71
yang dilimpahkan kepadanya. Kepercayaan kepada kuasa Allah yang sanggup membawa para suster keluar dari setiap derita ini, akan membuat para suster
belajar berpasrah dan semakin memiliki kerendahan hati dalam menjalani hidup persaudaraan.
4. Kerendahan Hati Buah Kedewasaan Iman melalui Usaha Terus-menerus
Kerendahan hati sebagai salah satu keutamaan yang diwariskan oleh St. Vincentius a Paulo tidaklah terjadi dengan sendirinya dimiliki oleh para suster
KYM. Kerendahan hati tersebut merupakan buah dari kedewasaan iman melalui usaha terus-menerus dari setiap suster KYM melalui pengabdian dirinya pada
tarekat. Para suster ketika memutuskan untuk bergabung ke dalam Kongregasi
KYM, banyak belajar dari spiritualitas St. Vincentius salah satunya mengenai kerendahan hati. Kerendahan hati ini diperoleh seiring dengan semakin matangnya
perjalanan suster dalam kongregasi. Panggilan para suster yang semakin bertumbuh dan berkembang dalam ikatan cinta Kristus, juga akan disertai dengan
bertumbuhnya semangat rendah hati seperti yang diwariskan oleh St. Vincentius kepada para Vinsensian.
Hal ini memperlihatkan bahwa semnagat rendah hati berkembang bersama seiring dengan bertumbuhnya iman para suster yang digali secara
terus-menerus. Artinya, terkait dengan kerendahan hati hanya karena iman yang semakin matanglah yang dapat membuat seorang suster KYM memiliki
kerendahan hati. Iman yang semakin dewasa yang dimiliki oleh suster yang diperoleh melalui banyak hak seperti doa, karya kerasulan, dan hidup
72
berkomunitas dapat mengarahkan sikap suster untuk semakin rendah hati yakni merasa bahwa dirinya tidak dapat terlepas dari Allah yang selalu
memberikan kekuatan dan dukungan dalam karya-karyanya. Vincentius, 2010: 37.
D. Masalah-masalah dalam Penerapan Kerendahan Hati “Vincentius” Dalam
Hidup Para Suster KYM
Kerendahan hati seperti yang dihidupi oleh Santo Vincentius merupakan salah satu keutamaan yang berasal dari Allah yang harus diwarisi oleh manusia
sebagai perwujudan diri anak-anak Allah. Meskipun kerendahan hati tersebut merupakan keutamaan Allah namun dalam praktiknya, tidak selalu mudah
dilaksanakan. Hal yang sama juga bisa terjadi pada para anggota tarekat religius seperti KYM. Hal itu terkait dengan cara menghayati dari kerendahan hati yang
sangat sulit karena setiap orang dituntut untuk memiliki sikap mengalah, bersedia mengutamakan orang lain, dan rela berkorban demi kebahagiaan orang
lain. Para anggota tarekat religius seperti para suster KYM juga menyadari bahwa
menghayati kerendahan hati itu sebagai suatu hal yang sulit sehingga dalam kehidupan sehari-hari para suster dapat merasakan bahwa sikap dan perilakunya
masih jauh dari kerendahan hati yang dimaksudkan oleh St. Vincentius a Paulo. Kerendahan hati yang dimaksud dalam hal ini berkaitan dengan bersikap, bertingkah
laku dan berperilaku para suster. Adapun masalah-masalah yang dihadapi para suster dalam penerapan
kerendahan hati yang dimaksudkan St. Vincentius dalam hidup para suster KYM adalah seperti diuraikan berikut ini.
73
1. Kurangnya Keteladanan dari Komunitas
Komunitas memiliki peranan penting dalam memberikan contoh kerendahan hati bagi para anggota tarekat, karena mutu hidup komunitas sangat
mempengaruhi perkembangan panggilan religius mereka. “Hidup bersama yang makin memperkembangkan kebersamaan merupakan rahmat dan tugas, tidak
muncul dengan sendirinya tetapi kita harus mengusahakannya Vincentius, 2007: 336. Oleh karena itu apapun yang menjadi harapan dan cita-cita dalam komunitas
religius, tidak mungkin tercapai tanpa adanya usaha dari setiap pribadi untuk saling mengerti, saling membantu, dan saling mengembangkan. Kehidupan
komunitas akan sangat mempengaruhi anggota komunitas lain. Dalam komunitas diharapkan semua anggota saling membantu untuk memelihara dan
mengembangkan pribadi yang lain. Untuk itu tidak ada keinginan untuk menjatuhkan dan menghancurkan orang lain dengan sikap maupun kata-kata.
