Makna kerendahan hati Santo Visentius A Paulo bagi hidup persaudaraan suster kasih Yesus dan Maria bunda pertolongan baik (KYM).
vii ABSTRAK
Judul skripsi ini adalah “MAKNA KERENDAHAN HATI ST. VINCENTIUS A PAULO BAGI HIDUP PERSAUDARAAN SUSTER KASIH YESUS DAN MARIA BUNDA PERTOLONGAN YANG BAIK (KYM).” Hal yang melandasi penulisan skripsi ini adalah fenomena dalam masyarakat yang semakin hari semakin mengedepankan kekerasan dalam berbagai bentuk. Para suster KYM yang mengikrarkan ketiga kaul hidup dalam zaman ini sehingga terbuka peluang dapat merasakan kekerasan seperti yang terjadi dalam masyarakat.
Penulis menyadari pentingnya kerendahan hati untuk bisa hidup di zaman seperti ini. Tanpa kerendahan hati, maka setiap orang akan hidup dengan mengedepankan kekerasan dalam meraih segala hal yang diinginkan. Manusia akan hidup dalam keegoisan dan tidak mengenal kasih sayang terhadap sesama. Dalam konteks inilah kerendahan hati sangat diperlukan. Kerendahan hati ini perlu dimulai dan dihidupi dalam persaudaraan para suster KYM di komunitas kecil yang pada akhirnya menyebar luas ke dalam dunia. Kerendahan hati dalam hidup dan pelayanan para suster KYM akan menjadikan dunia sekitarnya menjadi sebuah tempat yang damai.
Penulis mengawali skripsi ini dengan memaparkan makna kerendahan hati dari berbagai aspek terutama pemahaman Injili dan pemahaman kepribadian yang rendah hati. Selanjutnya, penulis memaparkan kerendahan hati yang dihidupi oleh Santo Vincentius a Paulo sebagai model. Penulis sadar bahwa tidak mudah bagi kita untuk sampai pada kerendahan hati seperti yang kita harapkan. Kita masih perlu belajar dan menghidupi kerendahan hati karena dunia luar kita semakin penuh dengan berbagai tindak kekerasan yang seringkali mendorong kita untuk melakukan pembalasan.
Secara khusus kepada para suster KYM, Santo Vincentius a Paulo mengatakan bahwa Kita tak perlu mengamati dan memperhatikan secara khusus kebaikan-kebaikan yang ada dalam diri kita; sebaliknya kita harus berusaha mengenal apa saja yang tidak baik dan penuh cacat yang terdapat dalam diri kita, dan bahwa inilah sarana yang ampuh untuk memelihara kerendahan hati. Dengan begitu, menyadari kekurangan dan semua hal yang tidak baik dalam diri kita, merupakan sarana untuk belajar kerendahan hati bagi para suster KYM. Pribadi yang rendah hati, akan lebih cenderung mengenal dan melihat hal-hal buruk dalam dirinya daripada menyombongkan kelebihan-kelebihan dalam diri sendiri. Dengan kerendahan hati, maka para suster KYM akan mampu menghadapi kekerasan yang terjadi di sekitarnya dengan melawannya dengan keutamaan kerendahan hati. Karena itu, para suster KYM diharapkan untuk semakin mampu menghidupi keutamaan kerendahan hati karena dengan semangat rendah hati dunia ini akan penuh damai dan terhindar dari berbagai bentuk kekerasan.
(2)
viii
ABSTRACT
The title of this writing is "THE MEANING OF HUMILITY ST. VINCENTIUS DE PAULO IN THE SISTERHOOD OF THE SISTER OF LOVE OF JESUS AND MARY MOTHER OF GOOD HELP (KYM)." Thing that underlies this paper is the phenomenon in a society that is increasingly prioritized violence in many forms. The KYM Sisters three vows are pledged to live in this era so there are opportunities to feel the violence that occurs in the community.
The authors recognize the importance of humility to be able to live in times like these. Without humilit, then everyone would live by promoting violence to achieve everything desired. Humans will live in selfishness and knows no compassion for others. In this context, humility is needed. This humility should be initiated and the sisterhood of the sister of love of Jesus and Mary Mother of Good help lived in a small community that eventually spread to the world. Humility in the life and ministry of the KYM sisters will make the surrounding world into a peaceful place.
Researcher begins this work by describing the meaning of humility, especially understanding the various aspects of evangelical and low understanding of personal humility. Furthermore, the researcher describes humility lived by St. Vincent a Paulo as models. The writer is aware that it is not easy for us to arrive at humility as we expect. We still need to learn and live out humility because our outer world increasingly filled with acts of violence that often encourages us to take vengeance.
To the members of KYM sisters, St. Vincentius a Paulo said that we do not need to observe and pay particular attention to the virtues that exist within us; instead we should try to know what is not good and full of defects that are within us, and that this is a powerful tool to maintain humility . By doing so, aware of the shortcomings and all the things that are not good in us, a means to learn humility for the KYM sisters. Personal humility, would be more likely to know and see the bad things in themselves rather than boast advantages in yourself. With humility, then the KYM sisters will be able to deal with the violence surrounding the fight with the virtue of humility. Because of that, the KYM sisters expected to increasingly able to support the primacy of humility because the humble spirit of this world will be full of peace and avoid the various forms of violence.
(3)
MAKNA KERENDAHAN HATI SANTO VINCENTIUS A PAULO BAGI HIDUP PERSAUDARAAN SUSTER KASIH YESUS DAN MARIA
BUNDA PERTOLONGAN YANG BAIK (KYM)
SKRIPSI
Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan
Program Studi Ilmu Pendidikan Kekhususan Pendidikan Agama Katolik
Oleh:
Belinha Da costa Monteiro NIM: 091124040
PROGRAM STUDI ILMU PENDIDIKAN KEKHUSUSAN PENDIDIKAN AGAMA KATOLIK
JURUSAN ILMU PENDIDIKAN
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS SANATA DHARMA
YOGYAKARTA 2013
(4)
(5)
(6)
iv
PERSEMBAHAN
Karya ini kupersembahkan kepada:
Tarekatku KYM yang tercinta, tempatku ditempa dan diajari untuk belajar rendah sebagai salah satu keutamaan yang dipegang teguh oleh St. Vincentius a Paulo
Kedua orangtuaku sebagai orang yang pertama yang telah mengajarkan kerendahan hati!
Semua orang yang telah mendukung panggilanku menjadi pengikut Kristus yang sejati secara khusus melalui pengabdian hidup di tarekat KYM
Semua yang telah berjasa dalam hidupku, terimakasih atas segalanya.
(7)
v MOTTO
“Kita tak perlu mengamati dan memperhatikan secara khusus kebaikan-kebaikan yang ada dalam diri kita; sebaliknya kita harus berusaha mengenal apa saja yang tidak
baik dan penuh cacat yang terdapat dalam diri kita, dan bahwa inilah sarana yang ampuh untuk memelihara kerendahan hati.”
(8)
(9)
vii ABSTRAK
Judul skripsi ini adalah “MAKNA KERENDAHAN HATI ST. VINCENTIUS A PAULO BAGI HIDUP PERSAUDARAAN SUSTER KASIH YESUS DAN MARIA BUNDA PERTOLONGAN YANG BAIK (KYM).” Hal yang melandasi penulisan skripsi ini adalah fenomena dalam masyarakat yang semakin hari semakin mengedepankan kekerasan dalam berbagai bentuk. Para suster KYM yang mengikrarkan ketiga kaul hidup dalam zaman ini sehingga terbuka peluang dapat merasakan kekerasan seperti yang terjadi dalam masyarakat.
Penulis menyadari pentingnya kerendahan hati untuk bisa hidup di zaman seperti ini. Tanpa kerendahan hati, maka setiap orang akan hidup dengan mengedepankan kekerasan dalam meraih segala hal yang diinginkan. Manusia akan hidup dalam keegoisan dan tidak mengenal kasih sayang terhadap sesama. Dalam konteks inilah kerendahan hati sangat diperlukan. Kerendahan hati ini perlu dimulai dan dihidupi dalam persaudaraan para suster KYM di komunitas kecil yang pada akhirnya menyebar luas ke dalam dunia. Kerendahan hati dalam hidup dan pelayanan para suster KYM akan menjadikan dunia sekitarnya menjadi sebuah tempat yang damai.
Penulis mengawali skripsi ini dengan memaparkan makna kerendahan hati dari berbagai aspek terutama pemahaman Injili dan pemahaman kepribadian yang rendah hati. Selanjutnya, penulis memaparkan kerendahan hati yang dihidupi oleh Santo Vincentius a Paulo sebagai model. Penulis sadar bahwa tidak mudah bagi kita untuk sampai pada kerendahan hati seperti yang kita harapkan. Kita masih perlu belajar dan menghidupi kerendahan hati karena dunia luar kita semakin penuh dengan berbagai tindak kekerasan yang seringkali mendorong kita untuk melakukan pembalasan.
Secara khusus kepada para suster KYM, Santo Vincentius a Paulo mengatakan bahwa Kita tak perlu mengamati dan memperhatikan secara khusus kebaikan-kebaikan yang ada dalam diri kita; sebaliknya kita harus berusaha mengenal apa saja yang tidak baik dan penuh cacat yang terdapat dalam diri kita, dan bahwa inilah sarana yang ampuh untuk memelihara kerendahan hati. Dengan begitu, menyadari kekurangan dan semua hal yang tidak baik dalam diri kita, merupakan sarana untuk belajar kerendahan hati bagi para suster KYM. Pribadi yang rendah hati, akan lebih cenderung mengenal dan melihat hal-hal buruk dalam dirinya daripada menyombongkan kelebihan-kelebihan dalam diri sendiri. Dengan kerendahan hati, maka para suster KYM akan mampu menghadapi kekerasan yang terjadi di sekitarnya dengan melawannya dengan keutamaan kerendahan hati. Karena itu, para suster KYM diharapkan untuk semakin mampu menghidupi keutamaan kerendahan hati karena dengan semangat rendah hati dunia ini akan penuh damai dan terhindar dari berbagai bentuk kekerasan.
(10)
viii
ABSTRACT
The title of this writing is "THE MEANING OF HUMILITY ST. VINCENTIUS DE PAULO IN THE SISTERHOOD OF THE SISTER OF LOVE OF JESUS AND MARY MOTHER OF GOOD HELP (KYM)." Thing that underlies this paper is the phenomenon in a society that is increasingly prioritized violence in many forms. The KYM Sisters three vows are pledged to live in this era so there are opportunities to feel the violence that occurs in the community.
The authors recognize the importance of humility to be able to live in times like these. Without humilit, then everyone would live by promoting violence to achieve everything desired. Humans will live in selfishness and knows no compassion for others. In this context, humility is needed. This humility should be initiated and the sisterhood of the sister of love of Jesus and Mary Mother of Good help lived in a small community that eventually spread to the world. Humility in the life and ministry of the KYM sisters will make the surrounding world into a peaceful place.
Researcher begins this work by describing the meaning of humility, especially understanding the various aspects of evangelical and low understanding of personal humility. Furthermore, the researcher describes humility lived by St. Vincent a Paulo as models. The writer is aware that it is not easy for us to arrive at humility as we expect. We still need to learn and live out humility because our outer world increasingly filled with acts of violence that often encourages us to take vengeance.
To the members of KYM sisters, St. Vincentius a Paulo said that we do not need to observe and pay particular attention to the virtues that exist within us; instead we should try to know what is not good and full of defects that are within us, and that this is a powerful tool to maintain humility . By doing so, aware of the shortcomings and all the things that are not good in us, a means to learn humility for the KYM sisters. Personal humility, would be more likely to know and see the bad things in themselves rather than boast advantages in yourself. With humility, then the KYM sisters will be able to deal with the violence surrounding the fight with the virtue of humility. Because of that, the KYM sisters expected to increasingly able to support the primacy of humility because the humble spirit of this world will be full of peace and avoid the various forms of violence.
(11)
ix
KATA PENGANTAR
Puji Syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah yang penuh kasih, karena
penulis merasakan betapa besar kasih-Nya yang dilimpahkan secara khusus selama
penulisan skripsi ini berlangsung, hingga sampai selesai dikerjakan. Skripsi ini
disusun dalam rangka memenuhi salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana Program
Ilmu Pendidikan Kekhususan Agama Katolik.
