Pengaruh Pemberian Ekstrak Jahe (Zingiber officinale Rosc.)Terhadap Kadar Malondialdehid (MDA) Ginjal Dan Gambaran Histopatologis Tubulus Proksimal Ginjal Mencit Yang Diberi Plumbum Asetat

(1)

PENGARUH PEMBERIAN EKSTRAK JAHE (Zingiber officinale Rosc.) TERHADAP KADAR MALONDIALDEHID (MDA) GINJAL DAN GAMBARAN HISTOPATOLOGIS TUBULUS PROKSIMAL GINJAL

MENCIT

YANG DIBERI PLUMBUM ASETAT

TESIS

Oleh: YENITA 087008008

PROGRAM STUDI MAGISTER ILMU BIOMEDIK

FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN


(2)

PENGARUH PEMBERIAN EKSTRAK JAHE (Zingiber officinale Rosc.) TERHADAP KADAR MALONDIALDEHID (MDA) GINJAL DAN GAMBARAN HISTOPATOLOGIS TUBULUS PROKSIMAL GINJAL

MENCIT YANG DIBERI PLUMBUM ASETAT

TESIS

Diajukan untuk melengkapi persyaratan memperoleh Gelar Magister Biomedik dalam Program Studi Magister Ilmu Biomedik

pada Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara

Oleh Y E N I T A

087008008

PROGRAM STUDI MAGISTER ILMU BIOMEDIK

FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN


(3)

Judul Tesis : PENGARUH PEMBERIAN EKSTRAK JAHE (Zingiber officinale Rosc.) TERHADAP KADAR MALONDIALDEHID (MDA) DAN GAMBARAN HISTOPATOLOGIS TUBULUS PROKSIMAL GINJAL MENCIT

YANG DIBERI PLUMBUM ASETAT

Nama : YENITA Nomor Pokok : 087008008 Program Studi : BIOMEDIK

Menyetujui Komisi Pembimbing

(dr. Datten Bangun, MSc, SpFK) (dr. Delyuzar, SpPA (K)) Ketua Anggota

Ketua Program Studi, Dekan,

(dr.Yahwardiah Siregar, PhD) (Prof.dr. Gontar A.Siregar, SpPD-KGEH)


(4)

Telah diuji pada

Tanggal : 18 Desember 2010

PANITIA PENGUJI TESIS

Ketua : dr. Datten Bangun, MSc, SpFK Anggota : 1. dr. Delyuzar, SpPA(K)

2. Prof.Em.DR. dr.Jazanul Anwar, SpFK 3. dr. Betty, SpPA


(5)

Bismillahirrahmaanirrohiiim;

Dalam Al-Quran Allah SWT berfirman,

“Dan di sana mereka diberi segelas minuman bercampur

jahe”.


(6)

ABSTRAK

Jahe (Zingiber officinalis Rosc.) merupakan herbal yang memiliki banyak manfaat antara lain sebagai bumbu masak, bahan baku minuman dan obat-obatan karena mengandung antioksidan yang banyak digunakan untuk masalah kesehatan. Jahe diekskresi melalui ginjal, sedangkan herbal ini mengandung polifenol berupa gingerol dan shogaol yang bersifat antioksidan. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui ada atau tidaknya efek pemberian ekstrak jahe secara oral terhadap kadar MDA (Malondialdehid) dan gambaran histopatologis ginjal mencit yang diberi Pb asetat.

Penelitian ini menggunakan 24 ekor mencit (Mus musculus L.) strain DD Webster dewasa jantan dibagi menjadi 6 kelompok secara random, yaitu satu kelompok kontrol (K) diberi 0,5 ml Tween 80 dalam 2% , dan5 kelompok perlakuan: (P1) diberi Pb asetat 0,1 mg/g BB, (P2) diberi ekstrak jahe 0,14 mg/g BB, (P3) diberi ekstrak jahe 0,28 mg/g BB, (P4) diberi ekstrak jahe 0,14 mg/g BB setelah 1 jam, diberi Pb asetat 0,1 mg/g BB dan (P5) diberi ekstrak jahe 0,28 mg/g BB setelah 1 jam, diberi Pb asetat 0,1 mg/g BB, lewat sonde lambung 1 kali dalam 1 hari, dan diamati 30 hari. Pada hari ke-38 mencit didekapitasi untuk mengukur kadar MDA ginjal dan diamati gambaran histopatologis tubulus proksimal ginjalnya.

Data kadar MDA ginjal dan gambaran histopatologis ginjal dinalisis dengan uji Kruskal-Wallis sedangkan data mikroskopis dianalisis dengan uji Oneway-Anova dilanjutkan uji Post-Hoc.

Hasil penelitian menunjukkan, pemberian ekstrak jahe 0,14 mg/g BB lebih baik menurunkan kadar MDA dibandingkan dengan ekstrak jahe 0,28 mg/g BB. Ekstrak jahe 0,14 mg/gBB lebih baik menghambat kerusakan histopatologis dibandingkan dengan 0,28 mg/gBB.

Tidak didapati korelasi yang signifikan antara kadar MDA ginjal dengan gambaran kerusakan pada histopatologi (p>0,05) walau kelihatan ada korelasi positif tetapi amat lemah (0,199).

Kata Kunci: Ekstrak jahe, antioksidan, kadar MDA ginjal, gambaran histopatologis tubulus proksimal ginjal.


(7)

ABSTRACT

Ginger (Zingiber officinale Rosc.) is a kind of multipurpose herb that can be used as seasoning, raw material from beverages and medicine because it contains antioxidant mostly used for health issues. Ginger excreted through kidneys contains polyphenols in the forms of gingerol and shogaol which are antioxidant in nature. The purpose of this study was to analyze whether or not there was the effect of oral ginger extract administration on the content of MDA (Malondialdehyde) and hitophatological description of mice kidney which was given Pb acetate.

This study employed 24 adult male DD Webster strain mice (Mus musculus L.) of which were randomly divided into 6 groups. One control group (K) was given 0,5 ml Tween 80 in 2%, and 5 (five) experiment groups (P). P1 was given Pb acetate for 0,1 mg/g Body Weight, P2 was given ginger extract for 0,14 mg/g Body Weight, P3 was given ginger extract for 0,28 mg/g Body Weight, P4 was given ginger extract for 0,14 mg/g Body Weight after 1 (one) hour P4 was given Pb acetate for 0,1 mg/g Body Weight, and P5 was given extract for 0,28 mg/g Body Weight after 1 (one) hour P5 was given Pb acetate for 0,1 mg/g Body Weight via gastric sonde once a day and was observed for 30 days. On the 38 th day, the mice were decapitated to measure the content of MDA kidney and the proximal tubule histophatological description of their kidneys was observed. The data of MDA and histophatological description of kidneys were analyzed through Kruskal-Wallis test the microscopic data were analyzed throught Oneway-Anova and then it was continued with Post-Hoc test.

The result of this study showed that the administration of ginger extract for 0,14 mg/g Body Weight was better to be used to minimize the content of MDA compared to the administration of ginger extract for 0,28 mg/g Body Weight. Ginger extract for 0,14 mg/g Body Weight was better to suspend the histophatological damage compared to ginger extract for 0,28 mg/g Body Weight.

The conclusion is that the significant correlation between the content of MDA kidney and the description of histophatological damage (p > 0,05) was not found out although a very weak positive correlation (0,199) was seen.

Key words : Ginger Extract, Antioxidant, Content of MDA Kidney, Histophatological Description, Proximal Tubule of Kidney.


(8)

UCAPAN TERIMA KASIH

Puji syukur ke hadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan

karunianNya, sehingga tesis ini dapat diselesaikan.

Tesis ini adalah hasil penelitian yang berjudul “ Pengaruh Pemberian Ekstrak Jahe

(Zingiber officinale Rosc.) Terhadap Kadar Malondialdehid (MDA) Ginjal dan

Gambaran Histopatologis Tubulus Proksimal Ginjal Mencit yang Diberi Plumbum

Asetat”.

Tesis ini untuk memenuhi persyaratan dalam memperoleh gelar Magister ilmu

Biomedik, di Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara.

Atas selesainya tesis ini, diucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada :

Rektor Universitas Sumatera Utara, Prof. Dr. dr. Syahril Pasaribu, DTM&H,

M.Sc (CTM), Sp.A(K), dan seluruh jajarannya atas kesempatan dan fasilitas yang

diberikan untuk mengikuti dan menyelesaikan pendidikan program Magister ilmu

Biomedik, di Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara.

