27
menjadi ciri masing-masing tarekat, semua anggota dipersatukan bagaikan dalam suatu keluarga khusus dalam Kristus. Hendaknya hidup
persaudaraan itu ditentukan sedemikian rupa, sehingga semua saling membantu untuk dapat memenuhi panggilan masing-masing. Dengan
persatuan persaudaraan itu, yang berakar dan berdasar dalam cinta kasih, para anggota hendaknya menjadi gambar dari pendamaian menyeluruh
dalam Kristus. Sebelum berbicara lebih jauh tentang persaudaraan KYM, langkah-langkah
pembinaan persaudaraan dan relevansi kerendahan hati dalam hidup persaudaraan, penulis mencoba untuk melihat tujuan pembentukan persaudaraan dalam
komunitas religius. Komunitas religius dalam hal ini KYM dapat menjalankan tugas perutusannya secara bersama-sama. Sebab hakekat komunitas adalah
kebersamaan atau dalam bahasa lain disebut persaudaraan. Yang menjadi landasan hidup persaudaraan para suster KYM dalam hidup
berkomunitas adalah Kis 4:32 “kumpulan orang yang telah percaya itu hidup sehati sejiwa, dan tidak seorangpun berkata bahwa suatu dari kepunyaan adalah miliknya
sendiri, tetapi segala sesuatu adalah kepunyaan mereka bersama” dengan demikian dapat disimpulkan bahwa para suster KYM senantiasa diajak untuk hidup seturut
cara hidup jemaat perdana.
D. Tantangan Zaman
Pembinaan kerendahan hati dalam tarekat KYM salah satunya dilakukan melalui refleksi tantangan ke depan. Tantangan ke depan dimaksudkan bahwa tarekat
KYM sebagai salah satu tarekat religius ke depan akan memiliki tantangan yang semakin berat. Para anggota tarekat KYM akan semakin banyak terjun dalam dunia
nyata seperti dalam karya kerasulan. Hal ini dapat semakin menjauhkan setiap anggota tarekat satu dengan yang lain. Setiap anggota tarekat merasa bahwa karya
28
kerasulan yang dimiliki merupakan hal yang utama sehingga setiap orang merasa diri menjadi yang lebih penting dibandingkan dengan anggota tarekat yang lain.
Seiring dengan perkembangan jaman, semangat kerendahan hati menjadi semakin sulit diperjuangkan. Kerendahan hati dalam bersikap dan bertingkah laku
misalnya: sikap mengalah, tidak menonjolkan diri sendiri, rela berkorban demi kebahagiaan orang lain menjadi semakin menonjol di antara anggota tarekat religius.
Kerendahan hati menjadi semakin sulit karena setiap anggota tarekat dihadapkan pada semakin besarnya tuntutan dari karya yang ditanganinya.
Selain itu, tantangan di masa depan kecenderungan anggota tarekat untuk menonjolkan diri, mencari popularitas diri sendiri akan menjadi salah satu tantangan
yang sulit dihindari. Anggota tarekat yang diberikan jabatan atau pekerjaan dengan wewenang tertentu seringkali justru dijadikan sebagai ajang menonjolkan diri,
mencari popularitas diri sendiri sehingga sikap dan perilaku suster tersebut jauh dari kerendahan hati.
Kondisi dan tantangan ke depan tersebut menjadi salah satu kesempatan bagi tarekat KYM untuk melakukan pembinaan kerendahan hati terhadap para anggota
tarekat. Hal ini perlu dilakukan agar sejak dini para anggota disadarkan akan tugas dan tanggung jawabnya sebagai seorang anggota tarekat KYM yang harus tetap menjaga
kerendahan hati seperti yang dihidupi St. Vincentius a Paulo.
1. Gaya Konsumtif
Sikap konsumtif merupakan salah satu tantangan yang dialami oleh para suster dewasa ini. Para suster juga ikut tergoda dengan barang-barang duniawi
seperti HP, dan berbagai fasilitas mewah yang bersifat duniawi. Seiring dengan
29
perkembangan ilmu pengetahuan, teknologi, dan ekonomi, perilaku konsumptif manusia semakin tinggi.
Tidak bisa dipungkiri bahwa godaan untuk hidup konsumtif di kalangan para suster juga semakin tinggi. Terkait dengan barang-barang duniawi, misalnya seperti barang-
barang elektonik para suster juga ikut menginginkannya. Tidak hanya itu, godaan untuk menikmati hidup mewah, juga dapat melanda para suster di jaman sekarang.
Kecenderungan untuk bergaya konsumtif ini, para suster tidak jarang berusaha untuk membenarkan diri dengan alasan karena kebutuhan untuk menunjang pelaksanaan karya
kerasulan, menunjang studi atau perkuliahan, atau tugas-tugas lainnya. Kecenderungan gaya konsumtif di kalangan pada suster mencerminkan
memudarnya semangat kerendahan hati yang dimiliki. Para suster tidak lagi merasa nyaman dengan fasilitas yang sederhana. Hal ini membuatnya sering
menjadi gelisah terutama bila kebutuhan-kebutuhan yang diinginkannya tidak dapat terpenuhi Darminta, 2010: 12.
