Kerangka Teori dan Landasan Konsepsi.

F. Kerangka Teori dan Landasan Konsepsi.

1. Kerangka Teori Di dalam melakukan suatu penelitian di perlukan adanya kerangka teoritis bahwa untuk memberikan landasan yang mantap pada umumnya setiap penelitian haruslah selalu disertai dengan pemikiran-pemikiran teoritis. 37 Salah satu yang menjadi sorotan publik terhadap dunia peradilan adalah mengenai penanganan korupsi melalui proses persidangan. Terbukti bersalah atau tidaknya terdakwa yang diajukan ke persidangan disertai dengan jumlah besaran kerugian Negara yang telah secara sah terbukti diselewengkan oleh terdakwa merupakan ujung dari sorotan publik tersebut, begitu pula dengan aspek pengembalian kerugian Negara akibat perbuatan korupsi tersebut. Penyebutan gugatan perdata yang diatur dalam Undang-Undang Tindak Pidana Korupsi hampir memiliki konsep yang sama dengan gugatan in rem yang diterapkan dalam sistem hukum common law, tetapi perbedaan yang paling menonjol adalah cara penyelesaiannya, dimana upaya hukum perdata dalam Undang-Undang Tindak Pidana Korupsi hanya mengenal proses 37 Ronny H. Soemitro, Metodologi Penelitian Hukum, Jakarta: Ghalia, 1982, hal. 37. persidangan yang mengikuti hukum perdata formil atau materil biasa. Sehingga dalam gugatan perdata dalam Undang-Undang Tindak Pidana Universitas Sumatera Utara Korupsi Dengan mengacu pada uraian yang telah diuraikan sebelumnya, dapatlah dipahami bahwa produk hukum Indonesia mengenai pengembalian aset hasil tindak pidana mendapatkan problema hukum sedangkan tindak pidana korupsi terjadi pada setiap Negara diseluruh dunia, dimana tiap negara mengimplementasikan aturan-aturan hukum materiilnya masing- masing. hanyalah dapat diajukan apabila telah ada putusan pengadilan yang telah berkekuatan hukum tetap serta adanya kewajiban bagi Jaksa Pengacara Negara untuk membuktikan adanya kerugian Negara. Problema hukum dalam Undang-Undang Tindak Pidana Korupsi inilah yang menyebabkan perlunya diadopsi pengaturan gugatan in rem pada sistem hukum common law di Indonesia. Dalam mengimplementasikan instrument ini, pemerintah harus memperhatikan sistem hukum perdata Indonesia yang berlaku sehingga diperlukan adanya perbandingan hukum antara kedua sistem hukum tersebut karena hukum menyangkut nasib manusia, baik dalam bidang perdata maupun pidana, bahkan nyawapun bisa dipertaruhkan sehingga diperlukan kecermatan, ketepatan dan mungkin juga kecepatan dalam mengambil keputusan. 38 38 Satjipto Rahardjo, Biarkan Hukum Mengalir, Jakarta : PT. Kompas Media Nusantara, 2007 Hal 95. Hukum yang baik adalah hukum Universitas Sumatera Utara yang seharusnya memberikan sesuatu yang lebih daripada sekedar prosedur hukum. 39 Perbandingan hukum Rechtsvergelijking pada dasarnya menunjukkan suatu rangkaian kegiatan membanding-bandingkan sistem hukum yang satu dengan sistem hukum yang lain; dengan perkatan lain membanding-bandingkan lembaga hukum legal institution dari suatu sistem stelsel hukum dengan lembaga hukum dari sistem hukum yang lain. 40 Menurut Soerjono Soekanto, menyatakan mengenai comparative law: Perbandingan hukum akan dapat memberikan bahan-bahan tentang faktor-faktor hukum apakah yang perlu dikembangkan atau dihapuskan secara berangsur-angsur demi integrasi masyarakat, terutama pada masyarakat majemuk seperti Indonesia dan yang menjadi tujuan akhir bukan lagi menemukan persamaan danatau perbedaan, akan tetapi justru pemecahan masalah-masalah hukum secara adil dan tepat. 