xviii
DAFTAR SINGKATAN
A. Singkatan Kitab Suci
Semua singkatan Kitab Suci dalam skripsi ini mengikuti singkatan Kitab Suci sesuai dengan daftar singkatan Perjanjian Baru dalam Alkitab
Katolik Deutrokanonik cetakkan tahun 2000 oleh Bimas Katolik Departemen Agama, Repuplik Indonesia dalam rangka PELITA IV. Ende:
Arnoldus, 19841985, hal. 8. Mat : Matius
Mrk : Markus Yoh : Yohanes
Kis : Kisah para rasul Rm : Roma
Gal : Galatia Ef : Efesus
B. Singkatan Dokumen Resmi Gereja
KGK : Katekismus Gereja Katolik. Dicetak oleh Percetakan Arnoldus,
Ende, 1995. KWI
: Konferensi Waligereja Indonesia. KHK
: Kitab Hukum Kanonik Codex Iuris Canonici, diundangkan oleh Paus Yohanes Paulus II, 25 Januari 1983.
UR : Unitatis Redintegratio, Dekrit Konsili Vatikan ke II tentang
Ekumenisme, 21 November 1965.
xix
MAWI : Majelis Agung Waligereja Indonesia
GE : Gravissimum Educationis. Pernyataan Konsili Vatikan II
tentang Pendidikan Kristen, 28 Oktober 1965. KKGK : Kompendium Katekismus Gereja Katolik, diterbitkan oleh
Penerbit Dioma, 2005. GS
: Gaudium Et Spes. Konstitusi Pastoral Konsili Vatikan II tentang Gereja Dewasa ini, 7 Desember 1965.
AG : Ad Gentes, Dekrit Konsili Vatikan II InI mengenai Kegiatan
Misioner Gereja, 7 Desember 1965. LG
: Lumen Gentium, Konstitusi Dogmatis Konsili Vatikan II tentang Gereja, 21 November 1965.
OICA : Ordo Initiation Christianei Adultorum Ritus Inisiasi Kristen Orang Dewasa.
Kan : Kanon.
C. Singkatan Lain:
PIA : Pendampingan Iman Anak
PIR : Pendampingan Iman Remaja
KAS : Keuskupan Agung Semarang Komkat : Komisi Kateketik
Bdk : Bandingkan
CREBO : Crew Multimedia Baciro KAM : Keuskupan Agung Medan
BAB I PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Sakramen inisiasi terdiri dari tiga sakramen yakni: Sakramen Baptis, Sakramen Ekaristi, dan Sakramen Krisma. Sakramen-sakramen inisiasi memiliki
kesatuan hubungan sebagai sakramen-sakramen yang menandai kehidupan dan perkembangan hidup manusia sejak lahir, tumbuh, dan berkembang karena
terpenuhinya seluruhnya kebutuhan manusiawinya Martasudjita, 2003:214. Sakramen baptis adalah awal kehidupan baru, sakramen Krisma penguatan yang
menguatkan kehidupan ini, dan sakramen Ekaristi yang mengenyangkan umat beriman dengan tubuh dan darah Kristus untuk mengubahnya kedalam Kristus
KGK 1275. Dengan pembaptisan orang diinisiasikan atau diantar ke dalam Gereja
sebagai anggotanya KWI, 1996: 418. Pembaptisan suci merupakan dasar seluruh kehidupan Kristen, pintu masuk menuju kehidupan dalam Roh Vitae spiritualis
ianua dan menuju sakramen-sakramen yang lain. Oleh pembaptisan kita dibebaskan dari dosa dan dilahirkan kembali sebagai putera-puteri Allah. Kita
menjadi anggota-anggota Kristus, dimasukkan ke dalam Gereja dan ikut serta dalam tugas perutusan-Nya KGK 1213.
Orang yang dibaptis menjadi serupa dengan Kristus, karena melalui pembaptisan seseorang digabungkan bersama Kristus. Pembaptisan menandai
warga Kristiani dengan satu meterai character rohani yang tidak dapat dihapuskan, satu tanda bahwa orang tersebut masuk bilangan Kristus. Tanda ini
tidak dihapuskan oleh dosa manapun, meskipun dosa menghalangi-halangi pembaptisan untuk menghasilkan buah keselamatan KGK 1272. Meterai Tuhan
“Dominicus character” menurut Agustinus adalah meterai yang dengannya Roh Kudus telah memeteraikan kita untuk hari penyelamatan Ef 4:30. Orang beriman
yang telah mempertahankan “meterai” sampai akhir, artinya setia kepada tuntunan yang diberikan bersama pembaptisannya KGK 1274.
