Pengertian Persaudaraan Makna kerendahan hati Santo Visentius A Paulo bagi hidup persaudaraan suster kasih Yesus dan Maria bunda pertolongan baik (KYM).

36 pemimpin, dan siapa yang menjadi teman komunitasnya. Dalam hal ini tampak bahwa persaudaraan dalam tarekat religius seperti KYM merupakan persaudaraan sejati yang dipersatukan karena Kristus. Hal senada dikemukakan Darminta, 1982 :7. bahwa hidup bersama dalam suatu komunitas merupakan salah satu ciri pokok hidup religius. Penghayatan konkret hidup religius sehari-hari terlaksana dalam suatu komunitas. Dalam komunitas itu hidup bersama mendapatkan bentuk konkret dan pengaturan yang menunjang tumbuh dan perkembangan hidup rohani maupun terlaksananya tugas perutusan. Hidup bersama dalam suatu komunitas merupakan tuntutan mutlak bagi seorang religius. Tidak mengherankan bahwa salah satu syarat untuk dapat bergabung dan diterima dalam suatu tarekat religius adalah tidak adanya hambatan yang berat untuk membangun dan menghayati hidup bersama. Tegasnya, dituntut adanya kemampuan dan kemudahan untuk hidup bersama. Dalam hidup bersama di suatu komunitas religius, terjadilah suatu pertemuan dalam iman, dimana orang menghayati spiritualitas dan charisma tarekat yang asma, mengikuti Kristus bersama-sama, merasul dalam kebersamaan, berdoa bersama, berbagi rasa hidup dan pengalaman, berbagi milik dan harta, berbagi kesedihan dan kemauan untuk mengabdi Kristus. Menurut Konsili Vatikan II, hidup religius yang diterima oleh Gereja sebagai anugerah Allah, hidup dalam lingkup persekutuan Gereja, sejauh digerakkan oleh Roh Kudus, prinsip persekutuan dan kesatuan Gereja. Hidup religius secara khusus dipanggil untuk menampakkan persekutuan hidup Gereja. Diharapkan bahwa di dalam komunitas-keomunitas religius terpuruk dan terpelihara persaudaraan sebagai cirri khas hidup bersama Darminta, 1982: 9. 37 Di lain pihak orang juga semakin sadar dan mengalami bahwa dirinya tidak dapat hidup dan berkembang secara penuh tanpa orang lain. Hanya dalam kebersamaan dalam suatu komunitas orang akan mendapatkan kepenuhan. Saling berkontak dan berjumpa merupakan salah satu aspek penting. Di dalam Tuhan orang menemukan hubungan persaudaraan dan kesamaan antara sesama manusia. Setiap anggota tarekat sadar bahwa ikatan-ikatan yang mengikat persaudaraan bersumber pada Tuhan dan dari Tuhan mendapatkan arti dan kekuatan Darminta, 1982: 9.

