Beberapa Model Pengambilan Keputusan

2.3.2. Beberapa Model Pengambilan Keputusan

2.3.2.1. Model Pengambilan Keputusan Berdasarkan Teori Prospek

Cara seseorang mengambil keputusan, menurut Sarwono (1999:124), dapat dideskripsikan melalui teori psikologi sosial yang bernama Teori Prospek. Keuntungan dari teori ini, adalah bahwa psikologi dapat meramalkan perilaku secara lebih tepat dan dapat menyarankan kepada seseorang untuk mengambil pilihan yang paling tepat jika dapat diketahui secara akurat berbagai elemen

Teori Prospek, menurut Kahneman dan Tversky (Sarwono, 1999:124- 125), adalah teori yang mendeskripsikan bagaimana individu mengambil keputusan. Cikal bakal teori ini sebenarnya tidak asing bagi disiplin psikologi. Teori ini menjadi terkenal karena diterbitkan dalam jurnal ekonomi “Econometrica” sebagai alternatif dari Teori Harapan Utilitas yang bisa dijagokan dalam disiplin ekonomi.

Dalam literatur, analisis mengenai pengambilan keputusan biasanya digolongkan ke dalam dua kategori menurut derajat probabilitas yang menyertai konsekuensinya, yaitu keputusan tanpa risiko (riskless decision) dan keputusan berisiko (risky decision). Namun perlu diperhartikan, bahwa istilah tanpa atau dengan risiko ini dipakai dalam konteks besarnya probabilitas yang menyertai suatu konsekuensi, bukan dalam pengertian percakapan sehari-hari, bahwa “tanpa risiko” umumnya berkonotasi pada sebuah keputusan yang ‘mudah’ (Sarwono, 1999:125-126).

Menurut Teori Prospek, sebuah keputusan diambil setelah melewati dua tahap kognitif, yaitu tahap editing dan tahap evaluating. Pada tahap editing, setiap alternatif disederhanakan melalui sejumlah proses mental. Setelah diedit, individu mengevaluasi setiap alternatif dan memilih alternatif yang mendapat nilai tertinggi atau yang terbaik. Dalam mengevaluasi (tahap evaluating) tersebut, individu diandaikan memakai fungsi nilai yang memiliki tiga karakteristik, yaitu: Pertama, konsekuensi diterjemahkan ke dalam deviasi dari suatu titik referensi yang umumnya dipersepsi sebagai keuntungan (deviasi positif), kerugian (deviasi negatif), atau netral (jika tepat pada titik referensi).

psikofisik, seperti perbedaan nilai subjektif antara 1 dan 2 jiwa lebih besar daripada antara 101 dan 102 jiwa. Secara objektif memang perbedaannya sama yakni satu jiwa, tetapi secara subjektif maknanya berbeda tergantung apakah satu jiwa itu dekat atau jauh dari titik referensi. Sebab, pada domain keuntungan individu cenderung menghindari resiko (risk aversion), dan pada domain kerugian individu cenderung mencari resiko (risk seeking). Ketiga, respon terhadap kerugian jauh lebih ekstrim daripada respon terhadap keuntungan, seperti besarnya kesedihan dari kerugian satu jiwa (dari satu orang yang meninggal) melebihi besarnya kebahagiaan dari keuntungan satu jiwa (dari satu orang yang diselamatkan) (Sarwono, 1999:126). Ketiga karakteristik fungsi nilai tersebut dapat diilustrasikan dengan fungsi yang mirip dengan huruf S pada

Gambar 2.2 sebagai berikut:

Nilai subyektif

Kerugian Keuntungan

Gambar 2.2 Fungsi Nilai Teori Prospek

Sumber: Sarwono (1999:128)

Pada Gambar 2.2. di atas terlihat bahwa garis vertikal (tegak lurus) menunjukkan nilai subjektif yang seharusnya ditegakkan dalam pembuatan Pada Gambar 2.2. di atas terlihat bahwa garis vertikal (tegak lurus) menunjukkan nilai subjektif yang seharusnya ditegakkan dalam pembuatan

Mengenai model pengambilan keputusan ini, Sarwono (1999:129-130) memberikan illustrasi dengan penjelasan yang dipakai oleh McDermott dalam menerangkan keputusan Presiden Carter menyetujui operasi militer untuk membebaskan sandera staf kedubes Amerika Serikat di Teheran bulan April 1980. Pada saat itu Carter dilukiskan berada dalam domain kerugian akibat Pemerintah Revolusi Iran menolak berunding langsung dengannya, meningkatnya frustasi publik terhadap tidak menentunya nasib para sandera, ketidakpuasan anggota parlemen serta pejabat pemerintah terhadap cara penanganan sandera, di samping kampanyenya untuk memperpanjang masa jabatan presiden yang tidak berjalan dengan baik. Hal ini membuatnya mencari risiko dengan menyetujui alternatif yang secara militer dan politis sangat berbahaya. Sejarah mencatat operasi ini gagal dengan korban 8 jiwa, dan Carter dikalahkan Reagan dalam pemilihan umum.

