Peranan Suami-Istri dalam Pengambilan Keputusan Keluarga

2.3.3. Peranan Suami-Istri dalam Pengambilan Keputusan Keluarga

Setiap pengambilan keputusan dalam keluarga akan selalu mengandung konsekuensi ekonomi dan psikologis, apalagi keputusan itu menyangkut uang (Webley et al., 2001:75). Sebab, semua anggota keluarga (suami, istri dan anak) saling mempengaruhi dalam penggunaan uang tersebut, dan masing-masing memiliki peran dalam pengambilan keputusan itu, bahkan seorang anggota keluarga mungkin saja memiliki lebih dari satu peran. Misalnya, dalam pembelian dan konsumsi suatu produk, masing-masing anggota keluarga bisa memiliki satu peran atau lebih dari beberapa peran sebagai berikut:

1. Inisiator (initiator). Anggota keluarga yang memiliki ide untuk membeli suatu produk, ia akan memberikan informasi kepada anggota keluarga lain untuk dipertimbangkan dan dimudahkan dalam mengambil keputusan.

2. Pemberi pengaruh (influencer). Anggota keluarga yang biasanya diminta pendapatnya tentang suatu produk yang akan dibeli, ia akan diminta pendapatnya mengenai kriteria atau atribut produk yang sebaiknya dibeli.

3. Penyaring informasi (gatekeeper), yaitu anggota keluarga yang menyaring semua informasi yang masuk ke dalam keluarga, seperti seorang ibu mungkin tidak akan menceritakan mainan-mainan baru yang ada di toko kepada anak- anaknya agar mereka tidak menjadi konsumtif.

4. Pengambil keputusan (decider), yaitu anggota keluarga yang memiliki wewenang untuk memutuskan apakah membeli suatu produk atau merek. Seperti seorang ibu biasanya yang memiliki wewenang untuk memutuskan menu makanan apa yang disajikan bagi keluarga sehari-hari, karenannya ia pula yang memutuskan jenis bahan makanan yang akan dibelinya.

5. Pembeli (buyer), yaitu anggota keluarga yang membeli suatu produk, atau yang diberi tugas untuk melakukan pembelian produk.

6. Pengguna (user), yaitu anggota keluarga yang mengkonsumsi suatu produk. Misalnya susu hanya dikonsumsi oleh anggota keluarga yang masih balita.

Dari peran-peran itulah anggota keluarga bisa saling mempengaruhi dalam pengambilan keputusan keluarga untuk membeli dan mengkonsumsi suatu produk (Sumarwan, 2003:234).

Namun demikian dalam penkajian keluarga, para peneliti lebih tertarik pada peran yang dilakukan oleh suami dan istri daripada peran semua anggota keluarga. Dari teori motivasi McCelland dapat diketahui bahwa suami dan istri mempunyai kecenderungan untuk saling berebut kekuasaan dalam keluarga, Namun demikian dalam penkajian keluarga, para peneliti lebih tertarik pada peran yang dilakukan oleh suami dan istri daripada peran semua anggota keluarga. Dari teori motivasi McCelland dapat diketahui bahwa suami dan istri mempunyai kecenderungan untuk saling berebut kekuasaan dalam keluarga,

Dari hasil penelitian Tombokan (2001) terhadap keluarga karir suku Jawa dan Minahasa, terungkap semakin setara kedudukan suami dan istri dalam proses pengambilan keputusan ekonomi keluarga, meskipun secara individual peranan istri lebih dominan daripada suami. Namun demikian bukan berarti secara individual i stri lebih ‘berkuasa’ daripada suami. Sebab dari beberapa studi tentang pola pengambilan keputusan keluarga yang dianalisis Sumarwan (2003:236-237) menunjukkan bahwa istri yang dominan dalam pengambilan keputusan karena ia memiliki kewenangan untuk memutuskan produk dan merek apa yang dibeli untuk dirinya dan untuk anggota keluarganya. Alasan yang sama juga berlaku bagi suami yang dominan dalam pengambilan keputusan. Di samping itu terdapat pola keputusan otonomi, yaitu pengambilan keputusan yang bisa dilakukan oleh istri atau suami tanpa tergantung dari salah satunya. Istri bisa memutuskan pembelian produk tertentu tanpa harus minta persetujuan suami, seperti lampu neon mati dan harus diganti, maka istri bisa langsung membeli neon penggantinya tanpa harus menungu persetujuan suami, kecuali dalam pembelian produk yang berharga mahal biasanya pengambilan keputusan dilakukan bersama.

Penelitian Sunaryo dan Zuriah (2003) terhadap keluarga wanita karir di Kota Malang semakin memperkuat analisis Sumarwan (2003) tersebut. Dari penelitian itu ditemukan lima macam pola pengambilan keputusan yang menunjukkan adanya pembagian kewenangan bagi suami-istri untuk mengambil Penelitian Sunaryo dan Zuriah (2003) terhadap keluarga wanita karir di Kota Malang semakin memperkuat analisis Sumarwan (2003) tersebut. Dari penelitian itu ditemukan lima macam pola pengambilan keputusan yang menunjukkan adanya pembagian kewenangan bagi suami-istri untuk mengambil

Adapun faktor-faktor yang mempengaruhi peranan suami-istri dalam pengambilan keputusan keluarga, menurut Kirchler (Webley et al., 2001:89), tergantung pada faktor ketertarikan dan kompetensi suami atau istri. Meski pendapat ini cenderung tidak melihat fakta bahwa persepsi tentang kompetensi bisa muncul dari struktur kekuasaan. Sebagai contoh, pengamatan Wilson (Webley et al., 2001:89) untuk keluarga berpendapatan rendah, perempuan dianggap lebih baik daripada laki-laki dalam mengelola uang, sedangkan pada tingkat pendapatan lebih tinggi, laki-laki dianggap ahli.

Tetapi menurut penelitian Sunaryo dan Zuriah (2003) faktor yang sangat berpengaruh terhadap posisi istri (wanita karir) dalam proses pengambilan keputusan keluarga adalah nilai budaya yang berlaku sekarang (53%), pendapatan suami-istri berimbang (23%), dan lingkungan di sekitar rumah (12%). Sedangkan latar belakang sosial-ekonomi dan budaya, serta tingkat pendidikan suami atau istri sedikit pengaruhnya (1%) terhadap pengambilan keputusan keluarga.