2. Spiritualitas Persaudaraan KYM

Spiritualitas KYM didasarkan pada spiritualitas Vincentius. Spiritualitas Vincentius mulai ditanamkan kepada para suster sejak awal, yaitu sejak masa pembinaan di Postulat lewat studi. Pada tahap pembinaan selanjutnya di Novisiat, para suster mulai mengikuti kegiatan HaVin Hari Vincentius. Para novis pergi ke lorong-lorong untuk menemukan orang miskin. Dengan ini kepekaan dan kepedulian novis mulai terasah dan akan membantunya untuk menemukan jati dirinya sebagai Vinsensian yang tanggap akan kebutuhan orang-orang di sekitarnya. Ada juga program Live in yang dilaksanakan saat novis dan menjelang Kaul Kekal dengan tujuan untuk meneguhkan panggilannya sebagai seorang suster sekaligus sebagai Vinsensian. Pada kegiatan tersebut, para suster tinggal langgsung bersama umat dan mengalami secara langsung pahit getirnya kehidupan di luar. Kegiatan ini menempa pribadi para suster untuk menjadi suster yang tangguh dan mampu menghadapi zaman Laura, 2010: 34. 38 Spiritualitas Santo Vincentius kini masih hidup dan berkembang dalam jiwa suster-suster KYM. Vincentius hidup di zamannya begitu juga dengan Pastor van Erp dan suster-suster KYM. Berangkat dari spiritualitas yang sama kita dipanggil juga untuk mengaktualisasikan semangat ini sesuai dengan konteksnya. Sebagaimana Vincentius dan Pastor Antonius Van Erp berani peka dan tanggap akan kepribadian dan kebutuhan masyarakat pada zamannya begitu juga dengan para suster KYM Laura, 2010: 35. Spiritualitas St. Vincentius a Paulo berrati meresapkan dan menggemakan semangat Yesus kristus dalam hidup. Spritualitas tidak bertumbuh begitu saja jika tidak digali, dipikirkan, direnungkan, dan dihayati dalam kenyataan hidup konkret setiap hari. Tentu saja spiritualitas bukanlah sesuatu yang kaku, tetapi bentuk, roh atau jiwa dari sebuah kehidupan yang dipengaruhi oleh kebudayaan dan perkembangan zaman. Sebagai salah satu anggota Vinsensian, para suster KYM juga menjadi pewaris 5 keutamaan Santo Vincentius yakni: kesederhanaan, kerendahan hati, kelembutan hati, matiraga, dan penyelamatan jiwa-jiwa bersumber dari Yesus kristus sendiri. Demikianlah pendiri Bapak Antonius Van Erp mewariskannya bagi para Suster KYM, sebagaimana ia telah menghidupinya dengan semangat St. Vincentius a Paulo. Semua teladan itu adalah sebuah sikap yang mendalam dan keintiman dengan Tuhan sendiri yang Maha lembut Sumaji, 2004: 85. Peraturan yang diwariskan oleh Vincentius adalah Yesus kristus sendiri, dengan jelas yaitu perkataan atau ajaran Yesus tentang kerendahan hati. Kerendahan hati itu harus didasarkan pada Pribadi Yesus Kristus sendiri yang rela 39 merendahkan diri dengan wafat di kayu salib, demikianlah peraturan ini menjadi milik semua pewaris semangat St. Vincentius dalam hal ini termasuk KYM, kerendahan hati itu harus dittai bahkan dengan jelas Vincentius mengatakan bahwa sumbernya dapat berasal dari: pengenalan diri sendiri dan kasih kepada Kristus yang sering mendapat penghinaan. Dalam salah satu konferensinya, St. Vincentius a Paulo mengatakan “bagi orang yang memiliki kerendahan hati, segala kebaikan akan mengalir dan dianugerahkan kepadanya. Kebalikannya, bagi dia yang tidak memilikinya, segalanya bahkan kebaikan yang ada padanya akan diambil darinya.”

