a. Fiber Reinforcement Composite
Fiber reinforcement composite
merupakan material komposit yang penguatnya berupa serat
fiber
dan sering disingkat penyebutannya dengan nama komposit serat.
Berdasarkan jenis penyusunan, komposit serat dibagi menjadi tiga macam yaitu bentuk linear dengan
continues fiber
serat panjang dan
discontinueswhisker s fiber
serat pendek, bentuk dua dimensi penyusunan orientasi x, y serta tiga dimensi penyusunan orientasi x, y dan z. Jenis-jenis penyusunan ini dapat dilihat
pembagiannya dalam Tabel 2.2.
Bentuk penyusunan serat dua dimensi dapat dibedakan menjadi 4 yaitu penyusunan searah
unidirectional
, dua arah
bidirectional
, banyak arah
multidirectional
dan acak
random
. Keempat jenis penyusunan tersebut memiliki kelebihanya masing-masing. Skema penyusunan dapat dilihat pada Gambar 2.1.
Tabel 2.2 Jenis-jenis penyusunan komposit serat
Composite Engginering Handbook., 1997
Komposit dengan bentuk penyusunan searah
unidirectional
menguntungkan jika tegangan yang diterima searah dengan arah seratnya. Hal ini berlaku juga pada
bentuk penyusunan
bidirectional
,
multidirectional
dan
random.
Namun khusus pada penyusunan
random,
kekuatannya dapat menjadi lebih seimbang dari berbagai arah, tapi kekuatanya dalam menerima tegangan berkemungkinan menjadi lebih
lemah dibandingkan dengan bentuk penyusunan
unidirectional.
Salah satu parameter kontrol pada pembuatan komposit adalah fraksi serat terhadap matriksnya. Fraksi serat pada teorinya menggunakan nilai volume sebagai
pembandingnya, akan tetapi pada praktiknya perhitungan serat tetap menggunkan nilai berat. Untuk alasan tersebut maka pada penelitian kali ini menggunakan nilai
berat sebagai perhitungan fraksi seratnya. Gambar 2.1 Jenis-jenis penyusunan serat dua dimensi
Composite Engginering Handbook., 1997
Untuk secara teoritik, mencari nilai fraksi serat dengan menggunakan nilai volume fraksi volume serat
�
�
dapat menggunakan persamaan 2.1 �
�
=
�
�
�
⁄
�
�
�
⁄ + �
⁄ . Dengan
�
adalah berat serat, �
�
adalah densitas serat, adalah berat matriks dan
� adalah densitas matriks. Untuk mencari nilai densitas kompositnya secara utuh
�
�
dapat menggunkan persamaan 2.2.
�
�
= �
�
�
�
+ � − �
�
.
b. Particulate Reinforcement Composite
Komposit dengan bentuk penguat berupa
particlate
atau partikel dapat dikelompokkan menjadi 2 jenis, yaitu “
la rge particel
” dan “
dispersion strengthened
”. Jenis “
la rge
” menggunakan ukuran partikel lebih dari 0,1 mm. Sedangkan “
dispersion strengthened
” adalah jenis komposit partikel yang menggunakan mekanisme penguatan melalui penyebaran dispersi partikel yang
lebih terukur dan merata, dengan ukuran diameter partikel antara 0,02-0,05 mm. Penggunaan penguat berbentuk partikel dapat memberikan berbagai pengaruh pada
material komposit. Penggunaan partikel dengan sifat mekanik yang ulet pada matriks yang bersifat
getas dapat menaikkan nilai kekerasan pada hasil kompositnya. Sedangkan jika partikel yang digunakan bersifat keras dan kaku serta digunakan pada matriks yang
bersifat ulet dapat menaikkan kekuatan dan kekakuan. Akan tetapi, kekurangan PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
penggunaan partikel yang bersifat keras dapat menurunkan ketangguhan dari matriks yang ulet, sehingga jenis ini terbatas penggunannya hanya pada keadaan-
keadaan tertentu. Contoh skema komposit partikel dapat dilihat pada Gambar 2.2.