Dalam kasus keluarga, peran ganda perempuan (ibu rumah tangga yang bekerja di luar rumah) misalnya, menurut Rini (2002) mengalami banyak persoalan, baik persoalan yang timbul dalam diri pribadi sang ibu tersebut maupun tekanan yang timbul sebagai akibat dari pelaksanaan peran ganda itu sendiri. Dalam banyak kasus, kemampuan manajemen waktu dan manajemen rumah tangga merupakan salah satu kesulitan yang paling sering dihadapi oleh para ibu yang bekerja. Mereka harus dapat memainkan peran gandanya tersebut

yang sabar dan bijaksana untuk anak-anak, menjadi istri yang baik bagi suami, serta menjadi ibu rumah tangga yang bertanggungjawab atau keperluan dan urusan rumah tangga. Di tempat kerja, mereka pun mempunyai komitmen dan tanggungjawab atas pekerjaan yang dipercayakan kepadanya hingga mereka harus menunjukkan prestasi kerja yang baik. Sementara itu, dari dalam diri mereka pun sudah ada keinginan ideal untuk berhasil melaksanakan kedua peran tersebut secara proporsional dan seimbang. Namun demikian kenyataan ideal tersebut cukup sulit untuk dicapai karena beberapa faktor, misalnya pekerjaan di kantor sangat berat, sedangkan suami di rumah kurang bisa ‘bekerjasama’ untuk ikut menyelesaikan pekerjaan rumah, sementara anak-anak juga menuntut perhatian dirinya. Akhirnya, sang ibu tersebut akan merasa sangat lelah karena dirinya merasa dituntut untuk terus memberi dan memenuhi kebutuhan orang lain. Belum lagi, jika ternyata suami dan anak-anak merasa kurang mendapat perhatian, maka tidak heran jika lama kelamaan dirinya mulai dihinggapi depresi karena merasa tidak bisa membahagiakan keluarganya.

Memang ada yang bisa menikmati peran gandanya itu, karena bagaimana pun juga kerja di luar rumah mempunai manfaat positif bagi sang ibu maupun keluarga, seperti dapat mendukung ekonomi rumah tangga, meningkatkan harga diri dan pemantapan identitas, pemenuhan kebutuhan sosial dan aktualisasi diri. Tetapi tidak sedikit yang merasa kesulitan hingga akhirnya persoalan-persoalan rumit kian berkembang dalam hidup sehari-hari. Jika dengan bekerja ternyata mendatangkan problem yang cukup memusingkan, maka apa manfaatnya jika seorang ibu pergi bekerja mencari nafkah di luar rumah? (Rini, 2002).

Jawaban atas pertanyaan itulah sebuah keputusan yang memerlukan pemikiran dan evaluasi yang teliti sebagaimana yang dimaksud dalam model pengambilan keputusan berdasarkan Teori Prospek. Singkatnya, bahwa pada prinsipnya fungsi nilai menterjemahkan konsekuensi objektif menjadi nilai subjektif dari mkonsekuensi. Teori Prospek juga mengajukan fungsi keputusan yang pada prinsipnya menterjemahkan probabilitas yang menyertai konsekuensi menjadi nilai subjektif dari probabilitas. Dengan demikian, nilai total dari sebuah alternatif adalah nilai subjektif konsekuensi dengan diberi bobot nilai subjektif dari probabilitasnya (Sarwono, 1999:130).

2.3.2.2. Model Pengambilan Keputusan Berdasarkan Perilaku

Model pengambilan keputusan ini sering pula disebut model deskriptif, karena mencoba membahas proses pengambilan keputusan menurut realita, apa dan bagaimana proses tersebut berlangsung, bukan didasarkan pada pentingnya prosedur pengambilan keputusan tertentu juga bukan pada tujuan pengambilan keputusan. Model ini dibangun oleh Duncan atas dasar asumsi, bahwa (1) si pengambil keputusan adalah seseorang yang lebih mengutamakan kepuasan daripada keuntungan; (2) manusia selalu bergerak dalam batas rasionalitas, karenanya manusia tidak akan mampu menemukan kemungkinan atau alternatif- alternatif, hasilnya dan kerugiannya; (3) proses penemuan alternatif selalu berurutan sehingga analisis setiap alternatif akan mempengaruhi proses pemilihan dari alternatif-alternatif tersebut (Indrawijaya, 1983:58).

Menurut Carter (Indrawijaya, 1983:60), model perilaku ini mungkin lebih Menurut Carter (Indrawijaya, 1983:60), model perilaku ini mungkin lebih

Formulation of satisfactory goal through bargaining of diverse

coalitions

Definition and analysis of

decision problem

Feedback

Evaluation Follow up

Sequential generation of

alternatives

Bounded rationality

Selection of satisfactory alternatives through sequential

search

Implementation of decision

Dari Gambar 2.3 dapat diketahui bahwa proses pengambilan keputusan dimulai dari perumusan tujuan, untuk kemudian dilanjutkan dengan tahap pendefinisian dan analisis masalah. Pada tahapan itu akan ditemukan beberapa alternatif keputusan, kemudian dipilih alternatif yang paling bisa memuaskan banyak pihak, baru kemudian dilaksanakan. Proses pengambilan keputusan yang demikian ini akan berlangsung secara berulang-ulang dalam permasalahan yang relatif hampir sama.

