Pelayanan Publik

Pelayanan Publik

Yusribau (2014) menjelaskan bahwa pelayanan publik (public service) dianggap memiliki kesamaan arti dengan istilah pelayanan umum atau pelayanan masyarakat. Dalam lingkup pemerintahan, pelayanan publik lebih dipopulerkan dengan istilah pelayanan prima, pelayanan satu atap, pelayanan satu pintu yang keseluruhannya bermuara kepada upaya pemenuhan kepuasan masyarakat atau pelanggan. Sementara menurut Tjiptono (2011), yang dimaksud dengan kepuasan masyarakat adalah hasil dari adanya perbedaan-perbedaan antara harapan konsumen dengan kinerja yang dirasa oleh pengguna layanan. Beberapa akademisi seringkali mengindentikkan kepuasan pelanggan dengan kualitas jasa pelayanan.

Meskipun demikian, sesungguhnya kedua konsep tersebut kerap kali dideinisikan

secara berbeda karena memiliki konstruk yang memang berbeda. Untuk melihat sejauh mana kualitas pelayanan publik yang diberikan oleh pemerintah, Parasuraman dalam Tjiptono (2011) menyebutkan ada lima dimensi yang harus diperhatikan yaitu:

1. Tangibles yaitu kualitas pelayanan yang berupa sarana isik perkantoran,

kemodernan, peralatan yang digunakan, daya tarik fasilitas yang digunakan, kerapian petugas serta kelengkapan peralatan penunjang;

Civil Service VOL. 11, No.1, Juni 2017 : 37 - 48

2. Reliability yaitu kemampuan dan ke- andalan untuk menyediakan pelayanan yang telah dijanjikan;

3. Responsiveness yaitu kesanggupan untuk membantu dan menyediakan pelayanan secara cepat dan tepat sert atanggap terhadap keinginan konsumen;

4. Assurance yaitu keramahan serta sopan santun pegawai dan kemampuan untuk mendapatkan kepercayaan konsumen;

5. Emphaty yaitu sikap tegas dan penuh perhatian dari pegawai dan dapat me- mahami kebutuhan spesiik dari konsumen.

Pendapat tokoh lainnya seperti Moenir (2002) mendeinisikan pelayanan publik

sebagai suatu kegiatan yang dilakukan oleh seseorang atau sekelompok orang dengan landasan tertentu dimana tingkat pemuasannya hanya dapat dirasakan oleh orang yang melayani atau dilayani, ter- gantung kepada kemampuan penyedia jasa dalam memenuhi harapan pengguna. Pelayanan pada hakikatnya adalah se- rangkaian kegiatan, karena itu proses pelayanan berlangsung secara rutin dan berkesinambungan meliputi seluruh ke- hidupan organisasi dalam masyarakat. Proses tersebut selalu dilakukan sehubungan dengan saling memenuhi kebutuhan antara penerima dan pemberi pelayanan. Sementara itu Sinambela, dkk (2006) menyebutkan bahwa yang dimaksud dengan pelayanan adalah setiap kegiatan yang menguntungkan dalam suatu kumpulan kesatuan dan menawarkan kepuasan meskipun hasilnya tidak terikat pada suatu produk secara isik.

Lebih lanjut Atmaja (2002) men- jelaskan bahwa pelayanan publik dapat di- artikan sebagai pemberian layanan keperluan orang atau masyarakat yang memiliki kepentingan pada organisasi itu sesuai dengan aturan pokok dan tata cara yang telah ditetapkan sebelumnya. Sinambela dkk (2006) menambahkan bahwa untuk mencapai kepuasan dalam pelayanan prima, beberapa indikator utama yang wajib dipenuhi adalah:

1) transparansi yaitu pelayanan yang bersifat terbuka, mudah dan dapat diakses oleh semua pihak yang membutuhkan dan disediakan secara memadai serta mudah dimengerti;

2) akuntabilitas yaitu pelayanan yang dapat dipertanggungjawabkan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan;

3) kondisional yaitu pelayanan yang sesuai dengan kondisi dan kemampuan pemberi dan penerima pelayanan dengan tetap ber-

pegang pada prinsip eisiensi dan efektivitas;

4) partisipasif yaitu pelayanan yang dapat mendorong peran serta masyarakat dalam penyelenggaraan pelayanan publik dengan memperhatikan aspirasi, kebutuhan dan harapan masyarakat.

