47
4. Rata-rata dari Return saham adalah 2217.3333 dengan standar deviasi
2703.59199 dan jumlah data yang ada adalah 69. Nilai tertinggi Return saham adalah 13199.00 sedangkan nilai terendah adalah 75,00. Adanya korelasi positif
dan signifikan antara return saham dan ukuran perusahaan, dengan nilai korelasi 0,591 dan adanya korelasi yang signifikan antara return saham dengan
momentum, yaitu 0,455. Sementara itu adanya korelasi negatif antara return saham dengan book to market ratio dengan nilai korelasi -177.
4.2.2. Pengujian Asumsi Klasik
Salah satu satu syarat yang menjadi dasar penggunaan model regresi berganda dengan metode estimasi Ordinary Least Square OLS adalah
dipenuhinya semua asumsi klasik, agar hasil pengujian bersifat tidak biasa dan efisien Best Linear Unbiased Estimator. Pengujian asumsi klasik dalam penelitian
ini dilakukan dengan bantuan program statistik. Menurut Ghozali 2005, asumsi klasik yang harus dipenuhi adalah sebagai berikut ini.
• Berdistibusi normal. • Non-Multikolinearitas, artinya antara variabel independen dalam model
regresi tidak memiliki korelasi atau hubungan secara sempurna ataupun mendekati sempurna.
• Non-Autokorelasi, artinya kesalahan pengganggu dalam model regresi tidak saling berkorelasi.
Universitas Sumatera Utara
48
• Non-Heterokedastisitas, artinya variance variabel independen dari satu pengamatan ke pengamatan lain adalah konstan atau sama.
4.2.2.1. Uji Normalitas
Uji data statistik dengan model Kolmogorov-Smirnov dilakukan untuk mengetahui apakah data sudah terdistribusi secara normal atau tidak. Ghozali
2005, memberikan pedoman pengambilan keputusan rentang data mendekati atau merupakan distribusi normal berdasarkan uji Kolmogorov Smirnov yang
dapat dilihat dari: 1. nilai sig. atau signifikan atau probabilitas 0,05, maka distribusi data
adalah tidak normal, 2. nilai sig. atau signifikan atau probabilitas 0,05, maka distribusi data
adalah normal. Hipotesis yang digunakan adalah :
H0 : Data residual berdistribusi normal, dan Ha : Data residual tidak berdistribusi normal.
Hasil uji normalitas dengan menggunakan model Kolmogorov-Smirnov adalah seperti yang ditampilkan berikut ini :
Universitas Sumatera Utara
49
Tabel 4.2 Hasil Uji Normalitas
One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test
Unstandardized Residual
N 69
Normal Parameters
a,,b
Mean .0000000
Std. Deviation 1.92925944E3
Most Extreme Differences Absolute
.115 Positive
.115 Negative
-.084 Kolmogorov-Smirnov Z
.955 Asymp. Sig. 2-tailed
.321 a. Test distribution is Normal.
b. Calculated from data.
Sumber : Output SPSS, diolah Penulis, 2013
Berdasarkan hasil uji statistik dengan model Kolmogorov-Smirnov seperti yang terdapat dalam tabel 4.2 dapat disimpulkan bahwa besarnya nilai
Kolmogrov–Smirnov sebesar 0,955 dan signifikan lebih dari 0,05 karena Asymp. Sig. 2-tailed 0,321 dari 0,05. Nilai signifikansi lebih besar dari 0,05
maka H0 diterima atau Ha ditolak yang berarti data residual telah berdistribusi normal. Dengan demikian, secara keseluruhan dapat disimpulkan bahwa nilai-
nilai observasi data telah terdistribusi secara normal dan dapat dilanjutkan dengan uji asumsi klasik lainnya. Untuk lebih jelas, berikut ini turut
dilampirkan grafik histrogram dan plot data yang terdistribusi normal.
Universitas Sumatera Utara
50
Gambar 4.1 Histogram
Grafik histogram di atas menunjukkan bahwa data telah terdistribusi secara normal. Hal ini dapat dilihat dari grafik histogram yang menunjukkan
distribusi data mengikuti garis diagonal yang tidak menceng skewness kiri maupun menceng ke kanan. Hal ini juga didukung dengan hasil uji normalitas
dengan menggunakan grafik plot yang ditampilkan pada Gambar 4.2
Universitas Sumatera Utara
51
Gambar 4.2 Uji Normalitas data
Menurut Ghozali 2005, pendeteksian normalitas dapat dilakukan dengan melihat penyebaran data titik pada sumbu diagonal dari grafik, yaitu
jika data titik menyebar di sekitar garis diagonal dan mengikuti arah garis diagonal, hal ini menunjukkan data yang telah terdistribusi normal. Gambar 4.2
menunjukkan bahwa data titik menyebar di sekitar dan mendekati garis diagonal. Hal ini sejalan dengan hasil pengujian dengan menggunakan
histogram bahwa data telah terdistribusi normal. Karena secara keseluruhan data telah terdistribusi secara normal, maka dapat dilakukan pengujian asumsi klasik
lainnya.
Universitas Sumatera Utara
52
4.2.2.2. Uji Multikolinieritas
Untuk melihat ada atau tidaknya multikolinieritas dalam model regresi dapat dilihat dari:
1 nilai tolerence dan lawannya, 2 Variance Inflatin Factor VIF.
