Penetapan Kadar Timbal (Pb) pada Air Laut di Pesisir Pantai Tapak Tuan secara Spektrofotometri Serapan Atom

(1)

Lampiran 1. Hasil Analisis Kualitatif Timbal

Gambar Hasil Analisa

Kualitatif dengan Larutan


(2)

Lampiran 2. Gambar Atomic Absorption Spectrophotometer hitachi Z-2000

Lampiran 3. Gambar hot plate


(3)

lampiran 4. Bagan Alir Pembuatan Larutan Sampel

Lampiran 5. Data Kalibrasi Timbal dengan Spektrofotometer Serapan Atom, Perhitungan Persamaan Garis Regresi dan Koefisien Korelasi (r).

No. Konsentrasi (mcg/l) (X)

Absorbansi (Y)

1. 0.0000 -0.0020

Dipipet 25 ml

Dimasukkan kedalam erlenmeyer 100

Diencerkan dengan aquabidest sampai garis tanda

Disaring dengan kertas whatman, ± 2 ml filtrat pertama dibuang

Diuapkan pada hot plate ± 30 menit sampai volume menjadi ½ dari volume awal

Hasil Sampel (air laut)

Diangkat, dimasukkan dalam labu tentukur 25 ml

Ditambahkan 10 ml HNO3 65%

Filtrat selanjutnya ditampung ke dalam botol

Larutan sampel

Dilakukan analisis kualitatif

Dilakukan analisis kuantitatif dengan Spektrofotometer Serapan atom pada λ 283,3 nm untuk kadar timbal


(4)

2. 20.0000 0.0076

3. 40.0000 0.0155

4. 60.0000 0.0237

5. 80.0000 0.0300

6. 100.0000 0.0394

No. X Y XY X2 Y2.10-4

1. 0.0000 -0.0020 0.0000 0.0000 0.0400

2. 20.0000 0.0076 0.1520 400.0000 0.5776

3. 40.0000 0.0155 0.6200 1600.0000 2.4025

4. 60.0000 0.0237 1.4220 3600.0000 5.6169

5. 80.0000 0.0300 2.4000 6400.0000 9.0000

6. 100.0000 0.0394 3.9400 10000.0000 15.5236

 300.0000

X =

50.0000

0.1142

Y = 0.0190

8.5340 22000.0000 33.1606

a =

 

X n X n Y X XY / / 2 2

 

  =

300.0000

/6 0000 . 22000 6 / ) 1142 . 0 ( 0000 . 300 5340 . 8 2   = 4.0343 x10-4

Y = a X + b b = Y a X

= 0.0190 – (4.0343 x10-3)(50.0000) = -1.1381 x10-3

Maka persamaan garis regresinya adalah: Y = 4.0343.10-4X 1.1381x10-3

=



22000.0000 300.0000 /6

33.1606 10

0.1140

/6

6 / 1142 . 0 0000 . 300 5340 . 8 2 4 -2     = 8279 . 2 8240 . 2 = 0.9986

Lampiran 6. Perhitungan Batas Deteksi dan Batas Kuantitasi

 

  n Y Y n X X n Y X XY r / ) ( )( / ) ( / 2 2 2 2


(5)

Perhitungan Batas Deteksi dan Batas Kuantitasi Logam Timbal Y = 4.0343x10-4X 1.1381x10-3

Slope = 4.0343x10-4 No

Konsentrasi (mcg/l)

X

Absorbansi

Y Yi.10

-3 Y-Yi.10-4 (Y-Yi)2.10-8

1 0.0000 -0.0020 -1.1381 -8.6190 74.2880

2 20.0000 0.0076 6.9305 6.6952 44.8262

3 40.0000 0.0155 14.9990 5.0095 25.0953

4 60.0000 0.0237 23.0676 6.3238 39.9906

5 80.0000 0.0300 31.1362 -11.3619 129.0929

6 100.0000 0.0394 39.2048 1.9524 3.8118

∑ 300.0000 317.1048

SB=

2 2  

n Yi Y = 4 10

317.1048 -8

= 8.9037 x10-4 Batas deteksi =

slope SB x

3

= 4

10 0343 . 4 9037 . 8 3   x

= 6.6210 ppb Batas kuantitasi =

slope SB x

10

= 4

4 10 0343 . 4 10 9037 . 8 10     x

= 22.0701 ppb

Lampiran 7. Hasil Analisis Kadar Timbal dalam Sampel 1.Hasil Analisis Kadar Timbal


(6)

Sampel No Berat Sampel (ml) Absorbansi (A) Konsentrasi (ng/ml) Kadar (mg/l)

Jarak 10 m Kedalaman 5 m

1 25.0000 0.0122 33.0617 0.8265

2 25.0000 0.0131 35.2926 0.8823

3 25.0000 0.0137 36.7798 0.9194

4 25.0000 0.0137 36.7798 0.9194

5 25.0000 0.0122 33.0617 0.8265

6 25.0000 0.0151 40.2501 1.0062

Jarak 500 m

1 25.0000 0.0110 30.5334 0.7633

2 25.0000 0.0098 27.1127 0.7782

3 25.0000 0.0105 28.8500 0.7212

4 25.0000 0.0097 26.8648 0.6716

5 25.0000 0.0094 26.1212 0.6530

6 25.0000 0.0098 33.8053 0.6889

Jarak 2 m sebelah kanan dari jarak

10 m

1 25.0000 0.0148 39.5106 0.9878

2 25.0000 0.0118 32.0702 0.8017

3 25.0000 0.0133 35.7883 0.8947

4 25.0000 0.0121 31.8138 0.8203

5 25.0000 0.0182 47.9342 1.1983

6 25.0000 0.0125 33.8053 0.8451

Jarak 2 m sebelah kiri dari jarak 10

m

1 25.0000 0.0149 39.7543 0.9938

2 25.0000 0.0133 35.7883 0.8947

3 25.0000 0.0127 34.3011 0.8575

4 25.0000 0.0145 38.7628 0.9691

5 25.0000 0.0113 30.8308 0.7708

6 25.0000 0.0136 36.5319 0.9132

Jarak 10 m

1 25.0000 0.0151 40.2501 1.0062

2 25.0000 0.0118 32.0702 0.8017

3 25.0000 0.0111 30.3351 0.7584

4 25.0000 0.0124 33.5574 0.8389

5 25.0000 0.0114 31.0787 0.6769

6 25.0000 0.0117 31.8223 0.7955

Lampiran 8. Contoh Perhitungan Kadar Timbal dalam Sampel


(7)

Absorbansi (Y) = 0,0122

Persamaan Regresi:Y = 4,0343 x10-4X - 1,1381 x10-3

X = -4

-3 x10 4,0343 x10 1,1381 0,0122

= 33.0617 ng/ml Konsentrasi kadar timbal = 33.0617 ng/ml

(ml) Sampel Berat n pengencera Faktor x (ml) Volume x (ng/ml) i Konsentras (ng/ml) Logam

Kadar 

= 25,0000ml ) 25 ( 25 / n

33.0617 g mlx mlx

= 826.5 ng/ml

= 0.8265 mg/l

Selanjutnya dilakukan perhitungan kadar timbal dengan cara yang sama terhadap semua sampel.

Lampiran 9. Perhitungan Statistik Kadar Timbal dalam Sampel

1. Perhitungan statistik kadar timbal dalam air laut jarak 20 m kedalaman 5 m

No

Kadar

(mg/l) �− �̅ �− �̅ 2.10-3

1 0.8265 -0.0702 4.9280

2 0.8823 -0.0144 0.2073

3 0.9194 0.0227 0.5152

4 0.9194 0.0227 0.5152

5 0.8265 -0.0702 4.9280

6 1.0062 0.1095 11.990

Σ 5.3803 23.084

�̅ 0.8967

Dari data yang diperoleh, data ke 6 adalah yang paling menyimpang sehingga diuji dengan uji Q,

1.0062-0.9194

Q = = 0.4830 1.0062-0.8265


(8)

Nilai Q yang diperoleh tidak melebihi nilai Q0,95 yaitu 0.6210 sehingga semua data diterima,

SD =

 

1 -n X -Xi 2

= 1 6 10 23.084 -3  = 0.0679

Pada interval kepercayaan 95% dengan nilai α = 0.05, n =6, dk = 5 dari tabel distribusi t diperoleh nilat t tabel = 2.5706

Kadar timbal dalam air laut: µ = X ± (t (α/2, dk) x SD/√n ) = 0.8967 ± (2.5706 x 0.0679/√6 ) = (0.8967 ± 0.0713) mg/l

2. Perhitungan statistik kadar timbal dalam air laut jarak 500 m 3.

No

Kadar

(mg/l) �− �̅ �− �̅ 2x 10-4

1 0.7633 0.0506 25.60

2 0.7782 0.0655 42.90

3 0.7212 0.0085 0.722

4 0.6716 -0.0411 16.89

5 0.6530 -0.0597 35.64

6 0.6889 -0.0238 5.664

Σ 4.2762 127.43

�̅ 0.7127

Dari data yang diperoleh, data ke 2 adalah yang paling menyimpang sehingga diuji dengan uji Q,

0.7782 - 0.7633

Q = = 0.1190 0.7782 - 0.6530

Nilai Q yang diperoleh tidak melebihi nilai Q0.95 yaitu 0.6210 sehingga semua data diterima,

SD =

 

1 -n X -Xi 2


(9)

=

1 6

10

127.43 -4

 = 0.0504

Pada interval kepercayaan 95% dengan nilai α = 0.05, n =6, dk = 5 dari tabel distribusi t diperoleh nilat t tabel = 2.5706

Kadar timbal dalam air laut:

µ = X ± (t (α/2, dk) x SD/√n )

= 0.7127 ± (2.5706 x 0.0504/√6 ) = (0.7127 ± 0.0529) mg/l

4. Perhitungan statistik kadar timbal dalam air laut jarak 2 m sebelah kanan dari jarak 10 m

No

Kadar

(mg/l) �− �̅ �− �̅ 2 x 10-4

1 0.9878 0.0631 39.82

2 0.8017 -0.123 151.29

3 0.8947 -0.03 9.00

4 0.8203 -0.1044 108.99

5 1.1983 0.2736 748.5

6 0.8451 -0.0796 63.36

Σ 5.5479 1121

�̅ 0.9247

Dari data yang diperoleh, data ke 5 adalah yang paling menyimpang sehingga diuji dengan uji Q,

1.1983-0.9878

Q = = 0.5307 1.1983-0.8017

Nilai Q yang diperoleh tidak melebihi nilai Q0.95 yaitu 0.6210 sehingga semua data diterima,

SD =

 

1 -n

X

-Xi 2


(10)

= 1 6 10 1121 -4   = 0.1498

Pada interval kepercayaan 95% dengan nilai α = 0,05, n =6, dk = 5 dari table distribusi t diperoleh nilat t tabel = 2.5706

Kadar timbal dalam air laut: µ = X ± (t (α/2, dk) x SD/√n ) = 0.9247 ± (2.5706 x 0.1498/√6 ) = (0.9247 ± 0.1572) mg/l

5. Perhitungan statistik kadar timbal dalam air laut jarak 2 m sebelah kiri dari jarak 10 m

No

Kadar

(mg/l) �− �̅ �− �̅ 2x 10-4

1 0.9938 0.0939 88.17

2 0.8947 -0.0052 0.27

3 0.8575 -0.0424 17.9

4 0.9691 0.0692 47.88

5 0.7708 -0.1291 166.6

6 0.9132 0.0133 1.77

Σ 5.3991 322

�̅ 0.8999

Dari data yang diperoleh, data ke 5 adalah yang paling menyimpang sehingga diuji dengan uji Q,

0.7708 – 0.8575

Q = = 0.3888 0.9938 – 0.7708

Nilai Q yang diperoleh tidak melebihi nilai Q0.95 yaitu 0.6210 sehingga semua data diterima,

SD =

 

1 -n X -Xi 2

= 1 6 10 322 -4  


(11)

Pada interval kepercayaan 95% dengan nilai α = 0.05, n = 6, dk = 5 dari tabel distribusi t diperoleh nilat t tabel = 2.5706