3. Persaudaraan dalam Komunitas

Menurut Darminta, 1982: 7. hidup bersama merupakan hidup dalam persekutuan, dimana orang sanggup dan rela untuk saling membantu, menopang, menghibur, dan memberi semangat maupun saling memberi koreksi. Dasar dari semua itu adalah cinta, sebab manusia dipanggil untuk hidup cinta. Pada dasarnya hidup bersama ada persaudaraan, yang dibangun oleh Roh Kudus dalam iman yang sama, harapan yang sama dan cinta kasih yang sama. Menurut Darminta, 1982: 11. hidup bersama secara garis besar dapat digambarkan sebagai berikut: suatu perjumpaan tetap dari pribadi-pribadi yang dipersatukan dalam suatu keluarga sejati atas nama Tuhan. Hidup bersama ikut ambil bagian pada charisma yang sama, dijiwai oleh cinta kasih, diperkuat oleh kehadiran Kristus dan sekaligus diikat oleh ikatan- ikatan hukum oleh Gereja dan sanggup untuk menyerahkan segala-galanya untuk saling melayani dan membangun tubuh Kristus. 40 Hidup bersama kaum religius yang dipersatukan menjadi saudara merupakan usaha untuk menghayati secara penuh hidup kristiani dengan memberi nilai secara khusus kepada aspek kebersamaan hidup secara radikal. Persekutuan hidup diungkapkan dengan adanya perlakuan sosial yang sama, meski berbeda tugas, aturan dan wajib yang mengikat semua dalam hidup komunitas, struktur hidup yang disepakati yang mengatur perjumpaan antara sesama anggota dan antar anggota dan komunitas, sehingga semua anggota dapat hidup, berdoa dan bekerja bersama-sama. Semua hasil kerja menjadi milik bersama. Dengan begitu, Kristus menjadi pusat komunitas religius, pusat pertemuan anggota-anggota komunitas. Komunitas religius menjadi ekspresi yang belih bermakna dari Gereja sebagai persekutuan umat Allah Darminta, 1982: 11. Menurut Darminta, 1982: 12 faktor-faktor pemersatu persaudaraan dalam komunitas religius, yakni: 1 Kristus, 2 kekuatan anggota-anggota, 3 struktur dan pengaturan, dan 4 pimpinan. Kristus menjadi pemersatu utama dimaksudkan adalah bahwa pertama-tama tali pemersatu ialah Kristus sendiri sebab Kristuslah yang merupakan titik pertemuan dan ikatan yang mempersatukan anggota-anggota komunitas. Secaca khas hidup bersama yang dipersatukan dalam persaudaraan tumbuh dan berkembang dalam persatuan dengan misteri paskah. Komunitas menjadi religius sejauh persaudaraan dan persahabatan yang mengikat anggota-anggota itu diresapi oleh kehadiran Kristus, sebab cinta kasih sejati menyatakan kehadiran Kristus. Pemersatu lainnya hidup bersama adalah kekuatan anggota-anggota. Menurut Darminta, 1982: 12 kekuatan anggota-anggota itu sendiri juga memberikan 41 kekuatan dan daya hidup kepada komunitas dan anggota-anggota dalam komunitas. Hidup bersama dibangun dari hari ke hari oleh anggota-anggotanya. Hidup bersama menjadi kuat, bila masing-masing menyumbangkan milik dan pribadi. Persatuan hati dan budi dihayati dalam hidup bersama dengan saling memberi diri. Setiap anggota saling membuka diri dalam persaudaraan yang penuh cinta kasih. Hidup bersama menjadi pengalaman hidup dalam persatuan dan kasih yang didasarkan atas kemerdekaan, kepercayaan, keterbukaan satu sama lain dan komunikasi. Setiap peristiwa sehari-hari merupakan kesempatan untuk mengungkapkan dan menunjukkan kebaikan, cinta, saling menghornati, saling melayani, saling mempercayai, saling memberi nasehat, saling membangun dan saling memberi semangat Darminta, 1982: 13. Memberikan diri dalam sebuah komunitas membuat orang mampu untuk menerima anggota komunitas lainnya dengan sepenuh hati, sepenuh budi, sepenuh jiwa dan sepenuh tenaga. Ikatan persaudaraan semakin dirasakan dan karenanya terjamin dan terbina. Kalau demikian hidup bersama tidak lagi hanya dilihat sebagai hidup laku tapa tetapi ungkapan hidup persatuan dengan Allah sendiri. Hidup bersama membutuhkan struktur dan pengaturan yang menunjang terlaksananya kesatuan dan persekutuan hidup. Oleh karena itu, wajar bila di dalam setiap komunitas religius, sesuai dengan ciri khas tarekat masing-masing. Dibentuk pengaturan dan disiplin hidup bersama yang harus diterima oleh setiap anggota sebagai bagian dari kenyataan hidup bersama sehari-hari. Pengaturan hidup seperti doa bersama, bekerja, makan bersama, rekreasi, istirahat ataupun menetapkan saat-saat hening dimaksudkan untuk membantu 42 anggota-anggotanya menjadi manusia rohani, mempertahankan persatuannya dengan Tuhan lewat integrasi semua kemampuan, pemurnian pikiran, pengrohanian perasaan- perasaan, untuk semakin mempunyai hormat yang makin dalam atas hidup di dalam Tuhan Darminta, 1982: 13. Struktur hidup dalam komunitas merupakan sarana untuk menjalin hubungan cinta antar anggota, sebab struktur dan pengaturan hidup tidak mengganti hukum hati dan hukum cinta, tetapi mempermudah dan memperjelas penghayatannya dalam cara hidup, berdoa dan bekerja bersama-sama. Struktur sendiri perlu terbuka tidak beku, untuk selalu diperbaharui dan ditinjau, supaya selalu merupakan sarana yang menunjang hidup bersama erat dalam persaudaraan dan dengan kerohanian dan charisma tarekat. Dalam KHK yang dicanangkan pada tanggal 25 Januari 1983 ada sebuah kanon yang dikhususkan untuk hidup persaudaraan dalam seksi hidup religius. Pada kanon 602 dikatakan oleh hidup persaudaraan yang menjadi ciri masing-masing tarekat, semua anggota dipersatukan bagaikan dalam suatu keluarga khusus dalam Kristus. Hendaknya hidup persaudaraan itu ditentukan sedemikian rupa, sehingga semua saling membantu untuk dapat memenuhi panggilan masing-masing. Dengan persatuan persaudaraan itu, yang berakar dan berdasar dalam cinta kasih, para anggota hendaknya menjadi gambar dari pendamaian menyeluruh dalam Kristus Komunitas religius dalam hal ini KYM dapat menjalankan tugas perutusannya secara bersama-sama. Sebab hakekat komunitas adalah kebersamaan atau dalam bahsa lain disebut persaudaraan. Yang menjadi landasan hidup persaudaraan para suster KYM dalam hidup berkomunitas adalah Kis 4:32 “kumpulan orang yang telah 43 percaya itu hidup sehati sejiwa, dan tidak seorangpun berkata bahwa suatu dari kepunyaan adalah miliknya sendiri, tapi segala sesuatu adalah kepunyaan mereka bersama” dengan demikian dapat disimpulkan bahwa para suster KYM senantiasa diajak untuk hidup seturut cara hidup jemaat perdana. Dalam Konstitusi KYM art. 44 dikatakan: Persekutuan dibentuk