Judul skripsi ini adalah “MAKNA KERENDAHAN HATI SANTO
VINCENTIUS A PAULO BAGI HIDUP PERSAUDARAAN SUSTER KASIH
YESUS DAN MARIA BUNDA PERTOLONGAN YANG BAIK (KYM).” Banyak
hal dapat penulis rasakan selama penulisan skripsi ini berlangsung. Pentingnya
disipilin diri, memanfaatkan waktu dengan sebaik-baiknya, menyeimbangkan hidup
doa, kepentingan komunitas atau persaudaraan dengan tetap mengutamakan penulisan
skripsi ini bukanlah suatu hal yang mudah. Ada kalanya penulis jatuh pada godaan
lebih mengutamakan yang satu, namun di saat yang bersamaan muncul tuntutan yang
juga tidak kalah penting. Berkat doa dan selalu berpengharapan bahwa Allah selalu
menyelenggarakan hidup penulis, maka semua masalah dan kendala bisa diatasi dan
penulisan skripsi ini juga akhirnya bisa terselesaikan. Dukungan dari berbagai pihak
menjadi salah satu energi positif bagi penulis untuk selalu bersemangat meneruskan
penulisan skripsi ini, khususnya dosen pembimbing yang sedemikian besar memberi
perhatian dengan menyediakan waktu yang cukup, tenaga dan pikiran, untuk
membimbing penulis selama penulisan skripsi ini berlangsung. Kebaikan dosen
pembimbing untuk menjadi pendengar dan juga sebagai “problem solver” ketika
(12)
x
menjadi kekuatan bagi penulis dalam melalui masa-masa yang sulit ini. Dukungan
dari pimpinan KYM dan semua saudara sekomunitas dengan cara mereka
masing-masing sungguh menjadi daya kekuatan bagi penulis. Tidak lupa juga persaudaraan
dari segenap anggota dari Lembaga Program Studi Ilmu Pendidikan Kekhususan
Pendidikan Agama Katolik Universitas Sanata Dharma yang memberikan dukungan
sepenuhnya kepada penulis sehingga skripsi ini bisa terselesaikan.
Berkat bantuan dari berbagai pihak tersebut, maka penulis menyampaikan
ucapan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada:
1. Dr. J. Darminta, S.J., selaku dosen pembimbing utama yang telah memberikan
waktu, tenaga, pikiran yang tak ternilai kepada penulis selama penulisan skripsi ini
berlangsung.
2. P. Drs. M. Sumarno Ds., S.J., M.A sebagai pembaca II yang telah memberikan
masukan dan saran yang sangat berharga demi penyempurnaan skripsi ini.
3. Ibu Dra. Y. Supriyati, M. Pd., Sebagai dosen Wali yang setia mendampingi penulis
sampai selesainya penulisan skripsi ini.
4. Segenap staf dosen program Studi Ilmu Pendidikan Kekhususan Agama Katolik
Universitas Sanata Dharma.
5. Pimpinan tarekat KYM beserta dewannya yang memberikan kesempatan untuk
studi.
6. Segenap anggota komunitas KYM Louisa de Marillac Yogyakarta yang
memberikan dukungan, semangat kepada penulis selama penulisan skripsi ini
berlangsung.
7. Sahabat-sahabat saya yang selalu memberikan dukungan dan perhatian selama
(13)
(14)
xii DAFTAR ISI
Halaman
HALAMAN JUDUL ... i
PERSETUJUAN PEMBIMBING ... ii
PENGESAHAN ... iii
PERSEMBAHAN ... iv
MOTTO ... v
PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ... vi
ABSTRAK ... vii
ABSTRACT ... viii
KATA PENGANTAR ... ix
DAFTAR ISI ... xii
DAFTAR SINGKATAN ... xvi
PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI ... xviii
BAB I. PENDAHULUAN ... 1
A. Latar Belakang Masalah ... 1
B. Rumusan Masalah ... 4
C. Tujuan Penulisan ... 5
D. Manfaat Penelitian ... 5
E. Metode Penulisan ... 5
F. Sistematika Penulisan ... 6
BAB II. KERENDAHAN HATI MENURUT SANTO VINCENTIUS ... 8
A. Pengertian Kerendahan Hati ... 8
B. Kerendahan Hati Menurut Vicentius ... 12
1. Pengertian Kerendahan Hati menurut Vincentius ... 12
a. Pengenalan Diri Sendiri ... 13
b. Kasih kepada Kristus yang sering mendapat penghinaan ... 15
2. Sarana-sarana untuk Memperoleh Kerendahan Hati menurut St. Vincentius ... 18
(15)
xiii
b. Kerasulan ... 19
c. Hidup Persaudaraan ... 21
C. Makna Kerendahan hati Vincentius dalam hidup para Suster KYM ... 22
1. Kerendahan hati dalam hubungan dengan Allah ... 23
2. Kerendahan hati dalam karya kerasulan ... 25
3. Kerendahan hati dalam hidup persaudaraan ... 26
D. Tantangan Zaman ... 28
1. Gaya Konsumtif ... 29
2. Berpusat pada diri ... 30
3. Kesombongan ... 31
BAB III. KERENDAHAN HATI DALAM PERSAUDARAAN TAREKAT KYM ... 32
A. Pengertian Persaudaraan ... 32
1. Persaudaraan Kristiani ... 32
2. Spiritualitas Persaudaraan KYM... 38
3. Persaudaraan dalam Komunitas ... 40
4. Persaudaraan dalam Karya ... 47
5. Persaudaraan dalam Kerjasama ... 49
B. Kerendahan Hati ... 50
1. Kerendahan Hati Dalam Kaul ... 51
a. Kaul Kemiskinan ... 53
b. Kaul Kemurnian ... 53
c. Kaul Ketaatan ... 55
2. Kerendahan Hati dalam Komunitas ... 57
3. Kerendahan Hati dalam Doa ... 61
4. Kerendahan Hati dalam Kerasulan ... 63
5. Kerendahan hati dalam Kepemimpinan ... 64
C. Kerendahan Hati Vincentian dalam Dinamika Persaudaraan ... 66
1. Kerendahan Hati orang miskin dalam persaudaraan ... 66
(16)
xiv
3. Kuasa Allah dalam derita Manusia ... 70
4. Kerendahan Hati buah kedewasaan iman melalui usaha terus-menerus ... 71
D. Masalah-masalah dalam Penerapan Kerendahan hati “Vincentius” dalam hidup para suster KYM ... 72
1. Kurangnya keteladanan dari komunitas ... 73
2. Kurangnya keteladanan dari senior dengan yuinor ... 74
3. Kerendahan hati yang dianggap tidak relevan zaman Sekarang ... 77
BAB IV. PROGRAM PEMBINAAN SUSTER KYM DALAM ON GOING FORMATION DENGAN KATEKESE MODEL SHARED CHRISTIAN PRAXIS ... 79
A. Gambaran Umum Katekese ... 79
1. Pengertian Katekese ... 79
2. Prinsip-prinsip Katekese ... 82
3. Tujuan Katekese ... 84
4. Tugas Konkret Katekese ... 85
a. Menyuburkan dan membangkitkan pertobatan ... 85
b. Membimbing umat beriman untuk memahami misteri Kristus ... 86
c. Mendorong umat beriman bertindak aktif dalam Gereja dan masyarakat ... 86
5. Unsur-unsur Katakese ... 88
a. Pengalaman Hidup/Praktik Hidup ... 88
b. Komunukasi Pengalaman Hidup ... 88
c. Komunikasi dengan Tradisi kristiani ... 88
d. Arah Keterlibatan Baru ... 89
B. Proses Katekese dalam On Going Formation ... 89
1. Kemampuan Intelektualitas ... 80
2. Kemampuan Sosialitas ... 89
3. Kemampuan Rasa Merasa rohani ... 90
(17)
xv
5. Kemampuan Mental-Psikologis ... 90
6. Kenyataan Kebutuhan Masyarakat ... 90
C. Peranan Katekese dalam On Going Formation bagi pembentukan pribadi yang berhati kerendahan hati ... 92
D. Pemilihan Metode Katekese ... 93
1. Model: Shared Christian Prakxis (SCP) ... 93
2. Langkah-Langkah Pelaksanaan Katekese Model (SCP) ... 95
a. Pengungkapan Praksis Faktual ... 95
b. Refleksi Kritis atas Sharing Pengalaman hidup Faktual ... 95
c. Mengusahakan Supaya Tradisi dan Visi Kristiani Lebih Terjangkau ... 96
d. Interpretasi Tafisr Dialektis antara Tradisi dan Visi Kristiani tradisi dan visi Peserta dengan Tradisi dan Visi Peserta ... 96
e. Keterlibatan Baru Demi Makin Terwujudnya Kerajaan Allah Di Dunia ... 97
E. Usulan Program Pembinaan Suster KYM ... 98
1. Pengertian Program Pembinaan ... 98
2. Latar Belakang Program Pembinaan ... 99
3. Tujuan Program Pembinaan ... 101
4. Tema-Tema Dalam Program Pembinaan ... 102
5. Penjabaran Program ... 105
BAB V. PENUTUP ... 129
A. Kesimpulan ... 129
B. Saran ... 130
DAFTAR PUSTAKA ... 132
(18)
xvi
DAFTAR SINGKATAN
A. Singkatan Kitab Suci
Seluruh singkatan Kitab Suci dalam skripsi ini mengikuti Kitab Suci
Perjanjian Baru dengan Pengantar dan Catatan singkat. (Dipersembahkan kepada
Umat Katolik Indonesia oleh Ditjen Bimas Katolik Departemen Agama Republik Indonesia dalam rangka PELITA IV). Ende: Arnoldus, 1984/1985.
B. Singkatan Dokumen Resmi Gereja
CT : Catechesi Tradendae, Anjuran Apostolik Paus Yohanes Paulus II
kepada para Uskup, klerus dan segenap umat beriman tentang katekese masa kini, 16 Oktober 1979.
DKU : Direktorium Kateketik Umum, direktorium yang dikeluarkan di Roma pada 11 April 1971.
EN : Evangelii Nuntiandi, Imbauan Apostolik Paus Paulus VI tentang
Pewartaan Injil 8 Desember 1975.
KHK : Kitab Hukum Kanonik (Codex Iuris Canonici), diundangkan oleh
Paus Yohanes Paulus II. 25 Januari 1983.
LG : Lumen Gentium, Konstitusi Dogmatik Konsili Vatikan II tentang
Gereja, 4 Desember 1963.
C. Singkatan lain
Art : Artikel
BBEV : Butir-butir Emas Vincentius Bdk : Bandingkan
Direktorium KYM : Direktorium Kongregasi suster Kasih Yesus dan Maria Bunda Pertolongan Baik yang dikeluarkan pada Kapitel Umum 2009 di Pematang Siantar.
HaVin : Hari Vincentius Kan : Kanon
Konstitusi KYM : Konstitusi Kongregasi suster Kasih Yesus dan Maria Bunda Pertolongan yang Baik dikeluarkan di Pematang Siantar 29 Juni 2003.
(19)
xvii No : Nomor
PPK KYM : Pedoman Pembinaan Kongregasi suster Kasih Yesus dan Maria Bunda Pertolongan yang Baik. Dikeluarkan pada kapitel Umum 2009 di Pematang Siantar.
Psl : Pasal
SCP : Shared Christian Praxis
Sr : Suster St : Santo/Santa
Stat KYM : Statuta Kongregasi suster Kasih Yesus dan Maria Bunda Pertolongan Baik dikeluarkan di Pematang Siantar 1 November 2003.
(20)
(21)
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Kerendahan hati merupakan salah satu keutamaan yang diajarkan Kristus
kepada para murid-murid dan para pengikutNya. Kerendahan hati yang dicontohkan
Kristus ini jugalah yang seharusnya dicontoh dan diteladani oleh para pendiri tarekat
religius dan kemudian menganjurkan kepada anggota tarekatnya untuk melakukan hal
yang sama. Kerendahan hati yang dimaksudkan Yesus seperti dikemukakan pada Mat
11:29, “Belajarlah padaKu karena Aku lemah lembut dan rendah hati.” Hanya Tuhan
Yesus yang telah mengatakan dan yang telah dapat mengatakan: Discite a me quia
mitis sum et humilis corde. Belajarlah padaKu, bukan pada orang lain, bukan pada
seorang manusia, melainkan kepada Allah, belajarlah padaKu. Belajar rendah hati
atau kerendahan hati diwarisi dari Tuhan itu sendiri.
