Pengaruh Proses Pengambilan Keputusan da

TESIS PENGARUH PROSES PENGAMBILAN KEPUTUSAN DALAM PENGGUNAAN KEUANGAN TERHADAP PERILAKU EKONOMI KELUARGA KARYAWAN STKIP PGRI JOMBANG ASMUNI SYUKIR PROGRAM PASCASARJANA UNIVERSITAS AIRLANGGA SURABAYA 2005

TESIS PENGARUH PROSES PENGAMBILAN KEPUTUSAN DALAM PENGGUNAAN KEUANGAN TERHADAP PERILAKU EKONOMI KELUARGA KARYAWAN STKIP PGRI JOMBANG ASMUNI SYUKIR PROGRAM PASCASARJANA UNIVERSITAS AIRLANGGA SURABAYA 2005

PENGARUH PROSES PENGAMBILAN KEPUTUSAN DALAM PENGGUNAAN KEUANGAN TERHADAP PERILAKU EKONOMI KELUARGA KARYAWAN STKIP PGRI JOMBANG TESIS

Untuk memperoleh Gelar Magister Dalam Program Studi Pengembangan Sumber Daya Manusia Pada Program Pascasarjana Universitas Airlangga

Oleh :

ASMUNI SYUKIR NIM 090114385 / M

PROGRAM PASCASARJANA UNIVERSITAS AIRLANGGA SURABAYA Tanggal 30 Agustus 2005

Lembar Pengesahan

TESIS INI TELAH DISETUJUI PADA TANGGAL: 22 AGUSTUS 2005

Oleh Pembimbing Ketua

Prof. Dr. SRI KARDJATI, dr., M.Sc. NIP. 130 355 363 2

Pembimbing

Drs. SURYANTO, M.Si.

NIP. 3

Mengetahui Ketua Program Studi Ilmu PengembanganSDM Wakil,

Dr. SUNARJO, DR., MS., M.Sc. NIP. 130 685 841

Telah diuji pada Tanggal 30 Agustus 2005

PANITIA PENGUJI TESIS

Ketua : Dr. HARIADI SOEPARTO,dr,DOR,M.Sc,APU .…………………..

Anggota : 1. Dr. SURYANTO, drs, M.Si. ……………………

2. Prof. Dr. L. DYSON, M.Sc. ……………………

3. Prof. KUNTORO, dr, MPH, Dr.PH. ……………………

4. I.B. WIRAWAN, drs, M.S ……………………

UCAPAN TERIMA KASIH

Pertama-tana saya panjatkan puji syukur kehadlirat Allah Yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang atas limpahan rahmat dan karuniaNya sehingga tesis ini dapat diselesaikan sebagai salah satu prasyarat meraih gelar Magister Sain Pengembangan Sumber Daya Manusia pada Program Pascasarjana Universitas Airlangga Surabaya.

Terima kasih yang tak terhingga dan penghargaan yang setinggi-tingginya saya sampaikan kepada Ibu Prof. Dr. SRI KARDJATI, dr. M.Sc. selaku pembing utama sekaligus sebagai Ketua Minat Keluarga dan Masyarakat Program Studi Pengembangan Sumber Daya Manusia yang dengan penuh ketulusan, kesabaran dan perhatian dalam memberikan dorongan, bimbingan dan saran-saran dalam penyelesaian tesis ini.

Terima kasih yang tak terhingga dan penghargaan yang setinggi-tingginya juga saya sampaikan kepada Bapak Dr. SURYANTO, drs., M.Si selaku pembimbing yang dengan penuh ketulusan, kesabaran dan perhatian dalam memberikan dorongan, bimbingan, saran dan kritik dalam penyelesaian tesis ini.

Saya ucapan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada Pemerintah Republik Indonesia c.q. Direktur Jendral Pendidikan Tinggi Departemen Pendidikan Nasional melalui Direktur Program Pascasarjana Universitas Airlangga yang telah memberikan bantuan finansial (BPPS), sehingga meringankan beban saya dalam menyelesaikan studi dan tesis ini.

Selanjutnya ucapan terima kasih yang sebesar-besarnya juga saya sampaikan kepada semua pihak yang telah memberikan kontribusi yang besar terhadap selesainya studi saya dan tesis ini, terutama kepada: Rektor Universitas Airlangga atas kesempatan dan fasilitas yang diberikan kepada saya untuk mengikuti pendidikan program Magister. Direktur Program Pascasarjana Universitas Airlangga yang telah memberikan kesempatan kepada saya untuk mengikuti pendidikan program Magister dan mengusahakan BPPS. Ketua dan Wakil Ketua Program Studi Pengembangan Sumber Daya Manusia Program Pascasarjana Universitas Airlangga atas kesempatan, dorongan dan bimbingan yang diberikan kepada saya selama mengikuti pendidikan pada program studi PSDM. Penguji usulan penelitian, yaitu Bapak Prof. Dr. SOEDJONO ABIPRAJA, S.E, Prof. KUNTORO, dr, MPH, Dr.PH, dan I.B. WIRAWAN, drs, M.S yang penuh ketulusan memberikan saran dan kritik yang sangat berharga untuk penyusunan tesis ini. Panitia penguji tesis, yaitu Bapak Dr. HARIADI SOEPARTO, dr, DOR, M.Sc, APU selaku ketua penguji, dan Bapak Prof. Dr. L. DYSON, M.Sc, Bapak Prof.

Ketua STKIP PGRI Jombang Bapak Drs. SIYONO WM, M.Pd. yang telah memberikan kesempatan kepada saya untuk melanjutkan pendidikan pada Program Pascasarjana Universitas Airlangga. Karyawan dan karyawati serta keluarga besar STKIP PGRI Jombang yang penuh ketulusan membantu pelaksanaan penelitian ini.

Secara khusus, penghargaan saya berikan kepada istriku KHUSNIAH dan anak-anakku ADEL HIKAM ARIF, YUQA SUHHA ALHANIF dan ZIADA ELMA ARIFA atas pengorbanan dan pengertiannya selama saya studi di Program Pascasarjana Universitas Airlangga.

Penghargaan yang setulus-tulusnya juga saya sampaikan kepada Dra. AGUNG KESNAMAHATMAHARTI, M.Kes. dan WINARDI, S.H., M.Hum. serta Drs. MUSLIMIN, M.Si selaku sahabat dan mitra kerja di STKIP PGRI Jombang yang penuh ketulusan memberikan dukungan sehingga tesis ini dapat terselesaikan.

Kepada sahabatku PAHRIONO, DIDIK, RIBUT dan AJI serta teman- teman pengurus LSM-ELJIMAS Jombang dan Sidoarjo saya ucapkan terima kasih yang sedalam-dalamnya atas dukungan morilnya pada saat saya menempuh ujian tesis.