2. Berpusat pada diri
Setiap orang seakan-akan berlomba-lomba untuk menonjolkan diri, merasa diri paling hebat, ingin dianggap paling mampu. Sikap-sikap semacam ini
dianggap sebagai suatu hal yang lumrah dan wajar di tenag-tengah persaingan yang semakin ketat dalam menarik simpati-simpati duniawi. Pada kondisi seperti
ini, kerendahan hati tidak lagi dianggap penting karena hal itu hanya akan memasung sikap-sikap dan perilaku sombong dari manusia yang semakin
menonjol Kondisi duniawi seperti dijelaskan tersebut juga seringkali melanda dan mempengaruhi hidup para anggota tarekat religius sehingga mudah terbawa arus.
30
Untuk menghadapi situasi yang demikian, maka sangat diperlukan kaum religius yang sungguh mau menghayati kerendahan hati.
Kerendahan hati di jaman sekarang sebagai suatu hal yang ketinggalan jaman karena justru saat ini setiap orang berlomba-lomba menonjolkan diri dan
mencari popularitas diri sendiri. Hal itu juga terjadi di kalangan anggota tarekat bahwa suster yang diberikan jabatan atau pekerjaan dengan wewenang tertentu
seringkali justru dijadikan sebagai ajang menonjolkan diri, mencari popularitas diri sendiri sehingga sikap dan perilaku suster tersebut jauh dari kerendahan hati
Aniceta KYM, 2013: 34. Salah satu tantangan berat para suster dewasa ini adalah adanya
kencenderungan dalam diri untuk menjadi pusat perhatian. Apapun yang dilakukannya semata-mata bertujuan untuk kemuliaan diri sendiri. Ciri-ciri dari
keinginan suster untuk berpusat pada diri sendiri ditunjukkan dengan sikap ekshibisi pamer, tampil: membuat kesan, membuat orang terpesona, terkesima,
meluap gembira, mengejutkan, membangkitkan gairah, menumbuhkan daya tarik, membuat orang kagum dan memikat orang lain untuk terpesona dengan dirinya
sendiri. Selain itu, para suster memiliki keinginan untuk diperhatikan: agar kebutuhannya dipenuhi oleh bantuan simpatik orang lain yang disukainya. Ingin
dirawat, didukung, ditopang, dilindungi, dicintai, dinasihati, dibimbing, dimanja, dimaafkan, dihibur, dan ingin selalu mempunyai pendukung.
3. Kesombongan
Godaan duniawi yang demikian kuat dewasa ini menjadi salah satu penyebab kerendahan hati sering tidak bisa diwujudkan dalam kehidupan nyata
31
Darminta, 2010: 12. Para suster dalam menjalankan peran, tugas dan tanggungjawabnya menganggap bahwa melalui jabatan atau pekerjaan yang
dimilikinya membuatnya semakin tidak menyadari sudah jauh dari kerendahan hati. Hal ini mengakibatkan para suster menjadi sering tidak jauh berbeda dari
masyarakat yang bukan anggota tarekat yang umumnya mendewa-dewakan pemilikan harta kekayaan, kekuasaan, kenikmatan duniawi, popularitas diri yang
semuanya itu bertolak belakang dengan kerendahan hati.
BAB III KERENDAHAN HATI DALAM PERSAUDARAAN TAREKAT KYM
A. Pengertian Persaudaraan
Persaudaraan KYM didasari persaudaraan kristiani yang diikat dan didasarkan pada cinta kasih bukan terutama karena atas dasar hubungan darah atau hubungan
keluarga. Persaudaraan dalam KYM dilandasi oleh cinta kasih yang sebagaimana yang diajarkan oleh Yesus sendiri yakni: saudara dan saudariku adalah mereka yang
melaksanakan Firman Allah.
1. Persaudaraan Kristiani
Persaudaraan KYM mengambil pola persaudaraan seperti yang dijelaskan oleh Yesus sendiri dalam Perjanjian Baru. Dalam Perjanjian Baru, persaudaraan sejati
yang meliputi semua orang baru terwujud dalam Yesus Kristus. Dalam Gereja sebagai kelanjutan Kristus sendiri persaudaraan itu memang belum sempurna, namun
merupakan suatu tanda nyata dari perkembangan perwujudannya. Universalitas persaudaraan sejati seperti dikehendaki Allah dapat kita dengar dari Yesus sendiri
yang berkata, “Siapa pun yang melakukan kehendak Bapa-Ku di surga dialah saudara-Ku laki-laki, dialah saudara-Ku perempuan, dialah ibu-Ku Mat 12:50; Luk
8:21 Bila dalam Perjanjian Lama persaudaraan masih lebih dibatasi oleh unsur kebangsaan nasionalisme dan keagamaan dalam Perjanjian Baru batas-batas itu
diatasi, sehingga sungguh universal Martasujita, 2000: 26. Perbedaan persekutuan antara yang menurut bangsa dan yang menurut agamaiman yang masih ada dalam
zaman ketika Yesus tampil ditolak secara tegas oleh-Nya: