satu minggu atau lebih berisiko mengalami perubahan perilaku berisikoPenyakit Menular Seksual. Informasi dari media ataupun teman sebaya belum pasti tingkat
kebenarannya, bahkan cenderung tidak akurat dan keliru. Penyampaian informasi seksual yang vulgar dan menyesatkan dari media atau teman sebaya dapat
mendorong untuk berperilau seksual berisiko.
7. Pengaruh pengetahuan terhadap kesehatan reproduksi, IMS dan HIVAIDS,
Sikap Terhadap Seksualitas, Efikasi Diri, Pengaruh Teman Sebaya, Pengawasan Orang Tua, Akses Informasi terhadap perilaku seksual pada
remaja
Hasil pengujian hipotesis uji F didapat nilai uji F sebesar 51.816 dengan nilai signifikansi model regresi secara simultan sebesar 0,000, nilai ini
lebih kecil dari
significance level
0,05 5, yaitu 0,000 0,05. Uji simultan digunakan untuk mengetahui apakah variabel independen secara bersama-sama
atau simultan mempengaruhi variabel dependen. Sehingga dapat disimpulkan bahwa secara bersama-sama atau secara simultan variabel independen yaitu
variabel Pengetahuan Terhadap Kesehatan Reproduksi, IMS dan HIVAIDS, Sikap Terhadap Seksualitas, Efikasi Diri, Pengaruh Teman Sebaya, Pengawasan
Orang Tua, Akses Informasi berpengaruh secara signifikan terhadap variabel dependen yaitu Perilaku seksual pada remaja.
Informasi tentang kesehatan reproduksi, IMS, dan HIVAIDS perlu diberikan untuk meningkatkan pemahaman remaja, sehingga mereka akan berpikir
dengan cermat sebelum melakukan hubungan seksual pada remaja. Pengetahuan mungkin bukanlah faktor yang berpengaruh langsung terhadap perilaku seksual
pada remaja. Seperti yang dijelaskan oleh Bandura 1990 bahwa perilaku tersebut tidak merupakan hasil langsung dari pengetahuan atau ketrampilan, melainkan
suatu proses penilaian yang dilakukan seseorang dengan menyatukan ilmu pengetahuan, harapan, status emosi, pengaruh sosial dan pengalaman yang didapat
sebelumnya untuk menghasilkan suatu penilaian atas kemampuan mereka dalam menguasai situasi yang sulit. Pernyataan tersebut membuktikan bahwa
pengetahuan tentang kesehatan reproduksi, IMS dan HIVAIDS yang rendah maupun tinggi belum tentu mempengaruhi perilaku seksual pada remaja.
commit to user
Sikap terhadap
seksualitas adalah
keyakinan, evaluasi,
dan kecenderungan untuk bertindak tentang segala sesuatu yang berkaitan dengan
hubungan seksual. Menurut Alport, sikap mempunyai tiga komponen, yaitu kepercayaan, ide dari konsep terhadap suatu objek; kehidupan emosional atau
evaluasi emosional terhadap suatu objek, kecenderungan untuk bertindak. Ketiga komponen tersebut membentuk sikap yang utuh. Dalam pembentukan sikap utuh
ini, pengetahuan, berfikir, keyakinan, dan emosi memegang peranan penting. Menurut Azwar, ada beberapa faktor yang dapat mempengaruhi pembentukan
sikap, yaitu pengalaman pribadi, kebudayaan, orang lain yang dianggap penting, media massa, insitiusi atau lembaga, emosi dalam diri individu.
Teori yang dikemukakan dari Bandura, 1997 yang menyatakan bahwa perilaku seseorang dipengaruhi oleh interaksi antara faktor lingkungan, perilaku
dan faktor pribadi yang meliputi kognisi, afeksi dan biologis. Selain itu juga mengacu pada kemampuan yang dimiliki individu untuk membentuk perilaku
yang tepat, menghadapi rasa takut dan halangan untuk mencapai keberhasilan yang diharapkan. Individu yang memiliki efikasi diri mempunyai harapan positif
dalam menjalankan tugas sehingga individu berusaha keras untuk mencapai tujuan yang diinginkan.
Peran teman sebaya bagi remaja sangat berarti dalam memperoleh informasi yang akan mempengaruhi sikap dan perilaku remaja terhadap isu
seksualitas. Hal ini terjadi karena banyak pihak baik remaja, orangtua, guru, pendidik, pemuka agama dan tokoh masyarakat merasa takut apabila informasi
dan pendidikan seks diberikan pada remaja akan disalahgunakan oleh remaja. Sehingga remaja pun lebih senang bertanya pada teman sebaya yang tidak lebih
baik pengetahuannya
dan tidak
menerima pendidikan
seks yang
bertanggungjawab. Remaja menerima informasi yang salah bahkan menyesatkan misalnya dari cerita teman, melihat dari film atau video porno, tayangan televisi,
membaca buku, majalah yang lebih banyak menyajikan seks secara vulgar dibandingkan pengetahuan pendidikan seksual yang benar Burgess dkk, 2005.
Pengawasan orang tua juga ikut andil dalam pembentukan perilaku seksual pada remaja. Hal ini sesuai teori dari Baumrind, 2004 yang menyatakan
bahwa pola asuh orang tua merupakan segala bentuk dan proses interaksi yang perpustakaan.uns.ac.id
commit to user
terjadi antara orang tua dan anak yang merupakan pola pengasuhan tertentu dalam keluarga yang akan memberi pengaruh terhadap perkembangan kepribadian anak.
Media massa merupakan informasi seksual yang lebih penting dibandingkan orang tua dan teman sebaya, karena media massa memberikan
gambaran yang lebih baik mengenai keinginan dan kebutuhan seksualitas. Media massa baik cetak maupun elektronik yang menampilkan tulisan atau gambar dapat
menimbulkan imajinasi dan merangsang sesorang untuk mencoba meniru adegannya Wibowo, 2004.
F. Keterbatasan Penelitian