Contoh Kasus PENERAPAN GUGATAN BERSIFAT

menemukan hukumnya dengan menggunakan berbagai metode penafsiran hukum berdasarkan intuisinya, agar dalam melaksanakan tugas yang hasil putusannya dapat dirasakan keadilannya oleh masyarakat serta memberikan kepastian hukum bagi pelaku korupsi secara jujur dan bertanggungjawab.

F. Contoh Kasus

1. Gugatan perdata pada kasus korupsi Suharto Salah satu kasus korupsi mantan Presiden Soeharto yang sempat diajukan ke pengadilan adalah perkara yang diproses di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan yaitu perkara Nomor: 842Pid.B2000PN.JAK-SEL. Dalam putusan mana terdakwa H.M. Soeharto alias Soeharto, tempat lahir di Yogyakarta, umurtanggal lahir : 79 Tahun08 Juni 1921, jenis kelamin laki- laki, kebangsaan : Indonesia, tempat tinggal di Jalan Cendana No. 8 Jakarta Pusat, agama : Islam, pekerjaan : Ketua Yayasan Beasiswa Supersemar, Yayasan Dharma Bhakti Sosial, Yayasan Dana Abadi Karya Bhakti, Yayasan Dana Sekahtera Mandiri, Yayasan Amal Bakti Muslim Pancasila, Yayasan Dana Gotong Royong Kemanusiaan Siti Hartinah Soeharto, Yayasan Bantuan Beasiswa Yatim Piatu Tri Komando Rakyat, Mantan Presiden Republik Indonesia. Dalam perkara ini, terdakwa H.M. Soeharto dikenakan tahanan kota dan tidak pernah hadir di persidangan dengan alasan sakit. Universitas Sumatera Utara Mantan Presiden Soeharto atas perbuatannya yang tersangkut dengan korupsi didakwa dengan: Primair : Perbuatan terdakwa diatur dan diancam dengan pidana dalam Pasal 1 ayat 1 sub a jo Pasal 28 jo Pasal 34 sub c Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1971 jo Pasal 65 KUHP. Subsidair : Perbuatan terdakwa diatur dan diancam dengan pidana dalam Pasal 1 ayat 1 sub b jo Pasal 28 jo Pasal 34 sub c Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1971 jo Pasal 65 KUHP. Oleh karena terdakwa H.M. Soeharto alias Soeharto tidak hadir, maka oleh Pengadilan Negeri Jakarta Selatan perkara tersebut penuntutan dinyatakan tidak dapat diterima sebagaimana putusan Pengadilan Negeri tanggal 28 September 2000 No. 842Pid.B2000PN.Jak- Sel, yang amar lengkapnya berbunyi sebagai berikut: a. Menyatakan bahwa penuntutan perkara pidana No. 842Pid.B2000PN.JakSel atas nama H.M. Soeharto alias Soeharto tidak dapat diterima; b. Membebaskan terdakwa H.M. Soeharto alias Soeharto dari tahanan kota; Kasus Almarhum Soeharto setelah diajukan ke peradilan pidana dalam perkara korupsi sesuai dengan amanat Ketetapan MPR Nomor XIMPR1998 dan Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana KUHAP. Namun, karena alasan sakit permanen, Jaksa Agung telah menghentikan penuntutan pidananya melalui surat ketetapan penghentian penuntutan pidana SKP3 yang kemudian SKP3 itu sudah dinyatakan sah secara hukum Universitas Sumatera Utara oleh Pengadilan Tinggi Jakarta setelah sebelumnya dipraperadilankan di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan. Menurut Pasal 140 ayat 1 butir a KUHAP, SKP3 yang dikeluarkan merupakan produk hukum yang sah karena didasarkan pada ketentuan yang diatur dalam KUHAP. Jaksa Agung memang dibenarkan mengeluarkan SKP3 dengan alasan-alasan tertentu, yakni jika ternyata kasus itu bukan kasus pidana, jika tidak cukup bukti, jika dihentikan demi hukum misalnya karena kedaluwarsa dan yang bersangkutan meninggal, dan jika alasan demi kepentingan umum. Pasal 140 ayat 1 KUHAP memang tidak ada penyebutan sakit permanen sebagai alasan penghentian penuntutan demi hukum, tapi penafsiran Jaksa Agung yang memasukkan sakit permanen itu sebagai alasan SKP3 sudah dinyatakan sah oleh Pengadilan Tinggi Jakarta sehingga tak perlu dipersoalkan lagi, kecuali kemudian ditemukan bukti medis bahwa Soeharto tidak sakit permanen. Namun, menemukan bukti baru bahwa Soeharto tidak sakit permanen, apalagi dengan perkembangannya seperti sekarang, rasanya mustahil, sementara banyak orang mengira SKP3 bukanlah bentuk penyelesaian hukum? 