PEMBAHASAN Birokrasi dan Administrasi Publik

PEMBAHASAN Birokrasi dan Administrasi Publik

Ciri-ciri birokrasi menurut Weber adalah, pertama, berbagai aktivitas regular yang diperlukan untuk mencapai tujuan- tujuan organisasi yang didistribusikan dengan suatu cara yang baku sebagai kewajiban- kewajiban resmi, kedua, organisasi kantor- kantor mengikuti prinsip hierarki, yaitu setiap kantor yang lebih rendah berada di bawah kontrol dan pengawasan kantor yang lebih tinggi, ketiga, operasi-operasi birokratis diselenggarakan melalui suatu sistem kaidah-kaidah abstrak yang konsisten dan terdiri atas penerapan kaidah-kaidah ini terhadap kasus-kasus spesiik, dan keempat, pejabat yang ideal menjalankan kantornya berdasarkan impersonalitas formalistic tanpa kebancian atau kegairahan, dan kerenanya tanpa antusiasme atau afeksi. Birokrasi pemerintahan menurut Thoha (2003) seringkali diartikan sebagai

officialdom atau kerajaan pejabat, yaitu suatu kerajaan yang raja-rajanya adalah pejabat. Di dalamnya terdapat yurisdiksi dimana setiap pejabat memiliki oficial duties. Mereka bekerja pada tatanan hierarki dengan kompetensinya masing-masing. Dwiyanto (2011) mengungkapkan bahwa pola komunikasinya didasarkan pada dokumen tertulis.

Adapun bureaucratic sublation di- dasarkan atas anggapan bahwa birokrasi pemerintah sesuatu Negara itu bukanlah hanya berfungsi sebagai mesin pelaksana. Weber sendiri mengenalkan bahwa birokrasi yang riil itu mempunyai kekuasaan yang terpisah dari kekuasaan yang dilimpahkan oleh pejabat politik. Walau dalam ke- nyataannya birokrasi itu tetaplah erat dengan kepegawainegerian, sehingga sebenarnya ketika kita berbicara tentang reformasi birokrasi maka secara langsung kita pun bicara tentang reformasi pegawai negeri (PNS) yang kini popular sebagai bagian dari Aparatur Sipil Negara (ASN). Sebenarnya menurut Ashiddiqie (2007) yang perlu ditata tak sekedar bentuk dan formatnya namun juga dari sisi substansinya, hal ini disebabkan karena di negara maju sekalipun berbagai kritik dan diskursus mengenai kelemahan birokrasi negara-negara maju pun terus bermunculan, maka tentunya negara berkembang seperti Indonesia yang selama ini senantiasa mencontoh praktik di negara-negara maju pun perlu menyesuaikan diri dengan perkembangan zaman. Seiring waktu, menurut Winarno (2016) birokrasi justru dianggap sebagai momok,banyak kegagalan kebijakan publik terutama di negara berkembang terjadi karena kesalahan-kesalahan birokrasi, di Indonesia birokrasi menghadapi persoalan yang pelik dan menggelisahkan.

Civil Service VOL. 11, No.1, Juni 2017 : 25 - 35

Meskipun perlu diperhatikan juga dan seluruh tumpah darah Indonesia, dan bahwa suatu sistem birokrasi pun sangat

untuk memajukan kesejahteraan umum, dipengaruhi dan erat kaitannya dengan

mencerdaskan kehidupan bangsa” kondisi internal dan kondisi masyarakat

Isi dari pembukaan UUD 1945 di- masing-masing negara, sehingga tidak dapat

atas menjelaskan bahwa negara memiliki diterapkan secara murni oleh suatu negara

tanggung jawab untuk memajukan yang meniru negara lain.

kesejahteraan umum dalam arti yang Wakhid (2013) mengatakan bahwa

seluas-luasnya karena berkaitan dengan administrasi negara sebagai organ birokrasi

kepentingan masyarakat secara keseluruhan. di Indonesia akan sulit bersikap independen

Dalam hal ini tanggung jawab negara adalah dan netral. Dengan posisi seperti sekarang

bagaimana mengusahakan semua prasyarat, ini, administrasi negara berada di bawah

kondisi dan sarana maupun prasarana yang kekuasaan pemerintah, dan karenanya di-

dapat mendukung tercapainya kesejahteraan sebut administrasi pemerintahan. Posisi

publik dengan menjamin ketersediaan ini membuat birokrasi senantiasa dalam

pelayanan kesejahteraan dasar dalam tingkat bayang-bayang kuat pemerintahan, baik

tertentu bagi warganya.Pelayanan publik Presiden-Wakil Presiden, Menteri, serta

merupakan hak dasar bagi warga negara Kepala Daerah provinsi dan Kepala Daerah

yang harus dipenuhi oleh negara karena kabupaten/kota.

pelayanan publik merupakan bagian dari Model administrasi negara sebagai

kewajiban negara untuk menyejahterakan alat negara dan bukan aparat pemerintah

rakyatnya.