Kadar timbal dalam air laut: µ = X ± (t (α/2, dk) x SD/√n ) = 0.8999 ± (2.5706 x 0.0803/√6 ) = (0.8999 ± 0.0842) mg/l

6. Perhitungan statistik kadar timbal dalam air laut jarak 10 m

No

Kadar

(mg/kg) �− �̅ �− �̅ 2x 10-4

1 1.0062 0.1933 373.6

2 0.8017 -0.0112 1.25

3 0.7584 -0.0545 29.7

4 0.8389 0.026 6.7

5 0.6769 -0.136 184.9

6 0.7955 -0.0174 3.02

Σ 4.8776 599.3

�̅ 0.8129

Dari data yang diperoleh, data ke 3 adalah yang paling menyimpang sehingga diuji dengan uji Q,

1.0062-0.8389

Q = = 0.5080 1.0062-0.6769

Nilai Q yang diperoleh tidak melebihi nilai Q0.95 yaitu 0.6210 sehingga semua data diterima,

SD =

 

1 -n X -Xi 2

= 1 6 10 599.3 -4  = 0.1095

Pada interval kepercayaan 95% dengan nilai α = 0.05, n =6, dk = 5 dari tabel distribusi t diperoleh nilat t tabel = 2.5706,

Kadar Timbal dalam air laut: µ = X ± (t (α/2, dk) x SD/√n )


(12)

= (0.8129 ± 0.1149) mg/l

Lampiran 10. Pengujian Beda Nilai Rata-Rata Kadar Timbal pada Sampel

No Sampel x S

1 S1 0.8967 0.0679

2 S2 0.7127 0.0504

3 S3 0.9247 0.1498

4 S4 0.8999 0.0803

5 S5 0.8129 0.1095

Dilakukan uji F dengan taraf kepercayaan 95% untuk mengetahui apakah variasi

kedua populasi sama (σ1 = σ2) atau bebeda (σ1 ≠ σ2 ),  Ho : σ1 = σ2

H1 : σ1 ≠ σ2

 Nilai kritis F yang diperoleh dari tabel (F0.05/2 (5,5)) adalah = 7.15 Daerah kritis penerimaan: -7.15≤ F0 ≤ 7.15

Daerah kritis penolakan: jika Fo < -7.15 dan Fo > 7.15 Fo =

2 2

2 1 S

S

Fo = 2

2

0.0504

0.0679


(13)

 Dari hasil ini menunjukkan bahwa Ho diterima dan H1 ditolak sehingga disimpulkan bahwa σ1 = σ2 ,simpangan bakunya adalah:

Sp =

2 1 1 2 1 2 2 2 2 1 1    n + n )S (n + )S (n = 2 6 6 0.0504 1 6 0.0679 1

6 2 2

   + ) ( + ) (

= 0.0597 Ho : µ1 = µ2

H1 : µ1 ≠ µ2

 Dengan menggunakan taraf kepercayaan 95% dengan nilai α = 0.5% → t0.05/2 = 2.2281 untuk df = 6+6-2 = 10

 Daerah kritis penerimaan : -2.2281 ≤ to ≤ 2.2281

Daerah kritis penolakan : to < -2.2281 dan to > 2.2281 to =

2 1 2 1 / 1 / 1 x -x n n Sp  =

6 1 6 1 0.0597 0.7127 -0.8967  = 5.333


(14)

Karena to = 5.333< 2,2281 maka hipotesis ditolak, berarti terdapat perbedaan yang signifikan rata-rata kadar timbal dalam ai laut jarak 20 m kedalaman 5 m dengan air laut jarak 500 m.

Selanjutnya dilakukan pengerjaan yang sama terhadap sampel yang lain, sehingga didapat nilai masing-masing seperti tertera pada tabel dibawah ini:

Tabel hasil pengujian beda nilai rata-rata kadar timbal dalam sampel

No Sampel Fo Sp to Kesimpulan

Hipotesa 1 S1 terhadap S2 1.815 0.0597 5.333 Ditolak 2 S1 terhadap S3 0.2055 0.1163 -0.417 Diterima 3 S1 terhadap S4 0.6332 0.074 -0.075 Diterima 4 S1 terhadap S5 0.3845 0.0911 0.217 Diterima 5 S2 terhadap S3 0.113 0.1117 -3.313 Ditolak 6 S2 terhadap S4 0.394 0.067 -4.837 Ditolak

7 S2 terhadap S5 0.2112 0.085 2.045 Diterima

8 S3 terhadap S4 3.480 0.120 0.061 Diterima

9 S3 terhadap S5 1.8715 0.131 1.478 Diterima

10 S4 terhadap S5 0.538 0.096 1.582 Diterima

Lampiran 11. Hasil Analisis Kadar Timbal Setelah Penambahan Masing-masing Larutan Standar pada Sampel

Hasil analisis kadar timbal setelah ditambahkan larutan standar timbal Sampel No Berat

Sampel (ml)

Fp Absorbansi (A)

Konst (ng/ml)

Kadar Cf (mg/l)

%

Perolehan Kembali 2 m ka 1 25.0000

25

0.0247

64.046

1.6011 112.73

2 25.0000 0.0238

61.815

1.5453 103.43

3 25.0000 0.0222 57.85 1.4462 86.92

4 25.0000 0.0225 58.593 1.4648 90.02

5 25.0000 0.0209 58.593 1.4648 90.02


(15)

Lampiran 12. Contoh Perhitungan Uji Perolehan Kembali Kadar Timbal dalam Sampel

Contoh perhitungan uji perolehan kembali kadar timbal dalam air laut jarak 2 m sebelah kanan dari jarak 10 m

Persamaan regresi Y = 4.0343 x10-4X - 1.1381 x10-3

ml g

X 64.046n /

x10 4.0343 x10 1.1381 0.0247 4 --3   

Konsentrasi setelah ditambahkan larutan baku = 64.046ng /ml

CF = volume(ml) x Faktor pengenceran

sampel Berat ) / i(n Konsentras  ml g 25 x 25ml g 000 25 / n 64.046  

g ml

= 1.6011 mg/l

Kadar sampel setelah ditambah larutan baku (CF) = 1.6011 mg/l

Kadar rata-rata sampel sebelum ditambah larutan baku (CA) = 0.9247 mg/l Berat sampel rata-rata uji recovery = 25.0000 ml

Kadar larutan standar yang ditambahkan (C*

A)

C*

A = volume(ml) x Faktor pengenceran

rata -rata sampel Berat n ditambahka yang logam i Konsentras  =

ml

25.0000

24

ng

ml

x 25 ml x 25 = 600 ng/ml

= 0.600 mg/ml

Maka % Perolehan Kembali Timbal = CF-CA x 100%

C* A = mg/ml 0.600 / ) 0.9247 1.6011

(  mg ml

x 100% = 112.73 %


(16)

Lampiran 13. Perhitungan Simpangan Baku Relatif (RSD) Kadar Timbal dalam Air Laut Jarak 2 m Sebelah Kanan dari Jarak 10 m

1. Perhitungan Simpangan Baku Relatif (RSD) Kadar Timbal No % Perolehan Kembali

(Xi) (Xi- X ) (Xi- X )

2

1, 112.73 17.51 306.6

2, 103.43 8.21 67.40

3, 86.92 -8.3 68.89

4, 90.02 -5.2 27.04

5, 90.02 -5.2 27.04

6, 88.2 -7.02 49.28

∑ 571.32 546.25

X 95.22

SD =

 

1 -n

X

-Xi 2

=

1 6 546.25

 = 10.45

RSD = x

X SD

_ 100%

= 100%

22 . 95

45 . 10

x


(17)

DAFTAR PUSTAKA

Anonima. (2006). Potensi Daerah Kabupaten Aceh Selatan. http://www.

potensidaerah.ugm.ac.id. Diakses 8 Februari 2013.

Anonimb. (2012). Munculnya Patahan Besar Sumatera. http://www.

sains.kompas.com. Diakses 8 Februari 2013.

Anonimc. (2010). Metode Pengambilan Sampel Air. http://www.scribd.com

.

Diakses 8 Februari 2013.

Anonimd. (2009). Definisi/Pengertian Laut, Jenis/Macam Laut &

Fungsi/Peran/Manfaat.

http://organisasi.org/definisi-pengertian-laut-jenis-macam-laut-fungsi-peran-manfaat-laut. Diakses 8 Februari 2013.

Connel, D.W dan J.G. Miller. (1995). Chemistry and ecotoxicology of pollution. Penerjemah: Koestoer, Y. (1995). Kimia dan Ekotoksikologi Pencemaran. Jakarta: UI Press Press. Hal 322-335.

Dahuri, R. (2001). Pengelolaan Sumber Daya Wilayah Pesisir dan Lautan Secara

Terpadu. Edisi Revisi. Jakarta: Pradiya Paramita. Hal. 95-99.

Darmansjah, I dan Wiria, M.S.S. (2007). Dasar Toksikologi dalam Farmakologi

dan Terapi Edisi V. Editor Sulistia G. Ganiswara. Jakarta: UI Press. Hal.

782-789.

Darmono. (1995). Logam dalam Sistem Biologi Makhluk Hidup. Cetakan I. Jakarta: Universitas Indonesia. Hal. 47, 104-105, 137.

Darmono. (2001). Lingkungan Hidup dan Pencemaran Hubungannya dengan

Toksikologi Senyawa Logam. Jakarta: UI Press. Hal. 99-105.

Ditjen POM. (1979). Farmakope Indonesia. Edisi III. Jakarta: Departemen Kesehatan RI. Hal. 744, 748.

Ditjen POM. (1995). Farmakope Indonesia. Edisi IV. Jakarta: Departemen Kesehatan RI. Hal. 1126, 1213, 1135.

Ermer, J. (2005). Method Validation in Pharmaceutical Analysis. Weinheim: Wiley-Vch Verlag GmbH & Co. KGaA. Hal. 171.

Fardiaz, S. (1992). Polusi Air dan Udara. Yogyakarta: Kanisius. Hal. 45.

Fries, J., dan Getrost, H. (1977). Organic Reagents For Trace Analysis. Darmstadt: E. Merck. Hal. 208-209.

Gandjar, I.G., dan Rohman, A. (2007). Kimia Farmasi Analisis. Cetakan IV. Yogyakarta: Pustaka Pelajar. Hal. 298, 307-309.


(18)

Harmita. (2004). Petunjuk Pelaksanaan Validasi Metode dan Cara Perhitungannya. Review Artikel. Majalah Ilmu Kefarmasian. Hal. 117-130.

Helrich, K. (1990). Official Methods Of Analysis Of The Association Of Official

Analytical Chemists. Edisi XV. Virginia: AOAC International. Hal. 42.

Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup. (2004). Keputusan Kantor

Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor 51 Tahun 2004 Tentang Baku Mutu Air Laut. Lampiran I Baku Mutu Air Laut untuk Perairan Pelabuhan.

Khopkar, S.M. (1985). Basic Consepts of Analytical Chemistry. Penerjemah: Saptorahardjo, A. (1990). Konsep Dasar Kimia Analitik. Jakarta: UI-Press. Hal. 274-283.

Marisa. (2012). Penetapan Kadar Timbal (Pb) dan Tembaga (Cu) pada Garam

yang Beredar Dipasaran Secara Spektrofotometri Serapan Atom. Skripsi.

Medan: Fakultas Farmasi Universitas Sumatera Utara.

Mukhlis, A. (2009). Ekologi Energi. Yogyakarta: Graha Ilmu. Hal. 120-129. Palar, H. (2008). Pencemaran dan Toksikologi Logam Berat. Jakarta: Rineka

Cipta. Hal. 38-39, 76-86.

Rukaesih, A. (2004). Kimia Lingkungan. Yogyakarta: Penerbit ANDI. Hal. 156-158.

Sudjana. (2005). Metode Statistika. Edisi VI. Bandung: Tarsito. Hal. 93.

Vogel, A.I. (1979). Text of Macro and Semimicro Quanlitative Inorganic

Analysis. Edisi Kelima. Bagian I. Penerjemah: Setiono dan Hadyana

Pudjaatmaka. (1990). Analisis Anorganik Kualitatif Makro dan Semimikro. Jakarta: PT Kalman Media Pustaka. Hal. 557-559.