Kedua ukuran ini menunjukkan setiap variabel independen manakah yang dijelaskan oleh variabel independen lainnya. Tolerence mengukur
variabilitas variabel independen yang terpilih yang tidak dijelaskan oleh variabel independen lainnya. Jadi, nilai Tolerance yang rendah sama dengan
nilai VIF yang tinggi karena VIF = 1tolerence. Nilai cutoff yang umum dipakai untuk menunjukkan adanya mutikolineritas adalah nilai Tolerence
0,10 atau sama dengan VIF 10 Ghozali, 2005.
Tabel 4.3 Hasil Uji Multikolinieritas
Sumber : Output SPSS, diolah Penulis, 2013
Coefficients
a
Model Unstandardized Coefficients
Standardized Coefficients
T Sig.
Collinearity Statistics B
Std. Error Beta
Tolerance VIF
1 Constant
-6792.393 1499.262
-4.530 .000
Ukuran Perusahaan 850.074
142.866 .539
5.950 .000
.955 1.047
Momentum .532
.125 .379
4.238 .000
.977 1.023
Book To Market .361
6.869 .005
.053 .958
.968 1.033
a. Dependent Variable: Return Saham
Universitas Sumatera Utara
53
Berdasarkan tabel 4.3 dapat disimpulkan bahwa penelitian ini bebas dari adanya multikolinieritas. Hal tersebut dapat dilihat dengan membandingkannya
dengan nilai Tolerence atau VIF. Masing-masing variabel independen yang digunakan dalam penelitian ini memiliki nilai Tolerence yang lebih besar dari
0,10. Jika dilihat dari VIFnya, bahwa masing-masing variabel bebas lebih kecil dari 10. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa tidak terjadi gejala
multikolinieritas dalam variabel bebasnya.
4.2.2.3. Uji Heteroskedastisitas
Ghozali 2005 menyatakan “uji heteroskedastisitas bertujuan untuk menguji apakah dalam model regresi terjadi ketidaksamaan variance dari
residual satu pengamatan ke pengamatan yang lain. Jika variance dari satu pengamatan ke pengamatan lain tetap, maka disebut homoskedastisitas dan jika
berbeda disebut heteroskedastisitas”. Model regresi yang baik adalah tidak terjadi heteroskedastisitas. Cara mendeteksi ada tidaknya gejala
heteroskedastisitas adalah dengan melihat grafik scatterplot yang dihasilkan dari pengolahan data menggunakan program SPSS. Dasar pengambilan
keputusannya menurut Ghozali 2005 adalah sebagai berikut: 1. jika ada pola tertentu, seperti titik-titik yang ada membentuk pola tertentu
yang teratur bergelombang, melebar kemudian menyempit, maka mengindikasikan telah terjadi heteroskedastisitas.
Universitas Sumatera Utara
54
2. jika tidak ada pola yang jelas, serta titik-titik menyebar di atas dan di bawah angka 0 pada sumbu Y, maka tidak terjadi heteroskedastisitas.
Berikut ini dilampirkan grafik scatterplot untuk menganalisis apakah terjadi gejala heteroskedastisitas atau tidak dengan cara mengamati penyebaran
titik-titik pada grafik.
Gambar 4.3 Scatterplot
Sumber : Output SPSS, diolah Penulis, 2013
Dari grafik scatterplot terlihat bahwa titik-titik menyebar secara acak dengan tidak adanya pola yang jelas serta tersebar baik di atas maupun di bawah
angka 0 pada sumbu Y. Hal tersebut menunjukkan bahwa tidak terjadi heteroskedastisitas, sehingga model ini layak dipakai untuk memprediksi return
saham pada perusahaan perbankan yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia
Universitas Sumatera Utara
55
berdasarkan masukan variabel independen yaitu ukuran perusahaan, book to market ratio dan momentum.
4.2.2.4. Uji Autokorelasi
Uji ini bertujuan untuk melihat apakah dalam suatu model linear ada korelasi antar kesalahan pengganggu pada periode t dengan kesalahan pada
periode t-1 sebelumnya. Model regresi yang baik adalah yang bebas dari autokorelasi. Masalah autokorelasi umumnya terjadi pada regresi yang datanya
time series. Ada beberapa cara yang dapat digunakan untuk mendeteksi masalah dalam autokorelasi diantaranya adalah dengan Uji Durbin Watson. Menurut
Sunyoto 2009, Untuk melihat ada tidaknya autokorelasi dilihat dari: 1 angka D-W dibawah –2 berarti ada autokorelasi positif,
2 angka D-W di antara -2 sampai +2 berarti tidak ada autokorelasi, 3 angka D-W di atas +2 berarti ada autokorelasi negatif.
Tabel 4.4 Hasil Uji Autokorelasi
Model Summary
b
Model R
R Square Adjusted R Square Std. Error of the
Estimate Durbin-Watson
1 .701
a
.491 .467
1973.27863 2.411
a. Predictors: Constant, Book To Market, Momentum, Ukuran Perusahaan b. Dependent Variable: Return Saham
Sumber : Output SPSS, diolah Penulis, 2012
Universitas Sumatera Utara
56
Tabel 4.4 menunjukkan hasil uji autokorelasi variabel penelitian. Berdasarkan hasil pengujiannya dapat dilihat bahwa terjadi autokorelasi antar
kesalahan pengganggu antar periode. Hal tersebut dilihat dari nilai Durbin- Watson D-W sebesar 2,411. Angka D-W di antara -2 sampai +2 yang
mengartikan bahwa angka DW lebih besar dari -2 dan lebih kecil dari 2. Dengan demikian, dapat dikemukakan bahwa tidak ada autokorelasi positif maupun
negatif.
4.3. Analisis Regresi