Pada kenyataan dalam kehidupan para anggota tarekat religius seperti para suster KYM, makna komunitas seringkali masih jauh dari harapan yang dicita-
citakan para pendiri tarekat misalnya sebagai wadah untuk mewujudkan dan mempraktikkan berbagai keutamaan injili seperti kerendahan hati sebagaimana
yang dihidupi oleh pendiri tarekat Aniceta KYM, 2009: 42. Komunitas para suster yang ditempati masih jauh dari situasi komunitas selayaknya yang dicita-
citakan pendiri tarekat. Komunitas para anggota tarekat seperti yang ditempati para suster sering masih menjadi ajang persaingan dan ajang balas dendam serta unjuk
popularitas.” Komunitas yang seharusnya menjadi tempat yang damai dengan orang-orang sederhana, seringkali menjadi tempat ornag-orang yang
74
mementingkan dirinya sendiri tanpa mau tahu akan kepentingan orang lain. Dalam kondisi seperti ini kerendahan hati sebagaimana yang dihidupi oleh St. Vincentius
belum sepenuhnya menjadi nyata dalam komunitas-komunitas Aniceta KYM, 2009: 42.
Kondisi komunitas seperti dijelaskan tersebut, memperlihatkan bahwa peran pemimpin komunitas tidak begitu berpengaruh, karena ada anggota
komunitas yang merasa diri lebih mampu dan lebih senior yang menjadi lebih berperan dalam komunitas. Hal ini mengakibatkan para suster yang tinggal di
komunitas tersebut sering merasa tertekan dengan perlakuan suster lainnya yang lebih merasa diri lebih tahu dan lebih berkuasa Aniceta KYM, 2009 :46.
Kondisi komunitas para suster yang demikian, memperlihatkan bahwa praktik kerendahan hati yang seharusnya ditemukan di dalam komunitas para
suster tidak bisa dirasakan oleh para anggota komunitas. Para suster hanya menemukan persaingan, kemarahan, kesombongan, sikap mau menonjolkan diri
sendiri, ketidakpedulian satu sama lain yang sama sekali tidak menggambarkan kerendahan hati seperti yang dihidupi oleh pendiri tarekat tersebut.
2. Kurangnya keteladanan dari senior dengan yuinor
Keteladanan merupakan salah satu hal penting yang harus ditunjukkan oleh para anggota tarekat religius dalam kehidupan nyata sehari-hari. Di kalangan para
anggota tarekat religius salah satunya keteladanan kerendahan hati seperti yang dimaksudkan St. Vincentius dapat dilihat dari keteladanan yang diberikan para
suster senior kepada para suster yunior. Sebagai anggota tarekat, para suster senior
75
sudah dididik lebih dulu bagaimana cara menghidupi dan mempraktikkan kerendahan hati dalam tarekat Aniceta KYM, 2009 :62. Oleh karena itu, para
suster senior memiliki tanggungjawab yang besar untuk memberikan contoh kerendahan hati yang dimulai dari diri sendiri kepada para suster yunior.
Sebaliknya, para suster yunior yang relatif masih baru sebagai anggota tarekat memiliki keinginan untuk mendapatkan contoh dari para suster senior bagaimana
cara kerendahan hati dalam tarekat diwujudkan. Contoh atau keteladanan kerendahan hati yang harus diberikan oleh para
suster senior kepada suster yunior merupakan hal penting diterapkan dalam sebuah tarekat. Ketika para suster senior mampu memberikan contoh kerendahan hati
kepada para suster yunior, maka para suster yunior juga akan mencontohkan hal yang sama kepada yuniornya ketika dirinya sudah menjadi suster senior.