164 164 Moh. Mahfud Md., “ Kasus Hukum Soeharto: Selesai Pidananya, Sulit Perdatanya”, 15 Januari 2008, diakses pada http:klikhukum.blogspot.com200803kasus-hukum-soeharto-selesai- pidananya.html, pada tanggal 1 Mei 2009; Universitas Sumatera Utara Menurut Ketua Tim JPN Dachamer Munthe, yayasan tersebut pada awalnya bertujuan menyalurkan beasiswa kepada pelajar dan mahasiswa kurang mampu sejak tahun 1978. Yayasan yang diprakarsai Presiden Soeharto saat itu menghimpun dana negara melalui bank-bank pemerintah dan masyarakat. Sesuai Peraturan Pemerintah Nomor 15 Tahun 1976 tentang Penetapan Penggunaan Sisa Laba Bersih Bank-Bank Milik Pemerintah, yang kemudian diatur dengan Keputusan Menteri Keuangan Nomor 333KMK.0111978, serta Pasal 3 Anggaran Dasar Yayasan Supersemar, seharusnya uang yang diterima disalurkan untuk beasiswa pelajar dan mahasiswa, namun pada praktiknya tidak demikian dan telah terjadi penyelewengan. 165 Penyelewengan dana itu, menurut JPN, merupakan perbuatan melawan hukum sesuai Pasal 1365 KUHPerdata. Sebelumnya pada 21 Agustus 2000, Kejaksaan Agung berupaya menyeret mantan Presiden Soeharto menjadi pesakitan dalam perkara pidana dugaan korupsi pada tujuh yayasan termasuk Yayasan Supersemar, namun upaya itu gagal karena Soeharto sakit dan dinyatakan tidak dapat diadili. Pada 11 Mei 2006, Kejaksaan Agung mengeluarkan Surat Ketetapan Penghentian Penuntutan Perkara SKP3 HM Soeharto dan mengalihkan upaya pengembalian keuangan negara melalui pengajuan gugatan perdata. 166 165 Ibid. 166 Antara News, “Sidang Perdata Soeharto Digelar Selasa”, 07 Januari 2008, diakses pada Universitas Sumatera Utara Setelah memakan waktu yang sangat panjang, pada 23 Maret 2008, vonis hakim menyatakan Soeharto tidak terbukti merugikan keuangan negara secara melawan hukum. 2. Gugatan kepada PT Goro Batara Sakti GBS: 167 Kasus gugatan kedua ditujukan kepada PT Goro Batara Sakti GBS yang melibatkan Tommy Soeharto sebagai tergugat, dengan total nilai gugatan Rp 550,7 miliar, yang diajukan Perum Bulog. Atas gugatan itu, Tommy Soeharto mengajukan gugatan balik terhadap Perum Bulog dengan meminta ganti rugi secara keseluruhan Rp 10 triliun. Gugatan terhadap Tommy akhirnya kandas juga, ditolak pengadilan. Sebaliknya, justru Perum Bulog dihukum membayar ganti rugi materiil Rp 5 miliar. 3. Dugaan korupsi pengadaan alat berat dan mobil ambulans Pemprov Jawa Barat oleh Yusuf Setiawan: 168 Terdakwa kasus dugaan korupsi pengadaan alat berat dan mobil ambulans Pemprov Jawa Barat, Yusuf Setiawan, meninggal dunia. Direktur Penuntutan Komisi Pemberantasan Korupsi KPK Ferry Wibisono menyatakan majelis hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Tipikor akan menghentikan perkara. Namun, lanjuthya, KPK tidak akan menghentikan upaya pengembalian kerugian negara. Berdasarkan Pasal 34 167 Jawa Pos, http:antikorupsi.orgindocontentview131526 diakses pada diakses 5 Juni 2009 168 Terdakwa Meninggal, KPK Upayakan Uang Negara Kembali secara Perdata, Media Indonesia 27 Mei 2009, http:www.kpk.go.idmodulesnewsarticle.php?storyid=3167 diakses 5 Juni 2009 Universitas Sumatera Utara UU No 31 Tahun 1999 sebagaimana diperbarui dengan UU No 20 Tahun 2001, disebutkan upaya pengembalian kerugian negara akan dilakukan dengan cara perdata. Yusuf Setiawan merupakan rekanan Pemprov Jawa Barat dalam proyek pengadaan alat berat dan mobil ambulans pada 2003-2004. Kerugian negara atas kasus ini mencapai Rp 48,4 miliar. Yusuf meninggal ketika menjadi tahanan KPK. Majelis hakim yang menangani kasusnya memerintahkan jaksa untuk membantarkan Yusuf yang sakit liver akut dan gula di Rumah Sakit Medistra. Tapi setelah menjalani perawatan selama tiga hari, Yusuf meninggal dunia 169 .

G. Analisis