41 Menurut Ridwan Khairandy, menyatakan : Perbandingan hukum itu adalah usaha mempelajari beberapa sistem hukum secara berdampingan, dengan tujuan untuk menemukan persamaan atau perbedaan dalam sistem hukum tersebut yang memungkinkan untuk mengambil kesimpulan tertentu yang dapat membantu seseorang dalam memecahkan masalah-masalah tertentu yang dikemukakan ilmu pengetahuan hukum praktik hukum. 42 39 Phillippe Nonet Philip Selzenick, Law and Society in Transition: Toward Responsive Law, NewYork: Harper Row, 2003, yang diterjemahkan oleh Rafael Edy Bosco, Op.cit. hal.59. 40 Syafruddin, Signifikasi Perbandingan Hukum Pidana dalam Proses Pembaharuan Hukum Pidana http:library.usu.ac.iddownloadfhpidana-syafruddin3.pdf, diakses 17April 2009. 41 Soerjono Soekanto, Perbandingan Hukum, Bandung : Penerbit Alumni, 1979, Hal 62 42 Sambian Utsman, Op. Cit.Hal 54 sebagaimana dikutip dari Ridwan Khairandy, Sari Kuliah Perbandingan Sistem Hukum tentang Sitem Peradilan, Program Doktor Ilmu Hukum UII, Yogyakarta: PPs FH UII, hal 1. Universitas Sumatera Utara Prof. Lambert mengklasifikasikan perbandingan hukum comparative law menjadi tiga bagian, yaitu: 43 a. Hukum secara deskriptif, yaitu mencoba untuk menginventarisasi sistem hukum pada masa lalu dan masa kini sebagai satu kesatuan maupun peraturan terpisah lainnya, di mana dalam sistem tersebut dibuat beberapa kategori hubungan hukum. b. Perbandingan mengenai sejarah hukum, yaitu mencoba untuk menemukan irama atau hukum alam dengan cara membangun sejarah hukum secara universal sebagai rangkaian dari fenomena sosial yang secara langsung melihat perkembangan dari pelembagaan hukum. c. Perbandingan mengenai peraturan hukum atau perbandingan yurisprudensi, yaitu mencoba untuk menjelaskan mengenai batang tubuh secara umum di mana doktrin hukum nasional diperuntukan untuk mencabangkan hukum itu sendiri sebagai hasil dari perkembangan studi hukum dan bangkitnya kesadaran akan hukum internasional. Lawrence M. Friedman juga memberikan pandangan yang mengatakan bahwa hukum itu tidak bersifat otonom, tetapi sebaliknya hukum bersifat terbuka setiap waktu terhadap pengaruh luar. 44 43 Pan Mohamad Faiz, Klasifikasi dan Nilai dari Perbandingan Hukum Dengan adanya perbandingan hukum antar Negara pada akhirnya akan melahirkan http:jurnalhukum.blogspot.com200703perbandingan-hukum-2.html, diakses 17 April 2009. 44 Bismar Nasution, Hukum Kegiatan Ekonomi I, Bandung: Books Terrace Library, 2007, hal. 37-38. sebagaimana dikutip dari Lawrence M. Friedman, Legal Cultur and Welfare State; Law and Society-An Introduction. Cambridge. Massachusetts. London. Harvard University Press. 1990. Hal. 89. Universitas Sumatera Utara produk hukum yang dapat diterapkan di Negara Indonesia. Hal ini juga sejalan dengan apa yang dikatakan oleh Jeremy Pope bahwa dampak dari undang-undang anti-korupsi yang normal biasanya dapat diperkuat dengan menambahkan dua unsur yaitu waktu untuk bertindak dan peran serta orang luar. 45 2. Landasan Konsepsi Untuk menghindarkan terjadinya perbedaan dalam penafsiran terhadap istilah-istilah yang digunakan dalam tesis ini, perlu kiranya penulis memberikan definisi dari istilah-istilah tersebut, antara lain: a. Gugatan bersifat in rem adalah gugatan berupa penyitaan dan pengambilalihan terhadap suatu asset 46 melalui jalur perdata. 