikuti harga internasional, sehingga akan lebih volatile jika pemerintah tidak melakukan intervensi. Banyak negara reluctant untuk bergerak ke arah perdagangan bebas secara penuh untuk komoditas pangan/pertanian karena komoditas tersebut merupakan komoditas penting yang dapat menimbulkan instabilitas politik (Dawe 2001). Untuk itu banyak negara, termasuk negara maju sekalipun seperti Jepang, yang masih memberikan proteksi berupa larangan impor untuk komoditas tertentu maupun pemberian tarif impor. Karakteristik penawaran dan permintaan untuk komoditas pangan/pertanian memang ‘unik’ karena keduanya cenderung bersifat inelastic terhadap perubahan harga. Petani sebagai produsen tidak bisa serta merta meningkatkan produksinya ketika harga mengalami peningkatan. Konsumen juga tidak bisa mengurangi permintaannya ketika harga meningkat karena komoditas pangan/pertanian tersebut menjadi kebutuhan pokok. Kondisi tersebut membuat harga komoditas menjadi sangat sensitif terhadap shock, baik dari sisi penawaran maupun


(40)

permintaan, termasuk indirect shock yang berpengaruh secara tidak langsung seperti gangguan distribusi.

Teori Cobweb (sarang laba-laba) terjadi pada produk pertanian karena berfluktuasi pada musim ke musim, reaksi terlambat (time lag) dari produsen terhadap harga dan undurable goods. Teori Cobweb menjelaskan siklus harga dan produksi yang naik turun dalam jangka waktu tertentu, yang pada dasarnya dapat dibedakan menjadi 3 siklus yaitu:

1. Siklus yang mengarah pada fluktuasi yang jaraknya tetap yang dapat digambarkan pada gambar 5 di bawah ini.

P D S P1 (1)

P0 (4) (2)

P2 (3)

S D

0 Q1 Q0 Q2 Q Gambar 5 Tori Cobweb yang Menuju fluktuasi yang jaraknya tetap

2. Siklus yang mengarah pada titik keseimbangan yang dapat digambarkan pada gambar 6 berikut ini;

D S P1 1

P0 3 2 P2

S D

O Q1 Q0 Q2 Q Gambar 6 Tori Cobweb yang Menuju Titik Keseimbangan


(41)

16

3. Siklus yang mengarah pada eksplosi harga, yaitu yang berfluktuasi dengan jarak yang makin membesar dapat digambarkan pada gambar 7 berikut ini; P D S

P1 1

P0 2

P2 3

S D

O Q1 Q0 Q2 Q Gambar 7 Tori Cobweb yang Menuju Eksplosi Harga

Kondisi keseimbangan yang terjadi di pasar tentunya menjadi relatif tidak stabil apabila ada kekuatan-kekuatan yang mendorong harga dan jumlah barang atau komoditas yang pada akhirnya akan mencapai keseimbangan baru. Berkaitan dengan aspek ini, di pasar ada kemungkinan akan terjadi kelebihan barang atau komoditas yang ditawarkan (surplus) dan kekurangan barang atau komoditas yang ditawarkan atau kelebihan barang atau komoditas yang diminta (shortage).

Proses penyesuaian pasar menuju keseimbangan akan dipengaruhi oleh beberapa kondisi antara lain: (1) Permintaan yang berubah, di mana penawaran tetap; (2) Penawaran yang berubah, di mana permintaan tetap; dan (3) Permintaan dan penawaran yang berubah secara simultan (Mubyarto, 1994)

2.1.5 Inflasi

Inflasi adalah gejala peningkatan tingkat harga pada level agregat dalam perkekonomian secara terus menerus. Dengan demikian tingkat inflasi adalah perubahan yang terjadi pada tingkat harga (Blancard 2004).

Di Indonesia, disagegasi inflasi IHK tersebut dikelompokan menjadi: Inflasi IHK atau inflasi umum (headline inflation) : inflasi seluruh barang/jasa yang


(42)

dimonitor harganya secara periodik. Inflasi umum adalah komposit dari inflasi inti, inflasi administered prices, dan inflasi volatile goods.

Inflasi inti (core inflation) : inflasi barang/jasa yang perkembangan harganya dipengaruhi oleh perkembangan ekonomi secara umum, seperti ekspektasi inflasi, nilai tukar, dan keseimbangan permintaan dan penawaran, yang sifatnya cenderung permanen, persistent, dan bersifat umum serta dikendalikan oleh Bank Indonesia.

Inflasi administered prices : inflasi barang/jasa yang perkembangan harganya secara umum dapat diatur pemerintah.

Inflasi volatile goods : Inflasi barang/jasa yang dominan dipengaruhi oleh shock (kejutan) dalam kelompok bahan makanan seperti panen, gangguang alam dan faktor perkembangan harga komoditas pangan domestik maupun perkembangan harga komoditas pangan internasional. Berdasarkan tahun dasar 2007, inflasi volatile goods masih didominasi bahan makanan, sehingga sering disebut juga sebagai inflasi volatile foods. Jumlah komoditasnya sebanyak 61 antara lain beras, minyak goreng, cabe, daging ayam ras, dan sebagainya. Dalam penelitian ini penulis hanya mengambil 9 komoditas pangan yang mempengaruhi inflasi.

Inflasi dapat digolongkan menjadi empat golongan, yaitu inflasi ringan, sedang, berat, dan hiperinflasi. Inflasi ringan terjadi apabila kenaikan harga berada di bawah angka 10 persen setahun; inflasi sedang antara 10 persen-30 persen setahun; berat antara 30 persen – 100 persen setahun; dan hiperinflasi atau inflasi tak terkendali terjadi apabila kenaikan harga berada di atas 100 persen setahun.