Jika dikaitkan dengan administrasi publik maka pelayanan adalah kualitas pelayanan birokrat terhadap masyarakat.

Kata kualitas ini memiliki banyak deinisi yang berbeda serta bervariasi mulai dari yang

sifatnya konvensional hingga yang lebih strategik. Adapun definisi konvensional dari kualitas biasanya menggambarkan karakteristik langsung dari suatu produk misalnya kinerja (performance), keandalan (reliability), mudah dalam penggunaan (easy of use) serta estetika (esthetic). Kinerja itu

sendiri dapat dideinisikan dalam beberapa pemaknaan. Kinerja dapat dipahami sebagai

tingkat keberhasilan atau merupakan the degree of accomplishment atau dengan kata lain kinerja merupakan suatu tingkat pencapaian tujuan organisasi.

Hal ini disampaikan oleh Rue dan Byars dalam Nasucha (2004) yang menyebutkan bahwa kinerja merupakan prestasi kerja, prestasi penyelenggaraan suatu kegiatan dapat menunjukkan seberapa jauh tingkat kemampuan pelaksanaan tugas- tugas organisasi. Selain itu juga dikaitkan dengan efektifitas pelaksanaan program dalam sebuah organisasi.

Jika mendasarkan kepada peng- golongan berdasarkan metodologi penelitian yang digunakan, maka kajian ini dapat di- kategorikan sebagai penelitian yang sifatnya deskriptif eksploratif dimana peneliti akan mengkaji kesesuaian antara jumlah eselon yang ada di BKF dengan membandingkan regulasi PMK serta UU ASN. Untuk itulah pendekatan penelitian yang digunakan lebih mendasarkan kepada pendekatan kualitatif menggunakan metode analisis data regulasi.

Mewujudkan Konsep Birokrasi yang Kaya Fungsi Studi Kasus: Badan Kebijakan Fiskal, Kemenkeu (Joko Tri Haryanto)

Adapun sumber pustaka yang digunakan serta kerja sama ekonomi dan keuangan ditujukan untuk menganalisis berbagai teori

internasional;

yang terkait dengan regulasi terkait jabatan

5. Pelaksanaan administrasi BKF dan; fungsional, organisasi tata kerja, sinergi dan

6. Pelaksanaan fungsi lain yang diberikan dampak jabatan fungsional di dalam BKF

oleh Menteri.

serta kualitas pelayanan publik. Selain memiliki tugas dan fungsi sebagai- Terkait dengan pemilihan jenis data

mana dijelaskan sebelumnya tersebut, BKF yang digunakan, sebagian besar merupakan

juga berperan sebagai unit penelitian dan data sekunder yang didapatkan dari dasar

pengembangan di lingkup Kementerian hukum UU ASN dan PMK yang mengatur

Keuangan dan melakukan pembinaan ter- tentang organisasi dan tata kerja termasuk

hadap jabatan fungsional peneliti. jabatan fungsional di Kementerian Keuangan.

BKF itu sendiri terdiri atas Sekretariat Untuk sampel, dipilih BKF dengan memper-

Badan (Sekban), Pusat Kebijakan Pendapatan timbangkan peran dan fungsi BKF yang

Negara (PKPN), Pusat Kebijakan Anggaran sangat strategis di dalam melakukan analisis

Pendapatan dan Belanja Negara (PKAPBN), dan perumusan rekomendasi kebijakan iskal

Pusat Kebijakan Ekonomi Makro (PKEM), di Kementerian Keuangan.