Widowati, W,. Sastiono, A,. dan Rumampuk,RJ,. (2008). Efek Toksik Logam

Pencegahan Dan Penanggulangan Pencemaran. Yogyakarta: ANDI


(19)

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

3.1 Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian dilakukan di Laboratorium Kimia Farmasi Kualitatif Fakultas Farmasi USU dan Laboratorium Penelitian Universitas Sumatera Utara pada bulan Agustus 2012 - November 2012.

3.2. Bahan-bahan 3.2.1 Sampel

Sampel yang diperiksa dalam penelitian ini adalah air laut dengan jarak 10 meter dari pinggir pantai, jarak 2 meter sebelah kiri dari jarak 10 m, jarak 2 meter sebelah kanan dari jarak 10 m, jarak 20 meter dengan kedalaman 5 meter dan jarak 500 meter dari pinggir pantai. Pengambilan sampelnya disebut dengan sampel sesaat (grab sample) yaitu contoh air yang diambil sesaat pada satu lokasi tertentu.

3.2.2 Pereaksi

Semua bahan yang digunakan dalam penelitian ini berkualitas pro analisa keluaran E. Merck yaitu asam nitrat pekat 65%, larutan dithizon dan larutan amonium hidroksida 25% kecuali disebutkan lain, yaitu akuabides (PT. Ikapharmindo Putramas), larutan standar timbal dengan merek dagang spektrosol laboratorium penelitian Fakultas Farmasi USU.

3.3 Alat-alat

Spektrofotometer Serapan Atom Hitachi Z-2000 lengkap dengan lampu katoda timbal (Hitachi HLA-4S), alat-alat gelas (Pyrex dan Oberoi), hot plate,


(20)

kertas saring Whatman No. 42, neraca analitik, batang pengaduk, spatula, kertas perkamen.

3.4 Pembuatan Pereaksi

3.4.1 Larutan Dithizon 0,005% b/v

Dithizon sebanyak 5 mg ditimbang dan dilarutkan dalam 100 ml kloroform (Vogel, 1979).

3.4.2 Larutan Amonium Hidroksida 1 N

Sebanyak 14 ml Amonium Hidroksida 25% b/v dilarutkan dalam air suling hingga 100 ml (Ditjen POM, 1979).

3.5 Prosedur Penelitian 3.5.1 Pengambilan Sampel

Metode pengambilan sampel dilakukan dengan cara sampling purposif yang dikenal juga sebagai sampling pertimbangan dimana sampel ditentukan atas dasar pertimbangan bahwa sampel yang tidak terambil mempunyai karakteristik yang sama dengan sampel yang diteliti (Sudjana, 2005).

3.5.2 Penyiapan Sampel

Air laut masing-masing bagian diambil sebanyak 500 ml dengan jarak 10 meter dari pinggir pantai, jarak 2 meter sebelah kiri dari jarak 10 m, jarak 2 meter sebelah kanan dari jarak 10 m, jarak 20 meter dengan kedalaman 5 meter dan jarak 500 meter dari pinggir pantai dimasukkan ke dalam wadah.

3.5.3 Pembuatan Larutan Sampel

Dipipet sebanyak 25 ml sampel dan masukkan ke dalam erlenmeyer ukuran 100 ml, lalu tambahkan 10 ml HNO3 65%, kemudian uapkan pada hot


(21)

ke labu tentukur 25 ml, dan diencerkan dengan aquabides hingga garis tanda. Disaring dengan kertas whatman No 42, dan ± 2 ml filtrat pertama dibuang kemudian filtrat selanjutnya ditampung ke dalam wadah (Helrich, 1990). Larutan ini digunakan untuk analisa kualitatif dan kuantitatif. Perlakuan yang sama diulang sebanyak 6 kali untuk masing-masing sampel.

3.5.4 Pemeriksaan Kualitatif Pada Timbal

Ke dalam tabung reaksi dimasukkan 5 ml air laut, atur pH 8,5 dengan penambahan ammonium hidroksida 1 N. Ditambahkan 5 ml larutan dithizon 0,005% b/v, dikocok kuat, dibiarkan kedua lapisan yang terbentuk memisah, bila lapisan dithizon berwarna merah tua berarti sampel mengandung timbal (Fries dan Getrost, 1977).

3.5.5 Pemeriksaan Kuantitatif

3.5.5.1 Pembuatan Kurva Kalibrasi Timbal

Larutan standar timbal (konsentrasi 1000 mcg/ml) dipipet sebanyak 1 ml, dimasukkan ke dalam labu tentukur 100 ml dan dicukupkan hingga garis tanda dengan akuabides (konsentrasi 10 mcg/ml).

Larutan standar Timbal (10 mcg/ml) dipipet sebanyak 1 ml, dimasukkan ke dalam labu tentukur 100 ml dan dicukupkan hingga garis tanda dengan akuabides (konsentrasi 0,1 mcg/ml).

Larutan untuk kurva kalibrasi timbal dibuat dengan memipet (5; 10; 15; 20; 25) ml dari larutan standar 0,1 mcg/ml, masing-masing dimasukkan ke dalam labu tentukur 25 ml dan cukupkan hingga garis tanda dengan akuabides (larutan ini mengandung 20; 40; 60; 80; dan 100 ng/ml) dan diukur absorbansinya pada panjang gelombang 283,3 nm dengan graphite furnace.


(22)

3.5.5.2 Penetapan Kadar dalam Sampel

Larutan sampel hasil destruksi dipipet sebanyak 1 ml dimasukkan ke dalam labu tentukur 25 ml dan dicukupkan dengan akuabides hingga garis tanda (Faktor pengenceran = 25/1 = 25 kali). Lalu diukur absorbansinya dengan menggunakan spektrofotometer serapan atom pada panjang gelombang 283,3 nm dengan graphite furnace. Nilai absorbansi yang diperoleh harus berada dalam rentang kurva kalibrasi larutan standar timbal. Konsentrasi timbal dalam sampel ditentukan berdasarkan persamaan garis regresi dari kurva kalibrasi.

Kadar logam timbal dalam sampel dapat dihitung dengan cara sebagai berikut:

keterangan: C = Konsentrasi larutan sampel (mcg/ml) V = Volume larutan sampel (ml)

Fb = Faktor pengenceran

W = Berat dalam hal ini volume pemipetan sampel (ml)

3.5.6 Penentuan Batas Deteksi (Limit of Detection) dan Batas Kuantitasi (Limit of Quantitation)

Batas deteksi atau Limit of Detection (LOD) merupakan jumlah terkecil analit dalam sampel yang dapat dideteksi yang masih memberikan respon signifikan. Sedangkan batas kuantitasi atau Limit of Quantitation (LOQ) merupakan kuantitas terkecil analit dalam sampel yang masih dapat memenuhi kriteria cermat dan seksama (Harmita, 2004).

Menurut Harmita (2004), batas deteksi dan batas kuantitasi ini dapat diperoleh dari kalibrasi standar yang diukur sebanyak 6 sampai 10 kali, dan dapat dihitung dengan rumus sebagai berikut:

W CxVxFp

(mcg/ml) Logam


(23)

Simpangan Baku (SB) =

2 2  

n Yi Y

Batas deteksi (LOD) = slope

SB x

3

Batas kuantitasi (LOQ) =

slope SB x

10

3.5.7 Analisis Data Secara Statistik 3.5.7.1 Penolakan Hasil Pengamatan

Kadar timbal yang diperoleh dari hasil pengukuran masing-masing larutan sampel dianalisis secara statistik. Menurut Sudjana (2005), standar deviasi dapat dihitung dengan rumus:

SD =

 

1 -n X -Xi 2

Keterangan : X = Kadar rata-rata sampel  Xi = Kadar sampel

n = jumlah pengulangan

Kadar Timbal yang diperoleh dari hasil pengukuran masing-masing ke enam larutan sampel, diuji secara statistik dengan uji Q.

Q = terendah Nilai tertinggi Nilai terdekat yang Nilai dicurigai yang Nilai 

Hasil pengujian atau nilai Q yang diperoleh ditinjau terhadap daftar harga Q pada Tabel 1, apabila Q>Qkritis maka data tersebut ditolak (Rohman dan Gandjar, 2007). Tabel 1. Nilai Qkritis pada Taraf Kepercayaan 95%

Banyak data Nilai Qkritis

4 0,831

5 0,717

6 0,621

7 0,570


(24)

Untuk menentukan kadar timbal di dalam sampel dengan interval

kepercayaan 95%, α = 0.05, dk = n-1, dapat digunakan rumus: Kadar Logam (µ) = X ± (t(α/2, dk) x SD/√n )

Keterangan : X = Kadar rata-rata sampel

SD = Standar Deviasi

dk = Derajat kebebasan (dk = n-1) α = tingkat kepercayaan

n = jumlah pengulangan

3.5.7.2 Pengujian Beda Nilai Rata-Rata Antar Sampel

Sampel yang dibandingkan adalah independen dan jumlah pengamatan masing-masing lebih kecil dari 30 dan variansi (σ) tidak diketahui sehingga dilakukan uji F. Menurut Sudjana (2005), untuk mengetahui apakah variansi kedua populasi sama (σ1 = σ2) atau berbeda (σ1 ≠ σ2) digunakan rumus:

F0 = S12/S22

Keterangan: F0 = Beda nilai yang dihitung S1 = Standar deviasi terbesar S2 = Standar deviasi terkecil

Apabila dari hasilnya diperoleh F0 tidak melewati nilai kritis F maka dilanjutkan uji dengan distribusi t dengan rumus:

T0=

2 1

2 1

/ 1 / 1

x -x

n n

Sp

Keterangan: x = kadar rata-rata sampel 1 1 n1 = jumlah perlakuan sampel 1

x2 = kadar rata-rata sampel 2 n2 = jumlah perlakuan sampel 2 Sp = Simpangan baku


(25)

T0=

2 2 2 1 2 1 2 1 / / x -x n S n S

Keterangan: x = kadar rata-rata sampel 1 1 S1= Standar deviasi sampel 1

2

x = kadar rata-rata sampel 2 S2= Standar deviasi sampel 2 n1= jumlah perlakuan sampel 1 n2= jumlah perlakuan sampel 2

Kedua sampel dinyatakan berbeda apabila t0 yang diperoleh melewati nilai kritis t, dan sebaliknya.

3.5.8 Uji Perolehan Kembali (Recovery)

Uji perolehan kembali atau recovery dilakukan dengan metode penambahan larutan standar (standard addition method). Dalam metode ini, kadar logam dalam sampel ditentukan terlebih dahulu, selanjutnya dilakukan penentuan kadar logam dalam sampel setelah penambahan larutan standar dengan konsentrasi tertentu (Ermer, 2005).

Larutan baku yang ditambahkan yaitu 6 ml larutan standar timbal (konsentrasi 0,1 mcg/ml).

Air laut dengan jarak 2 meter sebelah kanan dari jarak 10 m dipipet 25 ml dimasukkan kedalam erlenmeyer 100 ml lalu ditambahkan 6 ml larutan standar timbal (konsentrasi 0,1 mcg/ml), kemudian dilanjutkan dengan prosedur destruksi basah seperti yang telah dilakukan sebelumnya

Persen perolehan kembali dapat dihitung dengan rumus di bawah ini (Harmita, 2004):

% Perolehan Kembali = CF - CA x 100%

C*A Keterangan :


(26)

CF = Kadar logam dalam sampel setelah penambahan baku C*

A = Kadar larutan baku yang ditambahkan

3.5.9 Simpangan Baku Relatif

Keseksamaan atau presisi diukur sebagai simpangan baku relatif atau koefisien variasi. Keseksamaan atau presisi merupakan ukuran yang menunjukkan derajat kesesuaian antara hasil uji individual ketika suatu metode dilakukan secara berulang untuk sampel yang homogen. Nilai simpangan baku relatif yang memenuhi persyaratan menunjukkan adanya keseksamaan metode yang dilakukan.

