rantai yang makin panjang dan dapat merusak organisasi membran sel. Peroksidasi ini akan mempengaruhi fluiditas membran, cross-linking membran, serta struktur
dan fungsi membran.
2.5. Kerusakan jaringan akibat radikal bebas
Mekanisme kerusakan sel atau jaringan akibat serangan radikal bebas yang paling awal diketahui dan terbanyak diteliti adalah peroksidasi lipid.
Peroksidasi lipid paling banyak terjadi di membran sel, terutama asam lemak tidak jenuh yang merupakan komponen penting penyusun membran sel. Pengukuran
tingkat peroksidasi lipid diukur dengan mengukur produk akhirnya, yaitu malondialdehid MDA, yang merupakan produk oksidasi asam lemak tidak jenuh
dan yang bersifat toksik terhadap sel. MDA dapat berikatan dengan berbagai molekul biologis seperti protein, asam nukleat, dan amino fosfolipid secara kovalen
Winarsi, 2007. Produk peroksidasi lipid, yaitu MDA dapat bereaksi dengan Thiobarbituric
Acid TBA akan membentuk kromogen berwarna merah. Absorbsinya dapat diukur dengan menggunakan spektrofotometer UV pada panjang gelombang 532 nm, dan
dari absorbansi tersebut dapat ditentukan kadar MDA secara kuantitatif dalam sampel tertentu, seperti pada jaringan, dan plasma. Peningkatan kadar MDA menunjukkan
secara tidak langsung terjadi peningkatan stres oksidasi Slater, 1984; Powers and Jackson, 2008.
Universitas Sumatera Utara
Penelitian yang dilakukan oleh Qiao et al, 2006 terhadap mencit yang diberi latihan renang maksimal sampai kelelahan dijumpai peningkatan MDA otot anggota
gerak bawah. Penelitian yang dilakukan oleh Thirumalai et al, 2011 pada tikus yang diberi latihan renang sampai kelelahan dijumpai peningkatan kadar MDA jaringan
otot gastroknemius sebanyak 131 dibanding kelompok kontrol.
2.6. Antioksidan
Tubuh manusia mempunyai beberapa mekanisme untuk bertahan terhadap radikal bebas dan ROS lainnya. Pertahanan yang bervariasi saling melengkapi satu
dengan yang lain karena bekerja pada oksidan yang berbeda atau dalam bagian seluler yang berbeda Tuminah, 2000.
Secara umum pengertian antioksidan adalah senyawa yang mampu menangkal atau meredam efek negatif oksidan dalam tubuh, bekerja dengan cara mendonorkan
satu elektronnya kepada senyawa yang bersifat oksidan sehingga aktifitas senyawa oksidan tersebut dapat dihambat Winarsi, 2007.
Antioksidan dikelompokkan menjadi 2, yaitu : 1. Antioksidan enzimatis
2. Antioksidan non enzimatis
2.6.1 Antioksidan Enzimatis
Antioksidan enzimatis merupakan antioksidan endogenus, yang termasuk didalamnya adalah enzim superoksida dismutase SOD, katalase, glutation
peroksidase GSH-PX, serta glutation reduktase GSH-R Mates dan Jimenez,1999;
Universitas Sumatera Utara
Tuminah, 2000,. Sebagai antioksidan, enzim-enzim ini bekerja menghambat pembentukan radikal bebas, dengan cara memutuskan reaksi berantai polimerisasi,
kemudian mengubahnya menjadi produk yang lebih stabil, sehingga antioksidan kelompok ini disebut juga chain-breaking-antioxidant Winarsi, 2007.
Antioksidan enzimatik diaktivasi secara selektif selama latihan fisik berat tergantung pada stres oksidatif jaringan dan kapasitas pertahanan antioksidan. Otot
rangka mengalami stres oksidatif lebih besar dibandingkan hati atau jantung karena peningkatan produksi ROS. Oleh karena itu, otot membutuhkan perlindungan
antioksidan melawan kerusakan oksidatif yang mungkin terjadi selama dan sesudah latihan fisik Ji, 1999.