Pusat Kebijakan Sektor Keuangan (PKSK), Pusat Kebijakan Pembiayaan Perubahan Iklim dan Multilateral (PKPPIM) serta Pusat

PEMBAHASAN

Kebijakan Regional dan Bilateral (PKRB). Sekban memiliki tugas melaksanakan

Organisasi Tata Laksana di BKF

koordinasi pelaksanaan tugas serta pem- Pengaturan organisasi dan tata laksana

binaan dan pemberian dukungan adminis- di dalam lingkup Kementerian Keuangan

trasi kepada semua unsur di lingkungan termasuk BKF, diatur lebih lanjut dalam

BKF. Dalam mendukung tugas tersebut, Peraturan Menteri Keuangan Nomor 234/

Sekban dibagi menjadi Bagian Organisasi PMK.01/2015 Tentang Organisasi dan Tata

dan Kepatuhan Internal (OKI), Bagian Kerja Kementerian Keuangan (PMK OTK

Sumber Daya Manusia (SDM), Bagian Kemenkeu). Bab yang mengatur tentang

Perencanaan dan Keuangan (Cankeu), BKF adalah Bab XII dari mulai pasal 1669

Bagian Informasi dan Komunikasi Publik hingga pasal 1840. Dalam pasal 1670

(IKP), Bagian Umum dan Kelompok Jabatan disebutkan bahwa BKF memiliki tugas

Fungsional. Sementara PKPN memiliki menyelenggarakan perumusan, penetapan

tugas melaksanakan analisis, evaluasi dan dan pemberian rekomendasi kebijakan

perumusan rekomendasi kebijakan di bidang iskal dan sektor keuangan sesuai dengan

pendapatan negara terkait subyek, obyek dan ketentuan peraturan perundang-undangan.

tarif. Dalam pelaksanaan tugasnya, PKPN Berdasarkan pasal 1671, BKF me-

terdiri atas Bagian Tata Usaha, Bidang nyelenggarakan fungsi sebagai:

Kebijakan Kepabeanan dan Cukai, Bidang

1. Penyusunan kebijakan teknis, rencana Kebijakan Kepabeanan Internasional, dan program analisis serta perumusan

Bidang Kebijakan Pajak dan Penerimaan rekomendasi kebijakan iskal dan sektor

Negara Bukan Pajak I, Bidang Kebijakan keuangan beserta kerja sama ekonomi

Pajak dan Penerimaan Negara Bukan Pajak dan keuangan internasional;

II, Bidang Kebijakan Pajak Internasional dan

2. Pelaksanaan analisis dan perumusan Kelompok Jabatan Fungsional. rekomendasi kebijakan iskal dan sektor

PKAPBN memiliki tugas melak- keuangan;

sanakan analisis, pemantauan, perumusan

3. Pelaksanaan kerja sama ekonomi dan rekomendasi, proyeksi dan evaluasi keuangan internasional;

kebijakan APBN. Untuk itulah PKAPBN

4. Pelaksanaan pemantauan dan evaluasi dibagi atas Bidang Kebijakan Penerimaan kebijakan iskal dan sektor keuangan

Perpajakan, Bidang Kebijakan Penerimaan

Civil Service VOL. 11, No.1, Juni 2017 : 37 - 48

Negara Bukan Pajak dan Hibah, Bidang dagangan. Pusat Kebijakan Regional dan Kebijakan Belanja Pusat dan Pembiayaan,

Bilateral terdiri atas Bidang Kerjasama Bidang Kebijakan Subsidi, Bidang Kebijakan

Ekonomi dan Keuangan ASEAN, Bidang Keuangan Daerah dan Kelompok Jabatan

Kerjasama Ekonomi dan Keuangan Inter- Fungsional. Tugas melaksanaan analisis,

regional, Bidang Kerjasama Ekonomi dan pemantauan, evaluasi, proyeksi dan

Keuangan Bilateral, Bidang Kerjasama perumusan rekomendasi kebijakan ekonomi

Perdagangan, Bidang Evaluasi dan makro sendiri dilakukan oleh PKEM. PKEM

Hubungan Perwakilan Luar Luar Negeri dan terdiri atas Bidang Analisis Fiskal, Bidang

Kelompok Jabatan Fungsional. Analisis Neraca Pendapatan Nasional, Bidang

Berdasarkan uraian tersebut di atas, Analisis Moneter dan Neraca Pembayaran,

dapat dilihat bahwa di masing-masing Bidang Analisis Ekonomi Internasional dan

unit eselon II di BKF, sudah mengatur Hubungan Investor, Bidang Pengembangan

dan mengamanatkan adanya kelompok Model dan Pengolahan Data Makro dan

jabatan fungsional. Posisi kelompok Kelompok Jabatan Fungsional.

