Hubungan Proses Pengambilan Keputusan dan Perilaku Ekonomi

2.5. Hubungan Proses Pengambilan Keputusan dan Perilaku Ekonomi

Model pengambilan keputusan konsumen yang dikembangkan oleh John

A. Howard dan Jagdish N. Sheth atau yang dikenal sebagai “Howard and sheth Model”, seperti yang diperlihatkan pada Gambar 2.4, dapat diadopsi sebagai faktor-faktor yang mempengaruhi proses pengambilan keputusan dalam penggunaan keuangan keluarga. Sebab, pada dasarnya penggunaan keuangan keluarga merupakan suatu bentuk dari perilaku konsumen.

Schiffman dan Kanuk (Sumarwan, 2003:25) mendefinisikan istilah perilaku konsumen sebagai perilaku yang diperlihatkan konsumen dalam mencari, membeli, menggunakan, mengevaluasi, dan menghabiskan produk dan jasa yang mereka harapkan akan memuaskan kebutuhan mereka. Bahkan Loudon dan Della-Bitta (Sumarwan, 2003:25) secara eksplisit mengartikan perilaku konsumen sebagai proses pengambilan keputusan dan aktivitas fisik dalam mengevaluasi, memperoleh, menggunakan dan menghabiskan barang atau jasa. Dengan demikian semakin jelas bahwa pengambilan keputusan dalam penggunaan keuangan keluarga merupakan bentuk dari perilaku konsumen.

Pada Gambar 2.4 di atas, terlihat bahwa proses pengambilan keputusan Pada Gambar 2.4 di atas, terlihat bahwa proses pengambilan keputusan

Faktor kegiatan pemasaran, antara lain iklan atau promosi dari produsen dan distributor (penjual) ataupun lembaga atau organisasi lain yang terkait dengan suatu produk akan mempengaruhi proses pengambilan keputusan dalam penggunaan keuangan keluarga untuk membeli dan mengkonsumsi suatu produk. Misalnya ketika maraknya penyakit flu burung para pejabat publik mengiklankan bahwa makan daging unggas tidak berbahaya jika dimasak dengan benar. Ini jelas bahwa informasi penyakit flu burung telah berpengaruh negatif terhadap pengkonsumsian unggas sehingga pasar unggas menurun drastis. Demikian juga strategi pemasaran yang mengobral hadiah, diskon atau semacamnya.

Faktor individu yang mempengaruhi proses pengambilan keputusan dalam penggunaan keuangan keluarga meliputi:

1. Faktor kebutuhan dan motivasi. Motivasi muncul karena adanya kebutuhan yang dirasakan (felt needs). Kebutuhan ini muncul karena seseorang merasakan ketidaknyamanan antara yang seharusnya dirasakan dengan yang sesungguhnhya dirasakan. Gap inilah yang mendorong seseorang melakukan tindakan untuk memenuhi kebutuhan tersebut. Oleh karena itulah kebutuhan dan motivasi para anggota keluarga merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi proses pengambilan keputusan dalam penggunaan keuangan keluarga untuk membeli atau mengkonsumsi suatu produk (barang dan jasa).

2. Faktor kepribadian. Faktor ini menggambarkan karakteristik terdalam yang ada pada diri individu, terutama yang terkait dengan cara berpikir, merasa, dan berpersepsi. Kepribadian ini akan mempengaruhi perilaku konsumen dalam memilih atau membeli suatu produk, karena itu wajar kalau seseorang hanya akan membeli barang dan jasa yang sesuai dengan karakteristik kepribadiannya. Secanggih apapun iklan suatu produk jika produk dan cara mengkonsumsikannya tidak cocok dengan kepribadian konsumen yang dituju, maka konsumen tidak akan menyukai, apalagi membeli dan menggunakan produk tersebut. Dengan demikian faktor kepribadian para anggota keluarga akan mempengaruhi proses pengambilan keputusan dalam penggunaan keuangan keluarga untuk membeli atau mengkonsumsi suatu produk (barang dan jasa).

