METODE PENULISAN SAKRAMEN BAPTIS

D. MANFAAT PENULISAN

Manfaat dari penulisan ini adalah sebagai berikut: 1. Membantu para wali baptis agar dapat memahami dan menjalankan tugas dan tanggungjawab sebagai wali baptis yang berperan dalam perkembangan iman anak baptis selanjutnya. 2. Mendorong pihak Gereja, yakni pastor paroki dan katekis untuk memberikan pengajaran atau pembinaan kepada orang tua dan wali baptis agar mereka mengetahui tugas dan tanggungjawab mereka sebagai orang tua dan wali baptis dalam perkembangan iman anak yang dibaptis. 3. Memberi sumbangsih bagi wali baptis agar mampu meningkatkan peran mereka sebagai wali baptis sehingga senantiasa setia dalam membantu perkembangan iman anak yang dibaptis. Dengan demikian, kelak anak baptisnya menjadi dewasa dalam iman serta mampu melihat peran Allah yang hadir dalam kehidupan ini. 4. Sebagai sumber pembelajaran bagi penulis dalam merencanakan, melaksanakan dan menyusun suatu penelitian agar hasilnya dapat bermanfaat bagi banyak pihak yang berkepentingan.

E. METODE PENULISAN

Metode penulisan yang digunakan adalah metode deskriptif analitis. Untuk memperlancar penulisan skripsi ini, penulis menggunakan metode penelitian kualitatif. Metode penelitian kualitatif melibatkan tiga unsur pokok, yakni: teknik wawancara, teknik observasi, pencatatan dan penggunaan dokumen. Ketiga teknik pengumpulan data ini akan digunakan untuk memperkaya temuan yang ada di lapangan paroki Kristus Raja Baciro. Tujuan utama metode penulisan ini terletak pada usaha untuk menggambarkan dan mengungkap dan kedua adalah untuk menjelaskan apa yang menjadi temuan penulis di lapangan. Ada tiga prinsip berkenaan dengan pengumpulan dan penggunaan data yang dipakai oleh penulis yakni, pertama: penggunaan multi sumber; kedua: penciptaan data dasar bagi studi kualitatif; dan ketiga adalah pemeliharaan rangkaian terbukti. Sehubungan dengan itu lima sumber data yang akan dipakai penulis dalam penenelitian ini yakni: pertama dokumentasi, kedua: rekaman arsip, ketiga: wawancara, keempat: observasi langsung, dan kelima adalah observasi partisipan.

F. SISTEMATIKA PENULISAN

Judul yang dipilih yaitu: peran wali baptis terhadap perkembangan iman anak baptis usia remaja di Paroki Kristus Raja Baciro Yogyakarta. Secara keseluruhan penulisan ini terbagi dalam lima bab. Adapun perinciannya sebagai berikut: Bab I berisi Pendahuluan yang menguraikan latar belakang penelitian, rumusan masalah, tujuan penulisan, manfaat penelitian, metode penulisan, dan sistematika penulisan. Bab II berisi peran wali baptis terhadap perkembangan iman anak baptis usia remaja di paroki Kristus Raja Baciro Yogyakarta. Bab kedua ini merupakan kajian teori yang menyajikan teori-teori dari berbagai buku dan literatur untuk melandasi pemikiran dan gagasan tentang peran wali baptis terhadap perkembangan iman anak baptis usia remaja di paroki Kristus Raja Baciro Yogyakarta. Kajian teori juga meliputi: sakramen baptis, buah rahmat dari sakramen baptis, empat makna teologis sakramen baptis, simbol-liturgi sakramen baptis dan nama baptis, pelayan dan petugas sakramen baptis, sejarah wali baptis, pengertian wali baptis, partisipasi serta peran dan tugas wali baptis, pengertian perkembangan iman, beberapa sumber untuk mengembangkan iman, peran khas wali baptis terhadap perkembangan iman anak baptis usia remaja, dan gambaran umum paroki Kristus Raja Baciro Yogyakarta. Pengertian remaja serta sejarah paroki Kristus Raja Baciro Yogyakarta. Bab III berisi metodologi penelitian, laporan dan hasil penelitian tentang peran wali baptis terhadap perkembangan iman anak baptis usia remaja di paroki Kristus Raja Baciro Yogyakarta. Dengan pemahaman ini diharapkan para wali baptis di paroki Kristus Raja Baciro di masa yang akan datang semakin serius, setia menghayati dan melaksanakan peran mereka sebagai wali baptis. Bab IV berisi usulan program yang efektif berdasarkan hasil penelitian, sehingga penelitian ini sungguh teraktualisasi. Bab V berisi penutup. Pada bab V penulis akan membuat kesimpulan umum dan saran sebagai penutup.