Inflasi dapat disebabkan oleh dua hal, yaitu tarikan permintaan atau desakan biaya produksi. Inflasi tarikan permintaan terjadi akibat adanya permintaan total yang berlebihan sehingga terjadi perubahan pada tingkat harga. Bertambahnya permintaan terhadap barang dan jasa mengakibatkan bertambahnya permintaan terhadap faktor-faktor produksi. Meningkatnya permintaan terhadap faktor produksi itu kemudian menyebabkan harga faktor produksi meningkat. Jadi, inflasi ini terjadi karena suatu kenaikan dalam permintaan total sewaktu perekonomian yang bersangkutan dalam situasi full employment.


(43)

18

Inflasi desakan biaya terjadi akibat meningkatnya biaya produksi (input) sehingga mengakibatkan harga produk-produk (output) yang dihasilkan ikut naik. Meningkatnya biaya produksi dapat disebabkan 2 hal,yaitu kenaikan harga,misalnya bahan baku dan kenaikan upah/gaji,misalnya kenaikan gaji PNS akan mengakibatkan usaha-usaha swasta menaikkan harga barang-barang.

Berdasarkan asalnya, inflasi dapat digolongkan menjadi dua, yaitu inflasi yang berasal dari dalam negeri dan inflasi yang berasal dari luar negeri. Inflasi berasal dari dalam negeri misalnya terjadi akibat terjadinya defisit anggaran belanja yang dibiayai dengan cara mencetak uang baru dan gagalnya pasar yang berakibat harga bahan makanan menjadi mahal. Sementara itu, inflasi dari luar negeri adalah inflasi yang terjadi sebagai akibat naiknya harga barang impor. Hal ini bisa terjadi akibat biaya produksi barang di luar negeri tinggi atau adanya kenaikan tarif impor barang.

Selain pembagian inflasi yang tersebut di atas, ada pula yang dikenal dengan jenis inertia inflation, atau expectation inflation. Inertia inflation adalah kecenderungan bahwa setiap tahun (atau setiap periode) orang percaya akan terjadi inflasi. Penduduk negara-negara maju, misalnya, percaya bahwa inflasi diperkirakan 3 persen per tahun. Negara industri baru semisal Korea Selatan dan Singapura diperkirakan memiliki tingkat inflasi sebesar 2 persen. Sedangkan negara berkembang memiliki tingkat inflasi sekitar 7 persen. Inertia inflationjuga disebut expected inflation. Di luar itu, sebenarnya terdapat unexpected inflation. Inflasi jenis ini bisa negatif dan bisa pula positif.Unexpected inflationterjadi jika ada kejutan. Konsep inflasi inersia mengacu pada situasi di mana mekanisme propagasi inflasi sudah terpasang dan merupakan penyebab utama inflasi berlangsung dari waktu ke waktu.

Hutabarat (2005) menemukan bahwa perilaku inflasi di Indonesia bersifat sangat persisten terutama disebabkan oleh pola pembentukan ekspektasi inflasi yang masih didominasi oleh inflasi masa lalu (expectation adaptive). Menurutnya, pembentukan ekspektasi inflasi ini banyak diwarnai oleh inflasi cost push atau supply shocks yang tinggi dan sering terjadi, seperti kejutan harga minyak, kenaikan harga BBM, devaluasi dan fluktuasi berlebihan nilai tukar Rupiah serta kenaikan upah minimum yang melebihi inflasi. Ia mendapati bahwa


(44)

karakteristik inflasi tersebut tidak mengalami perbaikan pada pasca krisis, baik ditinjau secara time series, distribusi lintas komoditi pembentuk inflasi, maupun perbandingan dengan negara lain.

Menurut Dornbusch et al (2004) bahwa pelaku ekonomi membentuk ekspektasi laju inflasi berdasarkan ekspektasi adaftif dan ekspektasi rasional. Ekspektasi rasional adalah ramalan optimal mengenai masa depan denganmenggunakan semua informasi yang ada. Pengertian rasional adalah suatutindakan yang logik untuk mencapai tujuan berdasarkan informasi yang ada.

Dalam Boediono (1997), pengaruh inflasi dapat memiliki dampak positif atau negatif tergantung seberapa parah atau tidaknya tingkat inflasi tersebut. Inflasi yang ringan atau moderat akan membuat perekonomian menjadi bergairah karena dapat mendorong laju investasi yang kemudian membuka lapangan pekerjaan sehingga dapat mengurangi pengangguran dan pada akhirnya mendorong pertumbuhan ekonomi. Sebaliknya, inflasi yang tidak stabil akan menciptakan ketidakpasian bagi para pelaku ekonomi dalam mengambil keputusan untuk melaksanakan konsumsi, investasi, dan produksi yang pada akhirnya akan menghambat pertumbuhan ekonomi. Oleh sebab itu, pengendalian inflasi untuk mencapai kestabilan harga barang dan jasa merupakan prasyarat penting dalam menciptakan kesejahteraan dan pertumbuhan ekonomi jangka panjang.

Dalam kaitannya antara perubahan harga komoditas dan inflasi, Furlong dan Ingenito (1996) meyakini bahwa harga komoditas dapat dijadikan sebagai leading indicators inflasi. Alasannya adalah, pertama, harga komoditas mampu merespon secara cepat shock yang terjadi dalam perekonomian secara umum, seperti peningkatan permintaan (aggregate demand shock). Kedua, harga komoditas juga mampu merespon terhadap non-economic shocks seperti banjir, tanah longsor dan bencana alam lainnya yang menghambat jalur distribusi dari komoditas tersebut.