Pemberian sakramen baptis kepada anak-anak tidak dengan sendirinya menjadi jaminan bahwa iman anak bertumbuh dan berkembang. Pemeteraian Roh
Kudus yang terjadi lewat pembaptisan dan terlebih pengurapan minyak pada dahi anak, membutuhkan usaha manusia untuk mengembangkan iman anak yang sudah
dibaptis. Oleh karena itu, Gereja sangat menganjurkan agar iman anak didampingi baik oleh orang tua maupun wali baptis. Kitab Hukum Kanonik KHK sangat
menggarisbawahi betapa pentingnya peranan orang tua dan wali baptis dalam pengembangan iman anak. KHK mengatakan:
“Umat yang akan menerima sakramen baptis sedapat mungkin diberi wali baptis, yang berkewajiban mendampingi calon baptis dewasa dalam inisisi
Kristiani dan mengajukan bersama orang tua calon baptis bayi untuk dibaptis, dan juga wajib berusaha agar yang dibaptis hidup secara Kristiani
yang sesuai dengan baptisnya serta memenuhi dengan setia kewajiban- kewajiban yang melekat pad
a baptisan itu” KHK, kan. 872.
Berkaitan dengan tugas umat beriman yang tertuang dalam KHK di atas, Katekismus Gereja Katolik KGK juga menggarisbawahi betapa pentingnya
peranan orang tuawali baptis. Tugas mereka adalah jabatan gerejani yang sebenarnya officium. Seluruh persekutuan Gereja ikut bertanggungjawab untuk
pengembangan dan perlindungan rahmat pembaptisan KGK 1255. Baik
pengertian KHK maupun KGK, nampak bahwa rahmat pembaptisan ini dapat berkembang atas bantuan orang tua dan wali baptis. Baik orang tua maupun wali
baptis harus menjadi orang Kristiani yang baik yang mampu dan siap mendampingi anak dan orang dewasa yang baru dibaptis pada jalan kehidupan
Kristiani. Menanggapi begitu pentingnya peran dan tanggung jawab wali baptis dan
seluruh persekutuan Gereja dalam pengembangan dan perlindungan rahmat pembaptisan ini serta bertitik tolak dari Injil Markus 16:15-16a. Yesus berkata
kepada para murid-Nya : “Pergilah keseluruh dunia, beritakanlah Injil kepada
segala mahkluk. Siapa yang percaya dan dibaptis akan diselamatkan. ”
Atas dasar pemikiran di atas, penulis mencoba melihat peranan wali baptis di gereja paroki Kristus Raja Baciro Yogyakarta. Sebagai paroki yang terhimpun
dalam satu wilayah tertentu, Paroki Kristus Raja Baciro berusaha untuk mewujudkan cita-cita Injili yang coba diterjemahkan baik dalam KHK, KGK dan
terlebih buku Pedoman Dewan Paroki Kristus Raja Baciro. Buku Pedoman tersebut tidak pernah lepas dari konteks Keuskupan Agung Semarang yang
mempunyai buku Pedoman juga. Dewan Paroki mencoba mengkonkretkan unsur Tritugas Kristus: imam menguduskan, Nabi pewartaan, dan sebagai Raja
menggembalakan. Secara khusus sebagai nabi pewartaan, paroki Kristus Raja Baciro
Yogyakarta memberikan perhatian dengan membentuk tim kerja di bidang pewartaan, diantaranya adalah: tim kerja baptisan bayi, tim kerja inisiasi, tim
pendampingan iman anak PIA, tim kerja pendampingan iman remaja PIR, tim
kerja pendampingan iman orang dewasa, tim kerja kerasulan Kitab Suci, dan tim kerja katekis Pedoman Pelaksanaan Dewan Paroki, 2011: 39-40.
Wujud konkrit yang telah dilakukan di paroki Kristus Raja Baciro Yogyakarta selama ini adalah memilih beberapa orang yang menjadi penanggung
jawab dalam bidang tersebut dan dipercayakan untuk melaksanakan apa saja yang berkaitan dengan pembaptisan baik itu sebelum maupun sesudahnya. Misalnya,
sebelum upacara pembaptisan dilaksanakan, terlebih dahulu diadakan pembekalan kepada para orang tua anak yang akan dibaptis dan bagi para wali baptis yang
akan menjadi orang tua kedua bagi anak baptis dalam pendampingan iman anak baptis untuk selanjutnya. Wali baptis yang dipilih menjadi orang tua kedua dalam
perkembangan iman anak baptis untuk selanjutnya bekerjasama dengan orang tua anak baptis harus mampu menjadi teladan hidup. Bagi penulis
dipilih menjadi wali baptis menunjukkan suatu penghargaan dan kepercayaan dari keluarga yang
dibaptis. Wali baptis dipilih berdasarkan keteladanan hidup, kualitas pribadi dan persahabatan OICA 11, Ordo Initiation Christianei Adultorum.