jabatan fungsional tersebut diletakkan di PKSK memiliki tugas melaksanakan

masing-masing unit eselon II di seluruh analisis, evaluasi dan perumusan reko-

BKF, termasuk di kelembagaan Sekretariat mendasi kebijakan serta penyusunan per-

Badan. Dengan demikian secara pengaturan aturan perundang-undangan di bidang

organisasi dan ketatalaksanaan unit di BKF jasa keuangan, pemantauan dan analisis

sudah sesuai dengan tugas pokok dan fungsi kondisi sistem keuangan serta analisis dan

yang diembannya. Dengan ditempatkan evaluasi kebijakan pemeliharaan stabilitas

dimasing-masing unit eselon II di seluruh sistem keuangan. PKSK terdiri atas Bidang

BKF, maka harapannya pejabat fungsional Kebijakan Pengembangan Industri Keuangan,

tersebut mampu bersinergi dan memberikan Bidang Kebijakan Pengembangan Industri

dukungan dalam pencapaian visi dan misi Keuangan Syariah, Bidang Kebijakan

masing-masing Pusat.

Keuangan Inklusif, Bidang Pemantauan Sistem Keuangan, Bidang Dukungan

Penghitungan Kebutuhan Pegawai

Kesekretariatan Stabilitas Sistem Keuangan

Jabatan Fungsional

dan Kelompok Jabatan Fungsional. Kementerian Keuangan sendiri telah Berbagai tugas terkait analisis,

memiliki regulasi terkait penghitungan evaluasi dan perumusan rekomendasi

kebutuhan pegawai dalam jabatan fung- kebijakan perubahan iklim serta analisis,

sional. Sesuai dengan Peraturan Menteri evaluasi, perumusan rekomendasi kebijakan,

Keuangan Nomor 205/PMK.01/2016 tentang koordinasi pelaksanaan dan pemantauan

Pedoman Penghitungan Kebutuhan Jumlah kerja sama ekonomi dan keuangan pada

Pegawai Dalam Jabatan Fungsional (PMK forum G20, multilateral dan OECD dilakukan

Pedoman Penghitungan JF), perlu adanya oleh PKPPIM. PKPPIM sendiri terdiri

pedoman penghitungan kebutuhan jumlah dari Bidang Kebijakan Fiskal Perubahan

pegawai dalam jabatan fungsional untuk Iklim, Bidang Kerja Sama Internasional dan

diberlakukan bagi seluruh jabatan fungsional Pendanaan Perubahan Iklim, Bidang Forum

di lingkungan Kementerian Keuangan yang G20, Bidang Forum Multilateral, Bidang

diselaraskan dengan jam kerja efektif yang OECD dan Kelompok Jabatan Fungsional.

dijalankan di Kementerian Keuangan. Di Terakhir, Pusat Kebijakan Regional

dalam ketentuan umum pasal 1 dijelaskan dan Bilateral atau disingkat PKRB memiliki

bahwa kebutuhan jumlah pegawai dalam tugas melaksanakan analisis, evaluasi,

jabatan fungsional yang selanjutnya disebut perumusan rekomendasi kebijakan, koor-

KJF adalah jumlah dan susunan jabatan dinasi, pelaksanaan dan pemantauan kerja

fungsional PNS yang diperlukan oleh satu sama ekonomi dan keuangan ASEAN,

satuan organisasi Kementerian Keuangan interregional, bilateral dan kerjasama per-

untuk mampu melaksanakan tugas pokok

Mewujudkan Konsep Birokrasi yang Kaya Fungsi Studi Kasus: Badan Kebijakan Fiskal, Kemenkeu (Joko Tri Haryanto)

dengan baik, efektif dan eisien dalam jangka susunan jabatan fungsional. Jumlah dan waktu tertentu.

susunan jabatan fungsional tersebut diharap- Sedangkan lowongan kebutuhan

kan mampu menjawab tuntutan Kementerian jumlah jabatan fungsional yang selanjutnya