oleh orang-orang yang meniru teladan dari kesatuan Yesus Kristus bersama murid-muridNya; orang-orang yang seraya mengakui perbedaan pandangan, watak dan sikap, satu sama lain mencari tujuan bersama dan menggumulinya bersama; orang-orang yang saling memberi perhatian, sehingga setiap orang didengar, setiap orang berhak berbicara, setiap orang merasa aman satu sama lain; orang-orang yang menerima diri sendiri dan orang lain karena setiap hari menyadari bahwa mereka diterima oleh Allah Dalam komunitas itulah terjadi komunikasi cinta serta perhatian satu terhadap yang lain. “Inilah perintahKu yaitu supaya kamu saling menghasihi, seperti Aku telah mengasihi kamu. Inilah perintahKu kepadamu: kasihilah seorang akan yang lain” Yoh 15:12-17 sebab dalam komunitas kita menghayati kesatuan di dalam perbedaan dan menjalankan prioritas-prioritas untuk melakukan evangeliassi dan pelayanan kepada kaum miskin dan mengadakan doa bersama. Dalam komunitas kita bertekun untuk pendidikan dan pengajaran serta pengembangan diri, kita menjadi saling percaya, kita mempunyai sense of belonging; kita melakukan share diri bersama, kita bergembira bersama dengan saling menguatkan sebagai saudara serta percaya bahwa orangpribadi yang dihadapi memiliki nilai-nilai kepribadian yang harus dihormati, kita selalu bersatu hati dalam pujian dan doa bersama Kis 2:41-47 Persaudaraan religius yang terbentuk tidaklah bersifat homogen tetapi heterogen baik pribadi maupun sasaran pelayanan mereka yang mencakup orang dari 44 bangsa dan budaya yang lain. Dalam heterogenitas kemajemukan ini kiranya makna kerendahan hati itu menjadi hidup dan konkret. Hidup religius selalu dihayati di dalam hidup persaudaraan dalam sebuah hidup orang-orang yang hidup bersama sebagai saudara dan demi Yesus Kristus ini, kita menemukan rahmat yang juga kita rasakan dalam hati kita masing-masing. Untuk mengikuti Yesus kita bergabung dalam satu persaudaraan. Seterusnya kedua kenyataan selalu disebut bersama: Allah dan sesamasaudara sekomunitas Louf, 1987 :22-25. Fraterna Komunio berbagi hidup dalam semangat persaudaraan adalah sebuah ungkapan yang sangat tua di dalam tulisan monastic. Ketika hidup komunitas dalam arti sempit muncul pertama kali, menurut studi-studi historis masa kini berasal dari Pakhomeus pada abad ke-4 maka pengelompokan monastic diberi nama berasal dari Perjanjian Baru: Hagia Koinonia, yang berarti persaudaraan kudus atau persekutuan kudus. Kata koinonia diambil dari Kis 2:42 Istilah ini merupakan suatu penjelasan perihal Gereja Perdana yang paling dikenal: “mereka bertekun dalam pengajaran rasul-rasul dan dalam persekutuan koinonia. Mereka saling berkumpul untuk memecahkan roti dan berdoa.” Koinonia ini diterangkan dalam kalimat-kalimat berikut ini: menyerahkan semua barang mereka sebagai dana bersama, pergi ke kenisah sebagai stau kesatuan tubuh, suatu semangat yang sehati, makan bersama dengan gembira dan berhati tulus satu dengan yang lain. Lukas menambahkan: “mereka disukai semua orang” maksudnya: kelompok ini menyebarkan pendalamaian dalam Kristus 45 Menurut teladan Gereja Perdana, hendaknya kehidupan bertekun dalam ajaran Injil, dalam liturgi suci dan terutama dalam perayaan Ekaristi, dalam doa serta persekutuan semangat yang sama Kis 2:4-20. “Berkomunitas, dan menjadi komunitas secara baru, akan merupakan suatu anugerah dan tugas: ini tidak datang dengan sendirinya, tetapi kita harus mengupayakannya. Kita akan mengalami saat-saat jatuh bangun. Akan ada saat-saat gembira dan sedih dalam pengalaman hidup bersama. Dengan melaksanakannya kita akan belajar bagaimana menanganinya Konstitusi KYM art. 45. Sebagai seorang KYM dalam menjalankan hidup persaudaraannya dalam komunitas hendaknya memiliki kemampuan untuk hidup berkomunitas tersebut yang dirumuskan dalam beberapa hal berikut: PPK KYM, 2008: 10-11. a. Mampu hidup sehati dan sejiwa dan memberi kesaksian mengenai kehadiran Tuhan serta mengenai cinta kasihNya yang meyakinkan b. Mampu mengabdikan diri penuh cinta kasih satu sama lain c. Mampu menghayati satu cita-cita dan tujuan bersama untuk menumbuhkan usaha untuk selalu mengembangkan kebersamaan. d. Mampu menghayati satu tubuh meski banyak anggota, berusaha saling mengindahkan karena semua berharga dan ambil bagian di dalamnya 1 Kor 12:12- 31 e. Tekun dan terbuka untuk terus-menerus belajar dan diajar oleh pengalaman hidup komunitas dan pelayanan serta mampu hidup dalam kasih, damai, keadilan, dan kebenaran. f. Mampu menghayati visi, misi, tujuan, dan charisma Kongregasi serta tujuan yang sama g. Mampu menghayati kesatuan hati, gerak, budi, dalam komunitas meski bermacam- macam watak, perangai, sifat, sikap, kemampuan, dan bakat h. Mampu menghatai hidup bersama dengan sikap sederhana, rela berkorban, jujur dan setia i. Mampu mengosongkan diri seperti Kristus, mencintai Tuhan dan sesama secara radikal. j. Sanggup merefleksikan pengalaman hidup sebagai orang beriman k. Menerima diri sendiri dan orang lain serta situasi apa adanya dan tidak menuntut lebih l. Mengakui dan menggunakan bakat yang dimiliki dengan baik m. Memiliki rasa kesetiakawanan yang tulus dan menjalankan pengabdian dengan gembira. 46 Hidup dalam persaudaraan KYM juga berarti senantiasa bersatu dengan charisma Kongregasi KYM, yakni charisma kesederhanaan dalam pola hidup, tutur kata dan perbuatan yang digerakkan oleh keterpautan kasih dengan Bapa yang mengasihi pribadi Yesus Kristus yang terarah kepada tindakan kasih kepada sesama yang menderita karena penindasan dan ketidakadilan, membela dan memberdayakan mereka. Nilai-nilai charisma itu mewujudkan diri secara personal, relasional dan tatanan sosial PPK KYM, 2008: 12. Hidup dalam komunikasi akan mengalami tahap yang membangun kearah yang lebih baik apabila setiap orang menyadari dirinya sebagai yang paling lemah di dalam komunitas. Karena orang-orang yang paling lemahlah yang selalu ada di hati dan pusat sebuah komunitas Kristiani. Hal itu memberi ciri khas pada komunitas Kristiani, suatu iklim yang khas. Walaupun demikian kita kerap berhadapan dengan komunitas yang di dalamnya terdapat pengelompokan manusiawi dimana terdapat serangkaian keinginan dan ambisi yang saling bertabrakan, yang sering saling tidak cocok, dan membutuhkan usaha untuk hidup dalam harmoni Louf, 1987: 21.