2.3.2.3. Model Pengambilan Keputusan Konsumen

Model ini tak lepas dari perkembangan disiplin ilmu perilaku konsumen yang semula beranggapan bahwa konsumen dalam usahanya memaksimumkan kepuasan menghadapi kendala pendapatan dan harga barang-barang, sedangkan preferensi dan faktor-faktor lain yang mempengaruhi pengambilan keputusan diabaikan atau dikenal dengan istilah ceteris paribus. Engel, Blackwell dan Miniard (Sumarwan, 2003:30) mengemukakan bahwa berbagai teori perilaku konsumen yang berkembang tidak diuji secara empiris sampai pertengahan abad

20. Pengujian empiris dengan survey dan eksperimen banyak dilakukan setelah disiplin pemasaran pada program studi bisnis dan disiplin studi konsumen pada program studi ekonomi rumah tangga (family and consumer sciences) berkembang. Pada dekade 1960-an disiplin perilaku konsumen muncul sebagai sebuah disiplin yang berbeda. Perkembangan ini tak lepas dari pengaruh yang 20. Pengujian empiris dengan survey dan eksperimen banyak dilakukan setelah disiplin pemasaran pada program studi bisnis dan disiplin studi konsumen pada program studi ekonomi rumah tangga (family and consumer sciences) berkembang. Pada dekade 1960-an disiplin perilaku konsumen muncul sebagai sebuah disiplin yang berbeda. Perkembangan ini tak lepas dari pengaruh yang

George Katona dikenal sebagai bapak ekonomi psikologi. Robert Ferber adalah seorang ekonom yang mengembangkan teori perilaku konsumen dengan menerapkan prinsip-prinsip psikologi dan ekonomi. Sedangkan John A. Howard bersama Jagdish N. Sheth memberikan kontribusi yang sangat penting bagi teori perilaku konsumen, terutama model pengambilan keputusan konsumen yang dikenal sebagai “Howard and Sheth model“ sebagaimana Gambar 2.4 berikut.

KEGIATAN PEMASARAN

PROSES PENGAMBILAN KEPUTUSAN

Pengenalan Kebutuhan

FAKTOR FAKTOR PERBEDAAN

Pencarian Informasi

LINGKUNGAN INDIVIDU

KONSUMEN KONSUMEN

Evaluasi Alternatif

Pembelian Konsumsi/Kepuasan IMPLIKASI

Gambar 2.4 Model Pengambilan Keputusan Konsumen Sumber: Howard & Sheth (Sumarwan, 2003:31)

Pada Gambar 2.4 di atas terlihat bahwa kepuasan konsumen dalam membeli atau mengkonsumsi produk dan jasa akan dipengaruhi oleh tiga faktor utama, yaitu (a) kegiatan pemasaran, (b) faktor perbedaan individu konsumen; dan (c) faktor lingkungan konsumen. Sedangkan proses pengambilan keputusan konsumen meliputi lima tahapan, yaitu:

1. Tahap pengenalan kebutuhan. Tahap ini muncul ketika seseorang menghadapi suatu masalah, yaitu terdapat perbedaan antara yang diinginkan dengan yang sebenarnya terjadi. Seperti ibu yang bekerja menghadapi masalah tekanan waktu, dia harus mencuci baju keluarga tetapi tidak ada kesempatan untuk melakukannya. Kondisi seperti ini dapat membangkitkan pengenalan kebutuhan akan mesin pencuci atau pembantu rumah tangga.

2. Tahap pencarian informasi. Ketika si ibu menganggap kebutuhannya bisa dipenuhi dengan membeli mesin pencuci, maka ia akan mencari informasi tentang produk itu, seperti jenis mesin pencuci, merek dan harganya, di toko mana produk itu, dan bagaimana cara pembayarannya.

3. Tahap evaluasi alternatif. Setelah ibu tesebut mendapat banyak informasi tentang produk yang dibutuhkan, maka ia akan mengevaluasi pilihan produk dan merek, serta memilihnya sesuai dengan yang diinginkan. Pada tahap ini, konsumen biasanya membandingkan berbagai pilihan dengan menggunakan berbagai macam kriteria, misalnya kualitas, kapasitas, merek, harga, pembuat produk, dan terkadang aspek hedonik dan psikologis ikut pula menjadi kriteria evaluasi.

4. Tahap pembelian. Setelah si ibu tersebut memutuskan alternatif yang akan 4. Tahap pembelian. Setelah si ibu tersebut memutuskan alternatif yang akan

5. Tahap konsumsi dan kepuasan. Setelah memperoleh produk biasanya akan diikuti oleh proses konsumsi atau penggunaan produk, yang hasilnya tentu akan melahirkan perasaan puas atau tidak puas terhadap produk yang dikonsumsi atau yang digunakannya.