2.1.6 Struktur Pasar

Atas kegiatan produksi, perubahan bentuk, penyimpanan dan distribusi yang dilakukan, para agen ekonomi menetapkan marjin keuntungan. Besarnya


(45)

20

marjin keuntungan yang dapat ditetapkan oleh para agen ekonomi sangat dipengaruhi oleh struktur pasar dari komoditas yang diperdagangkan. Struktur pasar ditentukan oleh beberapa kriteria, yaitu (i) jumlah perusahaan/agen/penjual yang beroperasi di pasar tersebut; (ii) ada tidaknya hambatan bagi perusahaan/agen/penjual untuk masuk dan keluar dari pasar; dan (iii) karakteristik dari komoditas yang diperdagangkan. Struktur pasar tersebut berpengaruh terhadap kekuatan dari para agen/penjual di dalamnya untuk mempengaruhi harga pasar. Secara teoritis, struktur pasar dapat berbentuk pasar monopoli, duopoli, oligopoli, persaingan monopolistik (monopolictic competition), dan persaingan sempurna (perfect competition).

Pada struktur pasar yang bersifat monopoli, sebuah perusahaan atau agen tunggal yang menguasai pasar memiliki keleluasaan dalam penetapan harga untuk memperoleh marjin keuntungan yang optimal karena agen tersebut berperan sebagai price setter. Sebaliknya, pada pasar komoditas yang bersifat persaingan sempurna (perfect competition) atau setidaknya highly competition, agen tersebut tidak mempunyai kekuatan untuk mempengaruhi harga yang terjadi di pasar karena lebih berperan sebagai price taker sehingga marjin keuntungan yang diperoleh sangat kecil. Sementara kemampuan agen/penjual untuk mempengaruhi harga pada jenis pasar duopoli, oligopoli, dan persaingan monopolistik berada di antara pasar monopoli dan persaingan sempurna.

Kondisi pasar persaingan sempurna terlihat di level petani pada saat panen raya. Homogenitas dan melimpahnya komoditas pertanian yang akan dijual membuat petani tidak mempunyai bargaining position untuk mempengaruhi harga dan pasrah sebagai price taker. Sebaliknya untuk level pedagang pengumpul/tengkulak yang jumlahnya relatif sedikit cenderung membentuk pasar oligopoli sehingga mempunyai kekuatan untuk mempengaruhi harga. Seringkali para pedagang pengumpul/tengkulak tersebut membentuk sebuah kartel yang dapat membuat kesepakatan dan membentuk harga pasar (Prastowo et al2008.

2.1.7 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Harga Pangan 2.1.7.1. Jumlah Produksi dari sisi Penawaran


(46)

Studi empiris yang dilakukan oleh Deaton dan Laroque (1992), Chambers dan Bailey (1996) dan Tomek (2000) menyimpulkan dua faktor yang sangat berpengaruh terhadap pembentukan harga komoditas pangan/pertanian, yakni faktor produksi/panen (harvest disturbance) dan perilaku penyimpanan (storage/inventory behavior). Walaupun keberhasilan panen sangat dipengaruhi oleh kondisi musim/cuaca yang sifatnya uncontrolable, pengaruh pola tanam terhadap perkembangan harga komoditas pertanian di Amerika Serikat terlihat sangat dominan. Terdapat pola cyclical yang sistematis antara pola tanam dan variance harga komoditas. Variance harga membesar pada saat musim tanam dan mengecil pada saat musim panen. Sementara keberadaan teknologi penyimpanan atas produk pertanian, khususnya untuk produk yang mudah busuk/basi (durable products), akan mengurangi tekanan fluktutasi harga dari komoditas tersebut.

2.1.7.2. Pendapatan Domestik Regional Bruto (PDRB) dari sisi Permintaan Sumber utama peningkatan permintaan komoditas pangan adalah peningkatan jumlah penduduk dan pendapatan (Tomek 2000). Namun untuk negara maju, income effect kepada permintaan komoditas pertanian relatif kecil bila dibandingkan dengan negara berkembang yang mempunyai income elasticity lebih tinggi. Sementara Borensztein et al (1994) berpendapat bahwa permintaan komoditas pertanian lebih dipengaruhi oleh aktivitas perekonomian (economic growth). Membaiknya pertumbuhan ekonomi akan meningkatkan pendapatan masyarakat yang selanjutnya mendorong konsumsi. Kondisi ini memacu sektor industri untuk meningkatkan produksi makanan sehingga permintaan komoditas pertanian sebagai bahan baku meningkat.

2.1.7.3. Jumlah Penduduk dari sisi Permintaan

Pertumbuhan ekonomi China dan India, kedua negara dengan jumlah penduduk terbesar, menyebabkan peningkatan permintaan yang luar biasa terhadap bahan makanan sehingga akan menyebabkan kenaikan pada harga pangan (Hasan 2008). Hal ini senada dengan hasil penelitian Siregar (2009) bahwa Semakin bertambahnya penduduk dunia, terutama di negara di negara-negara berkembang di Asia menyebabkan semakin tingginya kebutuhan atau


(47)

22

permintaan akan komoditas-komoditas pertanian, sehingga mendorong harga-harga komoditas tersebut untuk meningkat.

2.1.7.4. Infrastruktur dari sisi Penawaran

Beberapa teori pertumbuhan ekonomi sepakat mengenai arti penting dari infrastruktur terhadap pembangunan regional, karena akan menjadi determinan dalam pembangunan sistem pertumbuhan di tingkat lokal dan bagaimana kemudian jalur pembangunan akan terbentuk. Tentu saja infrastruktur yang dimaksud adalah infrastruktur ekonomi seperti fasilitas transportasi, jalan raya, pelabuhan laut dan udara, rel kareta dan pembangkit tenaga listrik, karena secara langsung akan berfungsi dalam meningkatkan produktivitas perusahaan (Cappelo 2007).

