Netralitas Birokrasi Mendorong Pem- berantasan Korupsi

Netralitas Birokrasi Mendorong Pem- berantasan Korupsi

Arah politik hukum yang dicanangkan oleh Pemerintah Indonesia selayaknya ter- fokus pada upaya pemberantasan korupsi dan percepatan pelaksanaan reformasi birokrasi. Mengingat praktikkorupsi yang melibatkan aparat birokrasi dan uang rakyat sangat merugikan sendi-sendi kehidupan bermasyarakat dan bernegara, upaya pem- berantasan korupsi harus dilakukan secara sistematis sehingga tidak memberikan peluang sekecil apa pun bagi pelaku korupsi untuk mencuri hak rakyat. Melalui Inpres Nomor 5 Tahun 2004 tentang Percepatan

Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, upaya-upaya perbaikan sistem hukum harus merupakan perwujudan percepatan dari pemberantasan korupsi itu sendiri. Terkait dengan kepemimpinan baru rupanya upaya dan komitmen tersebut disepakati untuk terus berlanjut, pasangan presiden-wakil presiden terpilih Joko Widodo-Jusuf Kalla pun menghendaki hal yang sama, pasangan ini menjadikan reformasi birokrasi dan pemberantasan korupsi sebagai program aksi termasuk pula janji mengimplementasikan UU-ASN, UU Pelayanan Publik, dan mewujudkan pemerintahan dengan tata kelola profesional yang jelas terkait dengan reformasi birokrasi.

Reformasi dideinisikan sebagai peru- bahan radikal untuk perbaikan di berbagai bidang dalam suatu masyarakat atau negara. Dengan demikian reformasi birokrasi adalah perubahan radikal dalam bidang sistem pemerintahan. Dengan menata birokrasi melalui reformasi birokrasi yang didalamnya mengatur pula netralitas birokrasi maka sesungguhnya langkah penting menuju komitmen pemberantasan korupsi telah dimulai. Hal ini sejalan dengan tiga hal yang termasuk dalam tiga lini perubahan penting terkait upaya anti korupsi, yaitu: penguatan peran (role) yang bermuara pada peningkatan kinerja, penguatan aspek tata kelola, dan peningkatan kapasitas kelembagaan dengan terbangunnya berbagai perangkat sistem kontrol dan pencegahan korupsi. Namun langkah strategis yang makro ini tentulah membutuhkan pula dukungan dan itikad politik yang baik, karena penataan ini akan membutuhkan regulasi yang jelas, diatur secara seksama dalam peraturan perundang- undangan ditingkat pusat maupun daerah, bahkan jika perlu diatur pula dalam konstitusi seperti Jerman yang mengatur ketentuan birokrasi dalam konstitusi negara. Walau tentunya harus dipahami bahwa perbaikan dokumen konstitusi tak akanada artinya tanpa didukung integritas-moralitas yang mendukung hadirnya pemerintahan yang zero tolerance to corruption.

Pada akhirnya sistem yang membuat dan menempatkan birokrasi dalam posisi

Civil Service VOL. 11, No.1, Juni 2017 : 25 - 35

netral dan tak terpengaruh kekuatan politik akan menjadikan birokrasi berjalan dalam sistemnya sendiri di mana mereka menjadi pelaksana dan pelayan murni untuk setiap kebijakan yang berorientasi kepada pelayanan masyarakat dan fungsi pelayanan yang diatur dalam konstitusi. Dalam tataran payung hukum, kini Indonesia telah memiliki UU ASN yang diharapkan mampu mempercepat reformasi birokrasi dan menjadikan birokrasi negara semakin professional dan netral secara politis. Ketika birokrasi netral, dia tak akan melayani segelintir elit, dan hanya ketika birokrasi netral pulalah maka para pejabatnya dapat menolak dan mengatakan tidak terhadap segala sesuatu yang berbentuk penyimpangan dan penyalahgunaan wewenang termasuk diantaranya menolak menjadikan instansi yang dipimpinnya untuk menjadi penyedia dana tertentu bagi pucuk pimpinan yang berorientasi politik, penolakan terhadap segala pengendalian politis terhadap biro- krasi termasuk pengendalian anggaran tentunya memiliki korelasi dengan tinggi rendahnya tingkat korupsi di suatu institusi pemerintah. Jika instrumen hukum yang ada dirasa belum cukup maka perlu dibentuk regulasi yang lebih tegas terkait netralitas birokrasi. Menurut Synder (2003), dalam konteks reformasi dan percepatan menuju perubahan yang lebih baik, regulasi yang dibutuhkan haruslah bersifat tegas dan tanpa kompromi agar mereka yang tak terbiasa dan enggan berubah menjadi tak dibutuhkan lagi oleh sistem, goncangan-goncangan adalah hal yang wajar dan menjadi sesuatu yang lumrah, karena proses politik seringkali menimbulkan goncangan social.