Pentingnya contoh keteladanan oleh para suster senior ini kepada suster yunior menunjukkan adanya keterlibatan dua arah dalam menghidupi kerendahan hati
seperti yang dimaksud oleh pendiri tarekat. Iman tidak mungkin tumbuh dan berkembang tanpa keterlibatan orang lain, demikian juga dengan kerendahan hati
itu sendiri Aniceta KYM, 2009 :31. Dalam perkembangan penghayatan kerendahan hati ini, suster yunior ini membutuhkan keteladanan dari para suster
senior. Disinilah letak pentingnya contoh yang harus diberikan oleh para suster senior. Para suster senior adalah orang-orang yang seharusnya memberikan contoh
kepada suster yunior karena mereka telah terlebih dahulu mendapatkan pembinaan dari pemimpin tarekat untuk menghidupi nilai-nilai rohani yang harus
diperjuangkan setiat anggota tarekat seperti yang ada di tarekat KYM.
76
Para suster senior adalah orang-orang yang diharapkan menjadi pendorong dan sumber informasi bagi para yunior dalam mengembangkan pribadinya. Hal ini
kiranya perlu disadari oleh para suster senior untuk meningkatkan peran serta dan keteladanan yang sangat penting dalam memberikan contoh kerendahan hati
kepada para yuniornya. Pada kenyataan para suster senior seringkali belum mampu memberikan
keteladanan kerendahan hati kepada para yuniornya. Para suster yunior juga belum merasakan keteladanan kerendahan hati yang diberikan oleh para suster
seniornya dalam kehidupan nyata sehari-hari. Kerendahan hati yang dihidupi oleh pendiri tarekat seperti yang dicontohkan oleh St. Vincentius justru tidak
diwujudkan oleh para suster senior itu sendiri. Para suster senior yang seharusnya menjadi tumpuan harapan para suster yunior untuk mendapat keteladanan
kerendahan hati namun justru tidak ditemukan sehingga dapat mengecewakan suster-suster yunior Aniceta KYM 2009: 34. Suster-suster yunior seringkali
menemukan suster senirnya bersikap sombong, mau menang sendiri, dan ingin menonjolkan diri. Sikap dan perilaku seperti ini justru berbanding terbalik
dengan kerendahan hati yang seharusnya dicontohkan kepada para suster yunior. Suster yunior itu sendiri sering dituntut untuk bersikap rendah hati, taat, terbuka,
namun suster senior justru sebaliknya tidak menunjukkan kerendahan hati dalam bersikap dan berperilaku.
Kondisi seperti dijelaskan di atas, seringkali membuat para suster yunior merasa kehilangan contoh dan keteladanan khususnya dalam tarekat. Kerendahan
hati yang dihidupi oleh pendiri tarekat menjadi tidak nyata dalam kehidupan para
77
suster sehingga terkesan hanya bersifat teori semata. Suster senior yang seharusnya memberikan keteladanan kerendahan hati untuk para suster yunior namun dalam
praktiknya tidaklah demikian. Para suster yunior dalam tarekat seringkali ingin melihat lebih banyak praktik kerendahan hati yang dicontohkan oleh para suster
senior sehingga suster yunior semakin yakin bahwa semangat kerendahan hati merupakan nilai-nilai hidup yang harus diperjuangkan, dipertahankan, dan
dihidupi secara trus-menerus oleh semua anggota tarekat baik suster senior maupun suster yunior.
3. Kerendahan hati yang dianggap tidak relevan zaman sekarang
Dalam situasi seperti sekarang ini dimana masyarakat cenderung mengejar dan mendewakan pemilikan harta kekayaan, kekuasaan, kenikmatan duniawi,
popularitas diri, maka kerendahan hati semakin sulit untuk dipraktikkan. Setiap orang seakan-akan berlomba-lomba untuk menonjolkan diri, merasa diri paling
hebat, ingin dianggap paling mampu. Sikap-sikap semacam ini dianggap sebagai suatu hal yang lumrah dan wajar di tengah-tengah persaingan yang semakin ketat
dalam menarik simpati-simpati duniawi. Pada kondisi seperti ini, kerendahan hati tidak lagi dianggap penting karena hal itu hanya akan memasung sikap-sikap dan
perilaku sombong dari manusia yang semakin menonjol Aniceta KYM, 2009 :34. Kondisi duniawi seperti dijelaskan tersebut juga seringkali melanda dan
mempengaruhi hidup para anggota tarekat religius sehingga mudah terbawa arus. Untuk menghadapi situasi yang demikian, maka sangat diperlukan kaum religius
yang sungguh mau menghayati kerendahan hati.