Penerapan dan Penggunaan Gugatan Bersifat In Rem

Berdasarkan Konstitusi Thailand yang diamandemen tahun 1997, Pengadilan Tindak Pidana Korupsi di Thailand telah menentukan pada Mahkamah Agung The Supreme Court dibentuk The Criminal Division for Holders of Political Positions yaitu divisi yang dibentuk untuk mengadili para pemegang jabatan politik, seperti Perdana Menteri, Menteri, anggota House of Representatives, Senator atau pemegang jabatan politik lainnya yang didakwa melakukan tindak pidana. Misalnya, pelanggaran yang berkenaan dengan adanya indikasi kekayaan yang tidak wajar, melanggar Criminal Code, melakukan tindakan tidak terpujitidak jujur serta tindak pidana korupsi. 79

C. Penerapan dan Penggunaan Gugatan Bersifat In Rem

Implementasi gugatan bersifat in rem menggunakan pola sistem pembuktian terbalik dimana si pemilik dari aset yang di tuntut harus membuktikan bahwa dia tidak bersalah atau tidak tahu kalau aset yang dituntut adalah hasil, digunakan atau berkaitan dengan suatu kejahatan innocent owner. Hal ini tentunya sedikit berbeda dengan gugatan perdata umumnya yang mengharuskan si penuntut untuk membuktikan adanya suatu perbuatan melawan hukum dan kerugian yang dialaminya. 80 Perlu digarisbawahi bahwa pembuktian si pemilik aset dalam civil forfeiture hanya berkaitan dengan hubungan antara sebuah tindak pidana dan aset 79 Lihat Bismar Nasution, Menjaga Demokrasi dengan Pemberantasan Korupsi, Ibid, Hal 4 80 Bismar Nasution, Memerankan Rejim Civil Forfeiture Memberantas Korupsi,Op.Cit. Hal 2. Universitas Sumatera Utara yang dituntut atau dengan kata lain pemilik hanya perlu membuktikan bahwa “aset tersebut tidak bersalah”. Jika si pemilik tidak dapat membuktikan bahwa “aset tersebut tidak bersalah” maka aset tersebut dirampas untuk negara. Sehingga dalam civil forfeiture si pemilik aset tidak harus membuktikan bahwa dia tidak bersalah atau tidak terlibat dalam sebuah tindak pidana. 81 Untuk mempermudah pemahaman tentang cara kerja civil forfeiture dapat dilihat dari ilustrasi kasus berikut ini: 82 Seorang pelaku tindak pidana menyewa sebuah mobil dari sebuah perusahaan penyewaan mobil dan melakukan perampokan pada sebuah bank. Pemerintah kemudian melakukan civil forfeiture terhadap mobil tersebut untuk disita dan diambilalih kepemilikannya untuk negara. Dalam persidangan, pemerintah cukup membuktikan adanya dugaan terhadap hubungan antara perampokan yang dilakukan dengan mobil tersebut sesuai dengan standar pembuktian perdata. Apabila pemerintah berhasil membuktikan hal ini, maka pemerintah umumnya akan melakukan pengumuman di media massa dalam kurun waktu tertentu. Selanjutnya, apabila dalam kurun waktu tersebut tidak ada pihak ketiga yang berkeberatan atas penyitaan dan pengambilalihan mobil tersebut, maka mobil tersebut secara otomatis dirampas untuk negara. Namun apabila si perusahaan mobil berkeberatan atas civil forfeiture yang dilakukan pemerintah, maka si perusahaan mobil kemudian melakukan pembelaan sebagai pihak ketiga. Di dalam persidangan, perusahaan mobil tersebut harus membuktikan bahwa dia adalah pemilik tidak bersalah innocent owner dengan menunjukkan bukti bahwa dia tidak tahu atau tidak menduga kalau mobil yang dimilikinya bakal digunakan untuk merampok bank. Disini si perusahaan mobil tidak perlu membuktikan bahwa dia tidak terlibat atau tidak mempunyai hubungan dengan perampokan tersebut. Apabila si perusahaan mobil tersebut dapat membuktikan bahwa dia adalah innocent owner maka mobil tersebut akan dikembalikan kepadanya. 