Adapun rumus untuk menghitung simpangan baku relatif adalah (Harmita, 2004):

RSD = 100%

X SD

Keterangan :

X

= Kadar rata-rata sampel SD = Standar Deviasi


(27)

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Analisis Kualitatif

Analisis kualitatif dilakukan sebagai analisis pendahuluan untuk mengetahui ada atau tidaknya ion-ion timbal dalam sampel. Analisis kualitatif ini dilakukan dengan penambahan larutan dithizon 0,005 % b/v. Hasil analisis kualitatif dapat dilihat pada Tabel 2 di bawah ini.

Tabel 2. Hasil Analisis Kualitatif dalam Sampel No Logam Pereaksi larutan dithizon

0,005% b/v

Hasil reaksi keterangan

1 Timbal pH 8,5 Merah tua +

Dari hasil uji kualitatif yang dilakukan terhadap timbal dalam larutan sampel menunjukkan bahwa timbal positif terhadap sampel air laut. Pada pH 7-8 lapisan kloroform memberikan warna merah tua yang menunjukkan adanya ion timbal pada sampel. Warna yang terbentuk adalah karena terbentuknya kompleks logam dithizonat (Fries dan Getrost, 1977).

Hasil absorbansi menunjukkan adanya absorbansi pada panjang gelombang 283,3 nm untuk timbal. Hal ini juga membuktikan secara kualitatif bahwa sampel mengandung ion timbal.


(28)

4.2 Analisis Kuantitatif

4.2.1 Kurva Kalibrasi Timbal

Kurva kalibrasi timbal diperoleh dengan cara mengukur absorbansi dari larutan standar pada panjang gelombang masing-masing. Sehingga diperoleh persamaan garis regresi yaitu Y = 4,0343 x10-4X - 1,1381 x10-3 untuk timbal.

Kurva kalibrasi larutan standar timbal dapat dilihat pada Gambar 1.

Gambar 1. Kurva Kalibrasi Larutan Standar Timbal

Berdasarkan kurva di atas diperoleh hubungan yang linear antara konsentrasi dengan absorbansi, dengan koefisien korelasi (r) timbal sebesar 0,9986. Nilai r ≥ 0,97 menunjukkan adanya korelasi linier yang menyatakan adanya hubungan antara X (Konsentrasi) dan Y (Absorbansi) (Ermer, 2005). Data hasil pengukuran absorbansi larutan standar timbal dan perhitungan persamaan garis regresi dapat dilihat pada Lampiran 5 halaman 45.

4.2.2 Analisis Kadar Timbal dalam Air Laut

Penentuan kadar timbal dilakukan secara spektrofotometri serapan atom dimana sampel terlebih dulu didestruksi hingga menjadi ion-ion kemudian

Y = 4,0343 x10-4X - 1,1381 x10-3 r = 0,9986

-0.005 0 0.005 0.01 0.015 0.02 0.025 0.03 0.035 0.04 0.045

0 20 40 60 80 100 120

A

b

so

r

b

a

n

si


(29)

timbal dalam sampel ditentukan berdasarkan persamaan garis regresi kurva kalibrasi larutan standar timbal. Data dan contoh perhitungan dapat dilihat pada Lampiran 7 dan Lampiran 8 halaman 47 sampai halaman 48.

Pengambilan sampel dilakukan dengan metode sampel sesaat (grab

sample) yaitu contoh air yang diambil sesaat pada satu lokasi tertentu. Jarak lokasi

pengambilan sampel diambil berdasarkan modifikasi pengambilan sampel pada badan air buangan limbah industri. Semakin banyak jumlah sampel yang diteliti maka semakin akurat hasil penelitian.

Analisis dilanjutkan dengan perhitungan statistik (Perhitungan dapat dilihat pada Lampiran 9 halaman 48 sampai halaman 53). Hasil analisis kuantitatif kadar timbal dalam sampel dapat dilihat pada Tabel 3.

Tabel 3. Hasil Analisis Kuantitatif Kadar Timbal pada Air Laut.

No Sampel Kadar Timbal (mg/l)

1 Jarak 10 m 0,8129 ± 0,1149

2 Jarak 2 m sebelah kanan dari jarak 10 m 0,9247 ± 0,1572 3 Jarak 2 m sebelah kiri dari jarak 10 m 0,8999 ± 0,0842

4 Jarak 500 m 0,7127 ± 0,0529

5 Jarak 20 m kedalaman 5 meter 0,8967 ± 0,0713

Data yang didapat kemudian diuji kembali secara statistik untuk mengetahui beda nilai kadar rata-rata logam antar kelima sampel (Perhitungan dapat dilihat pada Lampiran 10 halaman 53 sampai halaman 55).

Berdasarkan tabel di atas dapat diketahui bahwa kadar rata-rata timbal di lima tempat dipesisir pantai Tapak Tuan yang diteliti sudah tidak aman untuk


(30)

digunakan secara terus-menerus oleh masyarakat kota Tapak Tuan karena mengandung logam Pb. Hal ini didukung oleh Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup No. 51 Tahun 2004 tentang baku mutu air laut untuk perairan pelabuhan diketahui bahwa batas maksimum cemaran timbal yaitu 0,05 mg/l. Tabel 4. Hasil Uji Beda Nilai Rata-Rata Kadar Timbal antara Dua Sampel dari Tempat yang Berbeda.

Logam No Sampel t hitung t tabel Kesimpulan

Pb

1 S1 terhadap S2 5,333

2,2281

Ditolak

2 S1 terhadap S3 -0,417 Diterima

3 S1 terhadap S4 -0,075 Diterima

4 S1 terhadap S5 0,217 Diterima

5 S2 terhadap S3 -3,313 Ditolak

6 S2 terhadap S4 -4,837 Ditolak

7 S2 terhadap S5 2,045 Diterima

8 S3 terhadap S4 0,061 Diterima

9 S3 terhadap S5 1,478 Diterima

10 S4 terhadap S5 1,582 Diterima

. Berdasarkan Tabel 4 hasil uji statistik, ternyata kandungan timbal dalam semua sampel tidak terdapat perbedaan yang signifikan kecuali kadar timbal pada air laut jarak 20 m kedalaman 5 m terhadap air laut jarak 500 m serta kadar timbal jarak 500 m terhadap air laut jarak 2 m sebelah kanan dari jarak 10 m dan kadar timbal jarak 500 m terhadap air laut jarak 2 m sebelah kiri dari jarak 10 m. Hal ini dapat disebabkan beberapa faktor antara lain sedimen yang berbeda, besarnya kekuatan gelombang air, kondisi air laut, kadar garam, suhu air (Darmono, 2001).


(31)

4.2.3 Uji Perolehan Kembali (Recovery)

Hasil uji perolehan kembali (recovery) kadar timbal setelah penambahan masing-masing larutan standar timbal dalam sampel dapat dilihat pada Lampiran 11 halaman 55. Persen recovery timbal dalam sampel dapat dilihat pada Tabel 5. Tabel 5. Persen Uji Perolehan Kembali (recovery) Kadar Timbal

No. Sampel Logam Recovery (%) Syarat rentang

persen recovery (%) 1. Air laut jarak 2m

kanan Timbal 95,22 80-120

Berdasarkan Tabel 5 di atas, dapat dilihat bahwa rata-rata hasil uji perolehan kembali (recovery) untuk kandungan timbal pada air laut jarak 2m kanan adalah 95,22%. Persen recovery tersebut menunjukkan kecermatan kerja yang baik pada saat pemeriksaan kadar timbal dalam sampel. Hasil uji perolehan kembali (recovery) ini memenuhi syarat akurasi yang telah ditetapkan, rata-rata hasil perolehan kembali (recovery) berada pada rentang 80-120% (Ermer, 2005). 4.2.4 Simpangan Baku Relatif

Dari perhitungan yang dilakukan terhadap data hasil pengukuran kadar logam timbal pada air laut jarak 2m kanan diperoleh nilai simpangan baku (SD) sebesar 1,717 untuk logam timbal dan nilai simpangan baku relatif (RSD) sebesar 10,97% untuk timbal. Perhitungan dapat dilihat pada Lampiran 13 halaman 57. Menurut Harmita (2004), nilai simpangan baku relatif (RSD) untuk analit dengan kadar part per million (ppm) adalah tidak lebih dari 16% dan untuk analit dengan kadar part per billion (ppb) RSDnya adalah tidak lebih dari 32%. Dari hasil yang diperoleh menunjukkan bahwa metode yang dilakukan memiliki presisi yang baik.


(32)

4.2.5 Batas Deteksi dan Batas Kuantitasi

Berdasarkan data kurva kalibrasi timbal dan kadmium diperoleh batas deteksi (LOD) dan batas kuantitasi (LOQ) untuk logam tersebut. Dari hasil perhitungan diperoleh LOD untuk pengukuran timbal sebesar 0,6621ppb, sedangkan LOQ sebesar 22,0701 ppb untuk timbal.

Dari hasil perhitungan dapat dilihat bahwa semua hasil yang diperoleh pada pengukuran sampel berada diatas batas deteksi dan batas kuantitasi. Perhitungan batas deteksi dan batas kuantitasi dapat dilihat pada Lampiran 6 halaman 46.


(33)

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

Berdasarkan hasil pemeriksaan timbal dalam air laut dengan spektrofotometri serapan atom menunjukkan bahwa air laut dari 5 tempat di pesisir pantai Tapak Tuan telah mengandung logam timbal.

Hasil penetapan kadar air laut dengan menggunakan spektrofotometer serapan atom menunjukkan kadar rata-rata timbal jarak 20 m kedalaman 5 m adalah 0,8967 ± 0,0713 mg/l, pada jarak 500 m kadar rata-rata timbal sebesar 0,7127 ± 0,0529 mg/l, pada jarak 2 m sebelah kanan dari jarak 10 m sebesar 0,9247 ± 0,1572 mg/l, pada jarak 2 m sebelah kiri dari jarak 10 m sebesar 0,8999 ± 0,0842 mg/l, pada jarak 10 m sebesar 0,8129 ± 0,1149 mg/l.

5.2 Saran

Disarankan kepada peneliti selanjutnya untuk meneliti logam berat timbal pada biota laut yang berasal dari pesisir pantai Tapak Tuan.


(34)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Uraian Umum

Laut adalah kumpulan air asin dalam jumlah yang banyak dan luas yang menggenangi dan membagi daratan atas benua atau pulau. Menurut Anonimd (2009), laut memiliki banyak manfaat bagi kehidupan manusia dan makhluk hidup lainnya karena terdapat kekayaan sumber daya alam yang dapat kita manfaatkan diantaranya yaitu:

1.Tempat rekreasi dan objek riset penelitian. 2. Tempat hidup sumber makanan.

3. Pembangkit listrik tenaga ombak, pasang surut, angin. 4. Tempat budidaya ikan, kerang mutiara, rumput laun. 5. Tempat barang tambang.

6. Salah satu sumber air minum (desalinasi).

7. Sebagai jalur transportasi air dan tempat cadangan air di bumi. 9. Tempat membuang sampah berbahaya (fungsi buruk).

Kehidupan manusia di bumi ini sangat bergantung pada lautan, manusia harus menjaga kebersihan dan kelangsungan kehidupan organisme yang hidup di dalamnya. Lautan dapat menerima bahan-bahan yang terbawa oleh air dari daerah pertanian dan limbah rumah tangga, dari atmosfer, sampah dan bahan buangan dari kapal, tumpahan minyak dari kapal tanker dan pengeboran minyak lepas pantai (Darmono, 2001).


(35)

Menurut Darmono (2001), biasanya daerah pantai memiliki kandungan logam lebih tinggi daripada daerah laut lepas. Sifat logam pada kondisi kadar garam tinggi dan suhu air rendah jumlah dan toksisitas logam meningkat. Air sungai di dekat muara mempunyai kandungan logam yang berbeda dengan air sungai di daerah hulu. Hal ini disebabkan daerah muara merupakan tempat akumulasi perjalanan air dari berbagai daerah hulu yang dalam perjalanan air tersebut mengalami beberapa kontaminasi. Selain sumber alamiah, proses industri berpengaruh juga memberikan dampak negatif pada air, dengan melalui bahan sisa industri atau limbah yang berbentuk padat maupun cair yang masuk ke perairan sehingga air menjadi tercemar dan merubah kualitasnya. Kandungan logam berat dalam perairan dipengaruhi oleh parameter fisika seperti arus, suhu, salinitas dan kimiawi yaitu, padatan tersuspensi dan derajat keasaman (pH). Pada umumnya faktor oseanografi yang paling berperan dalam penyebaran bahan pencemar adalah arus, pasang surut, gelombang.