Keuangan dalam memberikan pelayanan disebut LKJF adalah KJF yang belum terisi

yang prima kepada seluruh stakeholders karena adanya pemberhentian, meninggal

dengan mengacu kepada program dan dunia, pension atau adanya peningkatan

periode rencana strategis organisasi. volume beban kerja dan pembentukan organisasi kerja baru. Bagi pejabat

Sinergi dan Dampak Jabatan Fungsional

teknis yang berwenang, dengan adanya

Dalam BKF

regulasi tersebut dapat mejadi acuan untuk Dilihat berdasarkan PMK OTK mendapatkan jumlah dan susunan jabatan

Kemenkeu, hampir seluruh tugas pokok dan fungsional sesuai dengan beban kerja unit

fungsi di unit BKF mengemban misi analisis organisasi sehingga seluruh tugas dan

dan rekomendasi kebijakan serta memiliki kegiatan dapat dilaksanakan dengan baik,

tugas dan fungsi sebagai unit penelitian efektif dan eisien.

dan pengembangan di lingkup Kementerian Adapun dasar perhitungan KJF

Keuangan. Dengan demikian sudah sangat pada masing-masing satuan organisasi

sesuai dengan adanya amanat kelompok di lingkungan Kementerian Keuangan di-

jabatan fungsional. Namun demikian lakukan berdasarkan rasio perkiraan waktu

mengacu kepada UU ASN maka dirasakan penyelesaiaan hasil kerja (output) per tahun

masih ada overlapping antara jabatan yang disesuaikan dengan rencana strategis

fungsional dan struktural. Untuk beberapa unit organisasi dan jam kerja efektif di

unit kerja yang mengandung misi analisis lingkungan Kementerian Keuangan. Hal

dan rekomendasi kebijakan serta memiliki ini juga sudah disampaikan di dalam dasar

tugas dan fungsi penelitian seharusnya pertimbangan utama dengan menyebutkan

diwujudkan dalam bentuk unit jabatan bahwa dalam rangka mendukung efektivitas

fungsional bukan lagi struktural. Dengan dan eisiensi pelaksanaan tugas layanan

demikian dampak sinergi yang seharusnya fungsional di lingkungan Kementerian

diuraikan adalah:

Keuangan maka diperlukan jumlah dan

Tabel 1. Komposisi Fungsional di PKPN

No Pusat Bidang

Sub Bidang

Usulan

Kebijakan

Fasilitas Kepabeanan

Kepabeanan

Fungsional dan Cukai

Cukai

Bea Keluar Tarif Bea Masuk

Kebijakan

Tarif Bea Masuk Preferensi

Fungsional Internasional

Kepabeanan

Bea Masuk Tindakan

Kerjasama Organisasi Kepabeanan Internasional

Kebijakan

Pajak Pertambahan Nilai Perdagangan dan Industri

Pajak dan

Fasilitas PPN

Fungsional

1 PKPN PNPB I

PPN Jasa dan Pajak Tidak Langsung Lainnya

PNBP Non-SDA Pajak Penghasilan Umum

Kebijakan

Fasilitas Pajak Penghasilan

Pajak dan Fungsional PNBP II

Pajak Penghasilan Industri Ekstraktif PNBP SDA Perjanjian Penghindaran Pajak Berganda Wilayah Amerika dan Eropa

Kebijakan Perjanjian Penghindaran Pajak Berganda Wilayah Amerika dan Eropa Pajak

Perjanjian Penghindaran Pajak Berganda Wilayah Australia, Asia Fungsional Internasional

Pasiik dan Afrika Kerjasama Organisasi Pajak Internasional

Sumber: PMK OTK Kemenkeu

Civil Service VOL. 11, No.1, Juni 2017 : 37 - 48

Berdasarkan analisis dalam tabel 1 dijadikan pejabat fungsional. Hal ini juga mengenai komposisi fungsional sesuai amanat

disebabkan keseluruhannya mengemban UU ASN dengan PMK OTK Kemenkeu

tugas melaksanakan analisis, evaluasi dapat dilihat bahwa dari keseluruhan eselon

dan perumusan rekomendasi kebijakan.