Dekan Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara, Prof.dr. Gontar

A.Siregar, Sp.PD,KGEH dan Ketua Program Studi Biomedik, dr. Yahwardiah

Siregar, Ph.D, atas kesempatan dan fasilitas yang diberikan untuk mengikuti dan

menyelesaikan pendidikan program Magister ilmu Biomedik Fakultas Kedokteran


(9)

Terima kasih yang tak terhingga dan penghargaan yang setinggi-tingginya

disampaikan kepada dr.Datten Bangun, M.Sc, Sp.FK (sebagai ketua komisi

pembimbing) dan dr. Delyuzar, Sp.PA(K) (anggota komisi pembimbing), Prof.Dr. dr.

Rozaimah Zain-Hamid, MS, Sp.FK serta Prof. Dr. Drs. Syarifuddin Ilyas, M.Biomed

yang dengan penuh perhatian dan kesabaran telah mengorbankan waktu untuk

meberikan dorongan, bimbingan, semangat, bantuan serta saran-saran yang

bermanfaat kepada Penulis mulai dari persiapan penelitian sampai pada penyelesaian

tesis ini.

Komisi penguji, Prof. Em. Dr. dr. Jazanul Anwar, Sp.FK dan dr. Betty, Sp.PA,

yang telah bersedia dengan sabar membantu Penulis dalam menyempurnakan,

menguji, dan menilai tesis ini. Tak lupa terima kasih juga saya sampaikan kepada

semua dosen yang telah membimbing saya selama mengikuti program studi ini.

Kepada Ketua yayasan UISU dan Dekan FK-UISU, beserta jajarannya yang telah

memberikan dana kepada saya untuk kelangsungan pendidikan S2.

Persembahan terima kasih yang tulus dan rasa hormat kepada Ayahnda

H. Muslim Djas dan Ibunda Hj. Aswariah Ghazali, Kakaknda Aswita (Alm),

Abangnda Ir. Djasli, Budi Irsaf, SE, Adiknda Ernita, STP, Ibu Gondek dan Irfan

Afuza beserta keluarga, yang penuh kasih sayang senantiasa memberikan dukungan

moril serta do’a selama Penulis menjalani pendidikan di program Magister ilmu


(10)

Khusus kepada suami tercinta Ir. Zulkarnaen, M.Psi, Penulis menaruh rasa hormat,

bangga dan terima kasih yang tak terhingga atas segala pengertian dan pengorbanan

dalam mendukung cita-cita Penulis. Kepada dr. Oke Rina Ramayani, Sp.A terima

kasih atas dorongan semangat sehingga tesis ini dapat selesai, dan kepada semua

pihak yang telah membantu penyelesaian tesis ini, Penulis mengucapkan terima

kasih, dan dengan segala kerendahan hati mohon maaf bila ada kesalahan selama

menjalani pendidikan ini. Semoga Allah SWT, Maha pengasih dan penyayang, akan

membalas semua amal kebaikan yang telah diberikan. Amin.

Penulis menyadari bahwa isi penelitian ini masih perlu mendapat koreksi dan

masukan untuk kesempurnaan. Oleh karena itu Penulis berharap adanya kritik serta

saran untuk penyempurnaan tulisan ini. Semoga penelitian ini bermanfaat bagi kita

semua. Amin.

Medan, Desember 2010

Penulis,

Y e n i t a


(11)

RIWAYAT HIDUP

I. IDENTITAS PRIBADI

Nama : Yenita

NIK : 11080028

Pangkat/Golongan : Penata Muda Tk.I/Assisten Ahli/IIIb Tempat/Tgl Lahir : Pabatu, 01 Januari 1970

Agama : Islam

Nama Suami : Ir. Zulkarnaen, M.Psi

Alamat : Jl. Rumah Sumbul No.12 Medan, 20216

II. PENDIDIKAN

SD Negeri 010193 Lima puluh, Asahan, tamat tahun 1982. SMP Negeri 11 Medan, tamat tahun 1985.

SMA Negeri 8 Medan, tamat tahun 1988.

Strata I (S1) Fakultas Kedokteran UISU Medan, tamat tahun 1997.

III.PEKERJAAN

1994 – 1999 : Assisten dosen Biologi di Fakultas Kedokteran UISU. 1999 – 2002 : Dokter PTT, Puskesmas Melati, Kec. Perbaungan,

Deli Serdang, Sumatera Utara.


(12)

DAFTAR ISI

Halaman

ABSTRAK ……… i

ABSTRAC ……… ii

UCAPAN TERIMA KASIH ……… iii

RIWAYAT HIDUP ……….. vi

DAFTAR ISI ……….……… vii

DAFTAR GAMBAR ……….……… xi

DAFTAR TABEL ….……… xii

DAFTAR SINGKATAN …...……… xiii

BAB 1. PENDAHULUAN ……… 1

1.1Latar belakang ……… 1

1.2Perumusan masalah ………... 5

1.3Landasan teori ………... 5

1.4Tujuan penelitian ……… 8

1.5Hipotesis ……… 8

1.6Manfaat penelitian ………. 9

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA ………. 10

2.1 Tanaman jahe ……… 10

2.1.1 Nama daerah ……….. 10


(13)

2.1.3 Sistematika tanaman rimpang jahe ……… 11

2.1.4 Kandungan kimia jahe ……… 13

2.1.5 Antioksidan pada jahe ………..…… 15

2.1.6 Farmakokinetik jahe ………..…….. 15

2.2 Plumbum ……….. 16

2.2.1 Gambaran umum ...……… 16

2.2.2 Sifat fisika dan kimia ……..………. 16

2.2.3 Farmakokinetik ……….. 17

2.2.4 Metabolisme dan toksisitas ……...……… 18

2.3 Radikal bebas dan antioksidan……… 20

2.4 Tubulus proksimal ginjal ……… 22

2.4.1 Anatomi dan histologi tubulus proksimal ginjal …….……... 22

2.4.2 Efek Pb terhadap tubulus proksimal ginjal ………..…..………. 24

2.5 Tween 80 ……….……… 26

BAB 3. METODOLOGI PENELITIAN ……….……… 27

3.1 Tempat dan waktu penelitian ………. 27

3.2 Populasi dan sample penelitian ……….. 27

3.3 Variabel yang diamati ……… 28

3.4 Definisi operasional ……… 28

3.5 Etika penggunaan ……… 29

3.6 Pelaksanaan penelitian ……… 29


(14)

3.6.2 Pemeliharaan hewan coba ………..……….. 29

3.7 Pembuatan bahan-bahan yang digunakan untuk percobaan …...…… 30

3.7.1 Pembuatan ekstrak jahe ……….….. 30

3.7.2 Perhitungan dosis ……….…… 30

3.7.3 Uji kandungan kimia ekstrak jahe ………...…… 32

3.8 Prosedur pelaksanaan uji pengaruh pemberian ekstrak jahe …..…… 33

3.9 Pengamatan ………. 34

3.9.1 Pengamatan kadar MDA ginjal mencit ……….….. 34

3.9.2 Pengamatan gambaran mikroskopis tubulus proksimal ginjal mencit……… 37

3.10 Analisa data dan pengujian hipotesis ……… 39

3.10 Jadwal penelitian ……… 40

BAB 4. HASIL DAN PEMBAHASAN ……….……. 41

4.1 Skrining fitokimia senyawa bahan alam ……….. 41

4.1.1 Hasil skrining fitokimia senyawa bahan alam ……… 41

4.1.2 Pembahasan skrining fitokimia senyawa bahan alam ……… 41

4.2 Berat ginjal mencit jantan dewasa ………...…… 42

4.2.1 Hasil berat ginjal mencit jantan dewasa ………. 42

4.2.2 Pembahasan berat ginjal mencit jantan dewasa ………. 43

4.3 Kadar MDA ginjal mencit jantan dewasa …………..……… 44

4.3.1 Hasil kadar MDA ginjal mencit jantan dewasa ………. 44


(15)

4.4 Gambaran histopatologi ginjal mencit jantan dewasa …………...…. 47

4.4.1 Hasil gambaran histopatologi ginjal mencit jantan dewasa ....…. 47

4.4.2 Pembahasan gambaran histopatologi ginjal mencit jantan dewasa ………..…… 48

4.5 Korelasi kadar MDA ginjal dengan gambaran histopatologi ginjal mencit jantan dewasa ………. 50

4.5.1 Hasil korelasi kadar MDA ginjal dengan gambaran histopatologi ginjal mencit jantan dewasa ……….….. 50

4.5.2 Pembahasan korelasi kadar MDA ginjal dengan gambaran histopatologi ginjal mencit jantan dewasa ………...…. 51

BAB 5. KESIMPULAN DAN SARAN …………..……….…… 52

5.1 Kesimpulan ………. 52

5.2 Saran ……… 53

DAFTAR PUSTAKA ……… 54


(16)