Perairan sering tercemar oleh berbagai komponen anorganik diantaranya berbagai jenis logam berat berbahaya yang banyak dihasilkan dari proses industri. Ada 4 jenis logam yang berbahaya bagi manusia yaitu: arsen (As), kadmium (Cd), timbal (Pb), dan merkuri (Hg). Logam-logam tersebut diketahui dapat terakumulasi di dalam tubuh suatu organisme dan tetap tinggal dalam tubuh dalam jangka waktu yang lama sebagai racun. Jika kandungan logam dalam perairan naik sedikit demi sedikit, maka logam tersebut dapat diserap dalam jaringan tubuh organisme dari yang terkecil yang berperan sebagai produsen hingga organisme terbesar yang berperan sebagai konsumen akhir rantai makanan seperti ikan, udang, kerang dan akhirnya tertimbun dalam jaringan hewan tersebut (Darmono, 2001).


(36)

Rukaesih (2004), menyatakan bahwa setelah memasuki perairan pesisir dan laut sifat bahan pencemar ditentukan oleh beberapa faktor atau beberapa jalur dengan kemungkinan perjalanan bahan pencemar sebagai berikut:

1. Terencerkan dan tersebar oleh adukan turbulensi dan arus laut. 2. Dipekatkan melalui

a. Proses biologis dengan cara diserap ikan, plankton nabati atau oleh ganggang laut bentik biota ini pada gilirannya dimakan oleh pemangsanya.

b. Proses fisik dan kimiawi dengan cara absorpsi, pengendapan, pertukaran ion dan kemudian bahan pencemar itu akan mengendap di dasar perairan.

3. Terbawa langsung oleh arus dan biota (ikan).

Menurut Connel dan Miller (1995), secara umum sumber-sumber pencemaran logam berat di laut dapat dibagi menjadi 2 yaitu:

1. Logam berat yang masuk ke perairan laut secara alami, berasal dari tiga sumber yaitu:

a) Dari daerah pantai (coastal supply) yang berasal dari sungai-sungai dan hasil abrasi pantai oleh aktivitas gelombang.

b) Dari laut dalam (deep sea supply) meliputi logam-logam yang dibebaskan oleh aktivitas gunung berapi di laut dan logam-logam yang dibebaskan dari partikel/sedimen-sedimen dari proses kimiawi.

c) Dari lingkungan dekat daerah pantai, termasuk logam-logam dari atmosfer sebagai partikel-partikel debu.

2. Sumber buatan manusia (man made) adalah: a) Limbah dan buangan industri.


(37)

c) Aktivitas perkapalan (pelayaran). d) Aktivitas pertanian.

e) Cairan limbah rumah tangga. f) Aktivitas pertambangan. g) Perikanan budi daya.

Menurut Anonimc (2010), secara umum tipe sampel lingkungan dibedakan menjadi:

1. Sampel sesaat (grab sample)

Adalah contoh air yang diambil sesaat pada satu lokasi tertentu. Sampel sesaat dapat diambil dari air (air limbah), tanah (lumpur/sedimen) atau mikroorganisme. Hasil pengujian sampel sesaat hanya dapat menunjukkan kualitas lingkungan yang mewakili kondisi pada waktu sampel diambil. Pengambilan sampel sesaat hanya dapat dilakukan apabila kondisi lokasi homogen atau konstan.

2. Sampel gabungan waktu (composite sample)

Adalah campuran sampel yang diambil dari satu titik pada waktu yang berbeda, dengan volume yang sama. Pengambilan sampel gabungan sangat bermanfaat dalam menentukan konsentrasi parameter uji selama periode pengambilan untuk mengetahui karakteristik lingkungan di lokasi pengambilan. Disamping itu, biaya uji sebuah sampel gabungan lebih murah dibandingkan dengan biaya uji beberapa sampel sesaat yang diambil pada periode yang sama.


(38)

3. Sampel gabungan tempat (Integrated sample)

Adalah campuran contoh yang diambil dari titik yang berbeda pada waktu yang sama, dengan volume yang sama.

2.2 Logam Berat

Logam berat adalah unsur logam yang mempunyai massa jenis lebih besar dari 5 g/cm3, antara lain Cd, Hg, Pb, Zn dan Ni. Logam berat Cd, Hg dan Pb dina makan sebagai logam non esensial dan pada tingkat tertentu menjadi logam beracun bagi makhluk hidup (Darmono, 1995).

Logam berat masih termasuk golongan logam denga kriteria-kriteria yang sama dengan logam-logam lain. Perbedaannya terletak dari pengaruh yang dihasilkan bila logam berat ini masuk kedalam tubuh organisme hidup. Unsur logam berat baik itu logam beracun seperti timbal, bila masuk ke dalam tubuh dalam jumlah berlebihan akan menimbulkan pengaruh-pengaruh buruk terhadap fungsi fisiologis tubuh (Palar, 2008).

Logam berat diketahui dapat mengumpul di dalam tubuh organisme, dan tetap tinggal dalam tubuh dalam jangka waktu lama sebagai racun yang terakumulasi. Kondisi perairan yang terkontaminasi oleh berbagai macam logam akan berpengaruh nyata terhadap ekosistem perairan baik perairan darat maupun perairan laut. Timbal (Pb) merupakan logam yang banyak dimanfaatkan oleh manusia sehingga logam ini juga menimbulkan dampak kontaminasi terhadap lingkungan (Fardiaz, 1992; Palar, 2008).

Logam berat umumnya berbahaya karena memiliki kerapatan massa yang tinggi dan dalam jumlah konsentrasi kecil dapat bersifat racun dan berbahaya. Beberapa dari logam ini merupakan logam bahan berbahaya dan beracun (logam B3) yang


(39)

pada umumnya secara alami merupakan komponen tanah. Logam ini dapat masuk ke dalam tubuh manusia melalui makanan, air minum, atau melalui udara (Darmono, 1995).

Penggunaan logam-logam berat dalam berbagai keperluan sehari-hari berarti telah secara langsung maupun tidak langsung, atau sengaja maupun tidak sengaja, telah mencemari lingkungan. Beberapa logam berat tersebut ternyata telah mencemari lingkungan melebihi batas yang berbahaya bagi kehidupan lingkungann. Logam-logam berat yang berbahaya dan sering mencemari lingkungan terutama adalah merkuri (Hg), timbal (Pb), arsenik (As), kadmium (Cd), khromium (Cr) dan nikel (Ni). Logam-logam tersebut diketahui dapat mengumpul di dalam tubuh suatu organisme, dan tetap tinggal dalam tubuh dalam jangka waktu lama sebagai racun yang terakumulasi (Fardiaz, 1992).

Menurut Widowati, dkk., (2008), logam berat dibagi dalam 2 jenis, yaitu:

1. Logam berat esensial, yakni logam dalam jumlah tertentu sangat dibutuhkan oleh organisme. Dalam jumlah yang berlebihan logam tersebut bisa menimbulkan efek toksik. Contohnya adalah Zn, Cu, Fe, Co, Mn dan lain sebagainya.

2. Logam berat tidak esensial, yakni logam yang keberadaannya dalam tubuh masih belum diketahui manfaatnya, bahkan bersifat toksik, seperti Hg, Cd, Pb, Cr dan lain-lain. Logam berat yang non esensial dapat bersenyawa dengan protein jaringan dan tertimbun serta berikatan dengan protein, sehingga senyawanya disebut metalotionein yang dapat menyebabkan toksik.


(40)

2.3 Timbal

Timbal (Pb) merupakan salah satu jenis logam berat. Timbal atau lebih dikenal dengan nama timah hitam, dalam bahasa ilmiahnya dinamakan plumbum. Logam ini termasuk ke dalam kelompok logam-logam golongan IV A pada tabel periodik unsur kimia, mempunyai nomor atom (NA) 82 dengan bobot atau berat atom (BA) 207,2. Timbal merupakan logam lunak, tahan terhadap peristiwa korosi atau karat, mempunyai titik lebur rendah yaitu 327,5ºC dan mempunyai kerapatan yang tinggi (Palar, 2008).

Timbal adalah logam yang berwarna abu-abu kebiruan, dengan kerapatan yang tinggi, mudah melarut dalam asam nitrat yang sedang pekatnya (Vogel, 1979).

Timbal terdapat di alam dan digunakan dalam industri. Untuk menaikkan angka oktan, bahan bakar bensin biasanya diberi tambahan (aditif) yang disebut sebagai senyawa anti ketukan (anti knocking compound). Produsen bensin biasanya mencampur atau menambahkan senyawa tertentu ke dalam bensin agar lebih mudah terbakar, sehingga memungkinkan mobil berlari lebih kencang. Senyawa aditif tersebut adalah tetra ethyl lead (TEL) dengan rumus kimianya (CH3CH2)4Pb. Senyawa aditif lainnya adalah tetra methyl lead (TML). Penambahan senyawa tersebut dapat menaikkan kekuatan bensin hingga 10 oktan (Mukhlis, 2009).

Fardiaz (1992) menyebutkan bahwa timbal mempunyai sifat-sifat khusus seperti berikut:

1) Merupakan logam yang lunak, sehingga mudah dipotong dan dibentuk menjadi bentuk lain.


(41)

2) Merupakan logam tahan terhadap peristiwa korosi atau karat, sehingga logam timbal sering digunakan sebagai bahan pelapis.

3) Mempunyai kerapatan lebih besar dibandingkan dengan logam-logam biasa, kecuali emas dan merkuri.

4) Merupakan penghantar listrik tidak baik

5) Bila dicampur dengan logam lain membentuk logam campuran yang lebih bagus daripada logam murninya.

Timah hitam adalah sejenis logam yang lunak dan berwarna coklat kehitaman, serta mudah dimurnikan dari pertambangan. Dalam pertambangan, logam ini berbentuk sulfida logam (PbS), yang sering disebut galena. Senyawa ini banyak ditemukan dalam pertambangaan-pertambangan di seluruh dunia. Bahaya yang ditimbulkan oleh penggunaan timah hitam ini adalah sering menyebabkan keracunan. Keracunan Pb ini kebanyakan disebabkan oleh pencemaran lingkungan atau udara, terutama di kota-kota besar (Darmono, 1995).

Penggunaan dalam jumlah yang paling besar adalah untuk bahan produksi baterai pada kenderaaan bermotor. Elektroda dari aki (baterai) biasanya mengandung 93% Pb dan 7% Sb (antimoni). Timbal (Pb) ini berbentuk PbO2 dan Pb logam. Produksi logam-logam lainnya biasanya juga mengandung 50-95% Pb. Logam Pb juga digunakan dalam industri percetakan (tinta). Karena titik leburnya yang rendah, Pb juga sangat bagus digunakan untuk sekering dan alat listrik lainnya sehingga mudah putus bila terkena panas yang agak tinggi (konsluiting) (Darmono, 1995).

Timbal murni biasanya digunakan untuk melapisi logam lain sehingga tidak mudah berkarat, misalnya pipa-pipa yang dialiri bahan-bahan kimia yang bersifat


(42)

korosif. Timbal murni ini juga digunakan untuk melapisi kabel-kabel listrik bawah tanah atau pipa-pipa air. Lebih dari 200.000 ton Pb digunakan dalam industri kimia yang berbentuk tetra etil Pb, yang biasanya dicampur dengan bahan bakar minyak untuk melindungi mesin supaya lebih awet. Supaya Pb juga digunakan untuk campuran pembuatan cat sebagai bahan pewarna, karena daya larutnya yang rendah dalam air. Yang sering digunakan ialah Pb putih atau Pb(OH)22PbCO3; Pb merah atau Pb3O4 yang berwarna merah cerah dan dapat melindungi bahan yang dicat terhadap bahan korosif. Cat yang berwarna kuning dapat dibuat dari campuran Pb dan krom yaitu PbCrO4 yang menghasilkan warna kuning kemerahan (Darmono, 1995).