c. Flake Reinforcement Composite
Komposit dengan jenis ini secara umum mirip dengan komposit berpenguat partikel, namun dengan bentuk yang menyerupai piringan
planar
. Salah satu contoh bahan penguat yang paling sering digunakan dalam komposit
flake
adalah
mika
. Terlebih khusus komposit
flake
dengan penguat
mika
telah banyak menjadi bahan diskusi penelitian. Salah satu peneliti yaitu
S.T. Peters Menurut buku
“
Handbook Of Composites
” menyebutkan bahwa kekuatan composit
flake mika
ditentukan oleh aspek rasio
flake
yang digunakan. Aspek rasio didapat dari perbandingan ukuran diameter dengan ketebalan. Aspek rasio
flake
yang besar akan semakin efektif dibandingkan aspek rasio yang kecil dalam menyalurkan tegangan
yang diterima matriks. Contoh skema komposit
flake
dapat dilihat pada Gambar 2.3.
Gambar 2.2
Particulate Reinforcement Composite
Materials Science And Engineering
., 2009
2.1.1.3 Bahan Matriks Yang Digunakan
Pada penelitian ini penulis menganalisis sifat komposit berpenguat serat pinang dengan fraksi berat 3, 5, 7 dan 9. Komposit dibuat menggunakan matriks
berjenis polimer. Polimer yang digunakan adalah
epoxy
resin. Dalam pembeliannya,
epoxy
resin dipaketkan dengan
epoxy hardener
. Bentuk awal dari
epoxy
resin adalah cair dengan viskositas yang tinggi. Sedangkan, bentuk plastik sebagai matriks adalah padat. Maka, untuk
mengkonversi dari bentuk cair ke padat proses
curing
memerlukan bahan tambahan yaitu
epoxy hardener.
Contoh zat kimia yang sering digunakan sebagai
epoxy hardener
yaitu :
amines, amides, acid anhydrides, imidazoles, boron trifluoride complexes, phenols, mercaptans
dan
metal oxides
. Proses konversi dari cair ke padat atau
curing
dapat berlangsung pada suhu tinggi yaitu diatas 150ºC ataupun pada suhu kamar +20 ºC. Terlebih khusus pada
suhu kamar, dengan mengacu pada contoh diatas maka zat kimia
epoxy
hardener yang dapat digunakan adalah
amines
dan
amides
. Menurut Curt Augustsson dalam bukunya
NM Epoxy Handbook
2014 menyebutkan bahwa, secara umum campuran
epoxy
resin dengan
epoxy
hardener Gambar 2.3
Flake Reinforcement Composite
Materials Science And Engineering., 2009
memerlukan waktu 7 hari dengan suhu ruang diatas 20ºC untuk mencapai sifat padat yang sempurna, tapi dalam waktu 24 jam, perubahan sifat tersebut dapat
mencapai 80 – 90 dari sempurna
final properties
. Contoh grafik perubahannya dapat dilihat pada Gambar 2.4. Namun, pada grafik tersebut menunjukkan proses
curing
pada temperatur yang konstan 20ºC.
Proses
curing
merupakan salah satu penentu sifat akhir plastik yang dibentuk. Sedangkan, jika dibentuk secara sempurna, plastik
epoxy
dapat memiliki sifat-sifat yang beragam. Adapun sifat-sifat plastik
epoxy
Menurut Curt Augustsson akan dijabarkan secara singat dibawah a-f:
a. Kekuatan Mekanik
Jika dilakukan proses pencetakan hingga proses
curing
yang baik, tidak ada jenis plastik lain yang lebih kuat dari plastik
epoxy
. Kekuatan mekanik plastik
epoxy
dapat melebihi 80 MPa. Gambar 2.4 Grafik contoh proses
curing
polimer
epoxy
dengan suhu konstan
NM
Epoxy
Handbook., 2014
b. Daya Tahan Kimia
Sifat kimia dari
epoxy
dapat dimodifikasi sesuai kebutuhan, oleh karena itu plastik jenis ini dapat dibentuk untuk tahan terhadap beberapa jenis zat kimia.
Namun, secara umum plastik
epoxy
sangat tahan terhadap alkali. c.
Daya Tahan Air Secara umum plastik
epoxy
dianggap sebagai material yang kedap air karena daya serap airnya sangat kecil, oleh karena itu plastik jenis ini sering digunakan
sebagai zat pelapis untuk menahan air. d.