Keutamaan kerendahan hati telah dianjurkan Tuhan kepada manusia oleh Dia
sendiri: Belajarlah padaKu, Aku yang rendah hati. Rendah hati yang diajarkan oleh
Yesus bukan hanya secara lahiriah saja, untuk pamer dan membanggakan diri,
melainkan rendah hati di dalam hati; bukan dengan kerendahan hati yang dangkal dan
sementara melainkan dengan hati yang benar-benar direndahkan di hadapan
Bapak-Ku abadi, dengan hati yang senantiasa direndahkan di hadapan manusia-manusia dan
demi orang-orang berdosa dengan terus memandang hal-hal yang hina dan rendah,
dan senantiasa merangkulnya dengan sepenuh hati, secara aktif maupun pasif.
Belajarlah padaKu betapa saya rendah hati dan belajarlah menjadi rendah hati seperti
(22)
2
Kerendahan hati pada kesempatan lain diajarkan oleh Yesus dalam Mat 23:12,
“Barangsiapa merendahkan dirinya akan ditinggikan.” Ajakan untuk rendah hati
tersebut merupakan sebuah ajaran mengenai keselamatan yang telah datang dari
surga. Yesus dalam kesempatan lain mengatakan bahwa “Yang merendahkan diri
akan ditinggikan, dan yang meninggikan diri akan direndahkan.” Hal ini
dikemukakan berkaitan dengan adanya beberapa orang yang mau tampil sebagai
manusia yang pandai, sebagai pribadi yang kuat dan bijaksana, sebagai orang yang
cerdas, sebagai superior yang baik dan petugas yang waspada. Justru orang-orang
inilah yang akan direndahkan dan dihina. Paus Paulus VI dalam Evangelii Nuntiandi
art.76 menulis demikian:
Dunia mengundang dan mengharapkan dari kita kesederhanaan hidup, semangat doa cintakasih kepada semua, khususnya kepada yang lemah dan miskin, ketaatan dan kerendahan hati, lepas bebas dan pengorbanan diri. Tanpa ada kesucian ini, dunia kita akan sulit menyentuh hati orang-orang modern. Ini beresiko menjadi sia-sia dan hampa.
Kerendahan hati menjadi salah satu perhatian Paus untuk kita yang hidup
dalam dunia modern, sebab dengan dan dalam kerendahan hatilah kita bisa mencapai
dan dicapai orang lain, kita berani membuka diri dan membiarkan orang lain masuk.
Yesus sang Guru bahkan pernah mengatakan, Belajarlah dari pada-Ku, sebab
Aku ini lembut dan rendah hati” (Vincentius, 2008: 130). Kata-kata Yesus tentang
kelembutan dan kerendahan hati inilah yang melatarbelakangi penulisan Skripsi ini.
Ia memperkenalkan diriNya sebagai pribadi yang lembut dan rendah hati yang
seharusnya dimiliki seorang religius termasuk suster KYM, seperti yang
diteladankan atau dihidupi oleh Santo Vincentius a Paulo pelindung KYM. Dengan
(23)
diberikan oleh Kristus kepada kita, “Belajarlah dari padaKu karena aku lemah lembut
dan rendah hati”. Sebab seperti Dia sendiri yang katakan, dengan kelembutan hati
kita akan memiliki tanah. Dengan menghayati keutamaan ini kita akan memenangkan
hati orang agar berpaling kepada Tuhan. Sesuatu yang tidak mungkin dilakukan oleh
mereka yang keras hatinya kepada sesama. Dan dengan kerendahan hati kita akan
mendapatkan surga.” Karena kecintaan kita akan kerendahan hati kita, kita akan
perlahan-lahan, melangkah dengan keutamaan ini ke sana, ke surge.’’ (Vincentius,
2008: 131). Yesus pernah mengatakan “Pikullah kuk yang kupasang dan belajarlah
padaKu, karena Aku lembut dan rendah hati dan jiwamu akan mendapat
ketenangan” Mat 5:5 kiranya pantas kalau tema kerendahan hati ini dihidupkan
terus-menerus dalam situasi zaman yang semakin penuh kekerasan hampir di bidang
kehidupan dalam masyarakat. Dalam pengalaman hidup para suster khususnya dalam
hidup persudaraan KYM, kadang mengabaikan prinsip kerendahan hati. Sering
sesama suster saling menuntut dan bahkan mengungkapkan kata-kata yang dapat
menyinggung perasaan yang lain. Seakan kerendahan hati tidak lagi mengambil peran
dalam pembentukan kepribadian yang matang dan membangun dalam hidup
persaudaraan. Sesungguhnya kerendahan hati ini menjadi salah satu keutamaan yang
harus dimiliki oleh seorang suster KYM, dan ini yang belakangan ini nampak
semakin menipis dan suram. Zaman yang serba maju ikut menggilas peradaban
hidup persaudaraan para suster KYM, kerendahan hati yang sering juga disebut
mendengarkan ternyata sekarang menjadi sesuatu yang sepertinya sangat sulit
(24)
4
yang tidak membangun dibandingkan kata yang lembut yang mendamaikan hati dan
menyejukkan jiwa ketika mendengarnya, jiwa yang hampa menjadi segar. Menyadari
situasi dan kondisi zaman ini (yang begitu penuh dengan egoisme), maka kerendahan
hati yang diteladankan oleh St. Vincentius, sangat perlu untuk diingatkan kembali
para suster KYM, jika hal ini diabaikan maka satu keutamaan yang paling berarti
dalam membangun pribadi seorang suster KYM menjadi pribadi yang rendah hati
akan terkikis dan terbaikan, hanya akan tinggal dalam kata-kata tanpa tindakan nyata.
Ini sangat penting dalam menjawab panggilan Allah. Panggilan untuk hadir menjadi
pilihan yang rendah hati sehingga mampu menghadirkan pribadi Allah yang begitu
teramat rendah hati.
Bertolak dari situasi di atas dan terdorong oleh niat untuk semakin mendalami
salah satu ajaran St. Vinsensius dalam hidup panggilan sebagai seorang KYM, maka
judul skripsi ini penulis beri “Makna kerendahan hati St. Vincentius a Paulo Bagi
hidup persaudaraan suster kasih Yesus dan Maria Bunda Pertolongan baik (KYM).”
B. Rumusan Masalah
Secara garis besar penulis mencoba merumuskan beberapa permasalahan
yang akan dibahas dalam karya tulis ini:
1. Apa makna kerendahan hati bagi para suster KYM?
2. Bagaimana para suster KYM menjalani dan mengusahakan kerendahan hati
dalam hidup persaudaraan mereka?
3. Usaha apa yang harus dilakukan untuk menciptakan dan menumbuhkan
(25)
C. Tujuan Penulisan
1. Membantu dan menyadarkan para suster KYM untuk dapat mengerti dan
memaknai kerendahan hati bagi hidup persaudaraan
2. Memberikan bahan refleksi bagi para suster KYM tentang pentingnya
kerendahan hati dalam hidup persaudaraan
3. Membantu para suster KYM supaya dapat bersikap rendah hati dalam hidup
persaudaraan dalam kongregasi KYM.
D. Manfaat Penulisan
Adapun manfaat penulisan karya ilmiah ini adalah sebagai berikut:
1. Memberikan masukan (sebuah wacana) kepada tarekat KYM agar semakin
mengenal dan mengetahui bagaimana seharusnya sikap dan pribadi seorang
suster KYM seturut semangat St. Vincentius a Paulo.
2. Menambah wawasan dan pengetahuan bagi penulis betapa pentingnya
bertumbuh menjadi pribadi yang rendah hati sehingga semakin mampu
menunjukkan wajah Allah yang begitu Agung dan penuh dan
kelembutan.
Bagi para pembaca dapat mengetahui betapa pentingnya karakter kerendahan
hati dalam hidup persaudaraan.
E. Metode penulisan
Dalam menyusun karya tulis ini, penulis menggunakan metode penulisan
studi kepustakaan yakni dengan menyerap dan membaca buku-buku dari berbagai
sumber. Selain itu, penulis juga memperkaya karya tulis ini dengan ilustrasi dari
(26)
6
penulis sendiri pada setiap perjumpaan dan dalam kebersamaan dengan suster-suster
KYM.
F.Sistematika Penulisan
Karya tulis ini mengambil judul “Makna Kerendahan hati St. Vincentius a
Paulo bagi hidup persaudaraan Suster kasih Yesus dan Maria Bunda Pertolongan
yang baik (KYM)”. Dari judul ini penulis mengembangkannya menjadi lima bab.
Pada bab I (Pendahuluan) penulis akan memberikan gambaran secara umum
penulisan skripsi ini. Gambaran umum mencakup: latar belakang penulisan skripsi,
rumusan permasalahan, tujuan penulisan, manfaat penulisan, metode penulisan, serta
sistematika penulisan.
Pada bab II penulis akan berbicara atau menguraikan tentang: Pengertian
Kerendahan Hati, Kerendahan hati menurut Vincentius yang mencakup: Doa,
Kerasulan, Hidup persaudaraan. Selanjutnya dijelaskan mengenai makna Kerendahan
hati “Vincentius” dalam hidup para suster KYM yang mencakup: Kerendahan hati
dalam hubungan dengan Allah, Kerendahan hati dalam karya kerasulan, dan
Kerendahan hati dalam hidup persaudaraan, masalah-masalah dalam Penerapan
Kerendahan hati “Vincentius” dalam hidup para suster KYM yang mencakup:
kurangnya keteladanan dari komunitas, kurangnya keteladanan dari senior dengan
yuinor, dan kerendahan hati yang dianggap tidak relevan zaman sekarang
Bab III akan berbicara tentang “kerendahan hati dalam persaudaraan KYM
yang dibahas dalam dua bagian yakni: hidup persaudaraan yang meliputi
(27)
kedua mengenai kerendahan hati dalam hidup persaudaraan KYM dibagi atas dua
bagian yakni: langkah-langkah membina kerendahan hati mencakup doa, kehidupan
bersama, dan kaul-kaul serta bagian kedua mengenai tantangan ke depan.
Usulan program pembinaan suster KYM-Model Shared Christian Praxis
“SCP” akan diuraikan pada bab IV yang akan dibagi dalam dua bagian yakni: usulan
program Pembinaan Suster KYM-Model SCP dan contoh SCP dengan integrasi
unsur-unsur kerendahan hati berdasarkan keutamaan St. Vinsentius a Paulo bagi
persaudaraan KYM yang meliputi jadwal pelaksanaan SCP dan contoh perisapan
SCP.
Pada bagian akhir karya tulis sebagai bab V, penulis akan memberikan
simpulan secara keseluruhan dan memberikan saran yang diperhatikan oleh tarekat
KYM bahwa makna kerendahan hati sangat penting bagi para suster dalam menjalani
(28)
BAB II
KERENDAHAN HATI MENURUT SANTO VINCENTIUS
A. Pengertian Kerendahan Hati
Istilah kerendahan hati sering dipahami sebagai sikap yang mengatakan bahwa
“saya tidak memiliki apa-apa, penuh dosa, serba kekurangan, penuh kelemahan, dan
tidak dapat menyumbangkan apa-apa” (Madya Utama, 2003: 36) Pemahaman seperti
ini sebenarnya lama-kelamaan justru akan membawa orang kepada sebuah rasa
rendah diri. Pengertian dan makna kerendahan hati harus dipahami sesuai dengan
yang diajarkan oleh Yesus Kristus sendiri dalam hidupNya.
Istilah kerendahan hati itu sendiri cukup banyak disebut dalam Kitab Suci
Perjanjian Baru. Untuk mendapatkan pemahaman yang benar mengenai kerendahan
hati, perlu bercermin pada Yesus seperti diungkapkan dalam Kidung Filipi 2:5-11
Kerendahan hati menurut Kidung Filipi ini dimaksudkan sebuah sikap penuh rasa
syukur karena kepenuhan (segala rahmat dan charisma) yang telah kita terima dari
Allah. Kesadaran bahwa kita telah menerima kharisma dari Allah akan mendorong
kita untuk mengembangkan kharisma-kharisma tersebut, bukan untuk kepentingan
kita sendiri melainkan untuk kesejahteraan bersama (Vincentius, 2010: 135). Selain
itu, menurut Madya Utama (2003: 36). kerendahan hati merupakan dorongan untuk
memberikan anugerah Allah demi kepentingan bersama ini, dalam situasi tertentu
yang dapat menuntut suatu pengorbanan luar biasa, dan kadang kala hidup kita
sendiri menjadi taruhannya.