Semoga jasa yang baik dari semua pihak mendapat balasan yang berlipat ganda dari Allah yang Maha Pemurah. Saya berharap semoga penelitian ini memberikan manfaat kepada kita semua, khususnya kepada pihak-pihak yang menaruh minat terhadap pengembangan SDM keluarga dan masyarakat. Amiin.

Jombang, September 2005 Peneliti

PENGARUH PROSES PENGAMBILAN KEPUTUSAN DALAM PENGGUNAAN KEUANGAN TERHADAP PERILAKU EKONOMI KELUARGA KARYAWAN STKIP PGRI JOMBANG

Oleh: Asmuni Syukir (090114385/M)

RINGKASAN

Sejalan dengan perubahan nilai-nilai kondisi sosial, ekonomi, budaya dan teknologi, maka peran suami-istri dalam keluarga juga mengalami perubahan, sehingga peran mereka tidak lagi didasarkan atas sebuah tradisi atau budaya sosial yang bersifat mengikat. Peran instrumental yang selama ini dipegang oleh laki-laki secara perlahan juga diperankan oleh perempuan dalam mencari nafkah untuk keluarganya. Bahkan dalam kehidupan sekarang seringkali dijumpai bahwa laki-laki juga menjalankan pekerjaan, yang secara tradisional dan karakteristik pekerjaan, dilakukan oleh perempuan. Dalam aktivitas keluarga sekarang yang terjadi adalah fleksibilitas fungsi atau peran laki-laki dan perempuan (suami-istri).

Peran ganda perempuan berkeluarga baik sebagai perempuan karir dan ibu rumah tangga merupakan tantangan yang cukup berat dalam upaya menciptakan keluarga sejahtera. Tingkat partisipasi angkatan kerja (TPAK) perempuan dari waktu ke waktu menunjukkan peningkatan karena beberapa faktor sosial, ekonomi ataupun faktor lain yang bersifat internal. Hal itu disadari bahwa keluarga sehat, bahagia dan sejahtera merupakan syarat utama untuk menciptakan sumber daya manusia (SDM) berkualitas.

Kondisi semacam itu, dalam kehidupan keluarga, membentuk sebuah proses pengambilan keputusan dalam penggunaan keuangan keluarga yang dapat memengaruhi perilaku ekonomi anggota keluarga dalam menggunakan keuangannya.

Fenomena keluarga karir dan bukan keluarga karir (istri atau suami yang mencari nafkah) merupakan fenomena menarik untuk diteliti karena menyentuh secara langsung proses pengambilan keputusan dalam membelanjakan keuangan keluarga. Atas dasar pemikiran tersebut di atas, penelitian ini menganalisis pengaruh proses pengambilan keputusan ekonomi terhadap perilaku ekonomi dalam penggunaan keuangan keluarga karyawan STKIP PGRI Jombang.

Jenis penelitian ini adalah penelitian korelasional (non-eksperimental) dengan besaran populasi 60 keluarga, dan besaran sampelnya 52 keluarga, terdiri dari 26 keluarga karir dan 26 keluarga bukan karir. Instrumen yang digunakan untuk menggali data adalah kuesioner/daftar pertanyaan tertutup (close-ended questions).

Hasil penelitian menunjukkan bahwa, dalam keluarga karyawan STKIP PGRI Jombang, (1) proses pengambilan keputusan dalam penggunaan keuangan berpengaruh signifikan terhadap perilaku ekonomi pada keluarga karir; (2) proses pengambilan keputusan dalam penggunaan keuangan berpengaruh signifikan terhadap perilaku ekonomi pada keluarga bukan karir; (3) proses pengambilan keputusan dalam penggunaan keuangan keluarga karir berpengaruh tidak signifikan terhadap perilaku ekonomi keluarga bukan karir; (4) proses pengambilan keputusan dalam penggunaan keuangan keluarga bukan karir berpengaruh signifikan terhadap perilaku ekonomi keluarga karir; dan (5) proses pengambilan keputusan dalam penggunaan keuangan berpengaruh signifikan terhadap perilaku ekonomi pada keluarga karir maupun bukan karir.

THE EFFECT OF DECISION-MAKING PROCESS OF THE FAMILY FINANCIAL SPENDING ON THE FAMILY ECONOMIC BEHAVIOR OF THE OFFICERS OF STKIP PGRI JOMBANG

By: Asmuni Syukir (090114385/M)

SUMMARY

Today, husbands ’ and wives’ roles and functions have undergone some changes due to social and economic conditions, cultural and technology transformation as well. Furthermore, their roles are not based on the strict tradition and culture. The instrumental roles played by husbands are getting more possible to do by wives. Making money, for example, is not only done by husbands but wives. Husbands, as frequently known, also handle any jobs traditionally or commonly done by wives. Then , parents’ roles and functions are getting more flexible.

Consequently, wives are required to play double-roles, as carrier-women and housewives. Those jobs should be well done to keep their family good and happy. Such sort of family is quietly required as the main base of accelerating human resource development. Such phenomenon creates a term of carrier parents. Both carrier and non-carrier parents has a decision-making process of financial spending which, in turn, affects the economic behavior of family in spending money.

The phenomenon of carrier-parents and non-carrier-parents (only husband or wife makes money) is interesting to investigate. This study is aimed at analyzing the effect of decision-making process on the economic behavior of income spending of the officers of STKIP PGRI Jombang.

This study is a correlational (non-experimental) study. The number of population is 60 households from which the sample (52 households) is formulated. The instruments employed are questionnaires (close-ended questions).

The findings reveal that (1) the decision-making process of financial spending significantly affects the economic behavior of carrier parents; (2) the decision-making process of financial spending significantly affects the economic behavior of non-carrier parents; (3) the decision-making process of financial spending by carrier parents is not significantly affects the economic behavior of non- carrier parents; (4) the decision-making process of financial spending by non-carrier parents significantly affects the economic behavior of carrier parents; and (5) the decision-making process of financial spending is significantly affects the economic behavior of carrier and non-carrier parents.

THE EFFECT OF DECISION-MAKING PROCESS OF THE FAMILY FINANCIAL SPENDING ON THE FAMILY ECONOMIC BEHAVIOR OF THE OFFICERS OF STKIP PGRI JOMBANG

By: Asmuni Syukir (090114385/M)

ABSTRACT

The changes of social and economic condition, and women emancipation practices bring forth some effects of decision-making process in a household on the economic behavior of spending money. The old paradigm says that husbands play more dominant in making decision than wives, included in spending money because, traditionally, husbands are men of money-makers. But the new paradigm emphasizes on flexibility of functions and/or roles played in a family. The phenomenon of carrier- women shows the real women’s participation in making money. This, of course, creates a particular decision-making process of financial spending which affects their economic behavior.