III dan IV di Pusat Kebijakan Pendapatan Begitupula yang terjadi di Pusat Kebijakan Negara (PKPN) sebanyak 5 Bidang dan

Ekonomi Makro (PKEM) sebanyak 5 Bidang

20 Sub Bidang, wajib dijadikan pejabat

dan 17 Sub Bidang.

fungsional. Hal ini disebabkan keseluruhan Sementara, di Pusat Kebijakan eselon III dan IV tersebut mengemban

Sektor Keuangan (PKSK), Pusat Kebijakan tugas melaksanakan analisis, evaluasi dan

Pembiayaan Perubahan Iklim dan Multilateral perumusan rekomendasi kebijakan yang

(PKPPIM) serta Pusat Kebijakan Regional merupakan amanat diperlukannya pejabat

dan Bilateral (PKRB), hal yang sedikit ber- fungsional. Hal yang sama juga terjadi pada

beda terjadi dimana ada beberapa unit eselon Pusat Kebijakan APBN (PKAPBN) dimana

III dan IV yang masih tetap layak dijadikan dari keseluruhan eselon III dan IV sebanyak

pejabat struktural sementara beberapa lainnya

5 Bidang dan 17 Sub-Bidang juga wajib wajib dijadikan pejabat fungsional.

Tabel 2. Komposisi Fungsional di PKPPIM

No Pusat

Bidang

Sub Bidang

Usulan

Sektor Infrastruktur dan Lingkungan

Kebijakan Fiskal

Kehutanan dan Perubahan Lahan

Perubahan Iklim

Fungsional

Energi dan Industri Transportasi dan Lainnya

Forum Internasional Perubahan Iklim

Kerjasama Internasional

Kerja sama Pendanaan Lembaga

dan Pendanaan Perubahan

Internasional dan Negara Mitra

Fungsional

Iklim

Pendanaan Perubahan Iklim Lainnya Kerja sama Makro Ekonomi Global Stabilitas Sistem Keuangan Global

Non- 1 PKPPIM

Forum G20

Kebijakan Pembangunan Ekonomi Global fungsional

Harmonisasi dan Dukungan Teknis World Bank dan IMF ADB dan IDB

Forum Multilateral

Non-

Forum Multilateral Lainnya

fungsional Investasi dan Kontribusi Dana Lembaga Internasional

Program Keuangan

Non-

OECD

Program Non Keuangan

fungsional

Hubungan Kesekretariatan OECD

Sumber: PMK OTK Kemenkeu

3 lainnya yaitu Bidang Forum G20, komposisi fungsional di PKPPIM. Dari

Sebagai contoh misalnya tabel 2,

OECD dan Forum Multilateral tetap layak keseluruhan eselon III dan IV sebanyak

dijadikan pejabat struktural karena masih

5 Bidang dan 18 Sub Bidang, maka ada 2 mengandung unsur dukungan administrasi yang wajib dijadikan pejabat fungsional

dan kesekretariatan.

yaitu Bidang Kebijakan Fiskal Perubahan Begitupula yang terjadi di PKSK Iklim dan Bidang Kerjasama Internasional

dimana ada 3 bidang yang wajib dijadikan dan Pendanaan Perubahan Iklim. Sementara

pejabat fungsional (Bidang Kebijakan

Mewujudkan Konsep Birokrasi yang Kaya Fungsi Studi Kasus: Badan Kebijakan Fiskal, Kemenkeu (Joko Tri Haryanto)

Pengembangan Industri Keuangan, program dan periode rencana strategis yang Kebijakan Pengembangan Industri Keuangan

disusun.

Syariah dan Kebijakan Keuangan Inklusif). Dengan demikian sudah sangat sesuai Sementara Bidang Pemantauan Sistem

dengan adanya amanat kelompok jabatan Keuangan dan Dukungan Kesekretariatan

fungsional. Namun demikian sebagai bahan dan Stabiliats Sistem Keuangan tetap

rekomendasi, mengacu kepada UU ASN dijadikan jabatan struktural. Khusus di

maka dirasakan masih ada overlapping PKRB, seluruh bidang eselon III dan IV

antara jabatan fungsional dan struktural. tetap layak dijadikan jabatan struktural.