Kerendahan hati menurut Kidung Filipi menggarisbawahi beberapa hal
(29)
2:7 menggarisbawahi pentingnya kesediaan untuk mengosongkan diri sebagai
aspek dari kerendahan hati agar dapat mengosongkan diri, manusia perlu
mengalami kepenuhan, sebab mengosongkan diri tidak identik dengan penolakan
diri. Mengosongkan diri juga bukan sikap yang terus-menerus menolak dan
mengingkari apa yang kita pikirkan, apa yang kita rasakan, apa yang kita
inginkan, apa yang sedang menjadi keprihatinan kita, maupun sejarah hidup kita.
Mengosongkan diri seperti dikemukakan Jonas adalah sebuah sikap untuk
setapak demi setapak berani melepaskan diri dari aspek-aspek kehidupan kita
yang paling dangkal, paling superficial (Madya Utama, 2003: 37). Lebih lanjut
Jonas mengemukakan bahwa mengosongkan diri adalah sebuah tindakan untuk
memasuki jatidiri kita yang semakin dalam dan semakin otentik. Karena jatidiri
kita itu juga mengandung baik unsur-unsur positif maupun negatif, maka
mengosongkan diri juga berarti cara kita merangkul baik segi-segi yang kita
senangi maupun yang tidak kita senangi di dalam diri kita. Dengan demikian,
mengosongkan diri berarti melihat seluruh hidup kita dengan perspektif yang
lebih luas, yakni perspektif Yesus sendiri bahwa kita benar-benar dicintai oleh
Allah tanpa syarat (Madya Utama, 2003: 37).
Kerendahan hati menurut Kidung Filipi juga diartikan sikap lepas bebas.
Sikap lepas bebas bukan berarti sikap acuh tak acuh, tidak peduli, malas, dan
sembrono. Sikap lepas bebas juga tidak identik dengan sikap kaum nihilis yang
tidak mau mempercayai sesuatupun yang konkret. Sikap lepas bebas juga
bukan sikap yang menggunakan kebebasan untuk hanya mencukupi kebutuhan
(30)
10
Sikap lepas bebas adalah sikap merindukan kehadiran Allah secara aktif,
sekaligus membiarkan bagaimana Allah akan menampakkan diriNya pada saat ini.
Bahkan Allah dapat hadir di dalam rasa-perasan kita yang sering kita beri cap negatif:
rasa malu, cemburu, iri hati, marah, serakah, takut, jengkel (Madya Utama, 2003: 38).
Namun dengan sikap lepas bebas yang kita miliki, kita tidak boleh hanya berhenti
pada rasa-perasaan negatif tersebut serta menolaknya karena kita anggap jelek. Sikap
lepas bebas justru mendorong kita untuk menyadari dampak negatif dari
rasa-persaaan tersebut atas hidup kita dan orang lain. Menghadapi segala sesuatu dengan
sikap lepas bebas pertama-tama berarti, kita memiliki kesadaran bahwa kita tidak
dapat mengontrol Allah (Madya Utama, 2003: 38). Kesadaran semacam ini pada
gilirannya akan menghasilkan keterbukaan terhadap Allah dalam segala hal.
Kerendahan hati juga diartikan sebagai sebuah sikap hidup seseorang yang
berpusat pada Allah, mengakui kebutuhannya akan Allah dan mempercayai Allah
dengan seluruh hidupnya (Vincentius, 2010: 136). Dengan kata lain, kerendahan hati
yang dimaksud adalah selalu menyerahkan hidup kita dengan penuh kepercayaan
kepada Allah dan membiarkan Allah menjadi pusat dan arah hidup. Kerendahan hati
seperti ini muncul dari pengenalan kita secara personal akan Kristus serta komitmen
kita untuk mengikuti Dia. Penekanannya terdapat dalam kualitas afektif cinta kita
kepada Kristus. Demi cinta kita kepada Kristus inilah kita bersedia mengalami apa
yang dialami oleh Kristus agar hidup kita semakin menyerupai Dia, dengan tujuan
akhir supaya dalam segala hal nama Allah dipuji dan dimuliakan.
Kerendahan hati ini juga yang dicontoh dan diteladani oleh para pendiri tarekat
(31)
yang sama. Pengertian kerendahan hati yang dimaksudkan Yesus seperti
dikemukakan pada Mat 11:29, “Belajarlah padaKu karena Aku lemah lembut dan
rendah hati.” Hanya Tuhan Yesus yang telah mengatakan dan yang telah dapat
mengatakan: Discite a me quia mitis sum et humilis corde. Belajarlah padaKu, bukan
pada orang lain, bukan pada seorang manusia, melainkan kepada Allah, belajarlah
padaKu. Belajar rendah hati atau kerendahan hati diwarisi dari Tuhan itu sendiri
(Vincentius, 2010: 130). Keutamaan kerendahan hati telah dianjurkan Tuhan kepada
manusia oleh Dia sendiri: Belajarlah padaKu, Aku yang rendah hati. Rendah hati
yang diajarkan oleh Yesus bukan hanya secara lahiriah saja, untuk pamer dan
membanggakan diri, melainkan rendah hati di dalam hati; bukan dengan kerendahan
hati yang dangkal dan sementara melainkan dengan hati yang benar-benar
direndahkan di hadapan BapakKu abadi, dengan hati yang senantiasa direndahkan di
hadapan manusia-manusia dan demi orang-orang berdosa dengan terus memandang
hal-hal yang hina dan rendah, dan senantiasa merangkulnya dengan sepenuh hati,
secara aktif maupun pasif (Vincentius, 2010: 131). “Belajarlah padaKu betapa Saya
rendah hati dan belajarlah menjadi rendah hati seperti itu”(Mat 11:29).
Kerendahan hati pada kesempatan lain diajarkan oleh Yesus dalam Mat 23:12
“Barangsiapa merendahkan dirinya akan ditinggikan.” Ajakan untuk rendah hati
tersebut merupakan sebuah ajaran mengenai keselamatan yang telah datang dari
surga. Yesus dalam kesempatan lain mengatakan bahwa “Yang merendahkan diri
akan ditinggikan, dan yang meninggikan diri akan direndahkan.” Hal ini
(32)
12
manusia yang pandai, sebagai pribadi yang kuat dan bijaksana, sebagai orang yang
cerdas, sebagai superior yang baik dan petugas yang waspada. Justru orang-orang
inilah yang akan direndahkan dan dihina (Vincentius, 2010: 133).
B. Kerendahan Hati menurut Vincentius
1. Pengertian Kerendahan Hati menurut Vincentius
Kerendahan hati merupakan salah satu keutamaan yang sangat dicintai dan
selalu menyemangati St. Vincentius a Paulo dalam melaksanakan karya
pelayanannya. Dalam bagian ini akan diuraikan apa kerendahan hati itu menurut St.
Vincentius a Paulo yang juga merupakan semangat tarekat KYM dalam hidup dan
karya. Kerendahan hati menurut St. Vincentius a Paulo diartikan sebagai:
(a) mengenal dan menerima diri sendiri seperti apa adanya, juga dari segi negatif, (b) tidak merasa ragu-ragu bila orang lain sudah tahu kelemahan dan kekurangan kita. Orang lain boleh mengenal diri kita seperti apa adanya, dan (c) jangan mempromosikan diri sendiri dengan membicarakan suksesmu dan memamerkan kehebatanmu. Suksesmu dan kehebatanmu adalah rahmat (Vincentius, 2003: 12).
Kerendahan hati yang dimaksudkan oleh St. Vincentius a Paulo ialah:
pertama, memandang diri sendiri dalam seluruh kejujuran kita bahwa kita adalah
manusia-manusia yang tidak pantas; kedua, bergembira tatkala orang lain melihat
ketidakpantasan diri kita dan merendahkan kita; ketiga, tidak menganggap diri sebisa
mungkin, semata-mata karena ketidakpantasan diri kita, bahwa Tuhan telah bekerja di
dalam diri kita, atau kebaikan Tuhan telah mengalir kepada orang lain lewat kita.
Intinya, St. Vincentius a Paulo mau menyampaikan bahwa kerendahan hati itu sama
artinya bahwa kebaikan itu berasal dari belas kasih Allah saja, dan karena jasa orang
(33)
Kerendahan hati seperti yang disampaikan St. Vincentius a Paulo seperti di
atas tidak boleh diartikan atau disamakan dengan sikap “kecil hati” atau minder.
Santo vincentius a Paulo sama sekali tidak memaksudkan hal tersebut. Dengan
keutamaan kerendahan hati ini, St. Vincentius a Paulo mau menyadarkan kita bahwa
hidup kita merupakan anugerah kasih Allah. Kita sungguh-sungguh tergantung hanya
pada Allah. Tidak ada sesuatu yang tidak berasal dari padaNya. Apapun diri manusia,
apa saja yang dilakukan, dan apa saja yang dimiliki, semuanya berasal dari Allah.
Oleh karena itu, bagi orang yang rendah hati tidak ada alasan untuk menyombongkan
diri, juga tidak ada alasan untuk memandang kesuksesan sebagai melulu usaha
manusia. Semua hal yang ada dipandang semata-mata sebagai anugerah Allah
(Vincentius, 2010: 137).
Menurut St. Vincentius a Paulo, orang rendah hati juga senantiasa terbuka
untuk mengakui segala kelebihan dan kekurangannya. Dengan demikian, orang yang
rendah hati sadar bahwa dirinya memerlukan orang lain dan tidak dapat bekerja tanpa
mereka. Hal ini merupakan wujud konkret dari ketergantungan manusia dengan Allah
(Reksosusilo, 1987: 95).
Terkait dengan kerendahan hati, St. Vincentius a Paulo mengajarkan bahwa
sumbernya dapat berasal dari: pengenalan diri sendiri dan kasih kepada Kristus yang
sering mendapat penghinaan. Sumber kerendahan hati tersebut seperti dijelaskan berikut.
a. Pengenalan diri sendiri
Contoh pengenalan diri yang paling baik adalah pengenalan Bunda Maria
(34)
14
menurut perkataanmu.” Kutipan tersebut memperlihatkan kerendahan hati dari
Bunda Maria yang menyebut dirinya sebagai “Hamba Tuhan.” Kutipan ini
merupakan tanggapan Maria dengan rendah hati mentaati kehendak atau perintah
Allah (Vincentius, 2008: 76). Orang yang rendah hati dan taat adalah orang
menggembirakan bagi banyak orang. Pengenalan terhadap diri menjadi sumber
kerendahan hati seperti dicontohkan Bunda Maria melalui pengenalan dirinya
sebagai seorang hamba. Seorang hamba adalah pelayan Tuhan namun memiliki
posisi yang tinggi di mata Tuhan.
Contoh pengenalan diri yang diberikan Bunda Maria ini juga
menginspirasikan kerendahan hati bagi St. Vincentius a Paulo. St. Vincentius a
Paulo melakukan pengenalan terhadap dirinya sendiri sebagai seorang yang hina
dan tidak berarti di mata Tuhan. Hal ini memperlihatkan bahwa salah satu sumber
kerendahan hati menurut St. Vincentius a Paulo adalah dengan pengenalan diri
sendiri. Siapa saja yang berusaha mengenali dirinya dengan baik akan menyadari
bahwa sungguh tepat dan logis menganggap dirinya hina. Bila kita berusaha sekuat
tenaga untuk mengenali diri, kita akan menemukan bahwa dalam segala sesuatu
yang kita pikirkan, kita katakan, dan kita lakukan baik secara substansial maupun
dalam hal sampingan kita mempunyai alasan yang berlimpah untuk merasa pantas
dicela dan dihina. Kalau kita tidak mau menipu diri dengan rayuan gombal, kita
akan melihat diri kita bukan hanya paling jelek di antara semua manusia,
melainkan juga dalam arti tertentu lebih jelek daripada setan-setan yang ada di
neraka (Vincentius 2008: 59).
Sikap pengenalan terhadap diri sendiri yang hina ini, dapat tercermin dari
(35)
Seorang yang mengenal dirinya hina dan merendahkan diri di hadapan Tuhan,
namun percaya bahwa dirinya dicintai oleh Allah.
b. Kasih kepada Kristus yang sering mendapat penghinaan
Salah satu sumber lain kerendahan hati adalah kasih kepada Kristus yang
sering mendapat penghinaan. Kristus meskipun tidak berdosa namun banyak
mendapat hinaan. Dengan belajar kepada kasih Kristus ini, maka manusia dapat
belajar kerendahan hati sebagaimana yang diajarkan Kristus sendiri. Hal itu
dilakukan St. Vincentius a Paulo seperti dikutip (Vincentius, 2010: 34). berikut.