The present study investigated the effects of decision-making process on the economic behavior of financial spending of the officers of STKIP PGRI Jombang. The population of this study is all the officers of STKIP PGRI Jombang who are married with kids and live together in a house and with 30-49 years of age (60 households). The number of formulated sample is 52 households.

In getting data, the researcher employed questionnaires (close-ended questions). Then, the data were analyzed with the statistical procedures. Based on the statistical computation, the results of this study reveal that (1) the decision-making process of financial spending significantly affects the economic behavior of carrier parents; (2) the decision-making process of financial spending significantly affects the economic behavior of non-carrier parents; (3) the decision- making process of financial spending by carrier parents is not significantly affects the economic behavior of non-carrier parents; (4) the decision-making process of financial spending by non-carrier parents significantly affects the economic behavior of carrier parents; and (7) the decision-making process of financial spending is significantly affects the economic behavior of carrier and non-carrier parents.

Key words: decision-making process, economic behavior, financial spending, carrier parents, non-carrier parents.

DAFTAR TABEL

Halaman Tabel 4.1 Variabel dan Definisi Operasional ……………………………

77 Tabel 4.2 Rencana Pengembangan Instrumen Penelitian ………………..

79 Tabel 5.1 Keadaan karyawan STKIP PGRI Jombang Menurut Kriteria sebagai Obyek Penelitian ……………………………………...

82 Tabel 5.2 Keadaan Karyawan STKIP PGRI Jombang yang Menjadi

Sampel Penelitian Menurut Jenis Kelamin dan Kelompok Keluarga Karir dan Bukan Karir Tahun 2005 …………………

83 Tabel 5.3 Keadaan Keluarga Responden Berdasarkan Kelompok

Keluarga Karir dan Bukan Karir Menurut Jumlah Anak Tahun 2005 …………………………………………………………...

83 Tabel 5.4 Jawaban Responden tentang Peranan Suami dan Istri dalam Pengambilan Keputusan untuk Membeli atau Mengkonsumsi

84 Tabel 5.5 Jawaban Responden tentang Peranan Suami dan Istri dalam Pengambilan Keputusan untuk Menabung/Investasi ………….

Produk dan Jasa ……………………………………………….

87 Tabel 5.6 Jawaban Responden tentang Peranan Suami dan Istri dalam Pengambilan Keputusan untuk Kredit/Hutang ………………..

88 Tabel 5.7 Jawaban Responden tentang Perilaku Konsumtif/

90 Tabel 5.8 Jawaban Responden tentang Perilaku Menabung/Investasi …..

Konsumeristik …………………………………………………

92 Tabel 5.9 Jawaban Responden tentang Perilaku Kredit/Hutang …………

94 Tabel 5.10 Resume Hasil Uji Validitas ……………………………………

96 Tabel 5.11 Resume Hasil Uji Reliabilitas …………………………………

97 Tabel 5.12 Resume Hasil Uji Normalitas …………………………………

99 Tabel 5.13 Multivariate Tests ……………………………………………..

100 Tabel 5.14 Test of Between-Subjects Effects (Resume) ……………….....

101 Tabel 5.15 Parameter Estimates (Resume) ………………………………..

DAFTAR GAMBAR

Halaman Gambar 2.1 : Pengambilan Keputusan dan Pemecahan Masalah ……….

29 Gambar 2.2 : Fungsi Nilai Teori Prospek ……………………………….

32 Gambar 2.3 : Teori Pengambilan keputusan Berdasarkan Perilaku …….

36 Gambar 2.4 : Model Pengambilan Keputusan Konsumen ………………

38 Gambar 3.1 : Kerangka Konseptual Penelitian ………………………….

71 Gambar 4.1 : Rancangan Penelitian Model Crossbreak ………………...

75 Gambar 4.2 : Prosedur Penelitian ……………………………………….

80

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman Lampiran 1 Kuesioner …………………………………………………...

134 Lampiran 2 Tanggapan Responden atas Kuesioner ……………………..

145 Lampiran 3 Uji Validitas Item Instrumen (Kuesioner) ……………….....

149 Lampiran 4 Uji Reliabilitas Item Instrumen (Kuesioner) …………….....

158 Lampiran 5 Uji Normalitas antar Variabel ……………………………… 162 Lampiran 6 General Linear Model - Multivariate Analysis of Variance...

163

BAB 1 PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang Masalah

Pada semua masyarakat yang pernah dikenal, hampir semua orang hidup terikat dalam jaringan kewajiban dan hak keluarga, atau yang disebut role relations. Sebab, setiap orang yang hidup dalam keluarga disadarkan tentang adanya hubungan peran ini melalui proses sosialisasi yang berlangsung sejak masa kanak-kanak, yaitu suatu proses belajar untuk mengetahui apa yang dikehendaki oleh anggota keluarga lain yang akhirnya menimbulkan kesadaran tentang kebenaran yang dikehendaki. Meskipun dalam praktiknya masih ada orang yang merasakan kewajiban itu sebagai beban dan tidak peduli akan hak- hak anggota keluarga yang lain, terutama mengenai kewajiban dan hak perempuan (Goode, 2002:1).

Sedangkan masyarakat sendiri menempatkan perempuan sebagai tokoh penting di lingkungan keluarga. Mereka diharapkan untuk menjadi istri dan ibu yang baik bagi keluarganya, berperan sebagai pemelihara tradisi, norma dan nilai yang sesuai dengan harapan masyarakat. Nilai yang demikian ini dapat pula dilihat dalam prinsip yang dipakai oleh Undang-Undang Perkawinan di Indonesia (UURI No. 1 Tahun 1974), yaitu prinsip patriarkhal konvensional. Prinsip ini pada intinya adalah suami sebagai kepala keluarga wajib memenuhi semua kebutuhan hidup rumah tangganya sesuai dengan kemampuannya, sedangkan istri sebagai ibu rumah tangga wajib mengurus rumah tangganya

Pembagian peran semacam ini hampir sama dengan yang berlaku pada masyarakat Malaysia, di sana suami (ayah) yang bertanggungjawab mencari nafkah untuk keluarganya, dan karena itu dia berhak mendapat penghormatan dan kesetiaan dari istri dan anak-anaknya. Sedang istri (ibu) bertanggungjawab menjaga hal ikhwal suaminya, mengasuh dan mendidik anaknya, dan karena itu dia berhak menerima kasih sayang dari suami dan anaknya (Abdullah, 2000). Begitu pula yang berlaku pada masyarakat Barat, bahwa pembagian peran dalam keluarga secara tradisional selalu menunjuk pada laki-laki sebagai pemimpin dan perempuan sebagai ibu rumah tangga (Webley et al., 2001:79). Bahkan menurut Mosse (2003:38), bagi perempuan di seluruh dunia, pekerjaan rumah tangga, apapun bentuknya, merupakan bagian penting dari peran gendernya. Peran gendernya itu merupakan aktivitas di mana mereka, khusunya jika mereka memiliki anak, mencurahkan seluruh energi dan komitmennya.