Daftar Gambar

No. Judul Halaman

1. Kerangka konsep penelitian pengaruh pemberian Pb asetat dan

ekstrak jahe terhadap kadar MDA dan kerusakan jaringan……... 6

2. Kerangka teori penelitian pengaruh pemberian ekstrak jahe terhadap kadar MDA dan kerusakan jaringan……… 7

3. Jenis-jenis jahe ……….. 1

4. Ginjal dan nefron………… ……….. 24

5.Pengaruh pemberian Pb asetat pada kerusakan tubulus proksimal ginjal……….... 25

6.Prosedur pelaksanaan uji pengaruh pemberian ekstrak jahe……... 33

7. Kerangka operasional percobaan hari ke 8-38……… 34

8.Grafik berat ginjal mencit jantan dewasa (g)... 43

9.Grafik kadar MDA dalam ginjal mencit jantan dewasa (µM/mL)... 45

10.Grafik histopatologi ginjal mencit jantan dewasa... 48

11. Proses pembuatan ekstrak jahe ... 81

12. Jaringan ginjal pada kelompok kontrol (K) ... 82

13. Jaringan ginjal pada kelompok P2 ... 82

14. Jaringan ginjal pada kelompok P1 ... 83


(17)

Daftar Tabel

No. Judul Halaman

1. Komponen volatile dan non-volatile rimpang jahe……... 14

2.Toksikologi senyawa Pb ……….. 17

3. Konversi perhitungan dosis untuk berbagai jenis hewan dan manusia ……….. 31

4.Persiapan standar MDA untuk spektrofotometri……….. 36

5. Jadwal pelaksanaan ………. 40

6. Hasil skrining fitokimia senyawa bahan alam ……… 41

7. Hasil uji korelasi data nonparametric MDA dan histopatologi…... 51

8. Data berat ginjal mencit dewasa (Mus musculus L.)………... 57

9. Data konsentrasi MDA ginjal mencit jantan dewasa (Mus musculus L.)……… 59


(18)

Daftar Singkatan

 

B3        Bahan Kimia Beracun dan Berbahaya     

GSH-Px Glutation Peroksida

GSH-R Glutation reductase

HE Hematoksilin- Eosin

MDA Malondialdehid

ATN Akut Tubular Nekrosis

Pb Plumbum

PUFA Polyunsaturated fatty acid

RAL Rancangan Acak Lengkap

ROS Reactive Oxygen Species

SOD Superdioksida Dismutase


(19)

ABSTRAK

Jahe (Zingiber officinalis Rosc.) merupakan herbal yang memiliki banyak manfaat antara lain sebagai bumbu masak, bahan baku minuman dan obat-obatan karena mengandung antioksidan yang banyak digunakan untuk masalah kesehatan. Jahe diekskresi melalui ginjal, sedangkan herbal ini mengandung polifenol berupa gingerol dan shogaol yang bersifat antioksidan. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui ada atau tidaknya efek pemberian ekstrak jahe secara oral terhadap kadar MDA (Malondialdehid) dan gambaran histopatologis ginjal mencit yang diberi Pb asetat.

Penelitian ini menggunakan 24 ekor mencit (Mus musculus L.) strain DD Webster dewasa jantan dibagi menjadi 6 kelompok secara random, yaitu satu kelompok kontrol (K) diberi 0,5 ml Tween 80 dalam 2% , dan 5 kelompok perlakuan: (P1) diberi Pb asetat 0,1 mg/g BB, (P2) diberi ekstrak jahe 0,14 mg/g BB, (P3) diberi ekstrak jahe 0,28 mg/g BB, (P4) diberi ekstrak jahe 0,14 mg/g BB setelah 1 jam, diberi Pb asetat 0,1 mg/g BB dan (P5) diberi ekstrak jahe 0,28 mg/g BB setelah 1 jam, diberi Pb asetat 0,1 mg/g BB, lewat sonde lambung 1 kali dalam 1 hari, dan diamati 30 hari. Pada hari ke-38 mencit didekapitasi untuk mengukur kadar MDA ginjal dan diamati gambaran histopatologis tubulus proksimal ginjalnya. Data kadar MDA ginjal dan gambaran histopatologis ginjal dinalisis dengan uji Kruskal-Wallis sedangkan data mikroskopis dianalisis dengan uji Oneway-Anova dilanjutkan uji Post-Hoc.

Hasil penelitian menunjukkan, pemberian ekstrak jahe 0,14 mg/g BB lebih baik menurunkan kadar MDA dibandingkan dengan ekstrak jahe 0,28 mg/g BB. Ekstrak jahe 0,14 mg/gBB lebih baik menghambat kerusakan histopatologis dibandingkan dengan 0,28 mg/gBB.

Tidak didapati korelasi yang signifikan antara kadar MDA ginjal dengan gambaran kerusakan pada histopatologi (p>0,05) walau kelihatan ada korelasi positif tetapi amat lemah (0,199).

Kata Kunci: Ekstrak jahe, antioksidan, kadar MDA ginjal, gambaran histopatologis tubulus proksimal ginjal.


(20)

ABSTRACT

Ginger (Zingiber officinale Rosc.) is a kind of multipurpose herb that can be used as seasoning, raw material from beverages and medicine because it contains antioxidant mostly used for health issues. Ginger excreted through kidneys contains polyphenols in the forms of gingerol and shogaol which are antioxidant in nature. The purpose of this study was to analyze whether or not there was the effect of oral ginger extract administration on the content of MDA (Malondialdehyde) and hitophatological description of mice kidney which was given Pb acetate.

This study employed 24 adult male DD Webster strain mice (Mus musculus L.) of which were randomly divided into 6 groups. One control group (K) was given 0,5 ml Tween 80 in 2%, and 5 (five) experiment groups (P). P1 was given Pb acetate for 0,1 mg/g Body Weight, P2 was given ginger extract for 0,14 mg/g Body Weight, P3 was given ginger extract for 0,28 mg/g Body Weight, P4 was given ginger extract for 0,14 mg/g Body Weight after 1 (one) hour P4 was given Pb acetate for 0,1 mg/g Body Weight, and P5 was given extract for 0,28 mg/g Body Weight after 1 (one) hour P5 was given Pb acetate for 0,1 mg/g Body Weight via gastric sonde once a day and was observed for 30 days. On the 38 th day, the mice were decapitated to measure the content of MDA kidney and the proximal tubule histophatological description of their kidneys was observed. The data of MDA and histophatological description of kidneys were analyzed through Kruskal-Wallis test the microscopic data were analyzed throught Oneway-Anova and then it was continued with Post-Hoc test.

The result of this study showed that the administration of ginger extract for 0,14 mg/g Body Weight was better to be used to minimize the content of MDA compared to the administration of ginger extract for 0,28 mg/g Body Weight. Ginger extract for 0,14 mg/g Body Weight was better to suspend the histophatological damage compared to ginger extract for 0,28 mg/g Body Weight.

The conclusion is that the significant correlation between the content of MDA kidney and the description of histophatological damage (p > 0,05) was not found out although a very weak positive correlation (0,199) was seen.

Key words : Ginger Extract, Antioxidant, Content of MDA Kidney, Histophatological Description, Proximal Tubule of Kidney.


(21)

BAB 1 PENDAHULUAN

1.1Latar Belakang

Dalam era industrialisasi terjadi peningkatan jumlah industri, akan selalu diikuti oleh pertambahan jumlah limbah, baik berupa limbah padat, cair maupun gas. Limbah tersebut mengandung bahan kimia yang beracun dan berbahaya (B3). Salah satu dari limbah B3 tersebut adalah logam berat Pb. Kehadiran Pb tetap mengkhawatirkan, terutama yang bersumber dari pabrik/industri, dimana Pb banyak digunakan sebagai bahan baku maupun sebagai bahan penolong. Sifat beracun dan berbahaya dari logam berat tersebut ditunjukan oleh sifat fisik dan kimia.