Untuk beberapa unit kerja yang mengandung misi analisis dan rekomendasi kebijakan serta memiliki tugas dan fungsi penelitian

PENUTUP

seharusnya diwujudkan dalam bentuk unit jabatan fungsional bukan lagi struktural

Untuk mewujudkan aparatur sipil misalnya di PKPN, PKAPBN dan PKEM. negara sebagai bagian dari reformasi birokrasi,

Sementara di PKPPIM dan PKSK, terjadi perlu ditetapkan aparatur sipil negara

pembagian proporsi antara bidang yang sebagai profesi yang memiliki kewajiban

wajib dijadikan fungsional dan masih layak mengelola dan mengembangkan dirinya

dijadikan struktural. Khusus di PKRB, serta wajib mempertanggungjawabkan

mendasarkan tugas, keseluruhan eselon III kinerjanya dalam menerapkan prinsip merit

dan IV masih tetap dipertahankan menjadi manajemen aparatur sipil negara. Untuk

pejabat struktural.

itulah ke depannya pola manajemen aparatur sipil negara justru diharapkan lebih diwarnai oleh aspek profesional dari sisi jabatan

DAFTAR PUSTAKA

fungsional dibandingkan aparatur yang bersifat struktural.

Dharma, Surya. (2005). Manajemen Kinerja, Jargon yang coba dikembangkan

Falsafah Teori dan Penerapannya. adalah suatu manajemen yang kaya fungsi

Yogyakarta: Pustaka Pelajar. dalam mendukung upaya profesionalisme

Dwiyanto, Agus. (2008). Reformasi Birokrasi aparatur sipil negara dalam menjalankan misi

Publik di Indonesia. Yogyakarta: pelayanan prima kepada seluruh masyarakat

Gadjah Mada University Press. dan pemangku kepentingan lainnya. Upaya

Darmanto dan Syarif Fadillah. (2010). ini dapat diwujudkan melalui pengadaan

Kinerja Aparatur Pemerintah Daerah jabatan fungsional. Berdasarkan analisis

Dalam Rangka Pelayanan Publik. terhadap PMK Kemenkeu untuk kasus BKF,

Jurnal Ilmu Administrasi Negara. Vol. dapat dilihat bahwa dihampir seluruh tugas

10. No. 2;

pokok dan fungsi di unit BKF mengemban Enceng, Purwaningdyah Yuli Tirtariandi. misi analisis dan rekomendasi kebijakan

(2013). Pengaruh Motivasi Kerja serta memiliki tugas dan fungsi sebagai unit

dan Kinerja Aparatur Pemerintah penelitian dan pengembangan di lingkup

Kecamatan Terhadap Kualitas Kementerian Keuangan.

Pelayanan Masyarakat (Studi di Kantor Kementerian Keuangan juga sudah

Kecamatan Jatinangor Kabupaten memiliki regulasi PMK Pedoman Peng-

Sumedang). Jurnal Penelitian Inovasi. hitungan JF. Dengan aturan tersebut

Vol. 38. No. 2

maka akan dihasilkan suatu jumlah dan Hughes, O.E. 1994. Public Management susunan pejabat fungsional yang memadai,

and Administration and Introduction. sesuai dengan kebutuhan organisasi di

New York: Martin Press. dalam mendukung terciptanya tujuan dan

Istujaya, Andika. (2004). Efektivitas Organi- fungsi pelayanan prima kepada seluruh

sasi Kecamatan Dalam Pelayanan stakeholders dengan tetap mensinergikan

Publik Setelah Menjadi Perangkat

Civil Service VOL. 11, No.1, Juni 2017 : 37 - 48

Daerah di Kabupaten Lombok Timur. Organisasi dan Tata Kerja Kementerian Tesis, Universitas Gadjah Mada

Keuangan;

Ibrahim, Amin. (2008). Teori dan Konsep _______________, Peraturan Menteri Keuangan Pelayanan Publik serta Implikasinya.

PMK Nomor 234/PMK.01/2015 tentang Bandung: Penerbit Mandar Maju.

Organisasi dan Tata Kerja Kementerian Koentjaraningrat. (2002). Kebudayaan

Keuangan;

Mentalitas dan Pembangunan. _ ______________, Peraturan Menteri Keuangan Jakarta: Gramedia.