BAB II PERAN WALI BAPTIS TERHADAP PERKEMBANGAN IMAN ANAK

BAPTIS USIA REMAJA DAN GAMBARAN UMUM PAROKI KRISTUS RAJA BACIRO YOGYAKARTA Mengetahui bahwa calon baptis sedapat mungkin diberi wali baptis, yang berkewajiban mendampingi calon baptis dewasa dalam inisisi Kristiani dan mengajukan bersama orang tua calon baptis bayi untuk dibaptis, dan juga wajib berusaha agar yang dibaptis hidup secara Kristiani yang sesuai dengan baptisnya serta memenuhi dengan setia kewajiban-kewajiban yang melekat pada baptisan itu KHK, kan.872. Oleh karena itu pada bab II ini pada variabel pertama penulis akan menjelaskan tentang sakramen baptis, buah rahmat dari sakramen baptis, empat makna teologis sakramen baptis, simbol- liturgi sakramen baptis dan nama baptis, pelayan dan petugas sakramen baptis, sejarah wali baptis, pengertian wali baptis, partisipasi serta peran dan tugas wali baptis. Variabel kedua membahas mengenai pengertian perkembangan iman remaja serta sejarah paroki Kristus Raja Baciro Yogyakarta.

A. SAKRAMEN BAPTIS

1. Baptis, Gerbang Sakramen lain

Dalam Gereja Katolik, ada tujuh sakramen yang dipahami dan dihayati sebagai “Tanda dan sarana yang mengungkapkan dan menguatkan iman, mempersembahkan penghormatan kepada Allah, serta menghasilkan pengudusan manusia” KHK kan. 840. Salah satuya adalah sakramen baptis. Baptis berasal dari kata Yunani baptizein yang berarti membenamkan, mencemplungkan, atau menenggelamkan kedalam air, entah seluruh atau sebagian Martasudjita, 2013: 217. Sakramen ini selalu ditempatkan di awal ketujuh sakramen yang ada karena sakramen baptis dipahami sebagai pintu gerbang sakramen-sakramen lain. Hal tersebut didasarkan pada KHK kan. 849 yang berbunyi: “Baptis, gerbang sakramen-sakramen lain, yang perlu untuk keselamatan ”. Hal ini berarti bahwa orang dapat menerima sakramen-sakramen lain yang disediakan oleh Gereja Katolik kalau orang tersebut sudah menerima sakramen baptis terlebih dahulu, sebab sakramen ini menjadi syarat mutlak untuk menyambut sakramen-sakramen lain secara sah. Hal tersebut juga dikatakan dalam KHK kan. 842 § 1 bahwa: “Orang yang belum dibaptis tidak dapat diizinkan menerima sakramen-sakramen lain den gan sah”. Hal ini selaras dengan kehendak Kristus, bahwa semua orang yang dibaptis memiliki kehidupan kekal Yoh 3:5. Seorang yang menjadi Kristiani berarti menggabungkan diri atau menjalani suatu masa perkenalan dan masa latihan yang biasa disebut dengan inisiasi. Inisiasi Kristiani ini merupakan perkembangan yang berlangsung cukup lama mengikuti suatu pola yang kurang lebih sama, pola tersebut dapat dibedakan dalam tiga tahap empat masa. Tiga tahap tersebut adalah, tahap pertama: pelantikkan katekumenat, tahap ke dua pemilihan calon baptis, dan tahap ke tiga sakramen-sakramen inisiasi. Ada empat masa yakni: masa prakatekumenat, masa katekumenat, masa photizomenat masa persiapan akhir, dan masa mistagogi Komkat KAS, 2012: 17-18. Sakramen baptis merupakan salah satu dari tiga sakramen inisiasi. Sakramen baptis menginisiasi, memasukan, mengantar orang ke dalam Gereja sebagai anggotanya Iman Katolik, 1996: 418. Umat yang akan menerima sakramen baptis hendaknya didampingi oleh wali baptis. “Calon baptis sedapat mungkin diberi wali baptis, yang berkewajiban mendampingi calon baptis dewasa dalam inisiasi kristiani, dan bersama orang tua mengajakcalon baptis bayi untuk dibaptis, dan juga wajib berusaha agar yang dibaptis menghayati hidup kristiani yang sesuai dengan baptisnya dan memenuhi dengan setia kewajiban-kewajiban yang melekat pada baptis itu ” KHK, kan. 872.