Masuknya limbah ke perairan dapat menimbulkan pencemaran terhadap perairan. Menurut Listari dan Edward (2004). Teluk Jakarta merupakan teluk yang paling tercemar di Asia akibat limbah industri dan rumah tangga.Diperkirakan dalam sehari lebih dari 7.000 m3 limbah cair, termasuk diantaranya yang mengandung Pb dibuang melalui sungai, hal ini menyebabkan biota air seperti udang, kerang-kerangan dan beberapa jenis ikan yang hidup di dalamnya ikut tercemar, menyebabkan kematian massal ikan-ikan yang terjadi pada bulan Mei 2004. Hasil penelitian Ernawati (2010). Tingginya kandungan Pd pada daging kerang bulu (Anadara inflata) di dekat pelabuhan kapal-kapal bongkar muat, kapal ikan, pabrik-pabrik, dan galangan kapal serta pemukiman di muara sungai Asahan. Selain itu, di sepanjang hulu sungai juga terdapat banyak pabrik industri dan lahan pertanian, memungkinkan adanya limbah


(22)

buangan air yang di buang ke sungai terbawa air sungai dan berakhir di muara sungai dan menjadi tempat berkumpulnya zat-zat cemaran yang dibawa oleh aliran sungai tersabut.

Pembuangan limbah pabrik baterai, cat, tekstil memperburuk sanitasi makanan, sehingga Pb dapat memberika efek racun terhadap fungsi organ yang terdapat dalam tubuh (Darmono, 2001), merupakan faktor yang menunjang untuk terjadinya toksisitas Pb pada makhluk hidup.

Pemaparan Pb bisa melalui makanan, minuman, udara dan penetrasi pada lapisan kulit. Jalur makanan dan minuman, akan diikutkan dalam proses metabolisme tubuh. Namun demikian jumlah Pb yang masuk bersama makanan dan minuman hanya sekitar 5-10% akan diserap oleh tubuh (Palar, 2008).

Toksikitas Pb sangat mempengaruhi proses metabolisme organ penting pada makhluk hidup yaitu hati dan ginjal. Kedua organ tersebut sangat berperan dalam proses metabolisme dan filtrasi unsur-unsur nutrisi bagi kesehatan makhluk hidup. Banyak penelitian telah dilakukan mengenai hambatan proses metabolisme tersebut baik dalam sudut perubahan biokimia dan histologi dari organ yang bersangkutan terutama pada hewan laboratorium. Selain itu beberapa penelitian mengenai toksisitas plumbum pada ginjal menunjukkan terjadinya kerusakan tubulus ginjal sehingga fungsinya sebagai organ filtrasi sangat menurun. Sebagai akibatnya beberapa janis asam amino dan elektrolit diekskresikan (Darmono, 2001).

Intoksikasi Pb mengakibatkan nefrotoksik pertama sekali ditemukan oleh Lancereaux 1863. Dia mencatat korteks ginjal mengalami atropi dan fibrosis pada


(23)

tubulus ginjal seorang seniman yang kerap kali memasukkan kuas yang digunakan untuk melukis ke dalam mulutnya (Kathuria, 2010).

Penelitian yang dilakukan Anggraini DR (2008), dengan pemberian Pb asetat pada mencit, 100 mg/kg BB/oral/hari selama 4 minggu sudah terjadi degenerasi, vakuolisasi lumen tubulus sebesar 20%. Kerusakan ginjal terjadi meningkat terus sampai akhir penelitian, karena ginjal lebih beresiko daripada jaringan tubuh lain (Hariono B, 2005).

Aktivasi senyawa plumbum dalam tubuh seringkali dikaitkan dengan stres oksidatif, melalui pembentukan molekul Reactive Oxygen Species (ROS) (Aykin,et al., 2003). Toksisitas Pb dalam menentukan radikal bebas adalah melalui dua cara berbeda yaitu pembentukan ROS dan penekanan langsung cadangan antioksidan tubuh (Ercal,et al., 2001). Kemampuan menetralisir senyawa oksidan sebenarnya sudah dimiliki oleh tubuh/sel itu sendiri namun tidak cukup, sehingga perlu antioksidan dari luar tubuh untuk menetralisir senyawa oksidan yang diakibatkan oleh paparan bahan-bahan beracun yang berasal dari lingkungan bersifat radikal bebas, termasuk salah satunya Pb. Reaksi radikal bebas oksigen atau peroksida lipid dalam membran sel dapat mendegradasi asam lemak tak jenuh, kemudian mengakumulasikannya menjadi aldehid, meliputi MDA sehingga MDA dapat digunakan sebagai indikator stres oksidatif, yang dapat ditentukan dalam suatu pengukuran asam tiobarbiturat (Winarsi H, 2007). Tingginya kadar radikal bebas dalam tubuh dapat ditunjukkan oleh rendahnya aktivitas enzim antioksidan dan tingginya kadar MDA dalam plasma (Zakaria F R, et al., 2000; Winarsih H, 2007).


(24)

Antioksidan merupakan senyawa pemberi elektron (electron donor) atau reduktan, dan senyawa ini juga mampu mengaktivasi berkambangnya reaksi oksidasi. Secara umum, antioksidan dikelompokkan menjadi dua, yaitu antioksidan enzimatis dan non-enzimatis. Antioksidan enzimatis berdasarkan mekanisme kerjanya, digolongkan antioksidan primer (antioksidan endogenus) meliputi enzim Superoksida Dismutase (SOD), katalase, dan Glutation Peroksidase (GSH-Px) sedangkan antioksidan non-enzimatis digolongkan antioksidan sekunder (antioksidan eksogenus) dapat berupa komponen nutrisi dari sayuran dan buah-buahan meliputi vitamin C, vitamin E, ß-karoten, flavonoid, isoplavon, antosianin, katekin (Winarsi H, 2007).

Jahe (Zingiber officinale Rosc.) sebagai tanaman rempah-rempah dan berbagai keperluan lain seperti obat tradisional (Paimin F.B, 2008) mempunyai beberapa komponen utama di dalamnya seperti gingerol, shogaol dan gingerone yang memiliki antioksidan di atas ά-tokoferol. Sehingga jahe diidentifikasi mengandung antioksidan dan dapat menghambat peroksida lipid dan memiliki aktivitas antioksidan yang relative tinggi (Kikuzaki dan Nakatani, 1993 ; Winarsih H, 2007).

Menurut Zakaria F R, et al., (2000) penurunan MDA plasma dari 2,36 µmol/l

menjadi 1,94 µmol/l ditentukan oleh peranan antioksidan gingerol pada jahe yang diintervensikan selama 30 hari pada mahasiswa laki-laki usia 19-27 tahun di Bogor.


(25)

Untuk itu peneliti ingin membuktikan kebenaran pengaruh pemberian ekstrak jahe tehadap kadar MDA ginjal dan gambaran histopatologis tubulus proksimal ginjal mencit yang diberi Pb asetat ( Pb(C2H3O2)2.3H2O2 ).

1.2Perumusan Masalah

Berdasarkan uraian ringkas dalam latar belakang masalah yang tersebut di atas memberikan dasar bagi peneliti untuk merumuskan pertanyaan-pertanyaan penelitian berikut ini :

1. Apakah pemberian ekstrak jahe dapat menurunkan kadar MDA ginjal mencit yang diberi Pb asetat?

2. Apakah pemberian ekstrak jahe dapat menghambat kerusakan tubulus proksimal ginjal mencit akibat diberi Pb asetat berdasarkan gambaran histopatologis?

1.3Landasan Teori

Pb asetat dapat menginduksi terjadinya oksidasi lipid, terutama pada rantai asam lemak tidak jenuh/polyunsaturated fatty acid (PUFA). Lipid yang mengalami oksidasi ini akan menjalani reaksi lanjutan secara berantai membentuk produk radikal bebas peroksil, radikal bebas PUFA, dan radikal bebas superoksida. Peningkatan jumlah radikal akan mengakibatkan terjadinya dekomposisi asam lemak tidak jenuh


(26)

menjadi lipid peroksida yang tidak stabil. Peroksida lipid juga dapat terkomposisi oleh senyawa radikal bebas menjadi senyawa MDA .

Produk peroksidasi lipid, yaitu MDA dapat bereaksi dengan Thiobarbituric Acid

(TBA) akan membentuk kromogen berwarna merah. Absorbsinya dapat diukur dengan menggunakan spektrofotometer UV pada panjang gelombang 534 nm, dan dari absorbansi tersebut dapat ditentukan kadar MDA secara kuantitatif dalam sampel tertentu, seperti pada jaringan, dan plasma. Peningkatan kadar MDA menunjukkan secara tidak langsung terjadi peningkatan stres oksidasi.