Timbal yang bersifat toksik terhadap manusia, bisa berasal dari tindakan mengkonsumsi makanan, minuman, atau melalui inhalasi udara, debu yang tercemar Pb, kontak lewat kulit dan mata. Logam timbal tidak dibutuhkan oleh manusia sehingga bila makanan dan minuman tercemar Pb dikonsumsi, maka tubuh akan mengeluarkanya. Orang dewasa mengabsorbsi timbal sebesar 5-15% dari keseluruhan timbal yang dicerna, sedangkan anak-anak mengabsorbsi timbal lebih besar 41,5% (Widowati, dkk., 2008).

Toksisitas timbal dibedakan menurut beberapa organ yang dipengaruhinya yaitu sistem darah, sistem saraf pusat dan tepi, sistem ginjal, sistem gastrointestinal, sistem kardiovaskular, sistem reproduksi, sistem endokrin. Timbal dalam tubuh terutama terikat pada gugus –SH dalam molekul protein dan menyebabkan terjadinya hambatan pada aktivitas kerja sistem enzim. Timbal bersirkulasi dalam darah setelah diabsorbsi dari usus, terutama hubungannya dengan sel darah merah (eritrosit). Selanjutnya didistribusikan ke dalam jaringan lunak seperti tubulus


(43)

ginjal dan sel hati, lalu disimpan dalam tulang, rambut dan gigi, dimana 90% deposit terjadi dalam tulang dan hanya sebagian kecil tersimpan dalam otak (Darmono, 1995).

Di dalam tubuh manusia, timbal bisa menghambat aktivitas enzim yang terlibat dalam pembentukan hemoglobin dan sebagian kecil timbal dieksresikan lewat urin atau feses karena sebagian terikat oleh protein, sedangkan sebagian lagi terakumulasi dalam ginjal, hati, kuku, jaringan lemak dan rambut. Menurut Widowati, dkk., (2008), termakannya senyawa timbal dalam konsentrasi tinggi akan bisa menimbulkan beberapa gejala, antara lain:

1. Gangguan gastrointestinal, seperti kram perut yang biasanya diawali dengan sembelit, mual, muntah-muntah, dan sakit perut yang hebat.

2. Gangguan neurologi, seperti sakit kepala, bingung atau pikiran kacau, dan pingsan.

3. Gangguan fungsi ginjal dan gagal ginjal yang akut dapat berkembang dengan cepat.

Ekskresi timbal di dalam tubuh sangat lambat, sehingga terjadi akumulasi dan menjadi dasar kereacunan yang progresif. Keracunan timbal ini menyebabkan kadar timbal yang tinggi dalam aorta, hati, ginjal, pankreas, paru-paru, tulang, limpa, testis, jantung dan otak (Darmansjah dan Wiria, 2007).

2.4 Spektrofotometri Serapan Atom

Metode spektrofotometri serapan atom berprinsip pada absorbsi cahaya oleh atom. Aotm-atom menyerap cahaya pada panjang gelombang tertentu, tergantung pada sifat unsurnya. Cahaya pada panjang gelombang ini mempunyao cukup energi untuk mengubah tingkat elektronik suatu atom. Transisi elektronik suatu unsur


(44)

bersifat spesifik. Dengan absorpsi energi, berarti memperoleh lebih banyak energi, suatu atom pada keadaan dasar dinaikkan tingkat energinya ke tingkat eksitasi. Dasar analisis menggunakan teknik spektrofotometri serapan atom adalah bahwa dengan mengukur besarnya absorbsi oleh atom analit, maka konsentrasi analit tersebut dapat ditentukan (Khopkar, 1985).

Cara kerja spektroskopi serapan atom ini adalah berdasarkan atas penguapan larutan sampel, kemudian logam yang terkandung di dalamnya diubah menjadi atom bebas. Atom tersebut mengapsorbsi radiasi dari sumber cahaya yang dipancarkan dari lampu katoda (Hollow Cathode Lamp) yang mengandung unsur yang akan ditentukan. Banyaknya penyerapan radiasi kemudian diukur pada panjang gelombang tertentu menurut jenis logamnya (Darmono, 1995).

Spektrofotometri serapan atom digunakan untuk analisis kuantitatif unsur-unsur logam dalam jumlah sekelumit (trace) dan sangat sekelumit (untratrace). Cara analisis ini memberikan kadar total unsur logam dalam suatu sampel dan tidak tergantung pada bentuk molekul logam dalam sampel tersebut. Cara ini cocok untuk analisis sekelumit logam karena kepekaan yang tinggi (batas deteksi kurang dari 1 ppm), dan pelaksanaannya relatif sederhana (Gandjar dan Rohman, 2007). Atom memiliki dua bentuk keadaan yaitu keadaan dasar dan keadaan tereksitasi. Sejumlah energi yang spesifik dibutuhkan untuk memindahkan suatu elektron dalam suatu atom dan menghasilkan keadaan tereksitasi. Energi dapat diberikan pada atom dengan berbagai cara. Energi tersebut dapat dalam bentuk cahaya, muatan listrik atau panas. Teknik ini digunakan untuk menetapkan kadar ion logam tertentu dengan jalan mengukur intensitas emisi atau serapan pada panjang


(45)

gelombang tertentu oleh uap atom unsur yang ditimbulkan dari bahan, misalnya dengan mengalirkan larutan zat ke dalam api (Ditjen POM, 1995).

Menurut Darmono (1995), kelebihan yang dimiliki oleh metode spektrofotometri serapan atom (SSA), yaitu:

1. Menganalisis konsentrasi logam berat dalam sampel secara akurat karena konsentrasi yang terbaca pada alat SSA berdasarkan banyaknya sinar yang diserap yang berbanding lurus dengan kadar zat.

2. Menganalisis sampel sampai pada kadar rendah, sedangkan pada metode lain seperti volumetrik hanya dapat menganalisis pada kadar yang tinggi (%). 3. Analisis sampel dapat berlangsung lebih cepat.

Sedangkan kekurangan penggunaan metode SSA menurut Darmono (1995), yaitu:

1. Hanya dapat menganalisis logam berat dalam bentuk atom-atom. SSA menganalisis logam berat dari atom-atom karena tidak berwarna.

2. Sampel yang dianalisis harus dalam suasana asam, sehingga semua sampel yang akan dianalisis harus dibuat dalam suasana asam dengan pH antara 2 sampai 3.

3. Biaya operasional lebih tinggi dan harga peralatan yang mahal.

Menurut Gandjar dan Rohman (2007), bagian instrumentasi spektrofotometri serapan atom adalah sebagai berikut:

a. Sumber Radiasi

Sumber radiasi yang digunakan adalah Hallow Cathode Lamp (HCL). Lampu ini terdiri atas tabung tertutup yang mengandung suatu katoda dan anoda. Katoda sendiri berbentuk silinder berongga yang terbuat dari logam atau dilapisi


(46)

dengan logam tertentu. Tabung logam ini diisi dengan gas mulia (neon atau argon) dengan tekanan rendah (10-15 torr). Bila antara anoda dan katoda diberi selisih tegangan yang tinggi (600 volt), maka katoda akan memancarkan berkas-berkas elektron yang bergerak menuju anoda yang mana kecepatan dan energinya sangat tinggi. Elektron-elektron dengan energi tinggi ini dalam perjalanannya menuju anoda akan bertabrakan dengan gas-gas mulia yang diisikan tadi. Akibat dari tabrakan-tabrakan ini membuat unsur-unsur gas mulia akan kehilangan elektron dan menjadi bermuatan positif. Ion-ion gas mulia yang bermuatan positif ini selanjutnya akan bergerak ke katoda dengan kecepatan dan energi yang tinggi pula. Pada katoda terdapat unsur-unsur yang sesuai dengan unsur yang dianalisis. Unsur-unsur ini akan ditabrak oleh ion-ion positif gas mulia. Akibat tabrakan ini, unsur-unsur akan terlempar ke luar dari permukaan katoda. Atom-atom unsur dari katoda ini kemudian akan mengalami eksitasi ke tingkat energi-energi elektron yang lebih tinggi dan akan memancarkan spektrum pancaran dari unsur yang sama dengan unsur yang akan dianalisis.

b. Tempat Sampel

Dalam analisis dengan spektrofotometer serapan atom, sampel yang akan dianalisis harus diuraikan menjadi atom-atom netral yang masih dalam keadaan azas. Ada berbagai macam alat yang digunakan untuk mengubah sampel menjadi uap atom-atomnya, yaitu:

1. Dengan nyala (Flame)

2. Nyala digunakan untuk mengubah sampel yang berupa cairan menjadi bentuk uap atomnya dan untuk proses atomisasi. Suhu yang dapat dicapai oleh nyala tergantung pada gas yang digunakan, misalnya untuk gas


(47)

asetilen-udara suhunya sebesar 2200oC. Sumber nyala asetilen-udara ini merupakan sumber nyala yang paling banyak digunakan. Pada sumber nyala ini asetilen sebagai bahan pembakar, sedangkan udara sebagai bahan pengoksidasi.

3. Tanpa nyala (Flameless)

Pengatoman dilakukan dalam tungku dari grafit. Sejumlah sampel diambil sedikit (hanya beberapa µL), lalu diletakkan dalam tabung grafit, kemudian tabung tersebut dipanaskan dengan sistem elektris dengan cara melewatkan arus listrik pada grafit. Akibat pemanasan ini, maka zat yang akan dianalisis berubah menjadi atom-atom netral dan pada fraksi atom ini dilewatkan suatu sinar yang berasal dari lampu katoda berongga sehingga terjadilah proses penyerapan energi sinar yang memenuhi kaidah analisis kuantitatif.

Pemanasan tabung ini dilakukan dengan arus listrik yang biasa berlangsung dalam tiga tahap, yaitu pengeringan, pengabuan dan pembakaran dari cairan sampel, yang masing-masing dengan temperatur 500ºC, 700ºC, 3000ºC. Semua proses tahapan tersebut berjalan secara elektrik dan otomatik yang dikontrol dengan komputer (Darmono, 1995).

c. Monokromator

Monokromator dimaksudkan untuk memisahkan dan memilih panjang gelombang yang digunakan dalam analisis. Dalam monokromator terdapat

chopper (pemecah sinar), suatu alat yang berputar dengan frekuensi atau


(48)

d. Detektor

Detektor digunakan untuk mengukur intensitas cahaya yang melalui tempat pengatoman.

e. Amplifier

Amplifier merupakan suatu alat untuk memperkuat signal yang diterima dari

detektor sehingga dapat dibaca alat pencatat hasil (Readout).

Gambar 1. Komponen Spektrofotometer Serapan Atom f. Readout

Readout merupakan suatu alat penunjuk atau dapat juga diartikan sebagai

pencatat hasil. Hasil pembacaan dapat berupa angka atau berupa kurva yang menggambarkan absorbansi atau intensitas emisi.

Gangguan-gangguan (interference) yang ada pada spektrofotometri serapan atom adalah peristiwa-peristiwa yang menyebabkan pembacaan absorbansi unsur yang dianalisis menjadi lebih kecil atau lebih besar dari nilai yang sesuai dengan konsentrasinya dalam sampel (Gandjar dan Rohman, 2007).


(49)

2.4.1 Proses Pengatoman pada Spektofotometri Serapan Atom Graphite Furnace

Sistem pengatoman pada spektrofotometri serapan atom menurut Ganjar dan Rohman (2007), dibagi melalui tiga tahapan yaitu:

1. Pengeringan (Drying)

Pengeringan membutuhkan suhu yang lebih rendah yaitu 100ºC untuk menguapkan pelarut.

2. Pengabuan (Ashing)

Pengabuan membutuhkan suhu yang lebih tinggi yaitu 400-500ºC untuk menghilangkan matriks kimia dengan mekanisme volatilasi dan pirolisa senyawa organik.

3. Pengatoman (Atomising)

Pengatoman membutuhkan suhu yang sangat tinggi yaitu 2000-3000ºC untuk menghasilkan puncak absorbsi.

