BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Masa remaja adalah masa peralihan antara tahap anak dan dewasa. Masa remaja ditandai dengan kematangan fisik, sosial, dan psikologis yang berhubungan
langsung dengan kepribadian, seksual, dan peran sosial remaja. Masa remaja juga dapat dimulai sejak seseorang menunjukkan tanda-tanda pubertas dan berlanjut
hingga kematangan seksual. Perubahan hormon seksual di dalam tubuhnya ditandai dengan kematangan seksual sehingga dorongan seksual yang timbul semakin
meluap Ahmadi, 2007. Remaja merupakan kelompok yang paling rentan secara fisik terhadap infeksi. Meskipun remaja sudah matang secara organ seksual, tetapi
emosi dan kepribadiannya masih labil karena masih mencari jati dirinya, sehingga rentan terhadap berbagai godaan dalam lingkungan pergaulannya. Remaja
cenderung ingin tahu dan mencoba-coba apa yang dilakukan oleh orang dewasa Gunarsa, 2012.
Banyak faktor yang menjadi sebab dari masalah kesehatan reproduksi remaja yaitu antara lain rendahnya pengetahuan yang dimiliki remaja mengenai
seksualitas seks, kehamilan, kontrasepsi, dan lain-lain, bahkan seringkali pengetahuan yang tidak lengkap itu juga tidak benar, karena diperoleh dari sumber
yang keliru, misalnya dari teman sebaya, majalah-majalah porno, film-film biru, dan mitos yang beredar di masyarakat. Karena seharusnya mereka mendapatkan
informasi masalah kesehatan reproduksi melalui orang tua, karena informal tentang kesehatan reproduksi yang paling awal tergantung dari pengetahuan orang tua.
Faktor keluarga juga menjadi faktor kedua setelah teman sebaya yang mempengaruhi keputusan remaja tertibat dalam seksual aktif dan kehamilan. Survei
yang dilakukan oleh Yayasan Kita dan Buah Hati 2005 di Jabodetabek didapatkan hasil lebih dari 80 persen anak-anak usia 9-12 tahun telah mengakses materi
pornografi dari sejumlah media termasuk internet. Dari survey tersebut dapat disimpulkan bahwa akses informasi sangat berperan dalam pemberian informasi
tentang kesehatan reproduksi remaja. Remaja dengan karakteristiknya yang cenderung ingin tahu dan mencoba-coba dikhawatirkan dapat terpengaruh dari
commit to user
lingkungannya, sehingga mereka cenderung lebih permisif terhadap perilaku seksual pranikah. Adanya berbagai perilaku seks remaja tersebut dipengaruhi oleh
berbagai faktor. Secara garis besar faktor-faktor yang berpengaruh terhadap perilaku reproduksi remaja terdiri dari faktor di luar individu dan faktor di dalam
individu. Faktor di luar individu adalah faktor lingkungan di mana remaja tersebut berada, baik itu di lingkungan keluarga, kelompok sebaya
peer group
, banjar dan desa. Sedangkan faktor di dalam individu yang cukup menonjol adalah sikap
permisif dari individu yang bersangkutan. Sementara sikap permisif ini sangat dipengaruhi oleh lingkungan. Dalam suatu kelompok yang tidak permisif terhadap
perilaku reproduksi sebelum menikah akan menekan anggotanya yang bersifat permisif. Dengan demikian kontrol sosial akan mempengaruhi sikap permisif
terhadap kelompok tersebut. Pernyataan tersebut diperkuat oleh Bandura dalam konsepnya
reciprocal determinism
, yaitu seseorang akan bertingkah laku dalam situasi yang ia pilih secara aktif. Dalam menganalisis perilaku seseorang, ada tiga
komponen yang harus ditelaah yaitu individu itu sendiri P:
Person
, lingkungan E:
Environment
, serta perilaku individu tersebut B:
Behavior
. Individu akan memunculkan satu bentuk perilaku yang berbeda meskipun lingkungan serupa,
namun individu akan bertingkah laku setelah ada proses kognisi atau penilaian terhadap lingkungan sebagai stimulus yang akan ditindaklanjuti. Bandura
menyatakan bahwa kognisi adalah sebagai tingkah laku perantara dimana persepsi diri kita mempengaruhi tingkah laku Ramadhani, 2008.