Beberapa studi telah diukur pengaruh kualitas jalan pada biaya transportasi dan integrasi pasar. Loveridge (1991) menunjukkan bahwa perbaikan proyek jalan di barat daya Rwanda mengurangi perbedaan harga antara dua pasar dan meningkatkan korelasi harga mereka dari waktu ke waktu. Minten dan Kyle (1999) menemukan bahwa biaya transportasi dua kali lebih tinggi di jalan buruk dibandinkan dengan jalan beraspal di Zaire. Biaya tinggi transportasi di jalan buruk mengakibatkan harga yang lebih rendah yang di terima petani dalam menjual hasil panen mereka.

2.2 Penelitian Terdahulu

Busetti et al (2006) dalam Inflation Convergence and Divergence Within The Eropean Monetary Union (EMU). Penelitian ini menganalisis mengenai sifat konvergensi tingkat inflasi diantara negara-negara Uni Eropa selama periode 1980-2004. Analisis yang digunakan dibagi menjadi dua bagian, sebelum dan sesudah kelahiran mata uang euro. Analisis konvergensi pertama menggunakan uji akar unit univariat dan multivariat pada perbedaan inflasi, dengan alasan bahwa kekuatan dari pengujian ini meningkat jauh jika regresi Dickey-Fuller tanpa intercept term. Analisis selanjutnya menyelidiki apakah kedua sub sampel dicirikan oleh tingkat inflasi yang stabil di negara-negara Eropa. Pada saat menggunakan tes stationeritas pada tingkat diferensial untuk inflasi, ditemukan bukti perilaku yang menyimpang. Secara statistik penelitian ini dapat mendeteksi dua kelompok terpisah atau convergence club. Kelompok inflasi


(48)

yang lebih rendah terdiri dari Jerman, Perancis, Belgia, Australia, Finlandia. Sedangkan kelompok inflasi yang lebih tinggi adalah Spanyol, Belanda, Yunani, Portugal, dan Irlandia. Italia muncul untuk membentuk kelompok sendiri, berada diantara dua kelompok lainnya. Hasil penelitian diperoleh Konvergensi terjadi mulai pada tahun 1999 sejak munculnya mata uang tunggal (UERO) dengan konvergensi tertinggi di Belanda, Spanyol, Yunani, Portugal dan Irlandia.

Hanie (2006) dalam Analisis Konvergensi Nominal dan Riil Diantara Negara-Negara Asean-5, Jepang, dan Korea Selatan. Penelitian ini mengkaji apakah konvergensi nominal dan konvergensi riil telah terjadi di negara-negara ASEAN-5 (Indonesia, Filipina, Singapura, Malaysia, dan Thailand), Jepang, dan Korea Selatan. Konvergensi nominal dianalisis dengan menggunakan variabel Consumer Price Index (CPI), sedangkan analisis konvergensi riil menggunakan variabel Industrial Production Index (IPX). Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan pendekatan VECM melalui simulasi Decomposition of Forecasting Error Varians dan simulasi Impulse Response Function. Selain itu, konvergensi juga analisis dengan menggunakan uji kausalitas Grenger dan matriks korelasi. Hasil penelitian menunjukkan bahwa konvergensi nominal terjadi di negara-negara ASEAN-5 kecuali Indonesia, namun konvergensi ini belum begitu terlihat diantara Korea Selatan dengan ASEAN-5. Selain itu, konvergensi riil terjadi diantara negara-negara ASEAN-5, dan antara Korea Selatan dengan ASEAN-5 kecuali Indonesia.

Penelitian berikutnya Andersson et al (2009) dalam Determinants of Inflation and Price Level Differentials Across the Euro Area Countries. Penelitian ini menganalisa faktor-faktor penentu perbedaan inflasi perbedaan inflasi dan tingkat harga di negara-negara kawasan euro. Estimasi panel dinamis untuk periode 1999-2006 menunjukkan bahwa perbedaan dalam inflasi terutama ditentukan oleh perkembangan yang berbeda dalam PDB per kapita atau tingkat produktivitas, posisi siklus dan untuk beberapa tingkat pertumbuhan upah serta perubahan dalam peraturan pasar produk. Penelitian ini juga menemukan kekuatan penting dalam perbedaan tingkat inflasi, dapat dilihat dari sebagian hubungan terkait dengan harga yang ditentukan dan peraturan pasar produk. Dalam rangka kointegrasi, penelitian ini menemukan bahwa tingkat harga


(49)

masing-24

masing negara kawasan eoru diatur oleh tingkat GDP per kapita, pada gilirannya ditentukan oleh tingkat produktivitas dan konsumsi. Kekuatan dalam perbedaan tingkat inflasi tampaknya sebagian dijelaskan oleh administered prices dan sampai batas tertentu oleh peraturan pasar produk.

Penelitian konvergensi indeks harga dilakukan oleh Ralhan dan Dayanandan (2003) dengan level data panel periode 1978-2001 dari 10 provinsi dan 15 kota di Kanada, dengan metode panel unit root test DF dan ADF. Hasil penelitian di peroleh Tingkat estimasi konvergensi di Kanada relatif lebih cepat selama pasca-inflation targetingperiode 1991-2001 dari pada sebelumnya.