Pembagian kerja dalam keluarga seperti tersebut di atas bukan didasarkan atas pertimbangan kemampuan individu. Hal ini terlihat dari kenyataan, bahwa perempuan dapat mengerjakan semua pekerjaan laki-laki. Hasil penelitian Suryadi (1991) bisa menjadi bukti bahwa perempuan yang berperan sebagai kepala keluarga mampu memimpin dan mampu mengatasi masalah yang dihadapi keluarganya.

Menurut Effendi (1995:47), pembagian peran dalam keluarga seperti tersebut di atas didasarkan pada teori yang bersumber dari paradigma konflik, yang berusaha menjelaskan bahwa peran dalam sektor domestik dan publik mempunyai perbedaan dan nilai yang tidak sama. Sektor publik biasanya bersifat

sektor domestik bersifat informal, tidak upahan dan tidak mengandung nilai ekonomi dan status sosial. Oleh karenanya, kedudukan suami dalam keluarga dianggap lebih penting daripada kedudukan istri. Hal ini, menurut Mosse (2003:39-40), sebagai salah satu konsekuensi bila memandang kerja aktual perempuan sebagai ibu rumah tangga, sehingga kerja lain apapun yang dilakukan oleh kaum perempuan hanya dilihat sebagai suplementer. Sedangkan secara paradoks, oleh karena kehamilan, melahirkan, menyusui dan mengasuh anak dipandang sebagai hal yang alami, maka semua kegiatan atau bahkan semua tugas produktif lainnya yang dilakukan perempuan di dalam dan sekitar rumah tangga hanya untuk keuntungan keluarga.

Oleh karena itu, ketika nilai-nilai baru dalam masyarakat mengubah sistem keluarga, ditambah dengan semakin maraknya gerakan feminisme di Barat, maka tingkat partisipasi angkatan kerja (TPAK) perempuan meningkat secara drastis. Contoh di Amerika Serikat, pada tahun 1950 TPAK perempuan hanya sekitar 33% tetapi pada pertengahan tahun 1980-an meningkat menjadi sekitar 60% (Megawangi, 2000:211). Di Indonesia sekalipun tidak sedrastis di Amerika Serikat, namun dari tahun ke tahun juga mengalami peningkatan. Pada tahun 1980 TPAK perempuan sebesar 32,43% dan pada tahun 1990 meningkat menjadi 38,79% (Abdullah, 2001:103), kemudian pada tahun 2000 meningkat lagi menjadi 51,69% (Depnakertrans, 2001). Demikian juga di kabupaten Jombang yang pada tahun 1990 hanya 32,25%, pada tahun 2000 meningkat menjadi 37,30%, dan 37,38% pada tahun 2001 (BPS Jombang, 2001).

Peningkatan TPAK perempuan tersebut, menurut Abdullah (2001:103), Peningkatan TPAK perempuan tersebut, menurut Abdullah (2001:103),

Oleh karena itu hubungan peran dalam keluarga sepatutnya didasari oleh pandangan yang diilhami oleh teori yang menekankan bahwa meskipun peran domestik dan publik berbeda, tetapi mempunyai nilai dan fungsi yang sama, sehingga kedudukan istri dan suami adalah sama, meskipun mempunyai peran berbeda. Teori ini lebih dekat dengan paradigma fungsional-struktural, terutama pemikiran-pemikiran Parson dan para pengikutnya (Effendi, 1995:47).

Menurut Parson (Effendi, 1995:48), laki-laki dan perempuan perlu berbeda peran, khususnya interaksi suami-istri dalam rumah tangga. Laki-laki memainkan peran instrumental yakni sebagai pencari nafkah utama di luar rumah, sedangkan perempuan memainkan peran expressive yakni memelihara dan mengasuh anak di rumah. Pembagian peran ini sangat penting dalam kehidupan rumah tangga, namun tidak berarti peran instrumental mempunyai nilai yang lebih tinggi bila dibandingkan dengan peran expressive.

Di samping itu, teori pertukaran sosial yang melihat keluarga sebagai suatu proses antara hak dan kewajiban serta penghargaan dan kehilangan, bisa diterapkan dalam kehidupan rumah tangga. Sebab, teori ini lebih menekankan Di samping itu, teori pertukaran sosial yang melihat keluarga sebagai suatu proses antara hak dan kewajiban serta penghargaan dan kehilangan, bisa diterapkan dalam kehidupan rumah tangga. Sebab, teori ini lebih menekankan

Dengan demikian, persoalan hak atas pendapatan suami/istri, posisi istri terhadap suami atau posisi suami terhadap istri, seharusnya berimbang yang didasarkan atas kesepakatan (musyawarah). Bahkan pihak yang mendapatkan penghasilan pun tidak sertamerta berkuasa penuh dalam penggunaannya. Hasil penelitian Sunaryo dan Zuriah (2003), diketahui bahwa posisi istri terhadap suami dalam pemanfaatan pendapatan suami sebagian besar (89%) seimbang (atas dasar musyawarah), 11% dikuasai istri, dan hanya 7% yang dikuasi suami.

Namun, menurut Burgoyne (Webley et al., 2001:86), suami atau istri yang tidak berpenghasilan dapat merasakan status dalam pertaliannya, meskipun dalam keluarga yang menghormati nilai-nilai kesetaraan. Misalnya, istri yang berpenghasilan dan berkesempatan memberi kontribusi finansial, akan menjadikan tingkat otonomi dalam pengambilan keputusan lebih besar. Sedang bagi istri yang secara ekonomi bergantung pada suami, justru menjadi sumber ketidaknyamanan, karena pengambilan keputusan didominasi oleh suami. Lain halnya jika pembagian peran dalam keluarga didasarkan pada skala ekonomi (Becker, 1991:23-24), maka tidak mustahil pihak istri yang dominan sebagai pengambil keputusan, apalagi sang istri berpenghasilan lebih tinggi daripada penghasilan suami.

Padahal proses pengambilan keputusan tersebut akan mempengarui perilaku anggota keluarga, terutama dalam menggunakan uangnya untuk memenuhi kebutuhan diri dan keluarganya. Di pihak lain, kebutuhan dan

(anggota keluarga) merasa tidak puas jika belum memiliki atau mengkonsumsi produk yang diiklankan tersebut atau berperilaku konsumeristik, bahkan bisa pula berperilaku konsumtif bila pembelian produk tersebut dilakukan tanpa pertimbangan rasional. Sebab, perilaku seseorang terarah pada suatu obyek karena didorong oleh kondisi psikologisnya (Evanita dkk., 2003). Hal ini berarti bahwa kondisi psikologis ketika suami atau istri memiliki peranan atau tidak memiliki peranan dan atau kekuasaan dalam pengambilan keputusan akan mempengaruhi perilaku anggota keluarga, terutama dalam hal penggunaan keuangan keluarga.