47 b. Menganalisis Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, maka Tindak Pidana Korupsi adalah 48 45 Lihat Bismar Nasution, Menjaga Demokrasi dengan Pemberantasan Korupsi, Disampaikan pada Seminar Nasional “Bersama Rakyat Membangun Demokrasi” dilaksanakan oleh Gerakan Rakyat Untuk Demokrasi, Hotel Asean International, tanggal 13 Desember 2005, Medan. Hal 8. sebagaimana dikutip dari Jeremy Pope, Strategi Memberantas Korupsi: Elemen Sistem Integritas Nasional, Yayan Obor Indonesia,Jakarta, 2003, hal. 402 : 46 David Scott Romantz, “Civil Forfeiture and The Constitution: A Legislative Abrogation of right and The Judicial Response: The Guilt of the Res”, 28 Suffolk University Law Review, 1994, Hal 390. 47 Bismar Nasution, Memerankan Rejim Civil Forfeiture Memberantas Korupsi,Op.Cit. Hal 1. 48 Edi Yunara, Korupsi dan Pertanggungjawaban Pidana Korporasi, Berikut Studi Kasus Bandung : PT. Citra Aditya Bakti, 2005 Hal 36-37. Universitas Sumatera Utara 1. Setiap orang yang secara melawan hukum melakukan perbuatan memperkaya diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi yang dapat merugikan keuangan Negara atau perekonomian Negara Pasal 2; 2. Setiap orang dengan tujuan menguntungkan diri sendiri atau suatu badan atau suatu korporasi menyalahgunakan kewenangan, kesempatan, atau sarana yang ada padanya karena jabatan atau kedudukan yang dapat merugikan keuangan Negara atau perekonomian Negara; 3. Setiap orang yang melakukan tindak pidana sebagaimana yang dimaksud dalam Pasal 209, Pasal 210, Pasal 387, Pasal 415, Pasal 416, Pasal 417, Pasal 418, Pasal 419, Pasal 420, Pasal 423 atau Pasal 435 KUHP; serta Pasal 5, Pasal 6, Pasal 7, Pasal 8, Pasal 9, Pasal 10, Pasal 11, dan Pasal 12; 4. Setiap orang yang member hadiah atau janji kepada pegawai negeri dengan mengingat kekuasaannya atau wewenangnya yang melekat pada jabatannya atau kedudukan tersebut Pasal 13; 5. Setiap orang yang melanggar ketentuan undang-undang yang secara tegas menyatakan bahwa pelanggaran terhadap ketentuan undang- undang tersebut sebagai tindak pidana korupsi Pasal 14; 6. Setiap orang melakukan percobaan, pembantuan, atau permufakatan jahat untuk melakukan tindak pidana korupsi Pasal 15; Universitas Sumatera Utara 7. Setiap orang diluar wilayah Negara Republik Indonesia yang memberikan bantuan, kesempatan sarana atau keterangan untuk terjadinya tindak pidana korupsi Pasal 16; c. Sistem hukum adalah suatu kesatuan yang terdiri dari unsur-unsur yang mempunyai interaksi satu sama lain dan bekerja sama untuk mencapai tujuan kesatuan tersebut. Kesatuan tersebut diterapkan terhadap semua unsur-unsur juridis seperti peraturan hukum, asas hukum dan pengertian hukum. 49 d. Common law pada umumnya lebih berupa asas kaidah, bukan peraturan tertulis, tidak berupa aturan-aturan yang absolute, tetap dan tanpa dapat berubah; namun berupa asas-asas yang umum dan komprehensif berdasarkan rasa keadilan, pertimbangan akal, dan pendapat umum yang dapat diterima. Common law merupakan asal-usul dan penyebaran praktik peradilan. Asas-asasnya ini mudah beradaptasi terhadap keadaan, kepentingan, hubungan dan pemakaian ungkapan yang baru, sebagaimana kemajuan masyarakat mungkin sekali mengharuskan demikian. 50 49 Syahruddin Husein, Pengantar Ilmu Hukum, Medan : Kelompok Studi Hukum dan Masyarakat Fakultas Hukum USU,1998 Hal 115 50 Sambian Utsman, Op. Cit, Hal 65-66 sebagaimana dikutip dari steven Gifis, Law Dictionary, dalam Azizy, Elektisisme Hukum Nasional Kompetisi antara Hukum Islam dan Hukum Umum Yogyakarta : Gama Media, 2002, Hal 91. Universitas Sumatera Utara e. Civil forfeiture adalah penyitaan dan pengambilalihan suatu asset melalui gugatan in rem atau gugatan terhadap asset. 51

G. Metode Penelitian