Teori Pertukaran Sosial sebagai Pendekatan Pengkajian Keluarga

2.6. Teori Pertukaran Sosial sebagai Pendekatan Pengkajian Keluarga

Pada dasarnya perkawinan merupakan kontrak sosial yang melambangkan ikatan sosial antar pribadi untuk membentuk keluarga yang sejahtera, dalam arti terpenuhi kebutuhan hidupnya, baik secara biologis maupun psikologis. Untuk itu setiap perkawinan selalu mengandung konsekuensi berupa hak dan kewajiban antar pribadi maupun hak dan kewajiban bersama, atau dalam teori pertukaran disebut dengan hubungan sosial menurut biaya (cost) dan imbalan (reward).

Apabila proses pertukaran antara biaya (cost) dan imbalan (reward) ini terjadi seimbang, dalam arti kedua belah pihak dapat meraih ‘keuntungan’ yang seimbang, maka kesejahteraan keluarga akan terwujud. Johnson (Pelly dan Menanti, 1994:77) mengatakan bahwa ahli-ahli ilmu sosial-ekonomi berpendapat Apabila proses pertukaran antara biaya (cost) dan imbalan (reward) ini terjadi seimbang, dalam arti kedua belah pihak dapat meraih ‘keuntungan’ yang seimbang, maka kesejahteraan keluarga akan terwujud. Johnson (Pelly dan Menanti, 1994:77) mengatakan bahwa ahli-ahli ilmu sosial-ekonomi berpendapat

Oleh karena itu, apabila aspek biologis dan psikologis yang merupakan la tar belakang terjadinya perkawinan merupakan ‘komoditi’ bersama, dalam arti sumberdaya yang diperoleh dan digunakan karena adanya kesediaan dari kedua belah pihak, maka kenyataan ini cenderung merupakan hubungan pertukaran yang teratur dalam kehidupan keluarga. Latar belakang inilah yang mendorong penelitian ini memilih teori pertukaran sosial dari Homans sebagai pendekatan untuk mengkaji permasalahan secara keseluruhan.

Secara umum dapat dipahami bahwa teori pertukaran sosial dari Homans dimulai dengan pertukaran antar individu. Sebab, Homans berpendirian bahwa prinsip-prinsip psikologis individulah yang dapat menjelaskan makna perilaku sosial lebih dari sekadar usaha mendeskripsikan atau menggambarkannya. Karena itu penjelasan Homans cenderung ‘berbau’ psikologis, karena dia mengutamakan perasaan-perasaan manusia yang bersifat alamiah. Bahkan penjelasan Homans lebih banyak mengabaikan determinasi (ketentuan- ketentuan) sosiologis (budaya) yang menekankan kecenderungan integrasi dan solidaritas sosial.

Menurut Johnson (Pelly dan Menanti, 1994:78), ada tiga konsep utama yang menurut Homans dapat digunakan untuk menggambarkan proses-proses sosial dalam kelompok kecil (keluarga), yaitu (1) kegiatan, (2) interaksi, dan (3) perasaan (sentiment). Ketiga konsep ini saling terkait dan merupakan suatu kesatuan yang terorganisasi. Setiap kegiatan akan dipengaruhi oleh pola

sebaliknya. Apabila salah satu elemen berubah, maka elemen yang lain akan berubah pula. Keterpaduan ketiga elemen ini, menurut Homans, dapat dilihat sebagai suatu sistem internal dan sistem eksternal. Apabila keterkaitan anggota kelompok (keluarga), misalnya hanya untuk memenuhi norma-norma untuk mempertahankan keanggotannya, maka usaha untuk penyesuaian diri dengan lingkungan struktural ini dipandang sebagai sistem eksternal. Tetapi apabila anggota kelompok tersebut juga dapat mengembangkan diri, maka ketiga faktor (kegiatan, interaksi, dan perasaan) tersebut dapat dilihat sebagai sistem internal. Kedua sistem ini (internal dan eksternal) satu sama lain saling berhubungan dan tergantung. Apabila terjadi perubahan dalam satu sistem maka sistem lainnya akan terpengaruh.

Selanjutnya Johnson (Pelly dan Menanti, 1994:78-79) menjelaskan bahwa Homans menggunakan prinsip-prinsip psikologi perilaku (behavioral psychology) untuk landasan teoretis pertukarannya. Dari teori ekonomi, Homans mengambil konsep-konsep biaya (cost), imbalan (reward), dan keuntungan (profit) untuk menggambarkan perilaku manusia. Sebab, perilaku manusia, menurut Homans, dapat digambarkan sebagai pergulatan untuk pilihan yang mencerminkan ketiga konsep ekonomi tersebut. Ia ingin memperlihatkan bahwa pertukaran ekonomi pasar mencakup pertukaran sosial. Menurut Homas, dukungan sosial (social approval) seperti halnya uang (yang akan memberikan profit) dapat dilihat sebagai reward. Dengan demikian perilaku sosial dapat dilihat sebagai suatu pertukaran kegiatan paling kurang antara dua orang (yang nampak atau tersembunyi), dan lebih kurang memberikan reward/profit dan

Adapun penerapan prinsip-prinsip pertukaran dasar, menurut Johnson (Pelly & Menanti, 1994:79-80) dari berbagai eksperimen Homans memperlihatkan:

a. Social approval (dukungan sosial) atau ungkapan positif seseorang atau suatu kelompok terhadap orang lain merupakan suatu reward. Reward ini diberikan kepada seseorang yang melakukan kegiatan bernilai walaupun secara pribadi tidak memperoleh keuntungan (profit) dari kegiatan itu.

b. Kelompok yang kompak memperlihatkan tingkat konformitas (kesamaan) yang tinggi terhadap norma-norma kelompok. Sebaliknya tingkat konformitas yang rendah terhadap norma-norma tersebut berlaku terhadap kelompok yang tidak kompak.

c. Dalam kelompok yang kompetitif dan selalu mengalami konflik (yang tidak sehat) proses pertukaran akan menggunakan hukuman, biaya dan pemaksaan (positive reinforcement).

d. Orang yang sama statusnya harus mampu memberikan social approval satu sama lain dengan biaya yang relatif rendah. Tetapi orang akan memberikan biaya yang lebih besar kepada orang yang statusnya lebih tinggi karena mengharapkan imbalan (reward) yang tinggi pula. Sebaliknya, seseorang akan mengeluarkan biaya yang lebih rendah kepada orang yang lebih rendah statusnya karena imbalan (reward) yang dapat diterima jauh lebih rendah.

e. Apabila konformitas terhadap norma institusional kurang dihargai lagi atau menjadi lebih mahal maka tingkat penyimpangan sosial akan makin besar, konsekuensinya pola institusional itu akan mengalami perubahan.