Data BKKBN 2010 menunjukkan jumlah penduduk Indonesia telah mencapai sekitar 240 juta jiwa. Jumlah penduduk yang tinggi tersebut harus
diimbangi dengan upaya peningkatan kualitas hidup. Salah satu upaya peningkatan kualitas hidup manusia dapat dilakukan melalui upaya peningkatan kesehatan
reproduksi. Kesehatan repoduksi khususnya bagi remaja dan generasi muda akan meningkatkan indeks sumber daya manusia di masa yang akan datang. Hal tersebut
disebabkan karena jumlah remaja yang berusia 15-19 tahun cukup besar yaitu 20,871,086 juta jiwa dan usia 20-24 tahun 19,878,417 juta jiwa. Biro Pusat Statistik
Jawa Tengah 2012 menyebutkan bahwa jumlah total penduduk propinsi Jawa Tengah tahun 2012 mencapai 33,27 juta jiwa. Dari jumlah tersebut ternyata remaja
umur 10-14 tahun mencapai 2.937.152 juta jiwa, umur 15-19 tahun mencapai perpustakaan.uns.ac.id
commit to user
2.879.714 juta jiwa dan remaja umur 20-24 tahun mencapai 2.448.285 juta jiwa. Berbagai macam penelitian yang dilakukan terhadap para remaja menunjukkan
kecenderungan perubahan perilaku seksual remaja. Seperti hasil penelitian yang dilakukan oleh Gatra bekerja sama Laboratorium Ilmu Politik, Fakultas Ilmu Sosial
dan Ilmu Politik Universitas Indonesia LIP FISIP-UI menjaring 800 responden remaja berusia 15-22 tahun di Jakarta, Yogyakarta, Medan, Surabaya, dan
Ujungpandang menjelang akhir 1997. Penelitian itu dimaksudkan untuk mengetahui perhatian dan sikap para remaja terhadap masalah seks, sosial politik,
ekonomi, nilai-nilai agama, dan berbagai masalah aktual. Dari hasil penelitian dapat diketahui bahwa responden menunjukkan sikap yang makin permisif sikap serba
boleh terhadap perilaku seks gaya modern. Sebanyak 45,9 367 responden memandang berpelukan antar lawan jenis adalah hal wajar, 47,3 378 responden
membolehkan cium pipi, 22 tak menabukan cium bibir, 11 88 responden membolehkan
necking
atau cium leher atau cupang, 4,5 36 responden tak mengharamkan kegiatan raba-meraba, 2,8 22 responden menganggap wajar
melakukan
petting
saling menggesek-gesekkan alat kelamin, dan 1,3 10 responden tak melarang sanggama di luar nikah Jahja, 2012.
Hasil
Synovate Research
2005 tentang perilaku seksual remaja di empat kota Surabaya, Jakarta, Bandung, Medan yang melibatkan 450 remaja
memperoleh hasil 44 responden mengaku punya pengalaman seksual ketika berusia 16-18 tahun dan 16 lainnya punya pengalaman seksual ketika berusia 13-
15 tahun. Rata-rata responden juga mengaku pernah melakukan
deep kissing
, pelukan, perabaan, dan hubungan intim saat berpacaran. Berdasarkan penelitian
tersebut diperoleh gambaran bahwa sebagian besar remaja mulai melakukan hubungan seksual pada usia 16 tahun. Penelitian lain diselenggarakan oleh Rita
Damayanti terhadap remaja di SLTA Jakarta tahun 2008 diperoleh hasil bahwa perilaku pacaran remaja adalah mengobrol, pegangan tangan, berangkulan,
berciuman pipi, berpelukan, berciuman bibir, meraba-raba dada, meraba alat kelamin, menggesek kelamin, seks oral, dan hubungan seks.
Berdasarkan uraian tersebut maka dapat ditarik suatu permasalahan yaitu Pengaruh faktor personal dan lingkungan terhadap perilaku seksual pada remaja?
. perpustakaan.uns.ac.id
commit to user
B. Rumusan Masalah
Banyaknya faktor-faktor yang menjadi sebab adanya perilaku seksual yaitu pengetahuan remaja tentang kesehatan reproduksi, IMS dan HIVAIDS, pengaruh
teman sebaya serta minimnya informasi yang tepat dan benar tentang kesehatan reproduksi, maka dapat disimpulkan permasalahan sebagai berikut:
”Apakah ada pengaruh faktor personal dan lingkungan terhadap perilaku seksual pada remaja?”
C. Tujuan Penelitian
1. Tujuan umum:
Untuk meneliti pengaruh faktor personal dan lingkungan terhadap perilaku seksual pada remaja.
2. Tujuan khusus:
Untuk meneliti pengaruh faktor personal dan lingkungan terhadap perilaku seksual pada remaja di SMA Negeri 1 Bergas Kabupaten Semarang.
D. Manfaat Penelitian
1. Bagi Pihak sekolah
Sebagai bahan masukan dan pertimbangan bagi pengelola untuk dapat mengawasi perilaku siswa selama disekolah dan memberikan informasi
tentang kesehatan reproduksi yang tepat kepada siswa. 2.
Bagi Mayarakat, khususnya orang tua Dengan mengetahui pendidikan kesehatan reproduksi yang efektif bagi orang
tua, masyarakat dapat segera mengambil langkah dalam rangka memberikan informasi kesehatan reproduksi pada anak remaja.
3. Bagi Program Studi Promosi Kesehatan
Hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai tambahan pustaka bidang ilmu promosi kesehatan, khususnya tentang Kesehatan Reproduksi Remaja untuk
dapat dijadikan referensi untuk penelitian selanjutnya. 4.
Bagi Instansi Kesehatan yang terkait dalam bidang KRR, kiranya dapat memanfaatkan informasi dari hasil penelitian ini sebagai bahan perencanaan
commit to user
dan penyuluhan kesehatan, dalam rangka pembangunan masyarakat yang berkualitas.
5. Bagi Hukum
Untuk memberikan payung hukum supaya remaja-remaja lebih terlindungi dalam segi kesehatan reproduksinya.
6. Bagi Peneliti
Untuk menambah wawasan dan pengetahuan peneliti dalam melakukan penelitian, serta menerapkan pengetahuan yang telah diperoleh dalam
melaksanakan penelitian di lapangan. perpustakaan.uns.ac.id
commit to user
BAB II LANDASAN TEORI