2. Buah Rahmat dari Sakramen Baptis

Bertitik tolak pada KGK 1263-1268, Komisi Kateketik Keuskupan Agung Semarang dalam buku Katekese Inisiasi 2012: 28 menguraikan buah-buah rahmat dari sakramen baptis, yakni: a. Seseorang yang dibaptis telah menjadi manusia baru dan tentu saja mempunyai tujuan hidup yang jelas, yaitu menjadikan hidupnya sebagai sarana berkat dan keselamatan bagi orang di sekitarnya. b. Seseorang yang dibaptis telah mendapatkan pengampunan dosa asal dan dosa pribadi, maka seseorang telah mendapatkan anugerah dan rahmat untuk mengenakan busana kebakaan karena telah ditutupi dari noda-noda dosa serta dipermandikan karena dibersihkan dari segala dosa. c. Seseorang yang dibaptis telah menjadi anak angkat Allah, anggota Kristus dan kenisah Roh Kudus. Orang yang dibaptis digabungkan dengan Gereja, dengan Tubuh Kristus, dan mengambil bagian dalam imamat Kristus. Seseorang mendapatkan rahmat pengurapan karena ia adalah kudus dan rajawi, berpartisipasi dalam tugas Kristus.

3. Makna Teologis Sakramen Baptis

E. Martasudjito, dalam buku Sakramen-sakramen Gereja menuliskan empat makna teologis sakramen baptis Martasudjita, 2003: 228-232. Empat makna teologis sakramen baptis itu adalah:

a. Baptis Mempersekutukan Orang Beriman dengan Kristus

Baptisan mempersekutukan kita bukan hanya dengan pribadi Yesus Kristus tetapi juga memasukkan orang ke dalam seluruh peristiwa Yesus Kristus yang meliputi sengsara, wafat, hingga kebangkitan serta hidup-Nya bagi Allah. Dengan baptisan kita mengenakan Kristus Gal 3:27, artinya apa yang terjadi dalam diri Kristus juga terlaksana dalam diri kita. Dari kutipan rasul Paulus kepada jemaat di Roma 6:1-14 terdapat tiga hal yang terjadi dalam baptisan: pengampunan atau pembersihan dosa, senasib dengan Kristus yang wafat dan bangkit, dan persatuan orang beriman dengan Allah sendiri.