Gambar 1. Kerangka Konsep Penelitian Pengaruh Pemberian Pb asetat Terhadap Kadar MDA dan Kerusakan Jaringan Ginjal

Beberapa penelitian telah membuktikan jahe memiliki aktivitas antioksidan yang sangat kuat dan jahe diidentifikasi mengandung antioksidan yang dapat menghambat

Pb asetat

Radikal bebas 

Stres oksidatif 

Peroksida lipid

Kerusakan Jaringan >> ginjal


(27)

peroksida lipid dan memiliki aktivitas antioksidan yang relatif tinggi. Sebagai antioksidan, jahe mengandung senyawa fenolik yang dapat digunakan untuk mencegah atau menghambat autooksidasi lemak yang disebabkan Pb asetat dengan cara mendonasikan radikal hydrogen sehingga radikal bebas peroksida akif menjadi tidak aktif, dan penurunan jumlah radikal, mengakibatkan terjadinya dekomposisi asam lemak tidak jenuh menjadi lipid peroksida yang stabil, sehingga kerusakan jaringan juga sedikit. Disamping itu juga peroksida lipid yang terkomposisi oleh senyawa radikal bebas menjadi senyawa MDA juga akan sedikit dihasilkan.

Penelitian ini akan mengungkapkan kemampuan jahe melindungi jaringan ginjal dari kerusakan yang disebabkan toksisitas senyawa logam berat Pb asetat.

Gambar 2. Kerangka Teori Pengaruh Pemberian Ekstrak Jahe Terhadap Kadar MDA dan Kerusaka Jaringan Ginjal

Pb asetat

Jahe (Zingiber officinaleRosc.)

Radikal bebas 

Stres oksidatif 

Peroksida lipid  MDA <<

Kerusakan Jaringan


(28)

1.4Tujuan Penelitian

Tujuan umum :

Untuk membuktikan bahwa ekstrak jahe dapat menghambat kerusakan tubulus proksimal ginjal mencit akibat diberi Pb asetat.

Tujuan khusus :

1. Kemampuan ekstrak jahe dalam menurunkan kadar MDA ginjal mencit yang diberi Pb asetat.

2. Kemampuan ekstrak jahe dalam menghambat kerusakan tubulus proksimal ginjal mencit akibat diberi Pb asetat.

3. Mengetahui besarnya dosis ekstrak jahe yang dapat menurunkan kadar MDA ginjal dan dapat menghambat kerusakan tubulus proksimal ginjal pada mencit yang diberi Pb asetat.

1.5Hipotesis

1. Pemberian ekstrak jahe dapat menurunkan kadar MDA ginjal mencit yang diberi Pb asetat.

2. Ada perbedaan gambaran histopatologis tubulus proksimal ginjal mencit yang diberi Pb asetat dan diberi ekstrak jahe dengan yang diberi Pb asetat tetapi tidak diberi ekstrak jahe.

3. Penambahan dosis ekstrak jahe dapat menurunankan kadar MDA ginjal dan menghambat kerusakan tubulus proksimal ginjal mencit yang diberi Pb asetat.


(29)

1.6 Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat menghasilkan penemuan baru tentang sediaan ekstrak jahe dan membuka kemungkinan bagi penelitian lanjutan untuk pengembangan obat-obat tradisional, khususnya yang ditujukan untuk pengembangan antioksidan dari tumbuh-tumbuhan.


(30)

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Tanaman Jahe

Jahe (Zingiber officinale Rosc.) merupakan rempah-rempah Indonesia yang sangat penting dalam kehidupan sehari-hari, terutama dalam bidang kesehatan. Jahe merupakan tanaman obat berupa tumbuhan rumpun berbatang semu dan termasuk dalam suku temu-temuan (Zingiberaceae). Jahe berasal dari Asia Pasifik yang tersebar dari India sampai Cina. ( Paimin, 2008).

2.1.1 Nama daerah. Zingiber officinale Rosc. mempunyai nama umum atau nama Jahe, dengan aneka sebutan misalnya Aceh (halia), Batak karo (bahing), Lampung (jahi), Sumatra Barat (sipadeh atau sipodeh), Jawa (jae), Sunda (jahe), Madura (jhai), Bugis (pese) dan Irian (lali) (Muhlisah F, 2005).

2.1.2 Deskripsi jahe. Tanaman jahe termasuk keluarga Zingiberaceae yaitu

suatu tanaman rumput - rumputan tegak dengan ketinggian 30 -75 cm, berdaun sempit memanjang menyerupai pita, dengan panjang 15 – 23 cm, lebar lebih kurang dua koma lima sentimeter, tersusun teratur dua baris berseling, berwarna hijau bunganya kuning kehijauan dengan bibir bunga ungu gelap berbintik-bintik putih kekuningan dan kepala sarinya berwarna ungu. Akarnya yang bercabang-cabang dan


(31)

berbau harum, berwarna kuning atau jingga dan berserat (Paimin, 2008 ; Rukmana 2000).

2.1.3Sistematika Tanaman Rimpang Jahe :

Divisi : Spermatophyta Subdivisi : Angiospermae Kelas : Monocotyledonae Ordo : Musales

Family : Zingiberaceae Genus : Zingiber Spesies : officinale

Berdasarkan ukuran, bentuk dan warna rimpang, jahe dibedakan menjadi tiga jenis yaitu :

1. Jahe putih/kuning besar disebut juga jahe gajah atau jahe badak.

Ditandai ukuran rimpangnya besar dan gemuk, warna kuning muda atau kuning, berserat halus dan sedikit. Beraroma tapi berasa kurang tajam. Dikonsumsi baik saat berumur muda maupun tua, baik sebagai jahe segar maupun olahan. Pada umumnya dimanfaatkan sebagai bahan baku makanan dan minuman.


(32)

Jahe Gajah / Jahe Badak Jahe Sunti / Jahe Emprit

Jahe Merah Tanaman Jahe

2. Jahe kuning kecil disebut juga jahe sunti atau jahe emprit.

Jahe ini ditandai ukuran rimpangnya termasuk katagori sedang, dengan bentuk agak pipih, berwarna putih, berserat lembut, dan beraroma serta berasa tajam. Jahe ini selalu dipanen setelah umur tua. Kandungan minyak atsirinya lebih besar dari jahe gajah, sehingga rasanya lebih pedas. Jahe ini cocok untuk ramuan obat- obatan, atau diekstrak oleoresin dan minyak atsirinya.

3. Jahe merah ditandai dengan ukuran rimpang yang kecil, berwarna merah jingga, berserat kasar, beraroma serta berasa tajam (pedas). Dipanen setelah tua dan memiliki minyak atsiri yang sama dengan jahe kecil sehingga jahe merah pada umumnya dimanfaatkan sebagai bahan baku obat-obatan.


(33)

2.1.4 Kandungan Kimia. Rimpang jahe mengandung 2 komponen, yaitu: 1. Volatile oil (minyak menguap)

Biasa disebut minyak atsiri merupakan komponen pemberi aroma yang khas pada jahe, umumnya larut dalam pelarut organik dan tidak larut dalam air. Minyak atsiri merupakan salah satu dari dua komponen utama minyak jahe. Jahe kering mengandung minyak atsiri 1-3%, sedangkan jahe segar yang tidak dikuliti kandungan minyak atsiri lebih banyak dari jahe kering. Bagian tepi dari umbi atau di bawah kulit pada jaringan epidermis jahe mengandung lebih banyak minyak atsiri dari bagian tengah demikian pula dengan baunya. Kandungan minyak atsiri juga ditentukan umur panen dan jenis jahe. Pada umur panen muda, kandungan minyak atsirinya tinggi. Sedangkan pada umur tua, kandungannyapun makin menyusut walau baunya semakin menyengat.

2. Non-volatile oil (minyak tidak menguap)

Biasa disebut oleoresin salah satu senyawa kandungan jahe yang sering diambil, dan komponen pemberi rasa pedas dan pahit. Sifat pedas tergantung dari umur panen, semakin tua umurnya semakin terasa pedas dan pahit. Oleoresin merupakan minyak berwarna coklat tua dan mengandung minyak atsiri 15-35% yang diekstraksi dari bubuk jahe. Kandungan oleoresin dapat menentukan jenis jahe. Jahe rasa pedasnya tinggi, seperti jahe emprit, mengandung oleoresin yang tinggi dan jenis jahe badak rasa


(34)

pedas kurang karena kandungan oleoresin sedikit. Jenis pelarut yang digunakan, pengulitan serta proses pengeringan dengan sinar matahari atau dengan mesin mempengaruhi terhadap banyaknya oleoresin yang dihasilkan.