Penelitian Darmastuti (2002) di Lampung Selatan diperoleh keterangan bahwa partisipasi, kontrol, dan akses perempuan (istri) dalam pengambilan keputusan keluarga cukup tinggi dan signifikan, sehingga perempuan mendapat manfaat dari pengambilan keputusan tersebut. Demikian juga akses, kontrol, dan manfaat perempuan (istri) terhadap sumber daya dalam keluarga.

Penelitian Evanita dkk. (2003) di Kota Padang diperoleh pula keterangan bahwa terdapat pengaruh yang signifikan antara slogan, model, repetisi, motivasi, umur, pendidikan, pendapatan, kelompok, dan sikap secara simultan terhadap perilaku konsumtif ibu rumah tangga pada produk yang diiklankan televisi, meskipun secara parsial, umur dan kelompok tidak berpengaruh terhadap perilaku konsumtif. Sedangkan penelitian Zebua (2001) di Tarakan juga diperoleh keterangan bahwa konformitas dengan konsep diri secara bersama- sama berpengaruh terhadap perilaku konsumtif pada remaja.

Kondisi seperti di atas tak mustahil berlaku pula pada keluarga karyawan Kondisi seperti di atas tak mustahil berlaku pula pada keluarga karyawan

1.2. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah tersebut, maka masalah penelitian ini dirumuskan sebagai berikut :

1. Apakah proses pengambilan keputusan dalam penggunaan keuangan berpengaruh signifikan terhadap perilaku ekonomi pada keluarga karir?

2. Apakah proses pengambilan keputusan dalam penggunaan keuangan berpengaruh signifikan terhadap perilaku ekonomi pada keluarga bukan karir?

3. Apakah proses pengambilan keputusan dalam penggunaan keuangan keluarga karir berpengaruh signifikan terhadap perilaku ekonomi keluarga bukan karir?

4. Apakah proses pengambilan keputusan dalam penggunaan keuangan keluarga bukan karir berpengaruh signifikan terhadap perilaku ekonomi keluarga karir?

5. Apakah proses pengambilan keputusan dalam penggunaan keuangan berpengaruh signifikan terhadap perilaku ekonomi pada keluarga karir dan bukan karir?

1.3. Tujuan Penelitian

1.3.1. Tujuan Umum

Membuktikan secara empiris pengaruh proses pengambilan keputusan dalam penggunaan kekuangan terhadap perilaku ekonomi pada keluarga karir maupun bukan karir.

1.3.2. Tujuan Khusus

1. Menganalisis pengaruh interaksi antara proses pengambilan keputusan dalam penggunaan keuangan terhadap perilaku ekonomi pada keluarga karir.

2. Menganalisis pengaruh interaksi antara proses pengambilan keputusan dalam penggunaan keuangan terhadap perilaku ekonomi pada keluarga bukan karir.

3. Menganalisis pengaruh interaksi antara proses pengambilan keputusan dalam penggunaan keuangan keluarga karir terhadap perilaku ekonomi keluarga bukan karir.

4. Menganalisis pengaruh interaksi antara proses pengambilan keputusan dalam penggunaan keuangan keluarga bukan karir terhadap perilaku ekonomi keluarga karir.

5. Menganalisis pengaruh interaksi antara proses pengambilan keputusan dalam penggunaan keuangan terhadap perilaku ekonomi pada keluarga karir maupun bukan karir.

1.4. Manfaat Penelitian

1. Membantu pasangan suami istri untuk memahami perilaku ekonomi yang

2. Memperkaya pengkajian tentang keluarga, terutama sebagai informasi ilmiah untuk pengembangan sumber daya manusia pada keluarga dan masyarakat.

3. Memperkaya khasanah ilmu pengetahuan, terutama di bidang pengembangan sumber daya manusia pada keluarga dan masyarakat.

4. Menjadi bahan kepustakaan bagi peneliti lain yang memerlukan.

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Tinjauan Penelitian Terdahulu tentang Keluarga

Penelitian terdahulu yang berkaitan dengan pengambilan keputusan dan perilaku ekonomi dalam keluarga, sebatas yang diketahui peneliti, masih bersifat parsial. Tombokan (2001) melakukan penelitian pada keluarga karir suku Jawa dan Minahasa di Menado tentang peranan istri dan suami dalam pengambilan keputusan untuk membeli berbagai produk dan jasa. Darmastuti (2002) melakukan penelitian tentang gender dalam pembuatan keputusan keluarga dan masyarakat di Lampung Selatan. Sunaryo dan Zuriah (2003) melakukan penelitian tentang pola pengambilan keputusan dalam keluarga wanita karir di kota Malang. Sedangkan Busono dkk. (2003) meneliti tentang perubahan sosial dan perilaku ekonomi keluarga di desa asal migran tenaga kerja wanita (TKW) di Jawa Barat. Penelitian ini merupakan penelitian baru yang ingin mengetahui tentang pengaruh proses pengambilan keputusan dalam penggunaan keuangan keluarga terhadap perilaku ekonomi, baik dalam keluarga karir maupun bukan karir.

Dari penelitian Tombokan (2001) diketahui ada 10 (sepuluh) bidang keputusan untuk membeli produk/jasa, yaitu (1) makanan, (2) pendidikan, (3) kesehatan, (4) perumahan, (5) pakaian, (6) perabot rumah tangga, (7) rekreasi/ liburan, (8) keuangan, (9) reproduksi, dan (10) pendidikan moral anak. Dari penelitian itu diketahui bahwa peranan istri semakin besar dalam pengambilan

Selain itu penelitian Tombokan (2001) juga menemukan lima macam pola pengambilan keputusan dalam keluarga, yaitu: (1) Keputusan bersama suami- istri dengan posisi setara. Pola ini banyak dilakukan dalam pengambilan keputusan di bidang pendidikan, kesehatan, perumahan, rekreasi/liburan, keuangan, reproduksi, dan pendidikan moral anak. (2) Keputusan bersama suami-istri tetapi istri yang dominan. Pola ini banyak dilakukan dalam pengambilan keputusan di bidang pakaian, terutama dalam pembelian pakaian suami. (3) Keputusan bersama suami-istri tetapi suami yang dominan. Pada pola ini suami ternyata tidak dominan, kecuali sebatas peringkat kedua, yaitu di bidang pendidikan, perumahan, dan rekreasi/liburan. (4) Keputusan oleh istri sendiri. Peran istri dalam pola ini cukup besar. Dari sepuluh bidang yang diteliti, istri mendominasi pengambilan keputusan di bidang makanan, kesehatan, pakaian, dan perabot rumah tangga. (5) Keputusan oleh suami sendiri. Peran suami dalam pola ini sagat kecil, bahkan nyaris tidak berperan.