2.3 Kerangka Pemikiran

Untuk membentuk suatu tingkat inflasi yang tetap, salah satu faktor yang harus dipenuhi oleh Indonesia adalah mencapai konvergensi harga pangan. Dalam hal ini, wilayah-wilayah di Indonesia harus mengetahui faktor yang mendukung pembentukan konvergensi harga pangan antar wilayah tersebut. Berikut ini adalah gambaran dari kerangka pemikiran dari penelitian ini :

Gambar 8 Kerangka Pemikiran Penelitian

9 Pangan Pokok

Penawaran Pemintaan

Jumlah Produksi, Infrastruktur

Konvergensi & Panel Data Dinamis

PDRB, Jumlah Penduduk, Volatile Food Inflasi

Implikasi Kebijakan Adanya Perbedaan Harga Pangan


(50)

2.4 Hipotesis

Hipotesis yang dikemukakan dalam penelitian ini di dasarkan pada teori-teori yang ada dan penelitian terdahulu yaitu sebagai berikut:

1. Konvergensi harga pangan terjadi antar wilayah di Indonesia.

2. Perubahan harga pangan dipengaruhi jumlah produksi (berhubungan negatif), PDRB (berhubungan positif), jumlah penduduk (berhubungan positif) dan infrastruktur (berhubungan negatif).


(51)

26


(52)

III

METODE PENELITIAN

3.1 Jenis dan Sumber Data

Penelitian ini menggunakan data sekunder time series dari tahun 2001 – 2010 dan cross section dari 26 propinsi di Indonesia (data panel), yang terdiri dari:

1. Harga konsumen dari 9 pangan pokok (beras, daging ayam, daging sapi, bawang merah, cabe merah, minyak goreng, gula pasir, telur ayam ras dan kacang kedelai) di 26 propinsi.

2. Jumlah produksi dari 9 pangan pokok di 26 propinsi. 3. Produk Domestik Regional Bruto atas harga konstan tahun 2000

4. Jumlah penduduk diperoleh dari hasil sensus tahun 2000 dan 2010 sedangkan data jumlah penduduk tahum 2001–2009 merupakan hasil perkiraan.

5. Infrastruktur menggunakan proksi panjang jalan propinsi

Data yang digunakan berasal dari Badan Pusat Statistik (BPS), Kementerian Pertanian dan Kementerian Pekerjaan Umum.

3.2 Metode Analisis 3.2.1 Analisis Deskriptif

Analisis deskriptif merupakan suatu teknik analisis yang sederhana yang dapat digunakan untuk menggambarkan kondisi suatu observasi dengan menyajikan dalam bentuk ulasan, tabel maupun grafik dengan tujuan memudahkan dalam menafsirkan hasil observasi. Analisis deskriptif pada penelitian ini menggunakan rasio perubahan harga dan inflasi.

3.2.2 Analisis Panel Data Statis

Data panel adalah data yang memiliki dimensi ruang (individu) dan waktu, yang merupakan gabungan antara data silang (cross section) dengan data runtut waktu (time series). Jika setiap unit cross section memiliki jumlah observasi time series yang sama maka disebut sebagai balanced panel. Sebaliknya jika jumlah observasi berbeda untuk setiap unit cross section maka disebut unbalanced panel.


(53)

28

Keunggulan dari penggunaan data panel dalam analisis ekonometrik antara lain: (i) mampu mengontrol heterogenitas individu; (ii) memberikan informasi yang lebih banyak dan beragam, meminimalkan masalah kolinieritas (collinearity), meningkatkan jumlah derajat bebas dan lebih efisien; (iii) data panel umumnya lebih baik bila digunakan dalam studi dynamics of adjustment; (iv) data panel lebih baik dalam mengukur dan mengidentifikasi serta mengukur efek yang tidak dapat dideteksi apabila menggunakan data cross section atau timeseries murni; dan (v) data panel dapat digunakan untuk mengonstruksi dan menguji model perilaku yang lebih kompleks dibandingkan data cross section atau time series murni.

Meskipun demikian, analisis data panel juga memiliki beberapa kelemahan dan keterbatasan dalam penggunaannya khususnya apabila data panel dikumpulkan atau diperoleh dengan metode survei. Permasalahan tersebut antara lain: (i) relatif besarnya data panel karena melibatkan komponen cross section dan time series menimbulkan masalah disain survei panel, pengumpulan dan manajemen data (masalah yang umumnya dihadapi di antaranya: coverage, nonresponse, kemampuan daya ingat responden (recall), frekuensi, dan waktu wawancara; (ii) distorsi kesalahan pengamatan (measurement error) yang umumnya terjadi karena kegagalan respon (contoh: pertanyaan yang tidak jelas, ketidaktepatan informasi, dan lain-lain); (iii) masalah selektivitas, yakni: selfselectivity, nonresponse, attrition (jumlah responden yang terus berkurang pada survey lanjutan); dan (iv) cross section dependence (contoh: apabila macropanel data dengan unit analisis negara atau wilayah dengan deret waktu yang panjang mengabaikan cross-country dependence maka dapat mengakibatkan kesimpulan-kesimpulan yang tidak tepat (miss leading inference).

Ada beberapa metode yang sering digunakan untuk mengestimasi parameter model data panel statis. Metode sederhana yang sering digunakan adalah pooled estimator atau dikenal sebagai metode least square yang umumnya digunakan pada model cross section dan time series murni. Sebagaimana dibahas sebelumnya bahwa data panel memiliki jumlah observasi lebih banyak dibandingkan data cross section dan time series murni. Akibatnya, ketika data


(54)

digabungkan menjadi pool data, regresi yang dihasilkan cenderung lebih baik dibandingkan regresi yang menggunakan data cross section dan time series murni. Akan tetapi, dengan mengabungkan data, maka variasi atau perbedaan baik antara individu dan waktu tidak dapat terlihat. Hal ini tentunya kurang sesuai dengan tujuan dari digunakannya data panel. Lebih jauh lagi, dalam beberapa kasus, penduga yang dihasilkan melalui least square dapat menjadi bias akibat kesalahan spesifikasi data.