Penulis memahami bahwa keberadaan wali baptis tidak hanya penting pada saat pembaptisan, tetapi juga bertanggung jawab mendampingi calon baptis
secara terus menerus. Tanggung jawab untuk memperkembangkan iman umat bukan hanya menjadi tanggung jawab romo, suster, katekis namun wali baptis dan
orang tua juga mempunyai tanggungjawab yang besar pula untuk kehidupan beriman umat. Orang tua dan wali baptis sendiri harus menjadi orang Kristiani
yang baik yang mampu dan siap mendampingi anak dan orang dewasa yang baru dibaptis pada jalan kehidupan Kristiani KGK 1255. Melalui perkataan dan
terlebih teladan hiduplah orang tua dan wali baptis membina anak baptis mereka dalam iman dan praktek kehidupan Kristani KHK, kan. 774 §2. Wali baptis
harus mengusahakan kebajikan dalam dirinya sendiri dan memberikan teladan dalam hidup doa kepada seluruh umat. Karena seorang wali baptis telah berjanji
untuk membantu orang yang baru dibaptis dan setuju untuk mewakili komunitas iman dan mendorong anak baptisnya untuk tetap berada dalam persekutuan penuh
dengan Gereja Katolik sendiri. Penulis melihat bahwa pada umumnya wali baptis masih kurang berperan
dalam perkembangan hidup iman anak baptis. Perkembangan iman sering bersamaan dengan perkembangan kepribadian seseorang. Misalnya, pada usia
remaja, menurut para ahli psikologi Feist, 2008: 233, anak berada dalam masalah identitas diri ego identity. Dalam kaitan dengan iman dan sesuai
dengan perkembangan kemampuan kritis psikologi remaja, anak remaja sering menyoroti nilai-nilai agama dengan cermat. Mereka mulai membawa nilai-nilai
agama ke dalam hati dan praksis hidup. Mereka juga mengamati secara kritis kepincangan-kepincangan
di masyarakat
yang gaya
hidupnya kurang
memperdulikan nilai agama, bersifat munafik, tidak jujur, dan perilaku amoral lainnya. Di sinilah idealisme keimanan dan spiritual remaja mengalami benturan-
benturan dan tantangan yang membutuhkan seorang pendamping. Pendamping yang di maksud dalam konteks liturgi adalah orang tua dan wali baptis sebagai
orang tua kedua. Bila pendampingan orang tua dan wali baptis berlangsung, tentu
tingkat partisipasi remaja bersangkutan dalam bentuk kehadiran pada pertemuan
atau pendalaman iman di lingkungan bdk.KWI, 1996: 353-355 dapat dilihat atau dirasakan. Pernyataan di atas dapat juga kita buat dalam bentuk pertanyaan
apakah fenomena partisipasi remaja dalam kegiatan-kegiatan yang ada di lingkungan dan gereja disebabkan oleh peranan wali baptis? Untuk asumsi
sementara dan berdasarkan tugas dan tanggung jawabnya, penulis melihat bahwa peranan wali baptis belum optimal.
Selama ini penulis merefleksikan bahwa wali baptis kurang memiliki pemahaman yang benar mengenai peran dan tugasnya. Para wali baptis dalam
melaksanakan tugas dan peran mereka selama ini belum merupakan suatu kedasaran. Kehadiran mereka hanya sebatas memenuhi persyaratan liturgis, yaitu
menggendong pada saat bayi hendak dibaptis; sebagian besar beranggapan bahwa mereka hanya berperan dalam proses baptisan. Pemahaman ini sedikit terlalu
sempit karena kurangnya keterlibatan dan pengetahuan akan tugas dan tanggungjawab sebagai wali baptis. Sebab dalam teori dikatakan bahwa wali
baptis wajib mendampingi iman anak mulai sejak dibaptis sampai pada tingkat iman yang dewasa.
Seperti yang pernah terjadi ketika penulis mengikuti proses pembekalan bagi para orang tua anak baptis dan wali baptis di paroki Kristus Raja Baciro
Yogyakarta, saat itu wali baptis tidak hadir. Suatu hal yang sangat memprihatinkan karena pembekalan sesungguhnya merupakan hal yang sangat
penting bagi wali baptis. Melalui pembekalan wali baptis mengetahui dan memahami peran dan tanggungjawabnya baik pada saat upacara penerimaan
sakramen baptis maupun selanjutnya Mistagogi sampai anak dewasa dalam imannya.
Penulis melihat bahwa merupakan hal yang sangat penting bagi para wali baptis untuk mengikuti pembekalan sebelum perayaan sakramen pembaptisan
dilaksanakan. Peran mereka sebagai pendamping iman bagi anak baptis tidak berhenti pada saat upacara pembaptisan saja melainkan berkelanjutan sampai pada
anak yang telah dibaptis dewasa dalam imannya. Penulis melihat bahwa masih ada wali baptis yang tidak mengetahui perkembangan iman anak baptis. Banyak
wali baptis kurang menjadi teladan iman terhadap anak baptis dalam penghayatan iman Kristiani yang diwujudkan dalam kehidupan nyata. Sering terjadi bahwa
hubungan yang berkelanjutan dengan anak yang dibaptis tidak ada kelanjutannya. Berdasarkan pengalaman konkret ini, penulis merasa tertarik untuk
meneliti lebih lanjut dan mengambil judul skripsi PERAN WALI BAPTIS TERHADAP PERKEMBANGAN IMAN ANAK USIA REMAJA DI PAROKI
KRISTUS RAJA BACIRO YOGYAKARTA.
B. RUMUSAN PERMASALAHAN