ini dapat dilihat pada administrasi negara Dalam batang tubuh UUD 1945, Jerman, yang juga dijadikan rujukan oleh

kewajiban negara untuk menyelenggarakan Menteri Pemberdayaan Aparatur Negara

pelayanan publik tercantum dalam pasal dalam penyusunan RUU ASN. Administrasi

34 ayat (3) yang menyatakan “Negara negara di Jerman bukan aparat pemerintah,

bertanggung jawab atas penyediaan fasilitas meskipun secara formal administrasi negara

pelayanan kesehatan dan fasilitas pelayanan menjalankan tugas-tugas pemerintah.

umum yang layak”

Hal ini karena, selain menjalankan tugas Untuk memenuhi kesejahteraan itulah pemerintah, administrasi negara di Jerman

maka negara melakukan pelayanan kepada juga menjalankan mandat konstitusi

masyarakatnya yang kita kenal sebagai secara otonom. Dalam menjalankan tugas

pelayanan publik.

pemerintah, administrasi negara Jerman tidak Walau dalam pembahasan sebelumnya harus tunduk dan taat kepada pemerintah.

dikatakan bahwa birokrasi negara bukanlah birokrasi pemerintah semata namun secara

Pelayanan Publik dan Birokrasi

riil, fungsi pelayanan oleh negara ini Secara filosofis, salah satu

dilakukan pemerintah dalam pengertian fungsi negara adalah melindungi dan

sempit yaitu pemegang kekuasaan eksekutif. menyejahterakan rakyatnya, oleh karenanya

Menurut Prodjodikoro & Purbopranoto menurut Puspitosaro et al., (2011) dalam

(2014), pemerintah dapat dibagi dalam arti rangka menyejahterakan rakyat itulah,

luas dan dalam arti sempit. Pemerintah maka negara memiliki kewajiban untuk

dalam arti luas meliputi seluruh fungsi memfasilitasi seluruh pemenuhan hak warga

kegiatan kenegaraan yaitu lembaga-lembaga negara. Para founding fathers bangsa ini pun

kenegaraan yang diatur secara langsung oleh memahami dan menyadari betul hal ini dalam

UUD 1945 maupun lembaga-lembaga yang konsep bernegara, hal ini dapat dilihat dalam

diatur oleh Undang-Undang. Sedangkan alinea 4 pembukaan Undang-Undang Dasar

pemerintah dalam arti sempit adalah 1945 (UUD 1945) yang menyatakan bahwa

Presiden/eksekutif. Menurut Prodjodikoro cita-cita bangsa ini diantaranya adalah “untuk

& Purbopranoto (2014) mengatakan melindungi segenap bangsa Indonesia

pemerintah dalam arti luas meliputi segala

Netralitas Birokrasi dan Pemberantasan Korupsi (Eko Noer Kristiyanto)

urusan yang dilakukan oleh Negara dalam rangka penyelenggaraan kesejahteraan rakyat dan kepentingan Negara, sedangkan arti sempit adalah menjalankan tugas eksekutif saja.

Tugas dan fungsi aparat pemerintah dan birokrasi memang tak semata pelayanan publik, namun pelayanan publik menjadi suatu tolok ukur kinerja pemerintah yang paling kasat mata. Dalam hal ini masyarakat dapat langsung menilai kinerja pemerintah berdasarkan kualitas layanan publik yang diterima, karena kualitas layanan publik menjadi kepentingan banyak orang dan dampaknya langsung dirasakan masyarakat dari semua kalangan. Dalam konteks ini pula harus diakui begitu banyak praktik korupsi dalam ranah pelayanan publik dan kondisi birokrasi yang tidak netral membuat segala hal terkait birokrasi (izin, SDA, dsb) dari pusat hingga daerah seakan menjadi lahan basah untuk menyetor dan seakan menjadi sumber keuangan bagi kelompok tertentu. Korupsi public menurut Indrayana (2008) memiliki daya rusak yang lebih tinggi karena pelakunya mempunyai kekuasaan resmi di pemerintahan. Korupsi oleh pejabat publik ini dikatakan oleh DeCoste dalam Indrayana (2008) sebagai “political corruption” dan menyentuh pula “political morality”. Lebih jauh Heyman dalam Indrayana (2008) mengatakan bahwa korupsi secara nyata menghambat demokrasi.

Republik Indonesia telah memiliki payung hukum sebagai acuan yuridis dalam pelaksanaan pelayanan publik di negeri ini, yaitu, yang telah disahkan pada tanggal 18 Juli 2009. Dalam konteks penyelenggaraan pelayanan public, Indonesia telah memiliki aturan mengenai hal tersebut yaitu Undang- Undang Nomor 25 Tahun 2009 Tentang Pelayanan Publik (UU Pelayanan Publik), dimana negara adalah pihak pertama dan utama yang bertanggungjawab dalam upaya pemenuhan hak-hak rakyat, bukan yang lainnya. Demikian pula pada proses reformasi dalam sektor pelayanan publik, negaralah yang harus mengambil peran dominan. Masyarakat yang merupakan pelanggan dari pelayanan publik, juga