4. Persaudaraan dalam Karya

Karya kerasulan merupakan salah satu tugas perutusan anggota tarekat KYM. Setiap suster KYM dipanggil untuk melakukan kerasulan sesuai dengan bidangnya masing-masing. Terkait dengan karya kerasulan tersebut, dapat dilihat dari misi dan kerasulan Kongregasi KYM. Praktik kerasulan kita sebagai Kongregasi dan sebagai suster di dalamnya adalah: siap sedia bagi Kerajaan Allah dengan kemampuan yang ada pada diri para suster. Tujuan Kongregasi dan 47 spiritualitas St. Vincentius A Paulo menentukan arah para suster KYM. Dalam karya tersebut, setiap suster KYM saling bahu membahu demi tercapainya cita-cita pendiri tarekat. Adapun bidang-bidang konkrit kegiatan para suster adalah misi dan pembangunan masyarakat; mengurus pendidikan kaum muda; merawat orang jompo; sakit dan cacat, mengurus orang-orang yang kekurangan dan kelompok- kelompok yang diabaikan di dalam masyarakat. Dalam menjalankan karya ini, para suster harus tetap menjalankannya dalam semangat persaudaraan. Artinya, setiap suster harus mampu menghargai setiap karya yang dimiliki para suster sebagai bagian dari dirinya sendiri. Dalam hal ini, tidak boleh ada suster yang beranggapan bahwa karya yang dimilikinya lebih berharga dibandingkan dengan karya yang dimiliki oleh suster lainnya. Setiap karya suster adalah sebagai kelengkapan satu dengan yang lain dan saling membutuhkan. Dalam menjalankan karya para suster tersebut, setiap suster juga harus mampu saling menolong satu dengan yang lain sebagai wujud dari persaudaraan yang telah diikat dan dipersatukan atas dasar cinta kasih seperti yang diajarkan oleh Yesus sendiri. Dalam hal ini setiap suster hendaknya bekerja menurut kemampuannya; berdoa dan bekerja. Bila sakit dan menjadi tua, para suster juga akan berupaya untuk memahami kerasulan penderitaan sebagai misi. Kerasulan harus berakar pada perhatian dan kehadiran bagi orang-orang yang hidup, didorong oleh rasa iklhas satu sama lain. Ketika para suster menjalankan karya, para suster harus selalu didasari oleh semangat spiritualitas yang sama dari St. Vincentius a Paulo. Hal itu 48 ditunjukkan dengan pakaian atau jubah yang dikenakan para suster adalah sama sebagai saudara. Semua suster selalu memakai cincin Kongregasi dengan tulisan YMYV Yesus-maria-Yosef-Vinsensius sebagai kesaksian dan simbol hidup religius menurut spiritualitas Vinsensian Konstitusi KYM, art. 29.