SOD, katalase, dan glutation peroksidase merupakan pertahanan primer melawan pembentukan ROS selama latihan fisik, dan aktivitas enzim
– enzim ini diketahui meningkat sebagai respons terhadap latihan fisik baik pada penelitian
binatang maupun manusia Ji, 1999. Enzim katalase dan glutation peroksidase bekerja dengan cara mengubah H
2
O
2
menjadi H
2
O dan O
2
sedangkan SOD bekerja dengan cara mengkatalisis reaksi dismutasi dari radikal anion superoksida menjadi
H
2
O
2
Langseth L, 1995; Winarsi, 2007.
2.6.2. Antioksidan Non-enzimatis
Antioksidan non-enzimatis disebut juga antioksidan eksogenus, antioksidan ini bekerja secara preventif, dimana terbentuknya senyawa oksigen reaktif dihambat
dengan cara pengkelatan metal, atau dirusak pembentukannya Winarsi, 2007. Antioksidan non-enzimatis bisa didapat dari komponen nutrisi sayuran, buah dan
Universitas Sumatera Utara
rempah-rempah. Komponen yang bersifat antioksidan dalam sayuran, buah dan rempah-
rempah meliputi vitamin C, vitamin E, β-karoten, flavonoid, isoflavon, flavon,
antosianin, katekin
dan isokatekin
Kahkonen, et
al., 1999.
Senyawa-senyawa fitokimia ini membantu melindungi sel dari kerusakan oksidatif yang disebabkan oleh radikal bebas.
2.7. Jahe
Tanaman jahe telah lama dikenal dan tumbuh baik di negara kita. Jahe Zingiber officinale Rosc. merupakan salah satu rempah penting. Rimpangnya sangat
luas dipakai, antara lain sebagai bumbu masak, minuman, serta permen juga digunakan dalam ramuan obat tradisional, yang berfungsi sebagai stimulansia,
karminativa, diaforetika, mengatasi kolik dan batuk kering Rukmana, 2000.
2.7.1 Taksonomi dan Morfologi
Kedudukan tanaman jahe dalam sistematika taksonomi tumbuhan adalah : Kingdom
: Plantae Divisi
: Spermatophyta Subdivisi
: Angiospermae Kelas
: Monocotyledonae Ordo
: Zingiberales Famili
: Zingiberaceae Subfamili
: Zingiberoidae Genus
: Zingiber Spesies
: Zingeber officinale Rosc. Rukmana,2000.
Universitas Sumatera Utara
Tanaman jahe merupakan terna tahunan, berbatang semu dengan tinggi antara 30 cm-75 cm, berdaun sempit memanjang menyerupai pita. Tanaman jahe hidup
merumpun, menghasilkan rimpang dan berbunga. Berdasarkan ukuran dan warna rimpangnya, jahe dapat dibedakan menjadi 3
tiga varietas, yaitu: 1. Jahe besar jahe gajah
Ditandai dengan ukuran rimpang yang besar, berwarna muda atau kuning, berserat halus dan sedikit, beraroma maupun berasa kurang tajam.
2. Jahe Putih kecil Jahe Emprit Jahe ini ditandai dengan ukuran rimpang yang termasuk kategori sedang,
dengan bentuk agak pipih. Berwarna putih, berserat lembut, dan beraroma serta berasa tajam.
3. Jahe Merah Jahe ini ditandai dengan ukuran rimpang yang kecil. Berwarna merah jingga,
berserat kasar, beraroma serta berasa sangat tajam pedas
Jahe merah dan jahe kecil banyak dimanfaatkan sebagai bahan obat-obatan. Sedangkan jahe besar dimanfaatkan sebagai bumbu masak Rukmana ,2000.