memiliki kebutuhan dan harapan pada kinerja penyelenggara pelayanan publik yang profesional. Dengan tugas Pemerintah Pusat maupun Pemerintah Daerah adalah bagaimana memberikan pelayanan publik yang mampu memuaskan masyarakat. Terkait keutamaan rakyat dalam bernegara ini disepakati pula oleh berbagai teori, bahkan Motseseorang ahli pemerintahan dari timur (Cina) pun mengatakan bahwa dari seluruh unsur Negara, rakyat adalah bagian yang paling penting dan penguasa adalah bagian paling akhir kepentingannya. Sejarah birokrasi di Indonesia memiliki raport buruk, khususnya semasa Orde Baru dimana yang menjadikan birokrasi sebagai mesin politik. Imbas dari itu semua, masyarakat harus membayar biaya yang mahal. Ketidakpastian waktu, ketidakpastian biaya, dan ketidakpastian siapa yang bertanggung jawab adalah beberapa fakta empiris rusaknya layanan birokrasi. Semua itu tentunya memiliki korelasi dengan mentalitas yang korup. Tidak bisa dipungkiri menurut Indiahono (2017) birokrasi yang ada sekarang ini merupakan warisan Belanda dan lebih jauh warisan masa kerajaan. Dalam banyak literatur ditemui bahwa sebenarnya rezim orde baru hanya sekedar melanggengkan saja mental korup seperti ini, karena pada kenyataannya budaya priyayi birokrat ini bahkan telah sangat laten semenjak jaman penjajahan dahulu, kaum priyayi yang dapat disamakan dengan birokrat jaman sekarang, melakukan KKN dengan memanfaatkan jabatannya. Dalam kenyataannya perilaku priyayi birokrat tersebut terus berlangsung hingga kini dalam birokrasi pemerintah kita. Birokrasi pasca orde baru yang bekerja mengendalikan kita selama belasan tahun menurut Patitinggi (2016) adalah birokrasi buruk, yang mengidap hal buruk dari masa lalu dan menjadi ancaman bagi demorratisasi walau telah banyak perbaikan melalui berbagai regulasi dan kebijakan, namun secara kultural tidak banyak yang berubah.

Dalam pelayanan publik yang di- peruntukkan untuk kepentingan rakyat maka akan terkait pula dengan kepentingan

Civil Service VOL. 11, No.1, Juni 2017 : 25 - 35

publik. Perkembangan teoritis kepentingan publik menurut Nurmandi (2010) sangat dipengaruhi oleh tiga mainstream dalam administrasi publik, yaitu:

1. The Old Public Administration, aliran ini mengacu kepada teori normatif, dimana kepentingan publik dideinisikan sebagai sesuatu yang ideal, dapat distandarkan pada nilai tertentu yang mewakili nilai kepentingan publik. Kepentingan publik adalah moral dan standar etika yang digunakan dalam pengambilan keputusan. Kepentingan publik juga merupakan etika tertinggi yang diterapkan dalam urusan- urusan politik.

2. New Public Management, yang meng- gunakan sektor privat dan pendekatan bisnis dalam sektor publik, menekankan desentralisasi dan demokrasi memandang bahwa kepentingan publik dideinisikan oleh masyarakat, warga negara direduksi sebagai konsumen, New Public Management meminjam teori pasar, harga pasar ditentukan secara terbuka, “harga pasar” itulah kepentingan publik.

3. The New Public Service, menurut aliran ini, kepentingan publik adalah hasil dari sebuah dialog tentang nilai-nilai bersama yang diagregasikan dari kepentingan individual. Oleh karena itu, pelayan publik tidak hanya selalu merespon permintaan “pelanggan”, tetapi lebih berfokus pada membangun hubungan baik dengan kepercayaan dan kolaborasi dengan dan antar warga negara. Sebagai implikasinya The New Public Service tidak percaya pada privatisasi, karena organisasi publik melayani karena uang, birokrat pun disebut perannya. Pelayanan publik merupakan hubungan antara lembaga publik secara keseluruhan dengan citizen secara keseluruhan.

Negara yang diwakili oleh pemerintah mengemban mandat publik untuk memenuhi kebutuhan publik, termasuk menciptakan barang publik. Pemerintah menurut Thoha (2003) memiliki kekuatan mamaksa yang sah (otoritas) untuk mempengaruhi perilaku dan pembuatan keputusan oleh individu di masyarakat. Sehingga dapat dibayangkan

betapa penyalahgunaan kekuasaan dan kewenangan yang berujung kepada korupsi akan begitu rentan terjadi, utamanya ketika para birokrat pemerintah ini tidak netral secara politis. Secara teoritik dan praktik, terdapat perbedaan antara pemerintah dan pemerintahan, pemerintahan adalah segala urusan yang dilakukan oleh negara dalam menyelenggarakan kesejahteraan masyarakat dan kepentingan negara. Sedangkan menurut Ridwan (2014) peme- rintah adalah organ/alat yang menjalankan pemerintahan dan jika diartikan secara sempit maka pemerintah adalah cabang kekuasaan eksekutif, pengertian inilah yang kita kenal sebagai birokrasi.