Table 1. Komponen Volatil dan Non-volatil Rimpang Jahe Fraksi Komponen

Volatile (-)-zingeberene, (+)-ar-curcumene, (-)-β-sesquiphelandrene, -bisaboline, -pinene, bornyl acetat, borneol, camphene, -cymene, cineol, cumene, β-elemene, farnesene, β-phelandrene, geraneol, limonene, linalool, myrcene, β-pinene, sabinene.

Non-volatil Gingerol, shogaol, gingediol, gingediasetat, Gingerdion, Gingerenon.

Sumber : WHO Monographs on selected medicinal plants Vol 1,1999

Kandungan senyawa metabolit sekunder yang terdapat pada tanaman jahe terutama golongan flavonoida, fenolik, terpenoida, dan minyak atsiri (Benjelalai, 1984). Senyawa fenol jahe merupakan bagian dari komponen oleoresin, yang berpengaruh dalam sifat pedas jahe (Kesumaningati, 2009), sedangkan senyawa terpenoida adalah merupakan komponen-komponen tumbuhan yang mempunyai bau, dapat diisolasi dari bahan nabati dengan penyulingan minyak atsiri. Monoterpenoid merupakan biosintesa senyawa terpenoida, disebut juga senyawa “essence” dan memiliki bau spesifik. Senyawa monoterpenoid banyak dimanfaatkan sebagai antiseptik, ekspektoran,


(35)

spasmolitik, sedative, dan bahan pemberi aroma makanan dan parfum. Menurut Nursal, 2006 senyawa-senyawa metabolit sekunder golongan fenolik, flavanoiada, terpenoida dan minyak atsiri yang terdapat pada ekstrak jahe diduga merupakan golongan senyawa bioaktif yang dapat menghambat pertumbuhan bakeri.

2.1.5 Antioksidan Pada Jahe. Menurut Kusumaningati RW (2009) kemampuan jahe sebagai antioksidan alami tidak terlepas dari kadar komponen fenolik total yang terkandung di dalamnya, dimana jahe memiliki kadar fenol total yang tinggi dibandingkan kadar fenol yang terdapat dalam tomat dan mengkudu. Gingerol dan shogaol telah diidentifikasi sebagai komponen antioksidan fenolik jahe.

Rimpang jahe juga bersifat nefroprotektif terhadap mencit yang diinduksi oleh gentamisin, dimana gentamisin meningkatkan Reactive Oxygen Species (ROS) dan

jahe yang mengandung flavanoida dapat menormalkan kadar serum kreatinin, urea dan asam urat (Laksmi B.V.s ., Sudhakar M, 2010).

2.1.6 Farmakokinetik Jahe. Menurut Zick SM, et al ., 2008. Pada manusia konjugat jahe mulai muncul 30 menit setelah pemberian melalui oral, dan mencapai Tmax antara 45 -120 menit, dengan t½ eliminasi 75 – 120 menit pada dosis

dua gram. Pada uji ini tidak ada efek samping dilaporkan setelah menggunakan 2 g ekstrak jahe.


(36)

2.2 Plumbum

2.2.1 Gambaran umum . Plumbum (Pb) adalah logam berat secara alami terdapat di alam tetapi bisa juga didapat dari industri. Pb secara alami bersumber dari bebatuan, air telaga dan air sungai, udara dan tumbuh-tumbuhan. Pb organik dan anorganik banyak digunakan pada pabrik pembuat kaca, pabrik cat, pewarna karet, pewarna tinta, bahan peledak, bahan pembuat tekstil, regensia kimia, dan sebagai bahan kimia baterai. Pb asetat khususnya digunakan pada proses pencelupan dan pencetakan tekstil, bahan pernis kayu, pabrik pestisida, pabrik cat, regensia kimia dan pewarna rambut (Johonson, 1998; Palar, 2000).

Pb dapat masuk ke dalam jaringan tubuh makhluk hidup melalui beberapa jalan, yaitu saluran pernapasan, pencernaan, dan penetrasi melalui kulit. Pemaparan Pb melalui makanan, minuman, akan diikutkan dalam proses metabolisme tubuh.

2.2.2 Sifat Fisika dan Kimia. Plumbum adalah logam berat, dengan nomor atom delapan puluh dua, berat atom 207,19 dan berat jenis 11,34, bersifat lunak dan berwarna biru keabu-abuan dengan kilau logam yang khas sesaat setelah dipotong. Kilauanya akan segera hilang sejalan dengan pembentukan lapisan oksida pada permukaannya, meliputi titik leleh 327,50C dan titik didih 17400C (MSDS, 2005). Lebih dari 95% Pb merupakan senyawa anorganik dan umumnya dalam bentuk garam Pb anorganik, kurang larut dalam air dan selebihnya berbentuk Pb organik. Senyawa Pb anorganik ditemukan dalam bentuk senyawa Tetraethyllead (TEL) dan


(37)

Tetramethyllead (TML) terdapat dalam bahan bakar kenderaan. Jenis senyawa ini

hampir tidak larut dalam air, namun dapat larut dalam pelarut organik, misalnya dalam lipid (WHO, 1977).

2.2.3 Farmakokinetik. Secara perlahan namun konsisten, Pb anorganik diserap melalui saluran nafas dan cerana. Pb anorganik tidak diserap secara baik melalui kulit, tetapi komposisi Pd organik, misalnya antiknock gasoline yang mengandung

Pb, dapat diserap dengan baik melalui kulit. Penyerapan debu yang mengandung Pb melalui saluran nafas merupakan penyebab paling umum dari keracunan industri. Saluran cerna merupakan jalan masuk non-industri (Tabel 2).

Tabel 2 . Toksikologi Senyawa Pb

Bentuk yang memasuki

tubuh

Jalan Absorbsi

utama Distribusi

Efek Klinis Utama

Aspek Penting dari Mekanisme Metabolisme dan Eliminasi Pb Oksida dan garam Pb anorganik Gastrointestinal, respiratorik

Jaringan lunak ; redistribusi ke kerangka (>90% beban tubuh dewasa) Defisit SSP; neuropati perifer; anemi;nefropati. Inhibisi enzim; mempengaruhi kation esensial;

mengubah struktur membran.

Ginjal(mayor) ; air susu (minor). Organik (tetraethethyl lead) Kulit; gastrointestinal; respiratorik

Jaringan lunak, khususnya hati,

SSP Ensefalopati

Dealkalisasi hepatis (cepat)trialkylmetabo lites

(lambat)disosiasi Pb

Urine dan feces(mayor); keringat (minor)

Sumber : Farmakologi Dasar dan Klinik (Katzung BG,2004)

Penyerapan melalui pencernaan berbeda sesuai dengan sifat komposisi Pb. Secara umum, orang dewasa menyerap sekitar 10% dari jumlah yang masuk sementara anak-anak menyerap sampai mendekati 50%. Kalsium diet rendah, kurang zat besi, dan pemasukan ke dalam perut yang kosong terkait dengan peningkatan penyerapan Pb.


(38)

Setelah diserap dari saluran nafas atau saluran cerna, Pb terikat ke eritrosit dan awalnya didistribusikan secara luas ke jaringan lunak seperti sumsum tulang, otak, ginjal, hati, otot, dan gonad; kemudian ke permukaan tulang subperiosteal; lalu ke matriks tulang. Pb juga menyeberangi plasenta dan merupakan bahaya potensial bagi janin.

Kinetika klirens Pb dari tubuh mengikuti model multikompartemen, terdiri dari sebagian besar darah dan jaringan lunak, dengan waktu paruh 1-2 bulan; dan kerangka tubuh dengan waktu paruh tahunan hingga puluhan tahun. Lebih dari 90% Pb yang dieliminasi dijumpai dalam urin, dan sisanya diekskresi melalui empedu, kulit, rambut, kuku, keringat, dan air susu. Sebagian yang tidak segera diekskresi, kira-kira setengah dari Pb yang diserap, mungkin dimasukkan kedalam kerangka tubuh, tempat pembuangan lebih dari 90% dari beban Pb tubuh pada kebanyakan orang dewasa (Katzung BG, 2004).