Untuk mengatasi permasalahan tersebut, ada dua metode yang biasanya digunakan dalam pemodelan data panel, yakni metode efek tetap (fixed effects model) dan metode efek random (random effects model). Persamaan berikut:

...(3.1) dengan gangguan acak diasumsikan mengikuti one-way error component model sebagai berikut:

= + ...(3.2) dan diasumsikan bahwa uit merupakan gangguan acak yang tidak berkorelasi

dengan Xit . Sedangkan i disebut sebagai efek individual (time invariant person

specific effect). Beberapa aplikasi empiris data panel umumnya melibatkan satu di antara asumsi mengenai efek individual.

Pertama, bila i diperlakukan sebagai parameter tetap, namun bervariasi

antar i = 1,2,…, N , maka model ini disebut sebagai fixed effects model (FEM). Model efek tetap umumnya digunakan ketika terdapat korelasi antara intersep individual dan variabel independen r. Secara umum model ini dapat diekspresikan sebagai

...(3.3) dengan asumsi bahwa uit ~ iid (0, ). Penduga dari model ini mampu menjelaskan

perbedaan atau variasi antar individu (differences within individual), karena model ini memungkinkan adanya perbedaan intersep pada setiap i. Penduga dari model ini ditentukan sebagaimana penduga least square dalam regresi namun dalam bentuk deviasi rata-rata individual. Menurut Verbeek (2000), dugaan untuk paremeter dengan menggunakan FEM dapat diformulasikan sebagai


(55)

30

Sedangkan estimasi untuk intersep dituliskan sebagai

...(3.5) Matriks kovarian untuk fixed effect estimator , dengan uit ~ iid (0, )

diberikan oleh:

...(3.6) dengan

……….…...…..(3.7)

Pada dasarnya, FEM lebih menekankan pada perbedaan di antara individu, yakni menjelaskan bagaimana berbeda dari , dan tidak menjelaskan kenapa berbeda dari . Di sisi lain, asumsi parametrik mengenai , menekankan bahwa perubahan yang terjadi dalam X memiliki pengaruh yang sama, apakah perubahan dari satu periode ke periode lainnya atau perubahan dari satu individu ke individu lainnya.

Kedua, bila diperlakukan sebagai parameter random, maka model disebut sebagai random effects model (REM). Dalam REM, perbedaan karakeristik individu diakomodasi oleh error dalam model. Secara umum model ini dapat diekspresikan sebagai:

...(3.8) dengan = ߙ + dan memiliki rata-rata nol. Di sini, merepresentasikan gangguan individu (individual disturbance) yang tetap sepanjang waktu. Beberapa asumsi yang melekat dalam REM antara lain:

ܧ ( | ) = 0 ...(3.9) ( | ) = ...(3.10) ( | ) = 0; ݅, ݐ ...(3.11) ( ...(3.12)

...(3.13)

( ) ...(3.14)


(56)

Untuk menduga REM umumnya digunakan metode generalized least square (GLS). Misalkan kombinasi error dituliskan menjadi

dengan

...(3.16)

...(3.17)

...(3.18)

...(3.19)

Apabila gangguan sejumlah T untuk individu i dikumpulkan dalam bentuk vektor maka dapat dituliskan bahwa

...(3.20)

dengan

...(

3.21)

Untuk keseluruhan observasi panel, matriks kovarian error dapat diturunkan sebagai

...(3.22)

Dengan menyatakan matriks identitas berdimensi N dan merepresentasikan Kronecker product. Misalkan Y pada persamaan (3.13) direpresentasikan sebagai vektor stack dari b yang dibentuk dengan pola yang sama dengan w (dengan struktur yang sama untuk X). Selanjutnya keseluruhan sistem yang dituliskan sebagai


(57)

32

dapat diestimasi dengan menggunaan metode GLS. Secara umum pendugaan GLS untuk persamaan regresi (3.27) memerlukan transformasi untuk menghilangkan struktur yang tidak baku dari matriks kovarian ܧ(ݓ′ݓ) = ܸ. Kemudian dengan mendefinisikan matriks penimbang ܲ = dan mengalikannya ke kedua ruas diperoleh hasil transformasi sebagai berikut:

ܲ ܻ= ܲ ܺ ߚ+ ܲ ݓ...(3.24) atau

...(3.25) sekarang

= PE (ww’)P = PVP =

Sehingga, penduga GLS pada dapat dituliskan sebagai

...…...(3.26)

3.2.3. Analisis Panel Data Dinamis

Relasi di antara variabel-variabel ekonomi pada kenyataannya banyak yang bersifat dinamis. Analisis data panel dapat digunakan pada model yang bersifat dinamis dalam kaitannya dengan analisis penyesuaian dinamis (dynamic of adjustment). Hubungan dinamis ini dicirikan oleh keberadaan lag variabel dependen di antara variabel-variabel regresor. Sebagai ilustrasi, model data panel dinamis adalah sebagai berikut:

...(3.27) dengan ߜmenyatakan suatu skalar, menyatakan matriks berukuran 1xK dan ߚ matriks berukuran Kx1. Dalam hal ini, diasumsikan mengikuti model oneway error component sebagai berikut:


(1)

Faktor-faktor yang Mempengaruhi Perubahan Harga Cabe Merah

Di Indonesia dengan Model Panel Data Dinamis

Total 42.3591493 207 .204633572 Root MSE = .36212

Adj R-squared = 0.3592

Residual 26.4891014 202 .131134165 R-squared = 0.3747

Model 15.8700479 5 3.17400958 Prob > F = 0.0000

F( 5, 202) = 24.20

Source SS df MS Number of obs = 208

. reg hrg_cabe hrg_sebelum prod pdrb pendk jalan delta: 1 unit

time variable: tahun, 2002 to 2009

panel variable: prov (strongly balanced)

. tsset prov tahun . sort prov tahun

. egen prov = group(provinsi)

end of do-file .