Oh kerendahan hati yang suci dan indah, betapa engkau berkenan di mata Allah, karena Tuhan kita Yesus Kristus sendiri mau turun di bumi untuk mengajarkannya dengan teladan maupun dengan kata. Oh para romo dan para bruderku, semoga Tuhan berkenan menanamkan baik-baik keutamaan ini dalam hati kita. Ya, kasih akan penghinaan, merasa senang kalau kita ditertawakan, kalau kita dianggap kecil, tidak diperhitungkan, kalau semua orang menilai kita manusia yang tidak mempunyai keutamaan, yang bodoh, yang tak mampu berbuat apa-apa.
Kutipan tersebut memperlihatkan bahwa St. Vincentius a Paulo menjadikan
kerendahan hati Yesus yang banyak mendapat hinaan sebagai sumber kerendahan
hati. Kerendahan hati yang dicontohkan Yesus sendiri merupakan keutamaan yang
mendasari kerendahan hati para anggota religius seperti yang dimiliki St.
Vincentius a Paulo (Vincentius, 2010: 44).
Kerendahan hati menurut St. Vincentius a Paulo memiliki tiga unsur utama
yakni: pertama, merasa dirinya secara jujur pantas untuk mendapat penghinaan. Hal
itu seperti dikemukakan St. Vincentius a Paulo
Kita harus senantiasa mengakui diri kita tak mampu melakukan apapun yang bermutu. Karena itu pikirkan, puteri-puteriku, bila kalian belum menyadari sungguh-sungguh bahwa kalian adalah miskin, tak bernilai, tak mampu
(36)
16
berbuat apapun yang baik, dan kalau kalian belum merasa senang kalau memang dinilai demikian, kalian tak pernah akan mencapai kesempurnaan. Setelah merenungkan bahwa kalian memang tidak pantas, kalian harus bangkit dengan mengarahkan kasih kepada Allah dan berkata “Meskipun saya tidak pantas melakukan hal itu, karena Allah menghendakinya dan menginginkannya dari saya, maka saya akan melakukannya untuk berkenan kepadaNya (Vincentius, 2010: 129).
Kutipan tersebut memperlihatkan bahwa St. Vincentius a Paulo menegaskan
kepada para anggota tarekat untuk menyadari diri sebagai orang yang tidak sempurna
sehingga perlu mengarahkan seluruh perhatiannya kepada kasih Allah.
Kedua, merasa senang kalau orang lain mengenal kelemahan kita dan
karenanya kita dihina. Unsur kerendahan hati lainnya menurut St. Vincentius a Paulo
adalah dengan mengenal kelemahan diri. Hal itu seperti dijelaskan berikut “Tingkat
kedua kerendahan hati ialah merasa senang kalau orang lain mengenal
kelemahan-kelemahan kita dan karenanya kita dicela.” (Vincentius, 2008: 208). Ketiga,
menyembunyikan, bagi kita juga, segala kebaikan yang kita lakukan dan menganggap
itu hasil dari kebaikan Tuhan dan doa-doa orang lain. Unsur kerendahan hati ini
seperti dijelaskan (Vincentius, 2008: 205) bahwa “Bila Tuhan berkenan melakukan
sesuatu kebaikan dalam diri kita atau melalui kita, kita harus menyembunyikannya,
dengan memusatkan perhatian kita pada ketidakmampuan kita; dan kalau itu tidak
mungkin, kita harus memandang kebaikan itu sendiri sebagai hasil belaskasihan ilahi
dan jasa orang lain” (Vincentius, 2002: 35).
Kutipan tersebut menjelaskan bahwa kebaikan dalam diri harus
disembunyikan sebagai wujud kerendahan hati. Kerendahan hati dengan sikap
menyembunyikan kebaikan dalam diri sendiri sebagai bentuk keteladanan kerendahan
(37)
menghindari kecenderungan sikap lain dari yang lain, dan selalu memiliki tempat
yang terakhir. (1). Suka hidup tersembunyi. Hal itu seperti dijelaskan “Marilah
meneladani kerendahan hati suster itu dengan menumbuhkan keinginan menjadi
orang yang tak dikenal dan tak diperhitungkan; hendaknya kita beranggapan bahwa
kalau kita mengumumkan kebaikan yang kita lakukan, kita akan kehilangan nilainya
di hadapan Allah’ (Vincentius, 2007: 53). (2). Menghindari kecenderungan bersikap
lain dari yang lain. Hal itu seperti dijelaskan Adi Sapto Widodo (2008: 7) bahwa:
Kerendahan hati dipelihara melalui usaha untuk menyesuaikan diri dengan cara bertindak yang biasa seperti orang lain. Kerendahan hati itu bermusuhan dengan keinginan untuk tampil lain dari yang lain. Seorang suster yang tidak mengikuti cara bertindak yang biasa seperti orang lain, lambat laun akan mendapat hukuman dari Allah, karena dia sombong, dan itulah sifar buruk setan sendiri yang telah diusir Allah dari surga karena kesombongannya.
Kutipan tersebut memperlihatkan bahwa bersikap lain dari yang lain merupakan
salah satu sikap yang bertentangan dengan kerendahan hati dan tidak sesuai dengan
kerendahan hati yang dihidupi oleh St. Vincentius a Paulo; (3). Selalu memilih tempat
yang terakhir. Hal itu seperti dijelaskan (Vincenitus, 2008: 114) bahwa:
kita harus selalu memilih barisan terakhir, sadar bahwa kita adalah yang terkecil Putera Allah berkata kepada murid-muridNya: bila salah seorang dinatara kalian mau menjadi yang pertama, harus menjadi yang terkecil Seorang suster adalah rendah hati bila… selalu ingin menjadi yang terakhir (bila) dia melaporkan segala yang baik tentang temannya agar temannya itu dipilih sebagai suster Abdi, sedangkan dia sendiri merendahkan dirinya agar tidak terpilih. Inilah suster-susterku, tanda kerendahan hati yang sejati.
Kutipan tersebut memperlihatkan bahwa kerendahan hati salah satunya
ditunjukkan dari sikap para anggota yang mau memilih menjadi yang terkecil
sehingga setiap orang dituntut untuk merendahkan dirinya.
Sifat-sifat rendah hati yang dihidupi oleh St. Vincentius a Paulo juga
(38)
18
dirinya, selalu menyerah pada pendapat orang lain, kurang percaya pada
kemampuannya sendiri, dan dengan demikian menghormati kemahakuasaan Allah,
tidak takut mendapat penghinaan di muka umum, merendahkan diri baik kalau
disanjung maupun kalau dihina, dan mencintai kemiskinan karena merupakan sumber
penghinaan (Vincentius, 2008: 7).
2. Sarana-sarana untuk Memperoleh Kerendahan Hati menurut St. Vincentius Kerendahan hati dapat diwujudkan melalui berbagai cara. Menurut St.
Vincentius a Paulo, sarana-sarana memperoleh kerendahan hati dapat dilakukan
melalui doa, kerasulan, dan hidup persaudaraan. Sarana-sarana memperoleh
kerendahan hati tersebut dapat dijelaskan seperti berikut.
a. Doa
Doa merupakan sarana komunikasi manusia dengan Tuhan. Melalui doa,
setiap orang dapat membina hubungan yang baik dengan Sang Pencipta. Bagi St.
Vincentius a Paulo doa merupakan salah satu sarana untuk memperoleh
kerendahan hati (Adi Sapto Widodo, 2008: 7). Dengan menggantungkan diri
sepenuhnya terhadap penyelenggaraan Allah, maka seseorang telah menunjukkan
kerendahan hati yang benar-benar tergantung pada Allah.
Doa sebagai sarana kerendahan hati sebagaimana yang dimaksudkan St.
Vincentius a Paulo dapat dilihat dari kutipan Adi Sapto Widodo (2008: 7) berikut.
Marilah berkata kepada Tuhan: Penyelamatku, berilah aku rahmat mengasihi kehinaan saya dan rahmat agar saya tak pernah mencari pujian orang lain, melainkan mengasihi tugas yang paling rendah dan tempat yang terakhir… Ya Penyelamatku, Engkau rela menjadi teladan kami dalam kelahiranMu sebagai manusia, Engkau telah memberikan teladan
(39)
kerendahan hati sepanjang hidupMu… Engkaulah sumber kerendahan hati sepanjang dan semua keutamaan lain. Engkaulah sumber kerendahan hati dan semua keutamaan lain. Kepada siapa lagi kami dapat pergi minta tolong? Kepada siapa lagi kami dapat datang untuk memperoleh keutamaan-keutamaan ini, kecuali kepada Engkau, ya Tuhan? Engkaulah pencipta semua keutamaan. Berilah agar kami mendapat bagian dalam keutamaan-keutamaan ini (Vincentius, 2007: 58).
Kutipan tersebut memperlihatkan bahwa St. Vincentius a Paulo
mengajarkan bahwa doa merupakan salah satu sarana penting untuk memperoleh
kerendahan hati. Dalam kutipan tersebut tercemin bahwa manusia tidak memiliki
tempat untuk meminta pertolongan selain kepada Allah. Tersirat dengan jelas
adanya ketergantungan manusia kepada Allah. Sikap ketergantungan yang
diungkapkan melalui doa merupakan sebuah perwujudan kerendahan hati manusia.
Artinya, manusia mengandalkan semata-mata kekuatan Tuhan. Tanpa Tuhan
memberikan kekuatan manusia tidak mampu melakukan apa-apa.
Selain itu, melalui kutipan tersebut juga dijelaskan bahwa melalui doa
manusia menyadari bahwa hanya Allah yang menjadi sumber kerendahan hati.
Manusia memohon kepada Allah agar diberi keutamaan yang sesuai dengan
kehendakNya. Manusia benar-benar mengalami ketergantungan kepada Allah
karena manusia tidak berdaya bila terlepas dari Allah.
b. Kerasulan
Kerendahan hati menurut St. Vincentius a Paulo salah satunya dapat dilihat
atau diwujudkan dalam karya kerasulan.
Hidup yang dipandang sebagai anugerah Allah semata mendorong
(40)
20
orang yang rendah hati. Wujud konkret dari orang yang bersyukur jika orang
tersebut tidak suka membanding-bandingkan. Ciri lainnya dari orang yang rendah
hati adalah jika orang tersebut mau bekerja keras dan mau melakukan
pekerjaan-pekerjaan yang dianggap rendah hati. Sikap ini dengan jelas nampak dalam diri
seorang pelayan (Adi Sapto Widodo, 2008: 7).
Terkait dengan kerasulan, St. Vincentius a Paulo menghabiskan hidupnya
dengan memberikan pelayanan kepada orang miskin. Bagi St. Vincentius
kerasulan atau pelayanan sebagai wujud dari kerendahan hati karena dalam diri
kaum miskin ditemukan kehadiran Tuhan. Hal itu seperti dijelaskan dalam De
Armen “Hormatilah, hargailah, cintailah, layanilah setiap orang. Tuhan Yesus
hadir dalam setiap orang yang kamu hadapi. Pernyataan tersebut menunjukkan
kecintaan St. Vincentius a Paulo yang demikian dalam kepada kaum miskin. Sikap
inilah yang menjadi sikap yang paling dicintainya dan menonjol dalam semua
karya usaha pengabdiannya.
Di samping itu iman dan cinta kasih yang mendalam pada Tuhan
mendorongnya menghasilkan suatu pernyataan dalam kata-kata sebagai berikut
“Evangelizare pauberibus misit me” Luk 4:18 artinya Ia mengutus aku untuk
mewartakan Injil kepada kaum miskin. Pernyataan ini adalah satu-satunya yang
diinginkan St. Vincentius dalam hidupnya dan ungkapan ini merupakan titik tolak
segala karya kerasulannya dan penjelasan dari semua saja yang ia jalankan di
dalam pengabdiannya terhadap Gereja Kristus (Adi Sapto Widodo, 2008: 7).
Karya kerasulan St. Vincentius a Paulo juga dilakukan untuk mengatasi
(41)
macam-macam pergolakan yang merusak dalam abad itu, dan untuk memberi akhir pada
keadaan masyarakat yang dilanda penderitaan. St. Vincentius a Paulo menghimpun
gembala-gembala yang sanggup melaksanakan Sabda Kristus “Akulah gembala
yang baik dan Aku mengenal domba-dombaKu dan domba-dombaKu mengenal
Aku” (Yoh 10:14)
Kerendahan hati dalam kerasulan menurut St. Vincentius a Paulo sebagai
wujud semangat yang membuka hati untuk mencari kehendak Allah dengan
sungguh-sungguh. Semangat kerendahan hati sangat membantu dalam melayani
sesama sebagai hamba dan saudara dan menunjukkan belas kasih kepada mereka.
c. Hidup Persaudaraan
Hidup persaudaraan merupakan salah satu sarana untuk memperoleh
kerendahan hati sebagaimana yang diajarkan oleh St. Vincentius a Paulo itu
sendiri. Hidup persaudaraan menurut St. Vincentius dapat melatih dan
menumbuhkan kerendahan hati bagi anggota tarekat. Hidup bersama orang lain
membutuhkan adanya sikap mengalah, mau berkorban demi orang lain yang ada
dalam persaudaraan.