Sedangkan penelitian Darmastuti (2002) tentang gender dalam pembuatan keputusan keluarga dan masyarakat. Dari penelitian itu diperoleh informasi bahwa dalam proses pembuatan keputusan keluarga, peran istri bervariasi. Dalam beberapa bidang kehidupan, seperti dalam aktivitas pendidikan dan pemeliharaan kesehatan, peran istri cenderung dominan. Namun menyangkut keputusan mengenai aktivitas sosial anggota keluarga, peran istri sangat terbatas, lebih-lebih keputusan yang menyangkut aktivitas sosial untuk suami. Sebagian besar responden menyatakan mereka juga memiliki kemandirian yang tinggi dalam membuat keputusan untuk melakukan aktivitas sosial untuk mereka

Dari penelitian Sunaryo dan Zuriah (2003) tentang pola pengambilan keputusan dalam keluarga wanita karir, diperoleh informasi bahwa posisi istri banyak menentukan pengambilan keputusan dalam keluarga, terutama dalam hal urusan rumah tangga seperti berbelanja, menyiapkan makanan, menentukan jenis menu, mengasuh anak, dan lainnya. Sedangkan posisi istri terhadap hak di hadapan suami meliputi pemanfaatan pendapatan suami (berimbang), pemilikan kekayaan keluarga (ditentukan suami), menentukan kegiatan di luar rumah (berimbang), dan menyalurkan aspirasi (berimbang). Adapun motivasi yang mendorong para istri untuk bekerja, diketahui sebagian besar karena tuntutan ekonomi keluarga, dan sebagian lainnya sekadar aktualisasi diri dan ikut-ikutan.

Mengenai cara atau proses pengambilan keputusan dalam rumah tangga, dari hasil penelitian Sunaryo dan Zuriah (2003) juga terlihat bahwa istri berperan dalam menentukan atau membeli perabot rumah tangga, menabung dan memanfaatkan uang tabungan, menentukan pendidikan anak, menentukan orang- orang yang terlibat dalam kegiatan rumah tangga, dan menentukan keharusan istri bekerja. Adapun faktor-faktor dominan yang mempengaruhi posisi istri dalam pengambilan keputusan keluarga secara berturut-turut adalah nilai budaya yang berlaku sekarang, pendapatan suami-istri berimbang, lingkungan di sekitar rumah, latar belakang status sosial ekonomi istri lebih tinggi, dan pendapatan istri lebih tinggi.

Secara umum dari penelitian Sunaryo dan Zuriah (2003) ditemukan lima bentuk pola pengambilan keputusan dalam keluarga karir yang menunjukkan adanya pembagian kewenangan bagi suami-istri untuk mengambil keputusan Secara umum dari penelitian Sunaryo dan Zuriah (2003) ditemukan lima bentuk pola pengambilan keputusan dalam keluarga karir yang menunjukkan adanya pembagian kewenangan bagi suami-istri untuk mengambil keputusan

Adapun penelitian Busono dkk. (2003) tidak meneliti secara khusus tentang pengambilan keputusan dalam keluarga melainkan tentang perubahan perilaku ekonomi keluarga. Dari penelitian itu ada dua hal yang menarik. Pertama, sebagian besar keluarga telah mengalami peningkatan dalam hal ekonomi keluarga, mereka bisa memenuhi kebutuhan fisik, seperti untuk perbaikan rumah, pembelian alat-alat rumah tangga, pembelian sawah/tanah, modal usaha dan perhiasan. Kedua, sebagian besar keluarga tidak mengalami perubahan orientasi terhadap materi, tetapi karena pengaruh budaya tempat kerja, sebagian dari mereka tidak memanfaatkan uang untuk kepentingan yang produktif dan membelanjakannya untuk konsumtif dengan tujuan supaya dapat dipamerkan kepada tetangga atau masyarakat umum. Artinya, bahwa perubahan ekonomi keluarga dapat mempengaruhi perilaku ekonomi anggota keluarga, di samping karena suami sendirian dalam mengambil keputusan dalam penggunaan keuangan keluarganya.

2.2. Tinjauan Keluarga Karir dan Bukan Karir

2.2.1. Pengertian Keluarga dan Rumah Tangga

Hampir semua penduduk dunia hidup dalam unit-unit keluarga, tetapi struktur atau bentuknya berbeda dari satu masyarakat dengan masyarakat lain, bahkan berbeda juga dari satu kelas dengan kelas yang lain di dalam masyarakat itu sendiri (Goode, 2002:89). Oleh karena itu, istilah keluarga tidak mudah didefinisikan (Wahini, 2002), dan meskipun sejak 1920-an penelitian tentang keluarga telah dilaksanakan, hingga kini masih belum ditemukan definisi keluarga yang tepat dan universal (Abdullah, 2000). Tetapi kaum feminis berpandangan lain, bahwa keluarga dilihat sebagai bentuk perbudakan yang dicanggihkan, seperti dalam komunitas desa di India Utara (yang diteliti Patricia Jefrey dan koleganya), di sana mempelai perempuan dianggap sebagai kekayaan orang lain dan setelah perkawinan perempuan muda harus mengadopsi bentuk- bentuk perilaku yang menunjukkan status subordinat mereka (Mosse, 1993:66).

Definisi keluarga juga diperdebatkan di Markas Besar PBB New York dalam agenda pe mbahasan “Keadilan Gender”. Menurut Khofifah (Kompas, 21 Juni 2000), perdebatan tersebut muncul karena adanya usulan agar definisi keluarga diperluas, yaitu meliputi keluarga yang dibentuk oleh pasangan homoseksual, gay, lesbian dan pasangan heteroseksual tanpa ikatan perkawinan. Padahal, konvensi hasil Kongres Dunia tentang wanita di Cairo tahun 1994, mendefinisikan keluarga sebagai seorang perempuan dan seorang laki-laki yang terikat dalam ikatan perkawinan, dengan atau tanpa anak.

Abdullah (2000), mengusulkan definisi keluarga sebagai suatu struktur Abdullah (2000), mengusulkan definisi keluarga sebagai suatu struktur

Di Indonesia, definisi keluarga mengacu pada Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1992 tentang Kependudukan, yang mengartikan keluarga sebagai unit terkecil dalam masyarakat yang terdiri dari suami-istri, atau suami-istri dan anaknya, atau ayah dan anaknya, atau ibu dan anaknya. Apabila dikaji dari undang-undang ini maka jelas, bahwa keluarga terdiri dari ayah, ibu dan anak, karena ikatan darah dan hukum. Hal ini sejalan dengan pemahaman keluarga di negara-negara Barat, bahwa keluarga mengacu pada sekelompok individu yang berhubungan darah dan adopsi yang diturunkan dari nenek moyang yang sama (Wahini, 2002).