81 Ibid. 82 Ario Wandatama dan Detania Sukarja, Op. Cit, Hal 6. Universitas Sumatera Utara Pada contoh kasus di Amerika Serikat yaitu United States v. Buena Vista Avenue, 113 S. Ct. 1126 1993 83 Dalam perkara ini, pemerintah mengajukan satu gugatan in rem kelembagaan terhadap sebidang tanah dimana rumah si terdakwa berlokasi, dengan tuduhan bahwa dia telah membeli kekayaan tersebut dengan dana yang diberikan kepadanya oleh Joseph Brenna sebagai “hasil yang dapat diketahui asalnya” dari tindak pidana dan illegal. Kekayaan tersebut oleh karenanya dapat dirampas dan disita berdasarkan Comprehensive Drug Abuse Prevention and Control Act 1970, 21 U.S.C. Pasal 881a6. , dimana pemilik rumah dituduh telah membeli rumah dengan dana yang harus diketahui berasal dari hasil kejahatan. Namun si pemilik mengajukan keberatan, bahwa “tidak mengetahui” asal uang yang digunakan untuk membeli rumah tersebut dan merasa sebagai innocent owne. 84 Pada tahun 1982, Joseph Brenna memberikan kepada tergugat sekitar 240.000 untuk rumah di mana ia dan tiga anaknya sejak itu tinggal. Dari tahun 1981 sampai berpisahnya tahun 1987, ia tetap berhubungan pribadi dengan Brenna. Ada kemungkinan yang dapat dipercaya bahwa uang yang digunakan untuk membeli rumah adalah hasil dari tindak pidana, tetap tergugat bersumpah 83 Erman Rajagukguk, Rejim Anti Pencucian Uang dan Undang-Undang Tindak Pidana Pencucian Uang, Disampaikan pada Lokakarya “Anti Money Laundering” Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara, Medan 15 September 2005. Hal 12, http:ermanhukum.comMakalah ER pdfRezim Anti Pencucian Uang Dan Undang.pdf diakses pada 11 Juni 2009. 84 Erman Rajagukguk, Rejim Anti Pencucian Uang dan Undang-Undang Tindak Pidana Pencucian Uang,Op.Cit. sebagaimana dikutip dari Yenti Ganarsih, Kriminalisasi Pencucian Uang Money Laundering. Jakarta: Universitas Indonesia, Fakultas Hukum, Pascasarjana, 2003. hal. 230. Universitas Sumatera Utara bahwa ia tidak mengetahui asal-usul dana tersebut. Tergugat dalam klaimnya menyatakan ia adalah “innocent owner” berdasarkan Pasal 881 a6. 85 Pengadilan distrik menolak pembelaan ini berdasarkan 2 alasan: “First, it ruled that “innocent owner” defense may only be invoked by those who can demonstrate that they are bonafide purchasers for value” emphasis in original; Second, the court read the statute to offer the innocent owner defense only to persons who acquired an interest in the property before the act giving rise to the forfeiture took place” Tergugat mengajukan banding. Pengadilan banding menolak argumen tergugat dengan mengatakan, “… respondent could not be an innocent owner unless she acquired the propery before the drug transaction occured.” Mahkamah Agung yang dipimpin oleh Hakim Agung Stevens, akhirnya menetapkan bahwa: 86 1. Perlindungan yang diperoleh oleh “para pemilik tak bersalah” berdasarkan ketetapan dari Comprehensive Drug Abuse Prevention and Control Act 1970 tidak terbatas pada para pembeli ‘bona fide’; 2. Doktrin yang didukung hubungan ‘common law’ tidak berarti kepemilikan pemerintah atas kekayaan tersebut perumahan real estate yang dibeli dengan uang hasil tindak pidana yang ilegal sebelum penyitaan telah diputuskan; 3. Amendemen tahun 1984 terhadap ‘Comprehensive Drug Abuse Prevention and Control Act 1970’, yang menentukan hasil dari transaksi obat terlarang di AS setelah diberlakukannya amendemen, tersebut menyebabkan 85 Ibid. 86 Ibid. Universitas Sumatera Utara penyitaan, tidak berarti kepemilikan pemerintah atas kekayaan tersebut telah diputuskan.

D. Upaya Pemberantasan Korupsi oleh Negara-Negara di Dunia