Kerendahan hati dapat dicapai dalam hidup persaudaraan menurut St.
Vincentius a Paulo dapat diperoleh melalui beberapa hal, yakni: (a) sering
melakukan tindakan untuk merendahkan diri. Hal itu seperti dijelaskan bahwa
“marilah berusaha melakukan dengan senang hati tindakan yang mewujudkan
kerendahan hati, baik dalam batin maupun dalam tindakan yang kelihatan”
(42)
22
Allah secara nyata; demikian pula seni menghayati kerendahan hati dikembangkan
dengan merendahkan diri secara nyata (Vincentius, 2010: 26). Menurut S.
Bernardus, kebiasaan merendahkan diri merupakan sarana yang tepat untuk menjadi
rendah hati (Vincentius, 2010: 81). (b) mencintai penghinan kecil-kecil. Dalam
hidup persaudaraan setiap anggota harus mampu mencintai penghinaan kecil-kecil;
(c) memerangi kecenderungan kodrat kita untuk meninggalkan diri. Dalam hidup
persaudaraan setiap orang harus mampu memerangi kecenderungan kodrat untuk
meninggikan diri sendiri di antara para anggota tarekat lainnya; dan (d) jangan
segan-segan menyampaikan di depan umum detail-detail yang memalukan kita.
Dalam hidup persaudaraan setiap orang dituntut untuk mau dan mampu
menyampaikan di depan umum detail-detail yang dianggap memalukan diri sendiri.
C. Makna Kerendahan Hati Vincentius dalam Hidup Para Suster KYM
Kerendahan hati yang dihidupi oleh St. Vincentius a Paulo merupakan dasar
kerendahan hati yang dipraktikkan oleh tarekat KYM. Keutamaan kerendahan hati ini
memungkinkan rahmat Tuhan terus mengalir dan berkarya dalam diri para anggota
tarekat KYM. Dalam salah satu konferensinya, St. Vincentius a Paulo mengatakan
“bagi orang yang memiliki kerendahan hati, segala kebaikan akan mengalir dan
dianugerahkan kepadanya. Kebalikannya, bagi dia yang tidak memilikinya, segalanya
bahkan kebaikan yang ada padanya akan diambil darinya.”
Terkait dengan keutamaan kerendahan hati yang sangat dibutuhkan para
suster, St. Vincentius a Paulo pernah mengingatkan para suster seperti yang
(43)
Beberapa kali saya telah mengunjungi komunitas suster-suster dan sering saya telah bertanya kepada beberapa di antara mereka mana keutamaan yang paling mereka hargai, dan untuk keutamaan mana mereka merasa paling tertarik. Dan saya menanyakan hal ini juga kepada suster yang paling tak suka menerima penghinaan. Ternyata di antara 20 suster, mungkin hanya satu tidak menjawab bahwa keutamaan yang paling disukai ialah kerendahan hati. Itulah tandanya bahwa semua menghargai keutamaan ini sebagai keutamaan yang indah dan patut dicintai (Vincentius, 2010: 54).
Kutipan tersebut memperlihatkan bahwa kerendahan hati bagi para suster
merupakan keutamaan yang paling disukai. Dalam hal yang sama, bagi tarekat KYM
kerendahan hati seperti yang dimaksudkan oleh St. Vincentius a Paulo merupakan
keutamaan yang paling dihargai. Hal itu dikarenakan kerendahan hati dapat melandasi
perbuatan-perbuatan lain baik dalam doa, karya kerasulan, maupun dalam hidup bersama.
1. Kerendahan Hati dalam Hubungan dengan Allah
Doa berarti bersatu dengan Tuhan, mendekatkan diri pada tuhan dan
menjalin hubungan dengan Tuhan. Kesatuan dengan Tuhan dalam doa disadari
sebagai hal yang sangat penting dalam hidup sebagai seorang religius khususnya
dalam mengolah pengalamannya. Mengucapkan doa tidak cukup tetapi kita sendiri
menjadi doa dalam segala perhatian kita (De Armen, 2003: 29). Namun dalam
kenyataannya kesadaran akan pentingnya doa tersebut tidak selalu mudah untuk
dilaksanakan dalam hidup sehari-hari.
Kesulitan dalam membina hubungan antara doa dengan sikap hidup
disebabkan oleh padatnya kegiatan sehari-hari. Akibatnya para suster menemukan
kesulitan dalam membagi waktu antara doa dan tugas. Banyak sekali demi tugas
tertentu suster mudah mengabaikan doa. Hambatan lain dalam doa adalah pribadi
(44)
24
kemalasan. Selama itu doa dirasa kurang efisien karena masih dikuasai oleh
perasaan. Ini disebabkan karena kurang mampu mengolah pengalamannya sampai
ke akar-akarnya sehingga tingkah laku kurang menampakkan buah dari doa. Orang
dapat lupa bahwa doa yang tekun dan dilandasi sikap kerendahan hati memiliki
kekuatan yang luar biasa untuk menghadapi dan mengatasi segala masalah
(Darminta, 1997: 27).
Para suster menyadari bahwa Tuhan Mahapengampun sehingga kadangkala
ketika ada masalah atau bentrokan dengan sesama dibiarkan berlarut-larut. Pada
salah satu kesempatan sharing pengalaman suster-suster KYM mengatakan bahwa
mereka terkadang memandang doa sebagai pemenuhan aturan karena merasa
dikejar-kejar oleh waktu untuk mengerjakan tugas dan tanggungjawab lain.
Kurang bergairah dalam menjalankan doa karena hanya sebagai sesuatu yang rutin
dan aturan yang harus dijalankan tetapi tidak dengan sepenuh hati.
Kenyataan hidup doa seperti ini memang dialami oleh suster karena itu
diberi himbauan baik bagi seluruh tarekat maupun bagi anggota komunitas, karena
doa merupakan kebutuhan utama dalam hidup, tanpa doa yang tak henti-hentinya
tak ada pewartaan yang sejati. Hanya ada satu menuju jalan keselamatan yaitu
keselamatan dari Allah yang membawa perubahan situasi dalam hidup. Orang
sering mengharapkan terjadinya penyelesaian tuntas sekarang ini sehingga tidak
perlu lagi ada masalah dalam hidup (Darminta, 1997: 25-26).
2. Kerendahan Hati dalam Karya Kerasulan
Karya kerasulan merupakan salah satu tugas perutusan anggota tarekat
(45)
bidangnya masing-masing. KYM sebagai salah satu tarekat religius, diwajibkan
para anggotanya untuk melakukan karya kerasulan seperti diterangkan dalam
Konstitusi Tarekat seperti berikut.
Dalam menerima tugas perutusan, suasana hatiku tidak seperti biasanya, tidak menentu dan rasa cemas menyelubungi hatiku. Apalagi ke tempat yang asing dan orangnya pun belum kukenal. Sementara itu muncul pertanyaan, apa yang harus saya siapkan agar bisa menjalankan tugas yang diberikan? Dalam kecemasan saya berusaha untuk diam sejenak sambil merenungkan perutusan tersebut. Saya menemukan bahwa saya diutus untuk membaharui dunia, seperti yang tertulis dalam Konstitusi (Konstitusi KYM, art. 1).
Berdasarkan kutipan tersebut dapat dijelaskan bahwa setiap anggota tarekat religius
dipanggil untuk melakukan karya kerasulan yakni untuk membaharui dunia. Dalam
menerima tugas ini suster kadang kurang percaya diri dan kecemasan selalu ada dalam
diriku juga tidak percaya akan talenta-talenta yang disediakan Tuhan dalam dirinya.
Serahkanlah kecemasan kepada Tuhan, Dialah yang tahu apa yang perlu dan apa yang tidak
perlu. Dengan kata-kata ini kecemasan suster dapat berkurang dan percaya bahwa Tuhan
selalu menemani dan mendampinginya dimanapun berada. Prajusta (2007: 107)
mengatakan bahwa menghadapi masalah perlu keberanian untuk mengubah apa yang dapat
diubah, ketabahan untuk menerima apa yang tidak dapat diubah, dan kebijaksanaan untuk
dapat membedakannya. Namun dengan perpindahan komunitas di tempat yang baru
bukanlah sesuatu yang mudah untuk diterima. Penugasan yang baru menimbulkan
pergulatan batin untuk meningggalkan mereka yang telah menjadi bagian hidup.
3. Kerendahan Hati dalam Hidup Persaudaraan
Dalam menjalani hidup persaudaraan seperti yang ada di tarekat KYM,
(46)
26
dan keinginan yang berbeda-beda. Untuk dapat memahami perbedaan dari
masing-masing anggota tarekat tersebut, setiap orang diharapkan memiliki kerendahan hati
sehingga mampu mengalahkan egoisme pribadi dan hanya ingin mendahulukan
kepentingan tarekat sesuai dengan visi dan misinya yang terlibat dalam membangun
Gereja. Semangat kerendahan hati ini dapat dibina melalui tinggal bersama di
komunitas-komunitas kecil bersama beberapa orang suster yang tidak diikat
berdasarkan hubungan darah tetapi karena dipanggil Allah dan dipersatukan. Dalam
komunitas kecil ini, para suster melatih kerendahan hati untuk saling menerima
segala kelebihan dan kekurangan para anggota komunitas lain.
Kerendahan hati merupakan wujud dari kasih terhadap sesama anggota
tarekat. Kasih itu kreatif sampai akhir demikianlah persaudaraan akan tercipta
rukun jika setiap individu berusaha untuk menciptakan kasih yang kreatif hingga
akhir, sehingga suasana hidup bersama mengundang suasana yang membuat orang
merasa nyaman merasa kerasan dan setiap suster bertumbuh dalam panggilan,
mendapatkan perhatian dari semua pihak. Sikap ini ditumbuhkembangkan oleh
sikap hormat terhadap keunikan setiap suster, oleh tanggung jawab bersama satu
terhadap yang lain singkatnya oleh kepercayaan satu sama lain atas dasar iman.
Mengambil inisiatif dan menerima inisiati dari orang lain menjadi bagian dalam
memperhatikan suasana hidup komunitas. Untuk hal ini, dibutuhkan kerendahan
hati dari setiap anggota untuk menerima setiap keunikan dari masing-masing
anggota tarekat (Direktorium KYM, art. 16).
Dalam KHK yang dicanangkan pada tanggal 25 januari 1983 ada sebuah kanon yang dikhususkan untuk hidup persaudaraan dalam seksi hidup religius. Pada KHK kanon 602 dikatakan: “oleh hidup persaudaraan yang
(47)
menjadi ciri masing-masing tarekat, semua anggota dipersatukan bagaikan dalam suatu keluarga khusus dalam Kristus. Hendaknya hidup persaudaraan itu ditentukan sedemikian rupa, sehingga semua saling membantu untuk dapat memenuhi panggilan masing-masing. Dengan persatuan persaudaraan itu, yang berakar dan berdasar dalam cinta kasih, para anggota hendaknya menjadi gambar dari pendamaian menyeluruh dalam Kristus.
Sebelum berbicara lebih jauh tentang persaudaraan KYM, langkah-langkah
pembinaan persaudaraan dan relevansi kerendahan hati dalam hidup persaudaraan,
penulis mencoba untuk melihat tujuan pembentukan persaudaraan dalam
komunitas religius. Komunitas religius (dalam hal ini KYM) dapat menjalankan
tugas perutusannya secara bersama-sama. Sebab hakekat komunitas adalah
kebersamaan atau dalam bahasa lain disebut persaudaraan.
Yang menjadi landasan hidup persaudaraan para suster KYM dalam hidup
berkomunitas adalah Kis 4:32 “kumpulan orang yang telah percaya itu hidup sehati
sejiwa, dan tidak seorangpun berkata bahwa suatu dari kepunyaan adalah miliknya
sendiri, tetapi segala sesuatu adalah kepunyaan mereka bersama” dengan demikian
dapat disimpulkan bahwa para suster KYM senantiasa diajak untuk hidup seturut
cara hidup jemaat perdana.