3. Faktor pengolahan informasi dan persepsi. Pengolahan informasi pada konsumen terjadi ketika ia merasakan ada stimulus yang datang ke pancainderanya. Stimulus bisa berbentuk produk, merek, kemasan, warna, iklan, nama produsen atau lainnya. Kemudian ia meresponnya dalam bentuk perhatian terhadap sebagian stimulus itu, serta berusaha untuk memahami atau menginterpretasikan stimulus itu sampai pada sebuah kesimpulan yang disebut sebagai persepsi terhadap citra (images) produk. Persepsi inilah yang disimpan pada memori yang suatu saat akan dipanggil kembali untuk pertimbangan dalam pengambilan keputusan. Karenanya faktor persepsi tentang citra produk dari para anggota keluarga akan mempengaruhi proses pengambilan keputusan dalam penggunaan keuangan keluarga untuk membeli

4. Faktor proses belajar. Bagi konsumen, proses belajar bisa terjadi ketika ia merespon stimulus yang menghasilkan suatu pengalaman, atau menurut teori belajar operant conditioning berupa penguatan positif (positive reinforcement) atau penguatan negatif (negative reinforcement). Penguatan inilah yang diingat-ingat oleh konsumen sehingga mempengaruhi perilaku berikutnya. Karenanya proses belajar dari para anggota keluarga akan mempengaruhi proses pengambilan keputusan dalam penggunaan keuangan keluarga untuk membeli atau mengkonsumsi suatu produk (barang dan jasa).

5. Faktor pengetahuan. Konsumen terkadang juga mempelajari berbagai informasi mengenai suatu produk, sehingga mereka memiliki pengetahuan tentang produk (merek, atribut, manfaat, kepuasan), pembelian (penjual, lokasi produk, cara pembelian dan pembayarannya), dan pemakaiannya. Pengetahuan para anggota keluarga mengenai berbagai hal yang terkait dengan suatu produk akan mempengaruhi proses pengambilan keputusan dalam penggunaan keuangan keluarga untuk membeli atau mengkonsumsi suatu produk (barang dan jasa).

6. Faktor sikap. Sikap merupakan ungkapan emosional seseorang terhadap suatu obyek yang disukai atau tidak disukai. Sikap juga bisa menggambarkan kadar kepercayaan seseorang terhadap atribut dan manfaat suatu produk. Karenanya faktor sikap juga mempengaruhi proses pengambilan keputusan dalam penggunaan keuangan keluarga untuk membeli atau mengkonsumsi suatu produk (barang dan jasa).

Adapun faktor lingkungan yang mempengaruhi proses pengambilan

1. Faktor budaya. Budaya (culture) adalah segala nilai (values), pemikiran, dan simbol yang menunjukkan perilaku, sikap, kepercayaan (mitos), kebiasaan atau tradisi suatu masyarakat. Jadi budaya tidak hanya bersifat abstrak, seperti nilai dan pemikiran, tetapi juga bisa berbentuk material yang menjadi simbol budaya masyarakat tertentu, seperti pakaian dapat, gaya arsitektur rumah, makanan khas, upacara adat dan produk-produk lainnya. Jadi makna budaya yang melekat pada produk itu yang dikomunikasikan, bukan produk itu sendiri. Seperti “masakan Padang” mampu membawa pesan makna budaya Melayu yang islami. Di samping itu ada pula budaya yang memiliki kesamaan melampaui batas suku, agama, ras, bangsa dan negara, atau yang disebut sebagai budaya populer atau budaya global, seperti komputer, radio, televisi dan sebagainya. Karenanya suatu produk yang bertentangan dengan budaya, misalnya sate babi, tidak akan dibeli dan dikonsumsi oleh keluarga muslim. Dengan demikian jelaslah bahwa faktor budaya akan mempengaruhi proses pengambilan keputusan dalam penggunaan keuangan keluarga untuk membeli atau mengkonsumsi suatu produk (barang dan jasa).