b. Baptis Mempersatukan Orang Beriman dengan Allah Tritunggal

Baptisan mempersatukan orang Kristiani dengan Allah sendiri, karena melalui pembaptisan orang Kristiani dimasukkan kedalam komunitas Trinitas: relasi kasih antara Allah Bapa, Putra, dan Roh Kudus. Dalam diri Allah ada relasi komunikatif antara Allah Bapa, Putra dan Roh Kudus. Komunikasi Trinitas berarti komunikasi kasih antara Allah Bapa, Putra, dan Roh Kudus sedemikian rupa sehingga ketiga pribadi tetap merupakan satu keilahian Allah Yang Maha Esa dan sekaligus masing-masing pribadi tidak pernah terpisah dan tidak pernah tercampur. Komunikasi kasih yang membangun komunitas Ilahi dalam Trinitas ini diwahyukan dalam sejarah keselamatan. Sang Putra menjadi manusia dalam Yesus Kristus, di mana keseluruhan hidup Yesus tetap bersama dengan Allah Bapa dan yang menyatukan Bapa dengan Yesus adalah Roh Kudus. Pada saat wafat Putra Allah menyerahkan diri secara total kepada Allah Bapa dalam Roh dan dalam kebangkitan-Nya Bapa menerima persembahan dan penyerahan diri Putra-Nya. Melalui baptis orang beriman menggabungkan diri dalam dinamika kasih Trinitas tersebut. Berkat Roh Kudus yang dianugerahkan kepada orang beriman, orang Kristiani masuk ke dalam dinamika hubungan kasih Allah Bapa dan Putra. Dengan baptis, orang beriman mengalami kesatuan dan kebersamaan dengan Allah Tritunggal yang merupakan anugerah semata, bukan karena jasa kita.

c. Baptis Memasukkan Orang Beriman dalam Gereja

Dengan baptis, seseorang dimasukkan dalam Gereja sebagai warga baru. Proses inisiasi merupakan suatu saat di mana orang harus tetap bertumbuh dan berkembang dalam iman Gereja. Baptis meliputi dua macam gerak yang merupakan satu realitas komunikasi dan perjumpaan. Pertama: melalui baptis, seseorang masuk dalam Gereja, diterima dan diakui sebagai warga baru dengan segala hak dan kewajibannya. Kedua, dalam baptis Gereja menjadi hidup dan tumbuh dalam orang Kristiani. Artinya dalam diri orang Kristiani terjadi internalisasi seluruh hidup Gereja: iman, tradisi, dan ungkapannya.

d. Baptis sebagai Ikatan Kesatuan Ekumenis

Dari ketujuh sakramen dalam Gereja Katolik, baptis merupakan salah satu sakramen yang diterima dan diakui oleh Gereja. Gereja yang satu sudah semakin dapat mengakui validitas praktek baptisan dari Gereja lain. Meskipun pengakuan itu tidak selalu terjadi, mengingat masing-masing Gereja terkadang memiliki ritus yang berbeda. Dokumen Lima mengatakan bahwa pada umumnya Gereja-Gereja memandang pernyataan mengenai baptisan sebagai pernyataan yang baik dan sesuai dengan tradisi para rasul. Yang dipermasalahkan hanyalah baptisan bayi. Meskipun demikian, baptisan diterima oleh semua Gereja dan dengan demikian umat Kristiani menyebut baptisan sebagai ikatan kesatuan ekumenis. Dari pihak Gereja Katolik, pengakuan akan makna baptis sebagai kesatuan ekumenis tercermin dalam UR 22, yang berbunyi “Baptis merupakan ikatan sakramen antara semua orang yan g dilahirkan kembali karenanya”.