Melalui hubungan darah dan hukum itulah anggota keluarga mempunyai kewajiban dan hak berdasarkan norma dan nilai yang berlaku dalam masyarakat. Seperti dalam masyarakat tradisional, suami/ayah bertanggungjawab mencari nafkah untuk memenuhi kebutuhan hidup istri dan anaknya, sebagai imbalannya dia berhak mendapat penghormatan dan kesetiaan dari istri dan anak-anaknya. Sedangkan istri/ibu bertanggungjawab untuk mengasuh dan mendidik anak- anaknya, sebagai imbalannya dia berhak mendapat nafkah dari suaminya serta menerima kasih sayang dari suami dan anak-anaknya. Begitu juga dengan anak- anak, mereka berhak mendapatkan tempat tinggal, makanan, pakaian dan Melalui hubungan darah dan hukum itulah anggota keluarga mempunyai kewajiban dan hak berdasarkan norma dan nilai yang berlaku dalam masyarakat. Seperti dalam masyarakat tradisional, suami/ayah bertanggungjawab mencari nafkah untuk memenuhi kebutuhan hidup istri dan anaknya, sebagai imbalannya dia berhak mendapat penghormatan dan kesetiaan dari istri dan anak-anaknya. Sedangkan istri/ibu bertanggungjawab untuk mengasuh dan mendidik anak- anaknya, sebagai imbalannya dia berhak mendapat nafkah dari suaminya serta menerima kasih sayang dari suami dan anak-anaknya. Begitu juga dengan anak- anak, mereka berhak mendapatkan tempat tinggal, makanan, pakaian dan

Berdasarkan uraian tersebut, maka konsep keluarga tidak sepatutnya dibatasi oleh kerangka tempat tinggal sebagaimana yang pernah dibuat oleh Burgess, Murdock, dan Goode, walaupun konsep keluarga dapat dilihat dalam bentuk keluarga inti (nuclear) ataupun keluarga batih. Keluarga inti (nuclear) ialah keluarga yang terdiri dari pasangan suami istri dan anak-anak yang belum kawin. Sedangkan keluarga batih ialah keluarga inti ditambah dengan ayah, ibu, mertua, kakek, nenek, menantu, cucu, saudara, dan lain-lain (Abdullah, 2000).

Namun demikian, dalam praktiknya istilah keluarga seringkali digunakan dalam pengertian yang sama dengan istilah rumah tangga (household), karena memang kedua istilah itu memiliki kesamaan dan perbedaan. Sebuah rumah tangga bisa terdiri hanya satu orang, sedangkan sebuah keluarga terdiri atas minimal dua orang (Sumarwan, 2003:227), dan mungkin saja rumah tangga dibentuk dari orang-orang yang tidak ada kaitannya dengan perkawinan ataupun ikatan darah (Webley et al., 2001:77). Hal ini jelas berbeda dengan konsep keluarga yang selalu dibentuk karena ikatan darah, perkawinan atau adopsi. Karenanya Sumarwan (2003:227), membedakan antara rumah tangga keluarga

Rumah tangga keluarga adalah sebuah rumah tangga yang anggota- anggotanya terikat oleh hubungan perkawinan, darah atau adopsi, yang bisa terdiri (1) rumah tangga suami dan istri, (2) rumah tangga suami, istri dan anak- anaknya, (3) rumah tangga suami dan istri, sedang anak-anak tinggal di rumah tangga yang berbeda, misalnya sekolah di luar kota, (4) rumah tangga orang tua tunggal (ayah atau ibu saja), dan (5) rumah tangga lainnya (saudara sekandung, atau anggota keluarga lainnya yang tinggal bersama dalam satu rumah). Sedangkan rumah tangga bukan keluarga adalah sebuah rumah tangga yang anggota-anggotanya tidak terikat oleh hubungan perkawinan, darah atau adopsi. Rumah tangga bukan keluarga terdiri (1) rumah tangga yang dihuni oleh seorang pria sendiri, (2) rumah tangga yang dihuni seorang wanita sendiri, dan (3) rumah tangga yang dihuni oleh dua orang atau lebih yang tidak memiliki hubungan keluarga (Sumarwan, 2003:228-229).

Namun Wellerstein dan Smith (Webley et al., 2001:77) mengartikan rumah tangga sebagai income-pooling entity (keseluruhan dari pengumpulan pendapatan), tetapi diakui bahwa pengumpulan ini hanya bersifat konsep. Dia juga berpendapat bahwa dari sudut pandang dunia kapitalis, rumah tangga merupakan bagian dari proses sejarah yang menempatkan keluarga sebagai kerangka struktur yang lebih luas. Dengan perkataan lain, bahwa konsep keluarga ataupun rumah tangga keduanya mempunyai batasan yang kabur dan berubah-ubah. Hal ini bukan saja karena banyaknya variasi tipe keluarga, tetapi juga karena anggota keluarga secara terus menerus melakukan proses evolusi dan reformasi terutama dalam kaitannya dengan komposisi, sumber pendapatan, dan

2.2.2. Peranan Suami Istri dalam Keluarga Karir dan Bukan Karir

Pada umumnya masyarakat menempatkan perempuan sebagai tokoh penting di lingkungan keluarga. Mereka diharapkan untuk menjadi istri dan ibu yang baik bagi keluarganya, berperan sebagai pemelihara tradisi, norma dan nilai yang sesuai dengan harapan masyarakat (Gulardi, 1999:167). Nilai yang demikian ini terlihat dalam prinsip yang dipakai oleh Undang-Undang RI nomor

1 tahun 1974 tentang Perkawinan, yaitu prinsip patriarkhal konvensional. Prinsip ini pada intinya adalah suami sebagai kepala keluarga wajib memenuhi semua kebutuhan hidup rumah tangganya sesuai dengan kemampuannya, sedangkan istri sebagai ibu rumah tangga wajib mengurus rumah tangganya.