Universitas Sumatera Utara
2.7.2. Kandungan kimia
Rimpang jahe mengandung 2 komponen, yaitu: 1. Volatile oil minyak menguap
Biasa disebut minyak atsiri merupakan komponen pemberi aroma yang khas pada jahe, umumnya larut dalam pelarut organik dan tidak larut dalam air.
Minyak atsiri merupakan salah satu dari dua komponen utama minyak jahe. Jahe kering mengandung minyak atsiri 1-3, sedangkan jahe segar yang tidak
dikuliti kandungan minyak atsiri lebih banyak dari jahe kering. Bagian tepi dari umbi atau di bawah kulit pada jaringan epidermis jahe mengandung lebih
banyak minyak atsiri dari bagian tengah demikian pula dengan baunya. Kandungan minyak atsiri juga ditentukan umur panen dan jenis jahe. Pada
umur panen muda, kandungan minyak atsirinya tinggi. Sedangkan pada umur tua, kandungannyapun makin menyusut walau baunya semakin menyengat.
2. Non-volatile oil minyak tidak menguap Biasa disebut oleoserin salah satu senyawa kandungan jahe yang sering
diambil, dan komponen pemberi rasa pedas dan pahit. Sifat pedas tergantung dari umur panen, semakin tua umurnya semakin terasa pedas dan pahit.
Oleoserin merupakan minyak berwarna coklat tua dan mengandung minyak atsiri 15-35 yang diekstraksi dari bubuk jahe. Kandungan oleoserin dapat
menentukan jenis jahe. Jahe yang rasa pedasnya tinggi, seperti jahe emprit, mengandung oleoserin yang tinggi sedangkan jenis jahe badak rasa pedas
kurang karena kandungan oleoserinnya sedikit.
Universitas Sumatera Utara
Jenis pelarut yang digunakan, pengulitan serta proses pengeringan dengan sinar matahari atau dengan mesin mempengaruhi terhadap banyaknya oleoserin yang
dihasilkan. Tabel 1. Komponen Volatil dan Nonvolatil Rimpang Jahe
Fraksi Komponen
Volatile --zingeberene,+-ar-curcumene,--
β-sesquiphelandrene,- bisaboline,
-pinene, bornyl acetat, borneol, camphene, -cymene, cineol, cumene, β-elemene, farnesene, β-phelandrene, geraneol,
limonene, linalool, myrcene, β-pinene, sabinene. Nonvolatil
Gingerol, shogaol, gingediol, gingediasetat, Gingerdion, Gingerenon Sumber : WHO Monographs on selected medicinal plants Vol 1,1999
2..7.3. Farmakokinetik jahe
Menurut Zick et al ., 2008, pada manusia konjugat jahe mulai muncul 30 menit setelah pemberian melalui oral, dan mencapai T
max
antara 45 -120 menit,
dengan t½ eliminasi 75 – 120 menit pada dosis 2 gram. Pada uji ini tidak ada efek
samping dilaporkan setelah menggunakan 2 g ekstrak jahe. Menurut Kikuzaki and Nakatani, 1993
aktivitas antioksidan senyawa gingerol dimulai pada konsentrasi 50
– 200 μM. Pada konsentrasi 50 μM, aktivitas antioksidan 6-gingerol lebih kecil dari 6-shogaol dan 6-gingerdiol.
Jahe dapat menghambat waktu terjadinya oksidasi lipida dari 20 detik menjadi 10 menit. Efektivitas antioksidan pada jahe meningkat terus hingga pH 7 dalam
konsentrasi rendah.
Universitas Sumatera Utara
Pada pH basa, faktor protektifnya turun atau meningkat tergantung jumlah ekstrak yang ditambahkan. Distribusi komponen antioksidan pada rimpang jahe merata.