H0: no autocorrelation

2 -4.0907 0.0000

1 -1.4155 0.1569

Order z Prob > z

Arellano-Bond test for zero autocorrelation in first-differenced errors . estat abond

Standard: D.hrg_sebelum D.prod D.pdrb D.pendk D.jalan

GMM-type: L(2/.).hrg_cabe

Instruments for differenced equation errors are recommended.

Warning: gmm two-step standard errors are biased; robust standard

jalan -.1711598 .0595861 -2.87 0.004 -.2879463 -.0543732

pendk 12.44324 .532742 23.36 0.000 11.39908 13.48739

pdrb .451799 .0675274 6.69 0.000 .3194477 .5841504

prod -.0651503 .0055368 -11.77 0.000 -.0760023 -.0542984

L1. -.4877648 .0099501 -49.02 0.000 -.5072667 -.4682629

hrg_cabe

hrg_cabe Coef. Std. Err. z P>|z| [95% Conf. Interval] Two-step results

Prob > chi2 = 0.0000

Number of instruments = 26 Wald chi2(5) = 46000.30

max = 6

avg = 6

Obs per group: min = 6

Time variable: tahun

Group variable: prov Number of groups = 26

Arellano-Bond dynamic panel-data estimation Number of obs = 156

note: hrg_sebelum dropped because of collinearity


(2)

85

Lampiran 7

Scripts

Input dan Hasil Output Stata Estimasi Konvergensi dan

Faktor-faktor yang Mempengaruhi

Perubahan Harga Daging

Ayam Di Indonesia dengan Model Panel Data Dinamis

Total 14.1276954 207 .068249736 Root MSE = .12642

Adj R-squared = 0.7658

Residual 3.22846512 202 .015982501 R-squared = 0.7715

Model 10.8992303 5 2.17984606 Prob > F = 0.0000

F( 5, 202) = 136.39

Source SS df MS Number of obs = 208

. reg hrg_ayam hrg_sebelum prod pdrb pendk jalan delta: 1 unit

time variable: tahun, 2002 to 2009

panel variable: prov (strongly balanced)

. tsset prov tahun . sort prov tahun

. egen prov = group(provinsi)

Prob > chi2 = 0.2263

chi2(21) = 25.49644

H0: overidentifying restrictions are valid Sargan test of overidentifying restrictions . estat sargan

end of do-file .

H0: no autocorrelation

2 -.41378 0.6790

1 -2.7543 0.0059

Order z Prob > z

Arellano-Bond test for zero autocorrelation in first-differenced errors . estat abond

Standard: D.hrg_sebelum D.prod D.pdrb D.pendk D.jalan

GMM-type: L(2/.).hrg_ayam

Instruments for differenced equation errors are recommended.

Warning: gmm two-step standard errors are biased; robust standard

jalan .0059907 .007987 0.75 0.453 -.0096635 .0216449

pendk 3.903322 .1659385 23.52 0.000 3.578089 4.228556

pdrb .6951284 .039542 17.58 0.000 .6176274 .7726294

prod .0501372 .0042041 11.93 0.000 .0418973 .0583771

L1. .1602223 .0157338 10.18 0.000 .1293845 .19106

hrg_ayam

hrg_ayam Coef. Std. Err. z P>|z| [95% Conf. Interval] Two-step results

Prob > chi2 = 0.0000

Number of instruments = 26 Wald chi2(5) = 24315.27

max = 6

avg = 6

Obs per group: min = 6

Time variable: tahun

Group variable: prov Number of groups = 26

Arellano-Bond dynamic panel-data estimation Number of obs = 156

note: hrg_sebelum dropped because of collinearity


(3)

Faktor-faktor yang Mempengaruhi Perubahan HargaTelur Ayam

Ras Di Indonesia dengan Model Panel Data Dinamis

Total 16.9799329 207 .082028661 Root MSE = .12357

Adj R-squared = 0.8138

Residual 3.08452354 202 .015269918 R-squared = 0.8183

Model 13.8954093 5 2.77908186 Prob > F = 0.0000

F( 5, 202) = 182.00

Source SS df MS Number of obs = 208

. reg hrg_telur hrg_sebelum prod pdrb pendk jalan delta: 1 unit

time variable: tahun, 2002 to 2009

panel variable: prov (strongly balanced)

. tsset prov tahun . sort prov tahun

. egen prov = group(provinsi)

end of do-file .

H0: no autocorrelation

2 -2.2481 0.0246

1 -3.0857 0.0020

Order z Prob > z

Arellano-Bond test for zero autocorrelation in first-differenced errors . estat abond

Standard: D.hrg_sebelum D.prod D.pdrb D.pendk D.jalan

GMM-type: L(2/.).hrg_telur

Instruments for differenced equation errors are recommended.

Warning: gmm two-step standard errors are biased; robust standard

jalan -.0550175 .0111543 -4.93 0.000 -.0768796 -.0331554

pendk 4.09919 .2324847 17.63 0.000 3.643528 4.554852

pdrb .7111886 .0657747 10.81 0.000 .5822725 .8401047

prod .0094962 .0023474 4.05 0.000 .0048954 .0140971

L1. .2632247 .0057601 45.70 0.000 .2519352 .2745143

hrg_telur

hrg_telur Coef. Std. Err. z P>|z| [95% Conf. Interval] Two-step results

Prob > chi2 = 0.0000

Number of instruments = 26 Wald chi2(5) = 177296.67

max = 6

avg = 6

Obs per group: min = 6

Time variable: tahun

Group variable: prov Number of groups = 26

Arellano-Bond dynamic panel-data estimation Number of obs = 156

note: hrg_sebelum dropped because of collinearity


(4)

87

Lampiran 9

Scripts

Input dan Hasil Output Stata Estimasi Konvergensi dan

Faktor-faktor yang Mempengaruhi Perubahan Harga Daging Sapi

Di Indonesia dengan Model Panel Data Dinamis

Total 13.6229047 207 .065811134 Root MSE = .07227

Adj R-squared = 0.9206

Residual 1.05500761 202 .00522281 R-squared = 0.9226

Model 12.5678971 5 2.51357942 Prob > F = 0.0000

F( 5, 202) = 481.27

Source SS df MS Number of obs = 208

. reg hrg_dag_sapi hrg_sebelum prod pdrb pendk jalan delta: 1 unit

time variable: tahun, 2002 to 2009

panel variable: prov (strongly balanced)

. tsset prov tahun . sort prov tahun

. egen prov = group(provinsi)

Prob > chi2 = 0.3074

chi2(21) = 23.70827

H0: overidentifying restrictions are valid Sargan test of overidentifying restrictions . estat sargan

end of do-file .

