Metode Satu-satunya dalam

Metode Satu-satunya dalam

Pengkaderan

Menurut ustadz Hasan Al-Banna praktek dan penerapan harus selalu ada berdampingan dengan teori. Sistem pengajaran ini hendaknya diterapkan dalam kurikulum pendidikan. Kurikulum pendidikan inilah yang selamat, benar dan penuh kesadaran. Dengan kurikulum pendidikan seperti inilah nama Islam akan harum di dalam kancah kehidupan. Jika di saat proses belajar mengajar, terdengar adzan shalat 5 waktu, maka sang guru harus menghentikan kegiatan mengajarnya. Ia harus memimpin muridnya melakukan shalat. Setidaknya langkah pertama yang dilakukan adalah mengikuti lafadz yang diucapkan oleh seorang muadzin, sehingga hal ini akan membentuk diri seorang pelajar untuk menghormati adzan, jika dia mendengarnya. Jeda waktu ini dimaksudkan untuk mengikuti lafadz yang diucapkan oleh seorang muadzin. Tindakan ini akan lebih besar pengaruhnya ketimbang dari mempelajari teori tentang makna dan penghormatan terhadap adzan. Selanjutnya, tindakan ini akan meninggalkan kesan murid terhadap gurunya. Sehingga ia akan memperhatikan dan menghormati agamanya dimana saja dan kapan saja.

Diantara sarana pendidikan yang diajarkan ustadz Hasan Al-Banna adalah ucapan beliau berikut ini. Beliau berkata, “Mengapa shalat berjamaah lebih utama daripada shalat yang dilakukan sendiri, padahal gerakan-gerakan yang dilakukan keduanya adalah sama? Alasannya adalah dengan shalat berjamaah akan memunculkan kesempatan untuk saling berkenalan diantara kaum muslimin. Ia harus mengetahui mushalla di kanan dan kirinya. Tindakan ini secara tidak langsung menunjukkan dirinya adalah seorang muslim, dai, mendapat ganjaran pahala yang berlipat ganda dan melakukan interaksi dan hubungan sesama muslim. Andaikan para jamaah shalat ini senantiasa melakukan shalat secara berjamaah, maka akan terbentuk perasaan kasih sayang diantara kaum muslimin. Namun kami berusaha untuk mencapai suatu tujuan selain dari keutamaan shalat berjamaah, yaitu selain ganjaran pahala 25 atau 27 derajat. Ustadz Al-Banna mengatakan kepada kami, “Jika kami melakukan shalat di rumah, maka kita tidak berinteraksi dengan para tetangga. Tidak berinteraksi dengan tetangga kita yang muslim.” Alqur’an mendorong seorang muslim untuk mengadakan dan melakukan hubungan baik dengan tetangganya. Allah swt berfirman,

4’n1öà)ø9$# “É‹Î/uρ $YΖ≈|¡ômÎ) È⎦ø⎪t$Î!≡uθø9$$Î/uρ ( $\↔ø‹x© ⎯ϵÎ/ (#θä.Îô³è@ Ÿωuρ ©!$# (#ρ߉ç6ôã$#uρ É=Ïm$¢Á9$#uρ É=ãΨàfø9$# Í‘$pgø:$#uρ 4’n1öà)ø9$# “ÏŒ Í‘$pgø:$#uρ È⎦⎫Å3≈|¡yϑø9$#uρ 4’yϑ≈tGuŠø9$#uρ

Hasan al-Banna – Sang Inspirator _______________________________________________________________ 72

“Sembahlah Allah dan janganlah kalian mempersekutukan-Nya dengan sesuatupun. Dan berbuat baiklah kepada kedua orang tuamu, karib kerabat, anak-anak yatim, orang-orang miskin, tetangga yang dekat dan tetangga yang jauh, teman sejawat…” (QS. An-Nisa’ (4) : 36)

Rasulullah saw -di dalam berbagai haditsnya- seringkali mendorong seorang muslim untuk mengadakan hubungan baik dengan tetangga. Rasulullah saw bersabda, “Malaikat Jibril berulang kali berwasiat kepadaku untuk menjaga hubungan dengan baik. Karena ia berulang kali berwasiat tentang hal itu, saya menyangka Jibril akan mewariskan sesuatu. Di dalam riwayat yang lain, Rasulullah saw bersabda, “ Demi Allah tidak beriman, demi Allah tidak beriman .” Para sahabat bertanya, “Siapa yang dimaksud tidak beriman, wahai Rasulullah? Rasul saw menjawab, “ Seorang tetangga yang tak merasa aman .”

Al-Imam Asy-Syahid bertanya tentang tetangga kami masing-masing. Sejauh apa hubungan kami. Sampai dimana interaksi dan pergaulan kami dengan mereka. Beliau memuji kami yang melakukan interaksi dengan tetangga secara intens. Beliau menasehati sebagian kami untuk mempunyai perhatian terhadap kewajiban ini. Karena interaksi dengan tetangga bukanlah perbuatan yang sia-sia. Anda, wahai para pembaca, dapat membayangkan sendiri rumah-rumah yang ada di sekitar anda. Misalnya, sekitar 20 rumah di lingkungan anda. Semuanya saling mengenal, saling mengasihi dan saling tolong menolong. Bukankah keadaan ini lebih baik daripada rumah yang berada di luar lingkungan rumah anda? Bukankah keluarga itu merupakan bagian dari masyarakat? Bagaimana masyarakat dapat tegak berdasarkan rasa kasih sayang dan saling tolong menolong, sedangkan anda tidak pernah mengadakan interaksi dengan masyarakat?! Begitulah beliau. Beliau menjelaskan perkara ini dengan sangat sederhana dan jelas. Bukannya penjelasan yang rumit, tak perlu menggunakan istilah- istilah yang bermacam-macam. Penjelasan beliau ini sangat sederhana, sehingga tak memberatkan akal manusia serta tidak perlu diperdebatkan. Beliau cukup berbuat, melaksanakan dan tak perlu dipersulit. Kami pernah berada di dalam penjara Al-Wahat. Di dalam penjara tersebut ada dua orang Ikhwan. Mereka berdua saling berbantahan. Salah seorang dari mereka, bernama Muhammad. Sedangkan yang satunya lagi bernama Sayyid. Muhammad menampar Sayyid. Akibatnya, masalah ini dibawa ke seorang penanggung jawab. Diputuskan Sayyid berhak menampar pipi Muhammad, seperti Muhammad menampar pipinya. Para Ikhwan berkumpul mencoba memahami hukum Allah yang berkaitan dengan perkara ini. Muhammad dan Sayyid saling berhadapan. Muhammad mempersilahkan Sayyid untuk menamparnya. Sayyid mengangkat tangannya, nampak dia sangat bernafsu sekali untuk menampar Muhammad. Namun, ternyata. Apa yang dilakukan Sayyid. Ia memeluk saudaranya, sambil berkata, “Saya sudah memaafkan anda, semoga Allah melapangkan dada anda.” Begitulah, perkara itu kembali mencair. Diantara Ikhwan seolah-olah tidak terjadi apa-apa lagi. Demikianlah ustadz Al- Banna membangun sebuah masyarakat yang mulia melalui jamaah

e-Book dari http://www.Kaunee.com ______________________________________________________________ 73