5. Persaudaraan dalam Kerjasama

Kerjasama merupakan salah satu bagian penting yang harus dimiliki oleh para anggota tarekat dalam hidup berkomunitas. Dalam kesehariannya, para suster KYM diserahi sebuah tugas dan tanggungjawab masing-masing. Pelaksanaan karya ini merupakan perwujudan dari semangat St. Vincentius yang mewajibkan para pengikutnya untuk berkarya. Dalam melaksakan tugas dan tanggungjawab masing-masing suster, kerjasama merupakan hal sangat penting. Setiap para suster meskipun memiliki karya yang berbeda namun satu sama lain harus mampu mempertahankan kerjasama. Hal itu terkait dengan kerjasama sebagai salah satu bagian dari persaudaraan dalam komunitas. Kerjasama dalam persaudaraan memiliki makna, bahwa susah dan senang sama-sama ditanggung bersama. Seorang suster yang mengalami kesulitan dalam melaksanakan tugasnya, maka suster lainnya wajib membantu memecahkan permasalahan yang dihadapi oleh suster tersebut. Hal ini merupakan perwujudan dari semangat persaudaraan dalam tarekat KYM bahwa para suster yang meskipun tidak merupakan saudara berdasarkan hubungan keluarga, namun karena ikatan cinta kasih, telah menjadi bagian dari dirinya sendiri. Terkait dengan itu, maka 49 dalam setiap kesulitan para suster wajib saling membantu satu sama lain layaknya dengan saudara kandung sendiri.

B. Kerendahan Hati

Kerendahan hati dalam persaudaraan KYM merupakan salah satu keutamaan yang diajarkan oleh Santo vincentius. Dalam salah satu konferensinya, St. Vincentius a Paulo mengatakan “bagi orang yang memiliki kerendahan hati, segala kebaikan akan mengalir dan dianugerahkan kepadanya. Kebalikannya, bagi dia yang tidak memilikinya, segalanya bahkan kebaikan yang ada padanya akan diambil darinya. Vincentius, 2010: 53. Terkait dengan keutamaan kerendahan hati yang sangat dibutuhkan para suster, St. Vincentius a Paulo pernah mengingatkan para suster seperti yang dijelaskan berikut: Beberapa kali saya telah mengunjungi komunitas suster-suster dan sering saya telah bertanya kepada beberapa di antara mereka mana keutamaan yang paling mereka hargai, dan untuk keutamaan mana mereka merasa paling tertarik. Dan saya menanyakan hal ini juga kepada suster yang paling tak suka menerima penghinaan. Ternyata di antara 20 suster, mungkin hanya satu tidak menjawab bahwa keutamaan yang paling disukai ialah kerendahan hati. Itulah tandanya bahwa semua menghargai keutamaan ini sebagai keutamaan yang indah dan patut dicintai Vincentius, 2008: 54 Kerendahan hati bagi para suster merupakan keutamaan yang paling disukai. Dalam hal yang sama, bagi tarekat KYM kerendahan hati seperti yang dimaksudkan oleh St. Vincentius a Paulo merupakan keutamaan yang paling dihargai. Hal itu dikarenakan kerendahan hati dapat melandasi perbuatan-perbuatan lain baik dalam kaul, dalam komunitas, dalam doa, dalam kerasulan, dan dalam kepemimpinan. 50 Kerendahan hati yang harus dimiliki anggota tarekat KYM adalah kerendahan hati seperti yang dimaksudkan oleh St. Vincentius a Paulo, yakni: a memandang diri sendiri dalam seluruh kejujuran kita bahwa kita adalah manusia-manusia yang tidak pantas; b bergembira tatkala orang lain melihat ketidakpantasan diri kita dan merendahkan kita; c tidak menganggap diri sebisa mungkin, semata-mata karena ketidakpantasan diri kita, bahwa Tuhan telah bekerja di dalam diri kita, atau kebaikan Tuhan telah mengalir kepada orang lain lewat kita. Kerendahan hati yang disampaikan St. Vincentius a Paulo adalah kerendahan hati yang artinya bahwa kebaikan itu berasal dari belas kasih Allah saja, dan karena jasa orang lain Roman, 1993: 55. Kerendahan hati penting bagi anggota tarekat KYM agar para suster selalu menyadari, bahwa: a suster mampu memandang dirinya sebagai manusia yang tidak pantas di hadapan Tuhan; b para suster atau anggota tarekat KYM bergembira tatkala orang lain melihat ketidakpantasan dirinya dan merendahkan dirinya; c suster atau anggota tarekat KYM tidak menganggap dirinya orang yang serba bisa, tapi suster semata-mata merasakan atas ketidakpantasan dirinya, bahwa Tuhan telah bekerja di dalam diri para suster KYM, atau kebaikan Tuhan telah mengalir kepada orang lain lewat diri para suster KYM Roman, 1993: 56.