D. Tantangan Zaman
Pembinaan kerendahan hati dalam tarekat KYM salah satunya dilakukan
melalui refleksi tantangan ke depan. Tantangan ke depan dimaksudkan bahwa tarekat
KYM sebagai salah satu tarekat religius ke depan akan memiliki tantangan yang
semakin berat. Para anggota tarekat KYM akan semakin banyak terjun dalam dunia
nyata seperti dalam karya kerasulan. Hal ini dapat semakin menjauhkan setiap
(48)
28
kerasulan yang dimiliki merupakan hal yang utama sehingga setiap orang merasa diri
menjadi yang lebih penting dibandingkan dengan anggota tarekat yang lain.
Seiring dengan perkembangan jaman, semangat kerendahan hati menjadi
semakin sulit diperjuangkan. Kerendahan hati dalam bersikap dan bertingkah laku
misalnya: sikap mengalah, tidak menonjolkan diri sendiri, rela berkorban demi
kebahagiaan orang lain menjadi semakin menonjol di antara anggota tarekat religius.
Kerendahan hati menjadi semakin sulit karena setiap anggota tarekat dihadapkan pada
semakin besarnya tuntutan dari karya yang ditanganinya.
Selain itu, tantangan di masa depan kecenderungan anggota tarekat untuk
menonjolkan diri, mencari popularitas diri sendiri akan menjadi salah satu tantangan
yang sulit dihindari. Anggota tarekat yang diberikan jabatan atau pekerjaan dengan
wewenang tertentu seringkali justru dijadikan sebagai ajang menonjolkan diri,
mencari popularitas diri sendiri sehingga sikap dan perilaku suster tersebut jauh dari
kerendahan hati.
Kondisi dan tantangan ke depan tersebut menjadi salah satu kesempatan bagi
tarekat KYM untuk melakukan pembinaan kerendahan hati terhadap para anggota
tarekat. Hal ini perlu dilakukan agar sejak dini para anggota disadarkan akan tugas dan
tanggung jawabnya sebagai seorang anggota tarekat KYM yang harus tetap menjaga
kerendahan hati seperti yang dihidupi St. Vincentius a Paulo.
1. Gaya Konsumtif
Sikap konsumtif merupakan salah satu tantangan yang dialami oleh para
suster dewasa ini. Para suster juga ikut tergoda dengan barang-barang duniawi
(49)
perkembangan ilmu pengetahuan, teknologi, dan ekonomi, perilaku konsumptif
manusia semakin tinggi.
Tidak bisa dipungkiri bahwa godaan untuk hidup konsumtif di kalangan para suster
juga semakin tinggi. Terkait dengan barang duniawi, misalnya seperti
barang-barang elektonik para suster juga ikut menginginkannya. Tidak hanya itu, godaan untuk
menikmati hidup mewah, juga dapat melanda para suster di jaman sekarang.
Kecenderungan untuk bergaya konsumtif ini, para suster tidak jarang berusaha untuk
membenarkan diri dengan alasan karena kebutuhan untuk menunjang pelaksanaan karya
kerasulan, menunjang studi atau perkuliahan, atau tugas-tugas lainnya.
Kecenderungan gaya konsumtif di kalangan pada suster mencerminkan
memudarnya semangat kerendahan hati yang dimiliki. Para suster tidak lagi
merasa nyaman dengan fasilitas yang sederhana. Hal ini membuatnya sering
menjadi gelisah terutama bila kebutuhan-kebutuhan yang diinginkannya tidak
dapat terpenuhi (Darminta, 2010: 12).
2. Berpusat pada diri
Setiap orang seakan-akan berlomba-lomba untuk menonjolkan diri, merasa
diri paling hebat, ingin dianggap paling mampu. Sikap-sikap semacam ini
dianggap sebagai suatu hal yang lumrah dan wajar di tenag-tengah persaingan
yang semakin ketat dalam menarik simpati-simpati duniawi. Pada kondisi seperti
ini, kerendahan hati tidak lagi dianggap penting karena hal itu hanya akan
memasung sikap-sikap dan perilaku sombong dari manusia yang semakin
menonjol Kondisi duniawi seperti dijelaskan tersebut juga seringkali melanda dan
(50)
30
Untuk menghadapi situasi yang demikian, maka sangat diperlukan kaum religius
yang sungguh mau menghayati kerendahan hati.
Kerendahan hati di jaman sekarang sebagai suatu hal yang ketinggalan
jaman karena justru saat ini setiap orang berlomba-lomba menonjolkan diri dan
mencari popularitas diri sendiri. Hal itu juga terjadi di kalangan anggota tarekat
bahwa suster yang diberikan jabatan atau pekerjaan dengan wewenang tertentu
seringkali justru dijadikan sebagai ajang menonjolkan diri, mencari popularitas diri
sendiri sehingga sikap dan perilaku suster tersebut jauh dari kerendahan hati
(Aniceta KYM, 2013: 34).
Salah satu tantangan berat para suster dewasa ini adalah adanya
kencenderungan dalam diri untuk menjadi pusat perhatian. Apapun yang
dilakukannya semata-mata bertujuan untuk kemuliaan diri sendiri. Ciri-ciri dari
keinginan suster untuk berpusat pada diri sendiri ditunjukkan dengan sikap
ekshibisi (pamer, tampil): membuat kesan, membuat orang terpesona, terkesima,
meluap gembira, mengejutkan, membangkitkan gairah, menumbuhkan daya tarik,
membuat orang kagum dan memikat orang lain untuk terpesona dengan dirinya
sendiri. Selain itu, para suster memiliki keinginan untuk diperhatikan: agar
kebutuhannya dipenuhi oleh bantuan simpatik orang lain yang disukainya. Ingin
dirawat, didukung, ditopang, dilindungi, dicintai, dinasihati, dibimbing, dimanja,
dimaafkan, dihibur, dan ingin selalu mempunyai pendukung.
3. Kesombongan
Godaan duniawi yang demikian kuat dewasa ini menjadi salah satu
(51)
(Darminta, 2010: 12). Para suster dalam menjalankan peran, tugas dan
tanggungjawabnya menganggap bahwa melalui jabatan atau pekerjaan yang
dimilikinya membuatnya semakin tidak menyadari sudah jauh dari kerendahan
hati. Hal ini mengakibatkan para suster menjadi sering tidak jauh berbeda dari
masyarakat yang bukan anggota tarekat yang umumnya mendewa-dewakan
pemilikan harta kekayaan, kekuasaan, kenikmatan duniawi, popularitas diri yang
semuanya itu bertolak belakang dengan kerendahan hati.
(52)
BAB III
KERENDAHAN HATI DALAM PERSAUDARAAN TAREKAT KYM
A. Pengertian Persaudaraan
Persaudaraan KYM didasari persaudaraan kristiani yang diikat dan didasarkan
pada cinta kasih bukan terutama karena atas dasar hubungan darah atau hubungan
keluarga. Persaudaraan dalam KYM dilandasi oleh cinta kasih yang sebagaimana
yang diajarkan oleh Yesus sendiri yakni: saudara dan saudariku adalah mereka yang
melaksanakan Firman Allah.
1. Persaudaraan Kristiani
Persaudaraan KYM mengambil pola persaudaraan seperti yang dijelaskan
oleh Yesus sendiri dalam Perjanjian Baru. Dalam Perjanjian Baru, persaudaraan sejati
yang meliputi semua orang baru terwujud dalam Yesus Kristus. Dalam Gereja
sebagai kelanjutan Kristus sendiri persaudaraan itu memang belum sempurna, namun
merupakan suatu tanda nyata dari perkembangan perwujudannya. Universalitas
persaudaraan sejati seperti dikehendaki Allah dapat kita dengar dari Yesus sendiri
yang berkata, “Siapa pun yang melakukan kehendak Bapa-Ku di surga dialah
saudara-Ku laki-laki, dialah saudara-Ku perempuan, dialah ibu-Ku Mat 12:50; Luk
8:21 Bila dalam Perjanjian Lama persaudaraan masih lebih dibatasi oleh unsur
kebangsaan (nasionalisme) dan keagamaan dalam Perjanjian Baru batas-batas itu
diatasi, sehingga sungguh universal (Martasujita, 2000: 26). Perbedaan persekutuan
antara yang menurut bangsa dan yang menurut agama/iman yang masih ada dalam
(53)
Siapakah yang mengatakan kepada kamu, bahwa kamu dapat melarikan diri dari murka yang akan datang? Jadi hasilkanlah buah yang sesuai dengan pertobatan. Dan janganlah mengira bahwa kamu dapat berkata dalam hatimu: Abrahan adalah Bapa kami! Karena aku berkata kepadamu: Allah dapat menjadikan anak-anak bagi Abraham dari batu-batu ini (Mat 3:7-9).
Persaudaraan yang semula hanya timbul dari kelahiran menurut kodrat
(daging) kini juga timbul dari kelahiran kembali. Persaudaraan kodrati dapat hancur
seperti dalam cerita tentang Kain dan Habel, sedangkan persaudaraan sejati
berlandaskan keputraan Allah 1Yoh 3 Persaudaraan yang semula hanya berdasarkan
Abraham, dalam Perjanjian Baru mencapai puncaknya dan kepenuhannya dalam
Yesus Kristus sehingga anak-anak Abraham sejati ialah mereka yang percaya akan
Yesus Gal 3:7-29; Rm 4:11 Dalam Perjanjian Baru, dijelaskan bahwa dengan
kematian-Nya sebagai silih, Kristus mengadakan persaudaraan yang sebenarnya Ef
2:11-18 Persaudaraan sejati bukan timbul melulu atas kehendak baik untuk bersatu;
bukan pula karena orang ingin mengikuti teladan hidup Yesus, melainkan karena
orang mau memasuki persekutuan yang nyata dan tampak untuk diselamatkan.
Kristus adalah sebab, dasar dan tujuan persaudaraan yang dikehendaki Allah
(Martasujita, 2000: 26). Inti persaudaraan dan perwujudannya ialah kasih. Sebab
dalam kasih persaudaraanlah kita sungguh dilahirkan kembali 1 Ptr 1:22 Dalam kasih
ini seseorang tidak terikat dengan sesamanya melainkan akan Allah. Sapaan kepada
saudara ialah “terkasih” atau “saudara yang dikasihi Allah” 1 Tes 1:4
Kelehaman-kelehaman saudara harus dipikul Rm 15:1 Apabila mereka sungguh tak mau “berdosa
terhadap Kristus” (1 Kor 8:12).
Berdasarkan pengertian tentang saudara dalam Kitab Suci (khususnya dalam
(54)
33
dikehendaki Yesus. Persaudaraan bukanlah sesuatu yang teoritis atau abstrak,
melainkan konkret dan terwujud, suatu kenyataan. Persaudaraan adalah suatu
persekutuan secara pribadi dengan saudara-saudara dalam Kristus. Dimana ada relasi,
ada hubungan nyata, di situ persaudaraan dapat berkembang menjadi lebih erat dan
kuat (Kis 28:15).
Persaudaraan universal mengatasi segala batas namun dalam pelaksanaannya
terikat juga oleh waktu dan tempat, justru karena harus konkret. Secara konkret
persaudaraan harus terwujud dalam kesatuan Gereja. Gereja adalah Tubuh Kristus
yang merupakan kesatuan dalam keanekaragaman namun sekaligus sebagai
keanekaragaman dalam kesatuan. Ciri khas persaudaraan kristiani ialah bahwa orang
menjadi saudara sejati satu sama lain hanya dalam Yesus Kristus. Sebab berkat
kematianNya di salib Yesus menjadi anak Allah “yang sulung di antara banyak
saudara’ Rm 8:29 Kemudian sesudah bangkit, Kristus menyebut murid-murid-Nya
“saudara-saudara-Ku” Yoh 20:17; Mat 28:10 Yang menerima Yesus Kristus menjadi
anak Allah, saudara Kristus, bukan atas dasar keturunan Abraham melalui daging
melainkan karena iman kepada Kristus dank arena menjalankan kehendak Bapa Mat
12: 46:50 Sebagai anak Allah kita dapat menyebut Allah sebagai Abba, Bapa, dan
karenanya juga menjadi ahli waris janji-janji Allah bersama Kristus Rm 8:14-17
Ciri lain dari persaudaraan ialah bahwa suatu persaudaraan harus merupakan
suatu persekutuan bukan hanya dengan Kristus, tetapi juga sekaligus persekutuan
satu sama lain sebagai saudara dalam Kristus (Martasujita, 2000: 26). Hubungan
antara mereka harus dijiwai dengan perintah Yesus seperti misalnya dalam Mat
(1)
BAB V PENUTUP
Bab ini merupakan bagian yang menutup seluruh penulisan skripsi yang dibagi dalam dua bagian pertama berupa kesimpulan atas seluruh pikiran yang telah diuraikan pada bab-bab sebelumnya. Kemudian bagian kedua berupa saran untuk mendalami makna kerendahan hati santo Vincentius a Paulo dalam hidup persaudaraan para suster KYM.