Pembagian peran suami-istri yang patriarkhal semacam ini hampir sama dengan yang berlaku pada masyarakat Malaysia, di sana suami (ayah) yang bertanggungjawab mencari nafkah untuk keluarganya, dan karena itu dia berhak mendapat penghormatan dan kesetiaan dari istri dan anak-anaknya. Sedang istri (ibu) bertanggungjawab menjaga hal ikhwal suaminya, mengasuh dan mendidik anaknya, dan karena itu dia berhak menerima kasih sayang dari suami dan anaknya (Abdullah, 2000). Begitu pula yang berlaku pada masyarakat Barat, bahwa pembagian peran dalam keluarga secara tradisional selalu menunjuk pada laki-laki sebagai pemimpin dan perempuan sebagai ibu rumah tangga (Webley et al., 2001:79). Bahkan menurut Mosse (2003:38), bagi perempuan di seluruh dunia, pekerjaan rumah tangga, apapun bentuknya, merupakan bagian penting dari peran gendernya.

Hasil survey The Economic Planing Agency di Jepang menunjukkan

tugas utamanya. Bahkan berdasarkan polling yang dilakukan oleh kantor perdana menteri (1992), sebagian besar perempuan (90%) mengatakan pekerjaan rumah tangga seperti memasak dan mencuci baju adalah tugas perempuan. Menurut sumber yang sama, sebagian besar perempuan harus tinggal di rumah sampai anaknya masuk usia SD. Hal ini ditunjang oleh data bahwa hanya sebesar 13,5% perempuan yang mempunyai anak kecil yang bekerja full time. Di Indonesia kondisinya sedikit berbeda. Suami cukup berperan dalam membantu peran-peran yang umum dilakukan oleh perempuan. Berdasarkan penelitian BKKBN di Jawa Timur dan Menado, ternyata hanya sekitar 50% istri yang mengatakan bahwa pengasuhan anak adalah tugas istri, dan sekitar 40% mengatakan tanggungjawab bersama suami dan istri. Namun ini masih menunjukkan bahwa peran pengasuhan anak lebih condong dikaitkan dengan peran keibuan, namun tidak setajam yang dianut oleh masyarakat Jepang (Megawangi, 1999:40).

Bahkan pada keluarga Jawa, menurut Megawangi (1999:40-41), hasil penelitian menunjukkan bahwa tidak ada korelasi antara kebahagiaan istri dengan partisipasi suami dalam membantu pekerjaan rumah tangga. Pada keluarga suku Minahasa, korelasinya bahkan negatif, yaitu semakin tinggi tingkat partisipasi suami dalam melakukan pekerjaan rumah tangga, semakin rendah tingkat kebahagiaan istri. Hasil penelitian ini rupanya konsisten dengan temuan Geertz (1961) dan Koentjaraningrat (1985) yang keduanya banyak menekuni kebudayaan Indonesia, terutama Jawa. Menurutnya, pada keluarga Jawa terdapat semacam pembagian tugas yang mengharapkan istri menangani urusan rumah tangga, sedangkan suami menangani urusan di luar rumah tangga.

yang sakral dan merupakan sumber kebahagiaan perkawinan. Karenanya para istri ingin sekali berbakti pada suaminya.

Memang, dampaknya perempuan berkutat pada lingkup rumah tangga (domestik) saja dan tertutup kemungkinan bisa berkarir di luar rumah (publik). Padahal peran dalam sektor ‘domestik’ dan ‘publik’ mempunyai perbedaan dan nilai yang tidak sama. Sektor ‘publik’ biasanya bersifat formal, upahan dan mempunyai nilai ekonomi dan status sosial. Sedangkan sektor ‘domestik’ bersifat informal, tidak upahan dan tidak mengandung nilai ekonomi dan status sosial. Oleh karenanya, kedudukan suami dalam keluarga dianggap lebih penting daripada kedudukan istri (Effendi, 1995:47). Hal ini, menurut Mosse (2003:39- 40), sebagai salah satu konsekuensi bila memandang kerja aktual perempuan sebagai ibu rumah tangga, sehingga kerja lain apapun yang dilakukan oleh kaum perempuan hanya dilihat sebagai suplementer atau sekunder. Begitu pula jika diperluas, semua tugas produktif lainnya yang dilakukan perempuan di dalam dan sekitar rumah tangga, untuk keuntungan anggota keluarga sekalipun, dianggap bukan kualitas kerja yang sesungguhnya, atau didefinisikan sebagai bukan kerja.

Oleh karena itu ketika gerakan kesetaraan gender semakin semarak, dan nilai budaya masyarakat mengalami perubahan dari tradisional ke moderen, maka sistem nilai dalam keluarga pun ikut mengalami perubahan dari tradisional ke moderen. Menurut Goode (Ihromi (Ed.), 1999:291), keluarga moderen diasumsikan memiliki ciri-ciri tipe keluarga konjugal di mana para anggota keluarga batih agak sama kedudukannya. Suami-istri terlibat dalam hubungan Oleh karena itu ketika gerakan kesetaraan gender semakin semarak, dan nilai budaya masyarakat mengalami perubahan dari tradisional ke moderen, maka sistem nilai dalam keluarga pun ikut mengalami perubahan dari tradisional ke moderen. Menurut Goode (Ihromi (Ed.), 1999:291), keluarga moderen diasumsikan memiliki ciri-ciri tipe keluarga konjugal di mana para anggota keluarga batih agak sama kedudukannya. Suami-istri terlibat dalam hubungan

Menurut Dagun (2002:143), sejak abad ke-20 di negara-negara maju, misalnya di Inggris, hanya satu di antara 20 keluarga yang masih menyukai pola peran tradisional, seperti suami bekerja dan istri tinggal di rumah mengurus keluarga dan mengasuh anak. Di Amerika Serikat, menurut Megawangi (2000:211), dengan semakin maraknya gerakan feminisme sejak 1960-an maka tingkat partisipasi angkatan kerja (TPAK) perempuan meningkat secara drastis, yaitu sekitar 33% pada tahun 1950 menjadi sekitar 60% pada pertengahan 1980.

Di Indonesia sekalipun tidak sedrastis di Amerika Serikat, namun dari tahun ke tahun juga mengalami peningkatan. Pada tahun 1980 TPAK perempuan sebesar 32,43% dan pada tahun 1990 meningkat menjadi 38,79% (Abdullah, 2001:103), kemudian pada tahun 2000 meningkat lagi menjadi 51,69% (Depnakertrans, 2001). Demikian juga di kabupaten Jombang yang pada tahun 1990 hanya 32,25%, pada tahun 2000 meningkat menjadi 37,30%, dan 37,38% pada tahun 2001 (BPS Jombang, 2001).

Peningkatan TPAK perempuan tersebut disebabkan oleh banyak faktor, antara lain karena tuntutan ekonomi. Faktor ekonomi inilah yang merupakan fenomena umum yang telah berlangsung sejak lama. Hal ini juga dibuktikan oleh Peningkatan TPAK perempuan tersebut disebabkan oleh banyak faktor, antara lain karena tuntutan ekonomi. Faktor ekonomi inilah yang merupakan fenomena umum yang telah berlangsung sejak lama. Hal ini juga dibuktikan oleh