2.2.4 Metabolisme dan Toksisitas. Absorbsi melalui saluran pencernaan hanya beberapa persen saja, tetapi jumlah logam yang masuk melalui saluran pencernaan biasanya cukup besar, walaupun persentase absorbsinya kecil dan absorbsi Pb melalui saluran pencernaan tergantung dengan ukuran logam berat tersebut, waktu transit gastrointestinal, status gizi, dan usia (Khaturia, 2008). Namun demikian jumlah plumbum yang masuk bersama makanan dan minuman masih mungkin ditolelir oleh lambung disebabkan asam lambung (HCl) yang mempunyai kemampuan untuk menyerap keberadaan logam Pb.


(39)

Pada umumnya ekskresi Pb berjalan sangat lambat. Waktu paruh dalam darah kurang 25 hari, pada jaringan 40 hari sedangkan pada tulang 25 tahun. Eksresi yang lambat menyebabkan Pb mudah terakumulasi dalam tubuh, baik pada pajanan okupasional maupun nonokupasional (Nordberg, 1998).

Toksikitas Pb sangat mempengaruhi proses metabolisme organ penting pada makhluk hidup yaitu hati dan ginjal. Kedua organ tersebut sangat berperan dalam proses metabolisme dan filtrasi unsur-unsur nutrisi bagi kesehatan makhluk hidup. Banyak penelitian telah dilakukan mengenai hambatan proses metabolisme tersebut baik dalam sudut perubahan biokimia dan histologi dari organ yang bersangkutan terutama pada hewan laboratorium. Selain itu beberapa penelitian mengenai toksisitas Pb pada ginjal menunjukkan terjadi kerusakan tubulus ginjal sehingga fungsinya sebagai organ filtrasi sangat menurun. Sebagai akibatnya beberapa janis asam amino dan elektrolit diekskresikan (Darmono, 2001). Saluran pencernaan, susunan saraf, system hematopoitik dan ginjal merupakan alat-alat tubuh yang paling sensitif terhadap efek toksik Pb. Logam berat Pb dapat meracuni tubuh manusia baik secara akut maupun kronis. Senyawa Pb organik mempunyai daya racun yang lebih kuat dibandingkan dengan senyawa Pb anorganik.

Keracunan Pb akut pada anak-anak dan dewasa dapat menderita disfungsi tubuli proksimal dengan gejala-gejala seperti sindroma de fanconi (aminoasiduria,

glukosuria dan hiperfosfaturia) (Doloksaribu B, 2008).

Menurut Robbin (2006) Pada sel normal, Pb dapat membentuk radikal bebas, sehingga menyebabkan rangsangan patologi yang merugikan (jejas; injury) berupa:


(40)

jejas reversible atau jejas irreversible. Jejas reversible menunjukkan perubahan sel

yang dapat kembali menjadi normal jika rangsangan dihilangkan atau jika penyebab jejasnya ringan, sedangkan jejas irreversible terjadi jika stresornya melampaui kemampuan sel untuk beradaptasi (hingga di luar point of no return) dan

menunjukkan perubahan patologik permanen yang menyebabkan kematian sel.

Namun pada jejas reversible maupun irreversible bila terjadi, akan mempunyai ciri

yang khas, diantaranya pada jejas reversible akan terjadi pembengkakan sel

sedangkan pada jejas irreversibel (nekrosis) membran sel mengalami fragmentasi dan perubahan nukleus meliputi piknosis, kariolisis, dan karioreksis.

2.3 Radikal Bebas dan Antioksidan

Suatu radikal bebas dapat dinyatakan sebagai species yang terdiri dari satu atau lebih elektron yang tidak berpasangan. Radikal bebas ini dapat bereaksi dengan berbagai cara. Salah satunya apabila dua radikal bebas bertemu maka elektron yang tidak berpasangan tadi akan bergabung membentuk ikatan kovalen (Halliwell B, 1991).

Radikal bebas berbahaya jika menjadi sangat reaktif dalam mendapatkan pasangan elektronnya, sehingga dapat bereaksi dengan berbagai biomolekul penting seperti enzim, DNA, dan juga merusak sel lain yang akhirnya dapat menimbulkan penyakit, hal ini dapat dihambat dengan pengguanan antioksidan. Ketidak seimbangan antara radikal bebas dengan antioksidan menimbulkan stres oksidaif.


(41)

Tubuh manusia mempunyai beberapa mekanisme untuk bertahan terhadap radikal bebas dan ROS lainnya. Pertahanan yang bervariasi saling melengkapi satu dengan yang lain karena bekerja pada oksidan yang berbeda atau dalam bagian seluler yang berbeda (Tuminah, 2000).

Secara umum pengertian antioksidan adalah senyawa yang mampu menangkal atau meredam efek negatif oksidan dalam tubuh, bekerja dengan cara mendonorkan satu elektronnya kepada senyawa yang bersifat oksidan sehingga aktifitas senyawa oksidan tersebut dapat dihambat (Winarsih, 2007).

Antioksidan dikelompokkan menjadi dua, yaitu antioksidan enzimatis dan antioksidan non-enzimatis.

1. Antioksidan Enzimatis

Antioksidan enzimatis merupakan antioksidan endogenus, yang termasuk di dalamnya adalah enzim Superoksida Dismutase (SOD), katalase, Glutation Peroksidase (GSH-PX), serta Glutation Reduktase (GSH-R) (Mates JM, 1999; Tuminah, 2000). Sebagai antioksidan, enzim-enzim ini bekerja menghambat pembentukan radikal bebas, dengan cara memutuskan reaksi berantai (polimerisasi), kemudian mengubahnya menjadi produk yang lebih stabil, sehingga antioksidan kelompok ini disebut juga chain-breaking-antioxidant

(Winarsih, 2007). Enzim katalase dan glutation peroksidase bekerja dengan cara mengubah H2O2 menjadi H2O dan O2 sedangkan SOD bekerja dengan


(42)

cara mengkatalisis reaksi dismutasi dari radikal anion superoksida menjadi H2O2 (Langseth L, 1995; Winarsih 2007).

2. Antioksidan Non-enzimatis

Antioksidan non-enzimatis disebut juga antioksidan eksogenus, antioksidan ini bekerja secara preventif, dimana terbentukanya senyawa oksigen reaktif dihambat dengan cara pengkelatan metal, atau dirusak pembentukannya (Winarsih, 2007). Antioksidan non-enzimatis bisa didapat dari komponen nutrisi sayuran, buah dan rempah-rempah. Komponen yang bersifat antioksidan dalam sayuran, buah dan rempah-rempah meliputi vitamin C, vitamin E, β-karoten, flavonoid, isoflavon, flavon, antosianin, katekin dan isokatekin (Kahkonen,et al.,1999). Senyawa-senyawa fitokimia ini membantu melindungi sel dari kerusakan oksidatif yang disebabkan oleh radikal bebas.

2.4 Tubulus Proksimal Ginjal

2.4.1 Anatomi dan Histologi Tubulus Proksimal Ginjal. Secara anatomi ginjal terbagi menjadi dua bagian yaitu korteks dan medulla ginjal. Di dalam korteks terdapat berjuta-juta nefron sedangkan di dalam medulla banyak terdapat

duktuli ginjal. Nefron adalah unit fungsional terkecil dari ginjal (Underwood JCE, 2004; Alpers CE, 2007). Setiap ginjal terdiri atas 1-4 juta nefron. Setiap nefron terdiri atas bagian yang melebar, korpuskulus renal; tubulus kontortus proksimal, segmen tipis dan tebal ansa Henle; dan tubulus kontortus distal. Pada kutub


(43)

urinarius pada korpuskulus renal, epitel gepeng dari lapisan parietal kapsul Bowman, berhubungan langsung dengan epitel silidris dari tubulus kontortus proksimal . Tubulus ini lebih panjang dari tubulus kontortus distal dan karenanya tampak lebih banyak dekat korpuskulus renalis dalam labirin korteks. Tubulus ini juga memiliki lumen lebar dan di kelilingi oleh kapiler peritubuler (Junqueira L.C, 1995). Lapisan sel tubulus proksimal merupakan jaringan di ginjal paling sangat sensitif untuk plumbum (Goyer RA,1973).

Darah yang membawa sisa-sisa hasil metabolisme tubuh difiltrasi di dalam glomeruli kemudian di tubuli ginjal,beberapa zat yang masih diperlukan tubuh mengalami reabsorbsi dan zat-zat hasil sisa metabolisme mengalami sekresi bersama air membentuk urin sehingga ginjal merupakan organ ekskresi yang

terpenting (Guyton, 1997; Purnomo BB, 2009). Toksin atau konsentrasi zat yang tinggi berpotensi merusak, dan dapat menyebabkan Akut Tubular Nekrosis (ATN).