A. Kesimpulan
Pada bagian kesimpulan ini, penulis hendak menegaskan kembali hal-hal perlu diperkembangkan sehubungan dengan salah satu keutamaan hidup yang diwariskan oleh St. Vincentius a Paulo. Hal itu dimaksudkan agar para suster KYM semakin berkembang dan bertumbuh menjadi pribadi yang rendah hati dalam hidup persaudaraan dalam berkomunitas. Ada beberapa kesimpulan yang dapat diberikan seperti berikut:
1. Pemersatu utama dalam hidup persaudaraan religius, khususnya persaudaraan KYM adalah Kristus sendiri yang berseru: “Belajarlah kepadaKu sebab Aku lembut dan rendah hati.” Kerendahan hati hendaknya menjadi sumber kesaksian bagi segenap suster KYM sebagai bagian dari aksi panggilannya dalam masyarakat.
2. Komunitas persaudaraan KYM merupakan “Sekolah” kerendahan hati sebagaimana ditegaskan oleh Santo Vincentius a Paulo. Dalam persaudaraan itulah
(2)
setiap pribadi saling memberi diri untuk melenurkan kepentingan pribadi tanpa kehilangan jati dirinya dan membentuk karakter kepribadian bersama yang menjadi cirri khas persaudaraan religius. Peleburan jati diri untuk membentuk karakter persaudaraan yang rendah hati dapat dilakukan dalam program bina lanjut atau on going formation persaudaraan KYM.
3. On going formation hanya bisa berlangsung dengan efektif jika para anggotanya (suster KYM) terbiasa melakukan refleksi pribadi dan komunal. Refleksi ini menjadi media bagi tumbuhkembangkan roh kerendahan hati sebagaimana yang diajarkan oleh Santo Vincentius A. Paulo sendiri. Refleksi juga menjadi media menyembuhkan “luka-luka batin” akibat kerendahan hati yang diperoleh dari persaudaraan.
4. Pribadi yang lemah lembut terbentuk dalam proses yang berkesinambungan. Salah satu prose situ adalah dengan metode katekese. Tentu saja katekese yang berkaitan serta bertujuan untuk mengembangkan kerendahan hati seorang pribadi religius pada jaman ini.
B. Saran
Setelah melihat beberapa simpulan di atas, berikut beberapa saran yang bisa dilakukan khususnya oleh para suster KYM dalam upaya mengembangkan kepribadian yang rendah hati.
1. Memperkenalkan sedini mungkin keutamaan-keutamaan Vincentian yang menjadi charisma persaudaraan KYM sesuai dengan maksud pendiri. Perkenalan charisma
(3)
131
tarekat ini hendaknya dilakukan secara periodic khususnya dalam masa on going formation, tidak saja hanya kepada para aspiran, postulant, dan novis.
2. Membuat program-program pembinaan yang tepat sejak masuk menjadi calon suster hingga jenjang yang paling atas secara berkesinambungan dan secara continue. Dalam hal ini, misalnya di tahap awal dimulai dengan mengolah latar belakang hidup “background hidup” calon suster tersebut sehingga memampukan si calon di tahap awal dengan mudah mengenal diri dan menerima diri dengan segala kelebihan dan kekurangan sehingga mulai menapaki panggilan dengan langkah pasti.
3. Menanggapi kemajuan dan tuntuan jaman, para suster KYM hendanya diberi kebebasan yang bertanggungjawab untuk menjadi media dan sarana kesaksian kerendahan hati dalam masyarakat. Untuk maksudnya ini hendaknya diadakan kegiatan live-in bersama seluruh persaudaraan Vinsentian, agar mereka saling memperkaya keutamaan-keutamaan Injili ini sesuai dengan kehendak Santo Vincentius a Paulo sendiri.
4. Pada masa juniorat diberi 2 kali kesepakatan untuk mengadakan live ini di tempat-tempat yang menantang (background yang keras), misalnya di tengah perkampungan masyarakat kumuh, di kota-kota besar yang menantang, dan tempat-tempat yang cocok untuk melatih diri menjadi sarana kerendahan hati. 5. Kerendahan hati hendaknya menjadi trade mark, karakter yang membedakan
(4)
DAFTAR PUSTAKA
Adisusanto, F.X. (2003). Katekese sebagai Pendidikan Iman. (Seri Puskat 372). Yogyakarta: Lembaga Pengembangan Kateketik Puskat.
Adi Sapto Widodo CM. (2008). Kerendahan Hati Dalam Temu Kaum Muda
Vinsensian ( Ed. ). Kumpulan Materi 5 Keutamaan Vinsensian. Hasil
Pertemuan Kaum Muda Vinsensian berlangsung di Malang pada 7-9 November 2008.
Aniceta KYM. (2009). Laporan Kapitel KYM. Ditulis Kapitel umum 13 Maret 2009 Pematang Siantar.
Darminta, J. (1982). Dasar-dasar Hidup Religius. Berbagai Segi Penghayatan Hidup Religius Sehari-hari. Yogyakarta: Kanisius.
---. (2003). Hidup Religius. Yogyakarta: Kanisius.
---. (2010). Perspektif Hati dalam Pendidikan Etika. Girisonta: Pusat Spiritualitas Girisonta.
De Armen, (2003). Butir-butir Vincentius Bapa kaum miskin. Medan: Bina Media. Didik Bagiyowinadi, F.X.
2013.
Groome, Thomas H. (1997). Share Christian Praksis: Suatu Model Berkatekese (F.X. Heryatno Wono Wulung, Penyadur). Yogyakarta: Lembaga Pengembangan Kateketik Puskat. (Buku asli diterbitkan 1991).
Kitab Hukum Kanonik (Codex Iuris Canonici). (1983). (Kartosiswoyo Pr, Koordinator Penerjemah). Jakarta: Obor. (Dokumen asli diterbitkan November 1983).
Kitab Suci Perjanjian Baru: dengan Pengantar dan Catatan Singkat
(Dipersembahkan kepada Umat Katolik Indonesia Ditjen Bimas Katolik Departemen Agama Republik Indonesia dalam rangka PELITA IV). Ende: Arnoldus, 1984/1985.
Kongregasi KYM. (2003a). Konstitusi Kongregasi Suster kasih Yesus dan Maria Bunda Pertolongan Baik (KYM). Pematang Siantar: Aneka Guna.
---. KYM. (2003b). Statuta Kongregasi Suster Kasih Yesus dan Maria Bunda Pertolongan Baik (KYM). Pematang Siantar: Aneka Guna.
---. (2008). Pedoman Pembinaan Kongregasi Suster Kasih Yesus dan Maria Bunda Pertolongan Baik (KYM). Pematang Siantar: Aneka Guna.
---. (2009). Directorium Kongregasi Suster Kasih Yesus dan Maria Bunda Pertolongan baik (KYM). Pematang Siantar: Aneka Guna.
Kongregasi Suci untuk para Klerus. ( 1991). Direktorium Kateketik Umum. (Thom Wingnyata & Lukas Lege, Penerjemah). Ende: Nusa Indah. (Dokumen asli diterbitkan 1971).
Konsili Vatikan II. (1993). Dokumen Konsili Vatikan II (R. Hardowiryana,
Penerjemah ). Jakarta: Obor (Dokumen asli diterbitkan 1966). KOPTARI. (2008). Membangun Komunitas Formatif. Yogyakarta: Kanisius. Lalu, Yosef. (2007). Katekese Umat. Jakarta: Obor.
Laura. (2011). Spiritualitas Vincentius. Rohani, 2 hal. 34-35.
Louf, Andre. (1987). Hidup di dalam Komunitas. Seri Gedono 1 (R. Harjodinono, Penerjemah). Surabaya: Dioma. (buku asli diterbitkan 1979).
(5)
134
Madya Utama, L. (2003). Kerendahan Hati: Bercermin pada Yesus. Rohani, 2 hal. 36-37.
Mardi Prasetya, F. (1992). Psikologi Hidup Rohani Jilid 1. Yogyakarta: Kanisius. ---. (1993a ). Psikologi Hidup Rohani Jilid. 2. Yogyakarta: Kanisius.
---. (1993b). Psikologi Tugas Pembinaan Demi Mutu Hidup Bakti Jilid 1. Yogyakarta: Kanisius.
---. (2001). Tugas Pembinaan Demi Mutu Hidup Bakti Jilid 2. Yogyakarta: Kanisius.
Martasudjita. (1999). Pedoman Kepemimpinan Partisipatif dalam Gereja. Malang: Keuskupan Malang.
---. (2000). Komunitas Peziarah Sebuah Spiritualitas Hidup Bersama. Ygyakarta: Kanisius.
Paulus VI (2013) Pewartaan Injil. (Hadiwikarta, J. Penejermah). Jakarta: Dokpen KWI (Dokumen asli diterbitkan 1975).
Prajusta, A. (2007). Problem Solving Strategies. London: Springer.
Purwono Adhi, Nugr Reksosusilo, S. (1987). Reksa Pastoral dalam Situasi Dewasa ini. Surabaya: Dioma. Roman, M. J. (1993). HidupPanggilan dan Spiritualitasnya. Surabaya: Dioma. Ruth, KYM. (2010). Pauperibus Misit Me. Yogyakarta: Bina Utama.
Suhardiyanto, H.J. (2008). Sejarah Pendidikan Agama Katolik Indonesia. Diktat Mata Kuliah Semester IV, Prodi IPPAK, Universitas Sanata Dharma, Yogyakarta.
Sumaji, K. (2004). Pendidikan Berparadigma Profetik. Yogyakarta: Kanisius.
Sumarno Ds., M. (2009). Program Pengalaman Lapangan Pendidikan Agama Katolik Paroki. Diktat Mata Kuliah Semester VI, Prodi IPPAk, Universitas Sanata Dharma, Yogyakarta.
Suparmono Paul, (2005). Taat Pada Keputusan Bersama. Rohani, 2 hal. 39
Tondowidjojo, John. (1984). St. Vinsensius de Paul terhadap Orang Miskin. Surabaya: Yayasan Sanggar Bina Tama.
---. (1990). Menyimak Keutamaan St. Vinsensius. Surabaya: Yayasan Sanggar Bina Tama.
---. (2003). Kerendahan Hati Menurut St. Vintencius. Surabaya: Bina Tama. Van Winsen, G, (2002). Dibimbing oleh St. Vinsensius a Paulo dalam Semangat
Belaskasih. Manado: Komisi Spiritualitas CMM Indonesia Tomohon. Vanier, J. (2006). An Excerpt from Becoming Human. Surabaya: Dioma.
Vincentius, (2002). Surat-surat Vincenitus I (Ponticelli, S. Penerjemah). Surabaya: Dioma. (Buku asli diterbitlan 1667)
---. (2003). Surat-surat Vincentius II (Ponticelli, S. Penerjemah). Surabaya: Dioma. (Buku asli diterbitkan 1668)
---. (2007a). Kerendahan Hati Terhadap Pujian dan Tepuk Tangan. (Ponticelli, S. Penerjemah). Surabaya: Dioma. (Buku asli diterbitkan 1967).
---. (2007b). Surat-surat Vincentius VII (Ponticelli, S. Penerjemah). Surabaya: Dioma. (Buku asli diterbitkan 1669)
---. (2008). Surat-surat Vincentius VIII (Ponticelli, S. Penerjemah). Surabaya: Dioma. (Buku asli diterbitkan 1671
---. (2010). Surat-surat Vincentius IX (Ponticelli, S. Penerjemah). Surabaya: Dioma. (Buku asli diterbitkan 1673)
(6)
Wignyosumarta, F.X. Sukendar 2013.
Yohanes Paulus II. (1992). Catechesi Tradendae. (R. Hardawiryana, Penerjemah). Jakarta: Dokpen KWI. (Dokumen asli diterbitkan 1979).
---. (1996) Vita Consectrata. Seri Dokumen Gerejawai No. 69. Jakarta: SMT Mardi Yuano.