Kapasitas Isolasi Listrik Plastik
epoxy
merupakan material yang sangat baik menahan listrik
isulator
. Secara umum normalnya
resistivitas
plastik
epoxy
adalah
5
� . Kombinasi antara ketahanan kimia dan ketahanan listrik ini menyebabkan plastik
epoxy
menjadi material yang sangat baik untuk keperluan elektronika. e.
Penyusutan Proses penyusutan biasanya terjadi pada saat
curing.
Akan tetapi, polimer
epoxy
sangat sedikit mengalami penyusutan. Hal ini disebabkan karena molekul
epoxy
sangat sedikit mengalami orientasi perpindahan molekul. Berbeda dengan jenis polimer lain contohnya
polyester
. f.
Daya tahan panas Daya tahan panas plastik
epoxy
yang melalui proses
curing
pada suhu kamar berbeda dengan yang melalui proses
curing
menggunakan panas tinggi. Daya tahan panas suatu material dapat dituliskan dengan standar nilai HDT
Heat Deflection Temperature
atau TG
Glass Transition Temperature
. Dengan mengacu standar PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
HDT, plastik
epoxy
yang melalui proses
curing
pada suhu kamar jarang bisa melebihi HDT diatas 70ºC, sementara yang melalui proses
curing
menggunkaan panas tinggi dapat mencapai HDT 250ºC.
Dengan pertimbangan kelebihan serta kekurangan sifat-sifat plastik
epoxy
diatas maka plastik jenis ini sering digunakan dalam berbagai pengaplikasian. Besar presentasi pengaplikasian plastik
epoxy
dapat dilihat pada Gambar 2.5.
2.1.1.4 Teknik Pembuatan Material Komposit
Terdapat beragam metode pembuatan komposit menurut Suong V. Hoa. dalam
bukunya
Principles Of The Manufacturing Of Composite Materials
2009. Metode pembuatan komposit adalah
Hand Laminating wet hand lay-up
dan
Autoclave vacum bag
,
Filament winding
dan
Fiber Placement
,
Pultrusion
, dan
Liquid Composite Molding
.
Gambar 2.5 Grafik presentasi pengaplikasian plastik
epoxy
NM
Epoxy
Handbook., 2014
Walaupun terdapat beragam metode pembuatan komposit seperti yang dijabarkan diatas. Secara umum, metode dasarnya hanyalah
Hand Laminating wet
hand lay-up
dan
Autoclave vacum bag
serta
Filament winding
dan
Fiber Placement
. Sedangkan, metode lainnya merupakan gabungan serta penyempurnaan dari metode dasar tersebut.
Pada metode
hand laminating
, prosesnya sangat konvensional dengan hanya menggunakan tangan dan alat bantu sederhana. Oleh karena itu, metode ini
merupakan yang paling murah. Akan tetapi, metode ini memiliki kelemahan dalam mendapatkan kualitas material komposit yang sempurna tanpa adanya cacat seperti
void
rongga udara. Kualitas hasil akhir ditentukan seluruhnya dari keterampilan pembuat. Sedangkan metode
Autoclave
merupakan metode penyempurnaan dari
Hand Laminating
dengan menggunakan bantuan
va cum bag
kantong kedap udara, maka hasil akhir bisa menjadi lebih sempurna minim
void
. Skema pembuatan
hand laminating
tersaji pada Gambar 2.6.
Gambar 2.6 Metode
Hand Laminating
Principles Of The Manufacturing Of Composite Materials., 2009
Metode
Filament winding
dan
Fiber Placement
merupakan metode pembuatan yang lebih kompleks dan biasanya digunakan untuk membuat material dengan
bentuk tabung, salah satunya adalah tabung bertekanan
pressure vesel
. Metode
filament winding
menggunakan gerakan
penggulungan dalam
proses pencetakannya. Lebih jelasnya dapat dilihat pada Gambar 2.7. Untuk
Fiber Placement
mirip dengan
filament winding
akan tetapi menggunakan perangkat tambahan dalam proses penggulungannya Gambar 2.8.
Gambar 2.7 Metode
Filament Winding
Principles Of The Manufacturing Of Composite Materials., 2009
Gambar 2.8 Metode
Fiber Placement
Principles Of The Manufacturing Of Composite Materials., 2009