1. Kerendahan Hati Dalam Kaul

Dalam menjalani hidup bersama sebagai saudara, setiap anggota religius dituntut mampu menghayati dan menghidupi kaul-kaul yang diucapkannya. Dalam mewujudkan hal tersebut, anggota tarekat KYM yang telah diikat dalam 51 persaudaraan bersama Kristus harus saling mendukung dan menguatkan. Dalam tarekat religius seperti KYM, pengikraran kaul-kaul merupakan salah satu sarana untuk merendahkan diri di hadapan Allah. Dengan mengucapkan kaul, maka anggota tarekat religius tidak lagi bertindak sesuai dengan kehendak diri sendiri tetapi ingin bertindak sesuai dengan kehendak Allah. Hal ini memperlihatkan bahwa melalui kaul-kaul, para anggota tarekat dapat belajar dan menghidupi keutamaan kerendahan hati. Bersedia dipimpin dan diarahkan Allah sebagaimana yang dihidupi oleh pendiri tarekat merupakan salah satu wujud nyata kerendahan hati dari para suster. Sebagai seorang religius yang dipanggil secara khusus yang mau membaktikan diri seutuhnya dengan ikatan ketiga kaul, yaitu: kemiskinan, keperawanan, dan ketaatan. Hidup religius berarti hidup sebagai manusia kristiani yang menerima permandian dan memilih hidup berkaul sebagai jalan khusus yang dapat membantu kedekatannya kepada Kristus. Sebagai seorang religius, kaul merupakan sarana yang utama untuk mencapai persatuan dengan Allah. Kaul merupakan sarana dalam hakekat hidup membiara sekaligus ciri khas religius yang membedakan dari orang kristiani pada umumnya. Hidup berkaul merupakan cara hidup yang ditempuh melalui nasihat-nasihat Injili. Nasihat Injili tersebut adalah hidup miskin, murni, dan taat. Dalam Kitab Hukum Kanonik KHK Kanon 668, pengertian kaul dijelaskan: Kaul adalah hidup yang dibaktikan dengan kaul atas nasihat-nasihat Injili, dimana orang beriman dengan mengikuti Kristus secara lebih dekat atas dorongan Roh Kudus, dipersembahkan secara utuh kepada Tuhan yang dicintai, demi kehormatan bagi-Nya dan demi pembangunan Gereja serta 52 keselamatan dunia. Mereka dilingkupi dengan dasar baru dan khusus mengejar kesempurnaan cinta kasih dalam pelayanan Kerajaan Allah, dan sebagai tanda unggul dalam Gereja mewartakan kemuliaan surgawi. Dengan demikian hidup dan kegiatan para religius memiliki nilai sebagai tanda eskatologis: mereka memaklumkan nilai-nilai kekudusan dan keselamatan manusia yang sudah datang ke dunia. Kaul-kaul yang diucapkan oleh para religius merupakan tantangan yang terus-menerus, baik bagi diri mereka sendiri maupun bagi orang lain. Melalui kaul-kaul hidup mereka diarahkan kepada pewartaan Kabar Baik dan secara kenabian menolak pemilikan berlebihan, cinta diri dan sikap membebani orang lain yang mewujud dalam kedagingan manusia Darminta, 2003: 48. Maka pembaktian diri menjadi inti panggilan yang diungkapkan melalui ketiga kaul yakni: kaul kemiskinan, kemurnian, dan kaul ketaatan yang diwujudkan dalam hidup hariannya, artinya dengan komitmen dan pemberian diri secara total kepada Allah. Pembaktian diri dalam kaul-kaul ini juga membuat para religius lebih bebas untuk melaksanakan karya cinta kasih yang menjadi tanggungjawab dari kaul-kaul tersebut. Kaul-kaul sangat membantu menyerahkan diri para anggota tarekat kepada Allah dan sesama. Kaul kemiskinan merupakan kesadaran sebagai orang yang berkaul sungguh miskin di hadapan Tuhan. Sadar bahwa para suster berkaul kemiskinan memampukan mereka untuk membuat prioritas dalam memiliki barang-barang duniawi. Juga membuat para suster rela menyerahkan segala tenaga, waktu, dan kemampuan untuk mengabdi Tuhan dan sesama. Tetapi kadang sulit mengendalikan diri sehingga membeli barang yang dibutuhkan atau menggunakan barang yang diterima tanpa sepengetahuan pimpinan Konstitusi KYM, art. 23. 53 Pentingnya anggota tarekat religius bertumbuh dalam kerohanian khususnya dalam kaul seperti:

a. Kaul Kemiskinan

Kaul kemiskinan merupakan salah satu tuntutan untuk merendahkan diri di hadapan Tuhan dan sesama anggota tarekat. Melalui kaul kemiskinan, setiap anggota tarekat menghayati kebersamaannya dengan anggota-anggota terekat lainnya sebagai saudara. Tidak ada anggota tarekat yang kaya atau miskin tapi di hadapan Tuhan semuanya sama. Pentingnya anggota tarekat religius menghayati kaul kemiskinan karena dalam diri manusia terdapa kecenderungan untuk memiliki harta benda, baik yang sangat berharga maupun yang kurang berharga. Pemenuhan kecenderungan akan harta sering kali justru menimbulkan hasrat lebih besar lagi, yang kadang-kadang membuat orang menjadi buta akan nilai-nilai kemanusiaan dan nilai-nilai injili KOPTARI, 2008 :54. Kaum religius demi kaul kemiskinan melepaskan kepemilikan pribadi atas harta benda dan menjadikannya milik bersama. Kaum religius seperti KYM demi kaul kemiskinan membuat dirinya hidup miskin seperti kaum miskin. Komitmen ini merupakan salah satu sarana penting untuk membangun komunitas persaudaraan, suatu komunitas yang terbuka, baik antara anggota komunitas maupun terhadap masyarakat sekitar, khususnya kaum miskin dan tersisih.

b. Kaul Kemurnian

Anggota tarekat religius juga dapat bertumbuh dalam kerohanian yang utuh dalam persaudaraan melalui penghayatannya pada kaul kemurnian. 54 Dalam Konstitusi KYM, art. 29 dikatakan “sebagai pilihan pribadi suster menerima panggilan ini untuk memberi dan menerima cinta dalam selibat, tanpa pasangan hidup yang khusus”. Kesendirian yang menyertainya membuat suster lebih siap bagi Allah dan bagi sesamanya. Dalam hal ini, setiap anggota tarekat harus saling mendukung untuk mewujudkan hidup murni. Hidup bersama dalam sebuah sebuah komunitas, para anggota telah diikat sebagai saudara satu sama lain. Dalam persaudaraan tersebut, para anggota tarekat memiliki cita-cita yang sama yakni memurnikan dan mensucikan dirinya setiap hari. Dalam kehidupan sehari-hari penghayatan terhadap kaul kemurnian tidaklah selalu mudah dilaksanakan. Setiap anggota tarekat menyadari bahwa dalam dirinya ada daya tarik tertentu terhadap lawan jenis, sehingga hal tersebut membuat para anggota tarekat seperti suster waspada dalam pergaulan. Juga sebagai manusia memang dalam diri ada keinginan untuk memiliki dan dimiliki oleh orang tertentu terutama lawan jenis. Tetapi kesadaran sebagai orang berkaul selibat membantu suster untuk mengatur sikap dan terus-menerus untuk saling menyemangati satu sama lain dalam persaudaraan agar suster sungguh setia pada pilihannya Konstitusi KYM, art. 33. Saling mendukung dalam persaudaran seperti menghidupi kaul kemurnian, merupakan hal prinsip yang harus ditunjukkan setiap anggota tarekat religius. Dengan demikian, para anggota dapat bertumbuh dalam kerohanian yang utuh dalam persaudaraan khususnya dalam penghayatan kaul kemurnian yang diikrarkannya.