H0: no autocorrelation

2 .01359 0.9892

1 -3.0333 0.0024

Order z Prob > z

Arellano-Bond test for zero autocorrelation in first-differenced errors . estat abond

Standard: D.hrg_sebelum D.prod D.pdrb D.pendk D.jalan

GMM-type: L(2/.).hrg_dag_sapi

Instruments for differenced equation errors are recommended.

Warning: gmm two-step standard errors are biased; robust standard

jalan .0090123 .0105729 0.85 0.394 -.0117102 .0297348

pendk 3.363051 .1571025 21.41 0.000 3.055135 3.670966

pdrb .3856356 .0309329 12.47 0.000 .3250082 .4462631

prod .0427545 .0034366 12.44 0.000 .0360188 .0494901

L1. .4106375 .01628 25.22 0.000 .3787293 .4425458

hrg_dag_sapi

hrg_dag_sapi Coef. Std. Err. z P>|z| [95% Conf. Interval] Two-step results

Prob > chi2 = 0.0000

Number of instruments = 26 Wald chi2(5) = 41942.58

max = 6

avg = 6

Obs per group: min = 6

Time variable: tahun

Group variable: prov Number of groups = 26

Arellano-Bond dynamic panel-data estimation Number of obs = 156

note: hrg_sebelum dropped because of collinearity


(5)

Indonesia.

Dibimbing

oleh

MUHAMMAD

FIRDAUS dan

WIWIEK

RINDAYATI.

Produk Pangan pada umumnya mengikuti pola produksi musiman,

sedangkan kebutuhan pangan harus dipenuhi sepanjang tahun.Selain itu produk

pertanian pada umumnya cepat rusak (

perishable

). Dalam kondisi demikian maka

aspek pengolahan dan penyimpanan menjadi hal penting dalam upaya penyediaan

pangan secara kontinyu. Di Indonesia, produksi pangan tersebar menurut

agroekosistem dan geografinya, sedangkan lokasi konsumen tersebar di seluruh

pelosok tanah air, baik yang tinggal di daerah perkotaan maupun pedesaan.

Dengan demikian aspek transportasi dan distribusi pangan menjadi sangat vital

dalam rangka penyediaan pangan yang merata bagi seluruh penduduk Indonesia.

Kurangnya penyediaan pangan mengakibatkan harga meningkat dan pada

akhirnya akan meningkatkan laju inflasi.

Penelitian ini bertujuan (1) menggambarkan dinamika harga pangan antar

wilayah dan antar waktu; (2) melihat konvergensi harga pangan antar wilayah dan

antar waktu dan (3) menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi perubahan

harga pangan. Ruang lingkup penelitian adalah cakupan yang dianalisis adalah 26

provinsi di Indonesia kecuali beberapa provinsi baru seperti Banten, Kepulauan

Riau Bangka-Belitung, Gorontalo, Sulawasi Barat, Maluku Utara dan Papua Barat

dalam penelitian ini di gabungkan ke propinsi asalnya. Hal ini dikarenakan ke

enam provinsi tersebut baru terbentuk pada akhir tahun 2004, sementara periode

analisis dalam penelitian ini adalah tahun 2001 – 2010. Metode yang digunakan

untuk menggambarkan dinamika harga pangan menggunakan rasio perubahan

harga, inflasi dan rata-rata harga pangan serta untuk menguji konvergensi dan

faktor-faktor yang mempengaruhi perubahan harga pangan menggunakan panel

data dinamis FD-GMM.

Hasil penghitungan yang diperoleh bahwa Dinamika harga rata-rata

tertinggi antar wilayah dari tahun 2002-2009 untuk komoditi beras, gula pasir,

bawang merah, daging dan telur ayam berada di wilayah Jayapura, minyak

goreng, di wilayah Kendari, kacang kedelai di wilayah Bali, cabe merah

Palangkaraya, dan daging sapi di wilayah Nangroe Aceh Darusalam (NAD).

Harga rata-rata terendah dari tahun 2002-2009 untuk komoditi beras di wilayah

Sulawesi Selatan, minyak goreng dan daging sapi di wilayah Kupang, gula pasir

di wilayah Semarang, kacang kedelai dan telur ayam di wilayah NAD, bawang

merah di wilayah Yogyakarta, cabe merah di wilayah Denpasar, dan daging ayam

di wilayah Pontianak. Dinamika rasio perubahan harga rata-rata tertinggi antar


(6)

tanaman pangan dan holtikultura adalah cabe merah serta untuk produk

peternakan adalah daging ayam.

Konvergensi terjadi pada semua komoditi, dengan tingkat konvergensi

tertinggi terdapat pada komoditi kacang kedelai dan terendah pada komoditi cabe

merah; dan faktor-faktor yang berpengaruh terhadap perubahan harga pangan

adalah jumlah produksi, Produk Domestik Regional Bruto (PDRB), jumlah

penduduk dan panjang jalan.