2. Faktor status sosial keluarga. Pendidikan, pekerjaan, profesi dan jabatan menunjukkan status sosial keluarga. Tingkat pendidikan bisa mempengaruhi nilai-nilai yang dianut, cara berpikir, cara pandang dan persepsinya terhadap suatu masalah, termasuk pilihan produk dan merek. Demikian juga pekerjaan atau profesi maupun jabatan dapat mempengaruhi ‘selera’ dan kebutuhan produk. Karenanya status sosial akan mempengaruhi proses pengambilan keputusan dalam penggunaan keuangan keluarga untuk membeli atau

3. Faktor status ekonomi keluarga. Pendapatan dan kekayaan menunjukkan status ekonomi keluarga. Pendapatan merupakan sumber daya material yang sangat penting untuk membiayai konsumsi keluarga. Besarnya pendapatan keluarga akan menggambarkan besarnya daya beli keluarga, yaitu jumlah dan jenis barang dan jasa yang bisa dibeli dan dikonsumsi oleh keluarga itu. Meskipun sekarang ini kredit dan kartu kredit dianggap sebagai sumber daya ekonomi konsumen, tetapi pada praktiknya faktor pendapatan yang menjadi ukuran sumber daya ekonomi keluarga, termasuk dalam memutuskan besarnya kredit dan penggunaan kartu kredit. Oleh karena itu faktor status ekonomi, khususnya pendapatan keluarga, akan mempengaruhi proses pengambilan keputusan dalam penggunaan keuangan keluarga untuk membeli, memiliki atau mengkonsumsi suatu produk (barang dan jasa).

4. Faktor kelompok acuan (reference group). Kelompok atau komunitas di mana anggota keluarga bergabung seringkali menjadi acuan (reference) dalam berperilaku. Sebab, di dalam kelompok atau komunitas terdapat nilai-nilai dan norma-norma serta interaksi yang mewarnai perilaku seseorang anggota. Seorang atau sekelompok orang dalam komunitas itu dapat mempengaruhi seseorang untuk membeli atau mengkonsumsi suatu produk dengan referensinya. Karena itu kelompok acuan dapat mempengaruhi proses pengambilan keputusan dalam penggunaan keuangan keluarga untuk membeli atau mengkonsumsi suatu produk (barang dan jasa).

5. Faktor situasi. Istilah “situasi” biasanya didefinisikan sendiri oleh keluarga itu, terutama yang terkait dengan waktu dan tempat. Misalnya, belanja di toko 5. Faktor situasi. Istilah “situasi” biasanya didefinisikan sendiri oleh keluarga itu, terutama yang terkait dengan waktu dan tempat. Misalnya, belanja di toko

Sebenarnya, apabila faktor-faktor tersebut di atas dianalisis maka faktor- faktor tersebut tidak hanya mempengaruhi proses pengambilan keputusan dalam penggunaan keuangan keluarga, tetapi sekaligus dapat mempengaruhi perilaku ekonomi keluarga. Misalnya, faktor pendapatan keluarga, justru menjadi faktor utama yang mempengaruhi perubahan perilaku ekonomi keluarga. Katona (Sumarwan, 2003:30) berpendapat bahwa perilaku konsumen akan dipengaruhi oleh persepsi mereka terhadap perekonomian dan pendapatan mereka. Salah satu hasil penelitiannya menunjukkan bahwa konsumen yang memiliki persepsi yang baik mengenai pendapatannya pada masa datang ternyata cenderung melakukan pembelian barang-barang tahan lama melalui kredit, karena merasa yakin dengan pendapatannya bisa melunasi kredit tersebut. Ini membuktikan bahwa faktor pendapatan mempengaruhi perilaku ekonomi keluarga.

Menurut Sjabandhyni dan Wutun (1999:21-22), psikologi ekonomi menyatakan bahwa perubahan perilaku ekonomi keluarga tidak saja dipengaruhi oleh faktor penghasilan tetapi juga faktor lain. Banyak faktor yang terlibat dalam mempengarui pola konsumsi keluarga, yaitu antara lain:

1. Penilaian subyektif mengenai penghasilannya (income evaluation).

2. Terjadi perubahan sikap (attitude) dan kebiasaan (habit). Misalnya ketika dalam kondisi kritis atau sebaliknya.

3. Terjadi perubahan harapan (expectation) pada keluarga.

4. Terjadi perubahan kelompok acuan (standard comparison).

5. Terjadi perubahan tingkat harapan (level of aspiration) pada tempat kerja, terutama terkait tingkat kesejahteraannya.

Dari faktor-faktor tersebut di atas dapatlah dipahami bahwa antara proses pengambilan keputusan dengan perilaku ekonomi terdapat hubungan. Dengan perkataan lain, proses pengambilan keputusan dalam penggunaan keuangan keluarga dapat dinyatakan sebagai faktor yang mempengaruhi perilaku ekonomi keluarga.