2.4.2 Gangguan-gangguan Pada Spektrofotometer Serapan Atom

Interferensi secara luas dapat dikategorikan menjadi dua kelompok yaitu interferensi spektral dan interferensi kimia. Interferensi spektral disebabkan karena adanya gangguan absorbansi antara bahan pengganggu dengan bahan yang diukur, karena rendahnya resolusi monokromator. Karena sempitnya garis emisi pada sumber hallow cathode maka interferensi garis spektral atom jarang terjadi. Sedangkan interferensi kimia disebabkan adanya reaksi kimia selama atomisasi, sehingga merubah sifat-sifat absorbsi. Interferensi kimia ini dapat dieliminasi dengan tempratur nyala yang tinggi (Khopkar, 1985).


(50)

Gangguan-gangguan pada spektroskopi serapan atom berupa peristiwa-peristiwa yang menyebabkan pembacaan absorbansi unsur yang dianalisis menjadi lebih kecil atau lebih besar dari nilai yang sesuai dengan konsentrasinya dalam sampel. Menurut Gandjar dan Rohman (2007), gangguan-gangguan yang dapat terjadi dalam spektrofotometri serapan atom sebagai berikut:

1. Gangguan yang berasal dari matriks sampel yang mana dapat mempengaruhi banyaknya sampel yang mencapai nyala.

2. Gangguan kimia yang dapat mempengaruhi jumlah/banyaknya atom yang terjadi di dalam nyala.

3. Gangguan oleh absorbansi yang disebabkan oleh bukan dari absorbansi atom yang dianalisis, yakni absorbansi oleh molekul-molekul yang tidak terdisosiasi di dalam nyala.

4. Gangguan oleh penyerapan non atomik. 2.4.3 Validasi Metode Analisis

Validasi metode analisis adalah suatu tindakan penilaian terhadap parameter tertentu berdasarkan percobaan laboratorium untuk membuktikan bahwa parameter tersebut memenuhi persyaratan untuk penggunaannya. Beberapa Parameter analisis yang harus dipertimbangkan dalam validasi metode analisis adalah sebagai berikut:

a. Kecermatan

Kecermatan adalah ukuran yang menunjukkan derajat kedekatan hasil analisis dengan kadar analit yang sebenarnya. Kecermatan dinyatakan sebagai persen perolehan kembali (recovery) analit yang ditambahkan.


(51)

- Metode simulasi

Metode simulasi (Spiked-placebo recovery) merupakan metode yang dilakukan dengan cara menambahkan sejumlah analit bahan murni ke dalam suatu bahan pembawa sediaan farmasi (plasebo), lalu campuran tersebut dianalisis dan hasilnya dibandingkan dengan kadar analit yang ditambahkan (kadar yang sebenarnya) (Harmita, 2004).

- Metode penambahan baku

Metode penambahan baku (standard addition method) merupakan metode yang dilakukan dengan cara menambahkan sejumlah analit dengan konsentrasi tertentu pada sampel yang diperiksa, lalu dianalisis dengan metode yang akan divalidasi. Hasilnya dibandingkan dengan sampel yang dianalisis tanpa penambahan sejumlah analit. Persen perolehan kembali ditentukan dengan menentukan berapa persen analit yang ditambahkan ke dalam sampel dapat ditemukan kembali (Harmita, 2004).

Menurut Ermer (2005), rentang persen perolehan kembali memenuhi syarat jika nilai persen perolehan kembali berada pada rentang 80% -120%.

a. Keseksamaan (presisi)

Keseksamaan atau presisi diukur sebagai simpangan baku relatif atau koefisien variasi. Keseksamaan atau presisi merupakan ukuran yang menunjukkan derajat kesesuaian antara hasil uji individual ketika suatu metode dilakukan secara

berulang untuk sampel yang homogen. Nilai simpangan baku relatif yang memenuhi persyaratan menunjukan adanya keseksamaan metode yang dilakukan (Harmita, 2004).


(52)

Nilai simpangan baku relatif (RSD) untuk analit dengan kadar part per

million (ppm) adalah tidak lebih dari 16% dan untuk analit dengan kadar part per billion (ppb) RSDnya adalah tidak lebih dari 32% (Harmita, 2004).

c. Selektivitas (Spesifisitas)

Selektivitas atau spesifisitas suatu metode adalah kemampuannya yang hanya mengukur zat tertentu secara cermat dan seksama dengan adanya komponen lain yang ada di dalam sampel (Harmita, 2004).

d. Linearitas dan rentang

Linearitas adalah kemampuan metode analisis yang memberikan respon baik secara langsung maupun dengan bantuan transformasi matematika, menghasilkan suatu hubungan yang proporsional terhadap konsentrasi analit dalam sampel. Rentang merupakan batas terendah dan batas tertinggi analit yang dapat ditetapkan secara cermat, seksama dan dalam linearitas (Harmita, 2004). e. Batas deteksi (Limit of detection) dan batas kuantitasi (Limit of quantitation)

Batas deteksi atau limit of detection merupakan jumlah terkecil analit yang dapat dideteksi yang masih memberikan respon signifikan, sedangkan batas kuantitasi merupakan kuantitas terkecil analit yang masih dapat memenuhi kriteria cermat dan seksama (Harmita, 2004).


(53)

BAB I PENDAHULUAN 1.1Latar Belakang

Lautan merupakan daerah terluas yang menutupi permukaan bumi, sekitar 71% permukaan bumi merupakan perairan. Oleh karena itu, dapat menyebabkan fungsi ekologis dan ekonomisnya menjadi lebih tinggi. Secara ekonomi mempunyai keanekaragaman hasil laut yang melimpah seperti ikan, udang, dan sebagainya. Tingginya keragaman jenis sumber daya alam yang dimiliki lautan telah memberikan keuntungan bagi manusia. Selain itu secara ekologis juga merupakan satu-satunya tempat kumpulan organisme yang sangat banyak di bumi (Dahuri, 2001).

Wilayah pesisir didefinisikan sebagai daerah pertemuan antara daratan dan laut, ke arah darat merupakan wilayah daratan yang masih dipengaruhi oleh fenomena lautan, seperti gelombang, pasang surut, angin laut, dan lain-lain. Sebaliknya, ke arah laut merupakan wilayah laut yang masih dipengaruhi oleh aktivitas daratan seperti erosi, sedimentasi, dan lain-lain. Pada umumnya wilayah pesisir merupakan daerah yang rentan terhadap pencemaran akibat kesalahan dalam pengelolaannya karena menjadikan kawasan ini sebagai tempat pembuangan segala macam limbah yang berasal dari daratan. Pemanfaatan laut sebagai tempat pembuangan limbah merupakan suatu fenomena yang baru terasa akhir-akhir ini. Pada awalnya limbah yang dihasilkan dari aktivitas manusia yang dibuang ke perairan, belum menjadi suatu permasalahan karena perairan mempunyai kapasitas furifikasi untuk menampung jumlah limbah tertentu.


(54)

Namun, dengan adanya pertambahan penduduk dan peningkatan pembangunan maka akan menjadi suatu permasalahan yang perlu dipecahkan (Dahuri, 2001).

Tapak Tuan atau sering disebut dengan Kota Naga merupakan kota kecil yang menjadi ibu kota Kabupaten Aceh Selatan. Secara geografis berada di pinggir laut dan dikelilingi oleh gunung. Daerah tersebut berhadapan langsung dengan Selat Mentawai dan berdekatan dengan Pulau Simeulu (dikenal dengan nama Sinabang). Tapak Tuan sendiri terkenal dengan legenda Tuan Tapa dan naga, yang kemudian hari menjadi ikon daerah tersebut (Anonima, 2006). Letaknya berada di wilayah sebelah barat Sumatera, dimana wilayah ini mempunyai banyak sumber gempa karena posisinya dekat dengan patahan kerak bumi di dasar Samudra Hindia disepanjang lepas pantai sisi barat Sumatera. Patahan Sumatera adalah patahan aktif yang sudah bergerak sejak ribuan tahun lalu saat terbentuknya kepulauan Indonesia akibat adanya tumbukan tiga lempeng besar dunia yaitu Lempeng Samudera Hindia-Australia yang bergerak relatif ke utara, lempeng Benua Eurasia yang bergerak ke selatan dan Lempeng Samudera Pasifik yang bergerak ke Barat. Struktur ini sangat penting sebagai jalan lewatnya magma yang kaya dengan mineral-mineral logam berharga seperti emas, perak, tembaga, besi, timah, dsb. Apabila terjadi gempa bumi karena bergesernya daerah patahan tersebut maka akan dapat mengakibatkan mineral-mineral logam yang berada di dasar laut akan terangkat dan akan terbawa ke daerah permukaan laut (Anonimb, 2012).

Penurunan kualitas air ini diakibatkan oleh adanya zat pencemar, baik berupa komponen organik maupun anorganik. Komponen anorganik diantaranya adalah logam berat yang berbahaya. Logam berat termasuk bahan pencemar yang


(55)

berbahaya, pencemaran logam ini akan merusak stabilitas, keanekaragaman dan kesetimbangan ekosistem. Logam ini umumnya bersifat toksik (racun) dan kebanyakan di air ditemukan dalam bentuk ion. Beberapa logam berat yang berbahaya dan sering mencemari lingkungan terutama adalah merkuri (Hg), timbal/timah hitam (Pb), khrom (Cr), kadmium (Cd) dan nikel (Ni). Logam-logam berat tersebut diketahui dapat terakumulasi di dalam tubuh organisme, dan tetap tinggal dalam tubuh dalam jangka waktu yang lama sebagai racun yang terakumulasi (Fardiaz, 1992; Palar, 2008).

Salah satu proses masuknya logam berat kedalam tubuh manusia adalah melalui rantai makanan, dari mikroorganisme perairan ke ikan dan ikan dikonsumsi oleh manusia. Oleh karena logam ini tidak dapat terdegradasi dalam sistem pencernaan manusia, maka ia dapat terakumulasi dalam jaringan tubuh. Hal inilah yang kemudian menyebabkan kerusakan pada sistem saraf dan memicu timbulnya penyakit kanker serta penyakit berbahaya lainnya (Palar, 2008).

Beberapa penelitian terdahulu telah meneliti kandungan timbal pada garam tradisional yang berasal dari Tapak Tuan (Marisa, 2012). Dari hasil tersebut diperoleh kadar yang melebihi ambang batas yang diizinkan. Garam tersebut berasal dari tambak-tambak garam tradisional.

Pemeriksaan kuantitatif kandungan timbal dalam sampel dapat dilakukan secara spektrofotometri serapan atom, spektrofotometri visible, elektro-gravitimetri dan titrasi kompleksometri (Gandjar dan Rohman, 2007). Dalam hal ini penetapan kadar timbal dilakukan secara spektrofotometri serapan atom karena memiliki beberapa keuntungan antara lain pelaksanaannya relatif cepat dan sederhana (Gandjar dan Rohman, 2007). Bahan yang digunakan sedikit, dan


(56)

spesifik untuk setiap logam tanpa dilakukan pemisahan pendahuluan (Khopkar, 1985). Oleh karena itu, metode ini dipilih untuk penetapan kadar timbal dalam air laut.

Berdasarkan uraian di atas, maka dilakukan penelitian untuk mengetahui adanya cemaran logam berat timbal dalam air laut.

1.1 Perumusan Masalah

a. Apakah air laut yang terdapat di pesisir pantai Tapak Tuan mengandung cemaran timbal?

b. Apakah terdapat perbedaan kadar timbal dari jarak pengambilan yang berbeda pada air laut yang terdapat di pesisir pantai Tapak Tuan? 1.2Hipotesis

a. Air laut yang terdapat di pesisir pantai Tapak Tuan mengandung cemaran timbal.

b. Ada perbedaan kadar timbal dari jarak pengambilan yang berbeda pada air laut yang terdapat di pesisir pantai Tapak tuan.

1.3Tujuan Penelitian

a. Mengetahui adanya cemaran timbal pada air laut yang terdapat di pesisir pantai Tapak Tuan.

b. Mengetahui perbedaan kadar timbal pada air laut yang terdapat di pesisir pantai Tapak Tuan.