4. Simbol, Liturgi Sakramen Baptis, dan Nama Baptis

a. Simbol

Dalam sakramen baptis ada simbol atau lambang dan liturgi yang digunakan seperti sakramen-sakramen Gereja pada umumnya. Adapun lambang dan simbol yang digunakan adalah: 1 Air Air melambangkan pembersihan, kesucian dan kelahiran kembali dalam Roh Kudus. Dengan demikian baptisan hanya dapat diterimakan secara sah dengan pencurahan air dan dengan rumusan kata-kata yang diwajibkan, yaitu: “Aku membaptis engkau dalam nama Bapa, Putra, dan Roh Kudus”. Air yang harus dipergunakan dalam menerimakan baptis, diluar keadaan terpaksa, haruslah air yang diberkati menurut ketentuan-ketentuan buku liturgi KHK kan. 853. Air yang digunakan dalam keadaan terpaksa adalah air baptis yang sudah diberkati atau sekurang-kurangnya diberkati sewaktu upacara baptisan. Baptisan dilaksanakan dengan memasukkan ke dalam air atau dengan dituangi air. 2 Lilin yang Bernyala lilin yang bernyala yang diterima oleh baptis baru dalam upacara sakramen baptis merupakan lambang bahwa seseorang yang dibaptis diterangi oleh Kristus dan harus senantiasa berusaha hidup dalam terang Kristus Komisi Kateketik KAS, 2012: 27. 3 Minyak Krisma Minyak wangi yang telah diberkati Uskup, berarti bahwa Roh Kudus diserahkan kepada yang baru dibaptis. Ia menjadi seorang Kristen, artinya seorang yang diurapi oleh Roh Kudus, digabungkan sebagai anggota dalam Kristus, yang telah diiurapi menjadi imam, nabi, dan raja KGK 1241. 4 Kain Putih Kain putih KGK 1243 berarti bahwa orang yang telah dibaptis mengenakan Kristus sebagai busana.

b. Liturgi

Ritus utama dalam upacara baptis meliputi: litani dan pemberkatan air, penyangkalan setan, pengurapan dengan minyak katekumen, pengakuan iman, baptis, pengurapan sesudah baptis sesudah menggunakan pakaian putih serta penyerahan lilin bernyala Komisi Kateketik KAS, 2012: 27. Namun, dalam keadaan darurat, setiap orang dapat membaptis, sejauh ia mempunyai niat untuk melakukan apa yang dilakukan Gereja, dan menuangkan air diatas kepala orang yang dibaptis dan berkata: “Aku membaptis engkau dalam nama Bapa dan Putera dan Roh Kudus” KGK 1240.

c. Nama Baptis

Pemberian nama baptis yang dipilih diambil dari deretan nama-nama orang kudus yang ada dalam Gereja Katolik, mempunyai makna pertama, agar keutamaan, kesucian,dan keteladanan orang kudus itu terpancar pada orang yang menyandang nama orang kudus itu. Kedua, agar orang kudus itu membantu calon baptis melalui doa dan relasi secara khusus dengan calon baptis sehingga calon baptis dapat hidup pantas di hadapan Allah. Ketiga, nama baptis juga merupakan simbol anugerah hidup baru yang diterima Komisi kateketik KAS, 2012: 27.

5. Pelayan dan Petugas Sakramen Baptis

a. Pelayan Sakramen Baptis

Sakramen baptis dapat diterimakan baik dalam keadaan normal maupun darurat, dengan tetap mengindahkan aspek keabsahan sakramen baptis itu sendiri, yaitu mencurahkan air tiga kali di dahi, sambil mengucapkan”Nama calon baptis, Aku membaptis engkau dalam nama Bapa, dan Putra, dan Roh Kudus”. Dalam keadaan normal, sakramen baptis dapat diterimakan uskup, imam, dan diakon tertahbis: “Pelayan baptis adalah uskup, imam, dan diakon” KHK kan.861 §1. Sedangkan dalam keadaan darurat, sakramen baptis dapat diterimakan semua orang Katolik yang sudah dibaptis seperti yang dikatakan dalam KHK kan. 861 § 2: “Bilamana pelayan tidak ada atau berhalangan, baptisan dapat dilaksanakan secara licit oleh katekis ataupun oleh orang lain yang oleh Ordinaris wilayah yang ditugaskan untuk fungsi itu, bahkan dalam darurat oleh siapapun yang mempunyai maksud yang semestinya;…”atau dengan ungkapan “Setiap orang beriman dapat memberikan sakramen baptis kepada orang yang berada dalam bahaya maut atau dalam sakrat maut, kalau tidak ada im am ataupun diakon” Ga I, 2014:95.