2.7.4. Aktivitas Antioksidan Senyawa Fenol Pada Jahe
Beberapa penelitian telah banyak membuktikan jahe memiliki aktivitas antioksidan. Kandungan senyawa jahe yang berpengaruh dalam aktivitas antioksidan
juga telah ditemukan. Menurut Kusumaningati 2009 kemampuan jahe sebagai antioksidan alami tidak terlepas dari kadar komponen fenolik total yang terkandung
di dalamnya, dimana jahe memiliki kadar fenol total yang tinggi dibandingkan kadar fenol yang terdapat dalam tomat dan mengkudu.
Zakaria 2000 menjelaskan bahwa beberapa senyawa turunan fenol dalam jahe yang mempunyai aktivitas antioksidan tinggi diantaranya adalah:
1. Gingerol Gingerol komponen yang berpengaruh dalam sifat pedas jahe dan merupakan
komponen yang memiliki potensi antioksidan paling besar. Gingerol labil terhadap perubahan suhu selama proses pengolahan dan penyimpanan.
2. Shogaol Shogaol merupakan senyawa pedas dalam jahe yang mempunyai struktur mirip
dengan zingerol, kandungan senyawa ini sedikit bila dibandingkan dengan zingerol tetapi sifat pedasnya lebih kuat.
Fenol adalah senyawa yang mempunyai sebuah cincin aromatik dengan satu atau lebih gugus hidroksil. Senyawa fenol dapat menghambat oksidasi lipid dengan
Universitas Sumatera Utara
menyumbangkan atom hidrogen kepada radikal bebas, sebagai akibat senyawa tersebut mampu mengubah sifat radikal menjadi nonradikal dan terjadi perubahan
oksidasi radikal oleh antioksidan Widiyanti, 2009. Hasil penelitian Kikuzaki and Nakatani 1993 menyatakan bahwa oleoresin
jahe yang mengandung gingerol memiliki daya antioksid an melebihi α tokoferol,
sedangkan hasil penelitian Ahmed et al 2000 menyatakan bahwa jahe memiliki daya antioksidan yang sama dengan vitamin C.
Zakaria et al 2000 melakukan penelitian terhadap 24 mahasiswa pesantren yang diberi minuman jahe selama 30 hari, memberikan hasil bahwa minuman jahe
dapat menurunkan kadar MDA plasma dibandingkan kelompok kontrol yang tidak diberi minuman jahe, dari hasil ini menyatakan bahwa jahe berperan sebagi
antioksidan dalam proses peroksidasi lipid yang dapat diukur dari kadar MDA plasma.
2.8. CMC Carboksil Metil Selulosa
CMC adalah polimer alami selulosa yang bersifat non toksik dan non iritan, digunakan secara luas sebagai aditif dalam makanan, farmasi , dan kosmetik. Polimer
selulosa ini mendapat penambahan gugus metil sehingga menjadi metil selulosa, yang berfungsi sebagai penstabil bahan, menghomogenkan dua jenis larutan yang
berbeda, pelarut tablet dan kapsul disentegrasi, peningkat viskositas, dan
pengabsorbsi air.
Universitas Sumatera Utara
BAB III METODE PENELITIAN
3.1.Jenis Penelitian
Jenis penelitian ini adalah penelitian eksperimental.
3.2. Tempat Penelitian
Penelitian dilakukan di Laboratorium Biologi FMIPA-USU Medan, untuk pembuatan ekstrak metanol rimpang jahe dilakukan di Laboratorium Fitofarmaka
Fakultas Farmasi USU Medan, untuk pemeriksaan kadar MDA dilakukan di Laboratorium Terpadu dan Laboratorium Biokimia Fakultas Kedokteran USU
Medan.
3.3. Waktu Penelitian
Penelitian dilakukan selama 2 bulan yaitu mulai dari bulan Desember 2011 sampai Januari 2012.
3.4. Sampel Penelitian
Sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah mencit jantan Mus musculus L strain DD Webster yang sehat, umur 8-11 minggu, berat badan
antara 20 - 35 gram dan belum pernah digunakan untuk percobaan lain yang diperoleh dari FMIPA Biologi USU Medan.
Universitas Sumatera Utara