PMK Nomor 205/PMK.01/2016 tentang Kusuma Atmaja, Arief. (2002). Kualitas

Pedoman Penghitungan Kebutuhan Pelayanan Publik di Unit Pelayanan

Jumlah Pegawai Dalam Jabatan Terpadu Kabupaten Jember. Tesis.

Fungsional Di Lingkungan Kementerian UGM. Yogyakarta.

Keuangan;

Langi, Elviana. (2016). Evaluasi Kinerja Sinambela, Lijan Poltak, dkk. (2006). Aparatur Pemerintah Desa Dalam

Reformasi Pelayanan Publik. Jakarta: Penyelenggaraan Pemerintahan (Studi

Bumi Aksara.

di Desa Ranoketang Atas Kecamatan Suwatin. (2010). Indikator Kinerja dan Touluan Kabupaten Minahasa Selatan).

Reformasi Birokrasi: Tinjuan Terhadap Jurnal Eksekutif, Vol. 1. No.7

Indikator Kinerja Dalam I n s t r u m e n Moenir, HAS. (2001). Manajemen Pelayanan

P e n g u k u r a n K i n e r j a Organisasi Umum di Indonesia. Jakarta: Bumi

Pemerintah. Jurnal Borneo Aksara.

Administrator. Vol. 6. No. 2 Mangkunegara, Prabu. (2006). Evaluasi

Setyobudi, Yustinus Farid. (2013). Reformasi Kinerja SDM. Bandung: Rafika

Birokrasi Guna Mengefektifkan Kinerja Aditama.

Pemerintah di Indonesia. Jurnal Makaduro, Morans. (2014). Penerapan

Dimensi. Vol. 2. No. 2 Disiplin Dalam Meningkatkan Kinerja

Sinambela, Lijan Poltak, dkk. 2006. Aparatur Pemerintah Kecamatan.

Reformasi Pelayanan Publik. Bumi Jurnal Politico, Vol. 1. No. 4

Aksara. Jakarta;

Mayore, Marsuki. (2016). Evaluasi Kebi- Tjiptono, F & Chandra. G. (2011). Service, jakan Reformasi Struktur Birokrasi

Quality and Satisfaction. Yogyakarta: Pemerintah Kecamatan. Jurnal

Andi Offset.

Administrasi Publik. Vol. 3. No. 38 Usman, Ernawaty dan Selmita Paranoan. Nugroho, Riant. 2001. Reinventing Indonesia.

(2013). Anggaran Partisipasif Dalam Elex Media Komputindo.Jakarta;

Menunjang Kinerja Aparatur Nasucha, Chaizi. (2004). Reformasi

Pemerintah Daerah. Jurnal Akuntansi Administrasi Publik, Teori dan Praktek.

Multiparadigma. Vol. 4. No. 1 Yogyakarta: Gramedia Widiasarana.

Waani, Indra Merev. (2014). Kinerja Neta, Yulia. (2013). Evaluasi Kinerja Aparatur

Birokrasi P e m e r i n t a h D e s a D a l a m Pemerintah Kota Bandar Lampung.

U p a y a Peningkatan Pelayanan Jurnal Fiat Yustitia. Vol. 7 No. 1

Publik. Jurnal Eksekutif. Vol. 1. No. 3 Osborne, D & T. Gaebler. (1996). Mewira-

Yusribau, M. (2014). Analisis Kinerja Pela- usahakan Birokrasi. Jakarta: PPM Press.

yanan Publik Pada KUA Kecamatan Prasodjo, Eko.(2009). Reformasi Kedua

Dullah Selatan Kota Tual. Jurnal Melanjutkan Estafet Reformasi.

Administrasi Publik dan Birokrasi. Jakarta: Penerbit Salemba Humanika.

Vol. 1 No. 2

Republik Indonesia, Undang-undang Nomor

5 Tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara; _______________, Peraturan Menteri Keuangan PMK Nomor 234/PMK.01/2015 tentang

Systematic Review: Budaya Inovasi Aspek Yang Terlupakan Dalam Inovasi Kepegawaian (Lesmana Rian Andhikai)