1.5 Manfaat Penelitian

Untuk memberikan informasi kepada masyarakat tentang perbedaan kadar timbal yang terdapat air laut di pesisir pantai Tapak Tuan, sehingga masyarakat


(57)

dapat mengetahui adanya pencemaran di pantai tersebut. Selain itu, agar masyarakat dapat mengurangi pembuangan limbah ke dalam air.


(58)

PENETAPAN KADAR TIMBAL (Pb) PADA AIR LAUT DI PESISIR PANTAI TAPAK TUAN SECARA SPEKTROFOTOMETRI SERAPAN

ATOM

ABSTRAK

Laut merupakan satu-satunya tempat kumpulan organisme yang sangat besar di bumi. Penurunan kualitas air diakibatkan oleh adanya zat pencemar. Logam berat termasuk bahan pencemar yang berbahaya, pencemaran logam ini akan merusak stabilitas, keanekaragaman dan kesetimbangan ekosistem. Sehingga laut dijadikan sebagai mediator paparan logam baik logam berat maupun logam ringan. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui kandungan timbal dalam air laut yang berada dipesisir pantai Tapak Tuan.

Analisis kualitatif timbal dilakukan dengan pereaksi dithizon 0,005% b/v dalam suasana pH yang berbeda-beda. Analisis kuantitatif timbal dilakukan dengan spektrofotometri serapan atom graphite furnace pada panjang gelombang 283,3 nm.

Hasil penetapan kadar timbal dengan menggunakan spektrofotometer serapan atom menunjukkan kadar rata-rata logam timbal pada air laut jarak 10 m sebesar 0,8129 ± 0,1149 mg/l, pada air laut jarak 2 m sebelah kanan dari jarak 10 m sebesar 0,9247 ± 0,1572 mg/l, pada air laut jarak 2 m sebelah kiri dari jarak 10 m sebesar 0,8999 ± 0,0842 mg/l, pada air laut jarak 20 m kedalaman 5 m adalah 0,8967 ± 0,0713 mg/l, pada air laut jarak 500 m kadar rata-rata sebesar 0,7127 ± 0,0529 mg/l.

Hasil penelitian tersebut menunjukkan bahwa air laut yang berada di pesisir pantai Tapak Tuan telah terkontaminasi dan telah melebihi batas maksimal cemaran timbal. Berdasarkan Keputusan Menteri Lingkungan Hidup KepMen LH No.51 Tahun 2004 tentang baku mutu air laut untuk perairan pelabuhan diketahui bahwa batas maksimum cemaran pada logam timbal yaitu 0,05 mg/l.


(59)

THE DETERMINATION LEVELS OF LEAD (Pb) AT SEA IN COASTAL TAPAK TUAN WITH ATOMIC ABSORPTION

SPECTROPHOTOMETRY

ABSTRACT

Sea is the only place a very large collection of organisms on Earth. Water quality degradation result by the existence of contaminants. Including heavy metals that are harmful pollutants, metals pollution will damage stability, biodiversity and ecosystem equilibrium. sea can be used as mediators of heavy metal exposure to both metals and light alloys. The purpose of this study was to determine the lead content in the sea water that is on the seashores Tapak Tuan.

Qualitative analysis of lead was done using dithizon 0.05% b/v reagent at different pH. Quantitative analysis of lead was performed by graphite furnace atomic absorbtion spectrofotometry at a wavelength of 283.3 nm.

The results of the lead assay with an atomic absorption spectrophotometer showed average levels of lead metal in sea water within 10 m of 0.8129 ± 0.1149 mg/l, at a distance of 2 m sea water right from a distance of 10 m of 0.9247 ± 0.1572 mg/l, at a distance of 2 m sea water left from 10 m of 0.8999 ± 0.0842 mg/l, at a distance of 20 m sea depth of 5 m was 0.8967 ± 0.0713 mg/l, and average lead content at a distance of 500 m of sea water is 0.7127 ± 0.0529 mg/l.

The results of these studies indicate that lead levels in the sea water in coastal areas Tapak Tuan have been contaminated by lead and has exceeded the maximum limit of the lead contamination. Based on Keputusan Menteri Lingkungan Hidup KepMen LH No.51 Tahun 2004 about the sea water quality standard for the waters of the harbor is known that the maximum contaminant limits on lead metal is 0.05 mg/l.


(60)

PENETAPAN KADAR TIMBAL (Pb) PADA AIR LAUT

DI PESISIR PANTAI TAPAK TUAN SECARA

SPEKTROFOTOMETRI SERAPAN ATOM

SKRIPSI

OLEH: SANTI FITRIANI

NIM 101524046

PROGRAM EKSTENSI SARJANA FARMASI

FAKULTAS FARMASI

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN


(61)

PENETAPAN KADAR TIMBAL (Pb) PADA AIR LAUT

DI PESISIR PANTAI TAPAK TUAN SECARA

SPEKTROFOTOMETRI SERAPAN ATOM

SKRIPSI

Diajukan untuk Melengkapi Salah Satu Syarat untuk Memperoleh Gelar Sarjana Farmasi pada Fakultas Farmasi

Universitas Sumatera Utara

OLEH: SANTI FITRIANI

NIM 101524046

PROGRAM EKSTENSI SARJANA FARMASI

FAKULTAS FARMASI

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN


(62)

(63)

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis ucapkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas segala limpahan rahmat dan karuniaNya, sehingga penulis dapat menyelesaikan penelitian dan penyusunan skripsi ini. Skripsi ini disusun untuk melengkapi salah satu syarat mencapai gelar Sarjana Farmasi Universitas Sumatera Utara, dengan judul Penetapan Kadar Timbal (Pb) pada Air Laut di Pesisir Pantai Tapak Tuan secara Spektrofotometri Serapan Atom.

Terima kasih tidak terhingga kepada Ayahanda Ikhsan dan Ibunda Emmi Hayati Lubis tercinta yang memberikan cinta dan kasih sayang yang tidak ternilai, pengorbanan baik materi maupun motivasi beserta doa yang tulus tidak pernah berhenti.

Pada kesempatan ini dengan kerendahan hati dan hormat, penulis mengucapkan terima kasih kepada Bapak Prof. Dr. Sumadio Hadisahputra, Apt., selaku Dekan Fakultas Farmasi USU Medan, yang telah memberikan bimbingan dan penyediaan fasilitas sehingga penulis dapat menyelesaikan pendidikan. Bapak Drs. Maralaut Batubara, M.Phill., Apt., dan Bapak Drs. Muchlisyam, M.Si., Apt., yang telah membimbing dengan sangat baik, memberikan petunjuk, saran-saran dan motivasi selama penelitian hingga selesai skripsi ini. Bapak Drs. Chairul Azhar Dalimunthe, M.Sc., Apt., Ibu Dra. Sudarmi, M.Si., Apt., dan Bapak Drs. Immanuel S. Meliala, M.Si., Apt., selaku dosen penguji yang telah memberikan kritik, saran, dan arahan kepada penulis dalam menyelesaikan skripsi ini. Bapak dan Ibu staf pengajar Fakultas Farmasi USU Medan yang telah mendidik selama perkuliahan. Penulis juga mengucapkan terimakasih


(1)

DAFTAR ISI

Halaman

JUDUL ... i

HALAMAN PENGESAHAN ... ii

KATA PENGANTAR ... iv

ABSTRAK ... vi

ABSTRACT ... vii

DAFTAR ISI ... viii

DAFTAR TABEL ... viii

DAFTAR GAMBAR ... ix

DAFTAR LAMPIRAN ... x

BAB I PENDAHULUAN ... 1

1.1 Latar Belakang ... 1

1.2 Perumusan Masalah ... 4

1.3 Hipotesis ... 4

1.4 Tujuan Penelitian ... 4

1.5 Manfaat Penelitian ... 4

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ... 6

2.1 Uraian Umum ... 6

2.2 Logam Berat ... 10

2.3 Timbal ... 12

2.4 Spektrofotometri Serapan Atom ... 15

2.4.1 Proses Pengatoman pada Spektofotometri Serapan Atom Graphite Furnace ... 21

2. 4.2 Gangguan-gangguan pada Spektrofotometer Serapan Atom ... 21


(2)

ix

2.4.3 Validasi Metode Analisis ... 22

BAB III METODE PENELITIAN ... 25

3.1 Tempat dan Waktu Penelitian ... 25

3.2 Bahan-bahan ... 25

3.2.1 Sampel ... 25

3.2.2 Pereaksi ... 25

3.3 Alat-alat ... 25

3.4 Pembuatan Pereaksi ... 26

3.4.1 Larutan Dithizon 0,005% b/v ... 26

2.4.2 Larutan NH4OH 1 N ... 26

3.5 Prosedur Penelitian ... 26

3.5.1 Pengambilan Sampel ... 26

3.5.2 Penyiapan Bahan ... 26

3.5.3 Pembuatan Larutan Sampel ... 26

3.5.4 Pemeriksaan Kualitatif Timbal ... 27

3.5.5 Pemeriksaan Kuantitatif ... 27

3.5.5.1 Pembuatan Kurva Kalibrasi Timbal ... 27

3.5.5.2 Penetapan Kadar Timbal dalam Sampel .... 28

3.5.6 Penentuan Batas Deteksi (Limit of Detection) dan Kuantitasi (Limit of Quantitation) ... 28

3.5.7 Analisis Data Secara Statistik ... 29

3.5.7.1 Penolakan Hasil Pengamatan ... 29

3.5.7.2 Pengujian Beda Nilai Rata-rata antar Sampel ... 30

3.5.8 Uji Perolehan Kembali (Recovery) ... 31


(3)

3.5.9 Simpangan Baku Relatif ... 32

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN ... 33

4.1 Analisis Kualitatif ... 33

4.2 Analisis Kuantitatif ... 33

4.2.1 Kurva Kalibrasi Timbal ... 33

4.2.2 Analisis Kadar Timbal dalam Air Laut ... 34

4.2.3 Uji Perolehan Kembali (Recovery) ... 36

4.2.4 Simpangan Baku Relatif ... 37

4.2.5 Batas Deteksi dan Batas Kuantitasi ... 37

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 39

5.1 Kesimpulan ... 39

5.2 Saran ... 39

DAFTAR PUSTAKA ... 40


(4)

xi

DAFTAR TABEL

Halaman

Tabel 1. Nilai Qkritis pada Taraf Kepercayaan 95% ... 30

Tabel 2. Hasil Analisis Kualitatif dalam Sampel ... 33

Tabel 3. Hasil Analisis Kuantitatif Kadar Timbal dalam Sampel ... 35

Tabel 4. Hasil Uji Beda Nilai Rata-rata Kadar Timbal antar Sampel ... 36

Tabel 5. Persen Uji Perolehan Kembali (recovery) Kadar Timbal ... 37


(5)

DAFTAR GAMBAR

Halaman


(6)

xiii

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman

Lampiran 1 Hasil Analisa Kualitatif Timbal ... 42

Lampiran 2 Gambar Spektrofotometri Serapan Atom ... 43

Lampiran 3 Gambar Hot Plate ... 43

Lampiran 4 Bagan Alir Proses Pembuatan Larutan Sampel ... 44

Lampiran 5 Data Kalibrasi Timbal dengan Spektrofotometer Serapan Atom, Perhitungan Persamaan Garis Regresi dan Koefisien Korelasi (r) ... 45

Lampiran 6 Perhitungan Batas Deteksi dan Batas Kuantitasi ... 46

Lampiran 7 Hasil Analisis Kadar Timbal dalam Sampel ... 47

Lampiran 8 Contoh Perhitungan Timbal dalam Sampel ... 48

Lampiran 9 Perhitungan Statistik Kadar Timbal dalam Sampel ... 48

Lampiran 10 Pengujian Beda Nilai Rata-rata Kadar Timbal pada Sampel ... 53

Lampiran 11 Hasil Analisis Kadar Timbal Setelah Penambahan Larutan Standar ... 55

Lampiran 12 Contoh Perhitungan Uji Perolehan Kembali Kadar Timbal dalam Sampel ... 56

Lampiran 13 Perhitungan Simpangan Baku Relatif (RSD) Kadar Timbal ... 57

Lampiran 14 Tabel Distribusi t ... 58

Lampiran 15 Tabel Distribusi F ... 59