b. Petugas Sakramen Baptis

1 Orang Tua Dalam peristiwa pembaptisan bayi, kehadiran orang tua sangat penting dan menentukan dibandingkan dengan wali baptis, karena merekalah yang akan membesarkan dan mendidik anak-anaknya, khususnya dalam pembinaan iman anak-anaknya termasuk mempersiapkan mereka untuk menerimakan sakramen- sakramen lain seperti komuni pertama, Ekaristi, dan sakramen penguatan Prasetya, 2008:25-26. Mengingat pentingnya peranan orang tua baik pada saat pembaptisan maupun sesudah pembaptisan, kehadiran orang tua dalam penerimaan sakramen baptis sangat diharapkan: “Sangatlah diharapkan supaya orangtua menghadiri upacara pembaptisan anaknya dan menyaksikan kelahirannya kembali dari air dan Roh Kudus”, termasuk untuk memberikan persetujuan atas pembaptisan ini: Orang tuanya, sekurang-kurangnya satu dari mereka atau secara legitim menggantikan orangtuanya, menyetujuinya ” KHK kan. 868 §1, 1 . 2 Wali Baptis Pembaptisan adalah sakramen iman. Iman membutuhkan persekutuan umat beriman. Setiap orang beriman hanya dapat beriman dalam iman Gereja. Iman yang dituntut untuk pembaptisan tidak harus sempurna dan matang, cukuplah satu tahap awal yang hendak berkembang. Kepada para katekumen dan wali baptis disampaikan pertanyaan: “Apa yang kamu minta dalam Gereja Allah?” dan ia menjawab; “Iman” KGK 1253. Berdasarkan pernyataan tersebut, Wali baptis tidak hanya bertugas pada saat penerimaan sakramen baptis, tetapi mendampingi terus-menerus sampai akhirnya bayi atau anak baptis dapat hidup secara Kristiani dan setia melaksanakan kewajiban-kewajibannya sesuai dengan baptisan yang telah diterimanya KHK. Kan 872. 3 Penjamin fakultatif Menurut Prasetya 2008: 28, Penjamin dalam sakramen baptis adalah seorang beriman Katolik baik laki-laki ataupun perempuan yang berani memberikan jaminan bahwa bayi ini pantas diterima dalam Gereja Katolik dan akan dididik dalam iman Katolik. Oleh karena itu, keberadaan penjamin hanya berkaitan dengan kasus-kasus khusus agar bayi tersebut dapat dibapits; misalnya, keberadaan bayi yang tidak diketahui siapa orang tuanya atau keberadaan bayi yang berasal dari perkawinan yang tidak sah atau keberadaan bayi disebabkan karena kehamilan di luar nikah atau pada saat pembaptisan, orang tuanya tidak dapat hadir karena alasan berat. Dalam situasi biasa, keberadaan penjamin tidak diperlukan karena oleh orang tua sendiri, bayi tersebut akan dibesarkan dan dididik imannya secara Katolik dan itu sesuai dengan maksud baptisan yang telah diterimanya. Berdasarkan kasus-kasus seperti itu, kehadiran penjamin sangat penting dan diperlukan dalam peristiwa pembaptisan. 4 Umat Pentingnya kehadiran umat dalam peristiwa pembaptisan selain menunjukkan aspek perhatian dan cintanya kepada mereka yang hendak menerima sakramen baptis dan meneguhkan pengakuan iman yang dilakukan oleh orang tua dan wali baptis, juga sebagai perwujudan pengakuan iman Gereja. Umat Allah ikut serta secara aktif untuk menampakkan penerimaan para baptisan baru ke dalam Gereja. Dengan demikian, iman yang menjadi dasar pembaptisan bukan hanya milik keluarganya saja, melainkan milik seluruh Gereja Prasetya, 2008: 29.

B. TUGAS DAN PERAN WALI BAPTIS