(44)

Gambar 4. Ginjal dan nefron (Junqueira LC, 2007)

2.4.2 Efek Pb Terhadap Tubulus Proksimal Ginjal. Pb yang masuk melalui mulut akan terdistribusi ke jaringan, salah satunya ginjal. Di ginjal Pb terakumulasi akan membentuk vakuolisasi sel tubulus proksimal, kemudian akan terbentuk tonjolan (bleb) dari sitoplasma sel tubulus proksimal, sehingga tubulus sempit, penyempitan tubulus dapat menjadi suatu tanda awal dari kerusakan ginjal akibat substansi nefrotoksik dalam darah. Selanjunya bleb tersebut pecah sehingga mikrofili hilang. Pecahan-pecahan bleb akan menyumbat tubulus proksimal sehingga terjadi


(45)

Ekskresi Pb asetat

Tubuh

Akumulasi Pb di ginjal

Respon Radang Akut

Vasodilatasi

Ekstravasasi Cairan

Difusi Intraselular

Vakuolisasi Sel

Tonjolan (Bleb) Sitoplasmapecah

Akut Tubuler Nekrosis (ATN)

Gagal Ginjal Akut (GGA)

Nekrosis dan berakhir dengan gagal ginjal akut (GGA) (Underwood JCE, 2004; Jennette JC, 2007). Lihat Gambar 5.

Gambar 5. Pengaruh pemberian Pb asetat pada kerusakan tubulus proksimal ginjal

ATN adalah kesatuan klinikopatologik yang ditandai secara morfologik oleh destruksi sel epitel tubulus dan secara klinik oleh supresi akut fungsi ginjal (Alpers CE, 2007 ). ATN dapat dibedakan atas ATN iskemik dan ATN nefrotoksik. ATN nefrotoksik disebabkan oleh berbagai bahan seperti logam berat (Pb, merkuri, arsenik, emas, kromium, arsenik, bismuth, dan uranium) (Nurdjaman, 2004).

Pada ATN nefrotoksik, ginjal bengkak, berwarna merah, dan sering ditemukan vakuolisasi sitoplasma sel epitel tubulus. Kerusakan terbanyak di tubulus proksimal,


(46)

jarang di tubulus distal. Tampak adanya degenerasi tubulus proksimal yang mengandung debris, tetapi membrana basalis utuh (Underwood JCE, 2004; Alpers CE, 2007 ).

ATN merupakan penyebab terpenting dari gagal ginjal akut. Klinisnya adalah oliguria yang dilanjutkan dieresis. Peningkatan ketidakkebalan terhadap infeksi sehingga kurang lebih 25% kematian akibat ATN terjadi selama fase diuretik (Underwood JCE, 2004).

2.5 Tween 80

Tween 80 (polisorbat 80) adalah surfaktan nonionik digunakan secara luas sebagai aditif dalam makanan, farmasi , dan kosmetik sebagai emulsifier, dispersan, atau stabilizer. Menurut laporan program toksikologi, 2009. Penelitian toksisitas dan karsinogenik dilakukan dengan pemberian polisorbat 80 dalam pakan tikus dan mencit selama 14 hari, 13 minggu, semua binatang bertahan sampai akhir penelitian. Berat badan dan tikus mirip dengan kontrol. Tidak ditemuan kelainan klinis, perubahan organ bobot relatif atau absolut, dan lesi mikroskopis tidak dijumpai pada tikus atau mencit yang diberi polisorbat 80 dan tidak terbukti sebagai karsinogenik. Menurut data keamanan material, 2008. Tween 80 tidak menyebabkan toksisitas mau efek karsinogenik, mutagenik dan teratogenik.


(47)

BAB 3

METODE PENELITIAN

3.1. Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian dilakukan di Laboratorium Biologi FMIPA USU Medan, Laboratorium Patologi Anatomi FK USU Medan, Laboratorium Fitofarmaka Fakultas Farmasi USU Medan dan Laboratorium Biokimia FK USU Medan mulai Juli - Agustus 2010.

3.2. Populasi dan Sempel Penelitian

Mencit (Mus musculus L.) strain DD Webster dewasa, jenis kelamin jantan yang sehat, umur ± 3 bulan, belum pernah digunakan untuk percobaan

lain dan mempunyai berat badan antara 26 - 38 gram yang diperoleh dari FMIPA Biologi USU Medan. Pemilihan sampel dilakukan dengan tehnik acak sederhana “Sample Random Sampling”. Jumlah hewan uji perkelompok ditentukan dengan rumus (t-1) (n-1) ≥ 15. Jika t adalah perlakuan (dalam penelitian ini ada 6 kelompok perlakuan) dan n adalah jumlah ulangan perkelompok, maka jumlah n yang

diharapkan (teoritis) adalah 4 (Federer, 1963). Sehingga jumlah hewan coba yang diperlukan dalam penelitian ini adalah sebanyak 24 ekor dan untuk menjaga adanya kematian dalam penelitian hewan yang digunakan ditambahkan 2 ekor setiap kelompok sehingga jumlah total mencit yang dibutuhkan sebanyak 36 ekor.


(48)

3.3. Variabel yang Diamati

3.3.1 Variabel Independent :

1. Jahe.

2. Plumbum asetat.

3.3.2 Variabel dependent : 1. Kadar MDA ginjal.

2. Gambaran histopatologis tubulus proksimal ginjal.

3.4. Definisi Operasional

1. Kadar MDA jumlah kadar MDA (nanomol) dalam jaringan ginjal (g). 2. Gambaran histopatologis jaringan pemeriksaan terhadap perubahan

perubahan abnormal pada tingkat jaringan secara mikroanatomi.

3. Nekrosis merupakan perubahan morfologik yang terjadi setelah kematian sel dalam jaringan atau organ hidup. Perubahan nukleus (inti lisis) meliputi piknosis (nukleus kecil serta padat), kariolisis (nukleus yang melarut serta

terlihat kabur), dan karioreksis ( nukleus terfragmentasi) (Robbins, 2006). 4. Simplisia adalah bahan alam yang digunakan sebagai obat yang belum

mengalamai pengolahan apapun juga, berupa bahan yang telah dikeringkan. 5. Ekstrak adalah sediaan kering, kental atau cair dibuat dengan menyari

simplisia nabati menurut cara yang cocok, di luar pengaruh cahaya matahari langsung (Farmakope, 1999).


(49)

3.5. Etika Penggunaan

Penggunaan dan penanganan hewan di laboratorium penelitian dilakukan sesuai dengan aturan etika penelitian hewan penelitian yang diatur dalam Deklarasi Helsinki untuk memperoleh “Ethical clearance” dari komite etik dan komite ilmiah penelitian FMIPA USU Medan (Lampiran 22).

3.6. Pelaksanaan Penelitian

3.6.1. Sampling simplisia jahe. Jahe yang digunakan untuk penelitian ini diambil dari pasar Pancurbatu, dipilih yang segar dan bersih. Tanaman jahe ini sudah di identifikasi/determinasi di Laboratorium Taksonomi Tumbuhan, Depertemen Biologi FMIPA USU Medan (Lampiran 23).

3.6.2. Pemeliharaan Hewan Percobaan. Mencit ditempatkan di dalam kandang yang terbuat dari bahan plastik ukuran (30x20x10 cm) yang ditutup dengan kawat kasa. Dasar kandang dilapisi dengan sekam padi setebal 0,5-1 cm dan diganti setiap tiga hari. Cahaya ruangan dikontrol persis 12 jam terang (pukul 06.00 sampai dengan pukul 18.00) dan 12 jam gelap (pukul 18.00 sampai dengan pukul 06.00), sedangkan suhu dan kelembaban ruangan dibiarkan berada pada kisaran alamiah. Pakan (pellet B551) dan minum (air PAM) disuplai setiap hari secara berlebihan.

3.7. Pembuatan Bahan-Bahan yang Digunakan untuk Percobaan

3.7.1. Pembuatan Ekstrak Jahe .


(50)

milimeter, dan dikering-anginkan kemudian diblender halus menjadi serbuk simplisia jahe.

2. Serbuk simplisia dimaserasi dengan etanol 96% destilasi dilakukan selama 3 kali 24 jam pada tempratur kamar.

3. Maserat yang diperoleh diuapkan dengan penguap putar (Rotary evaporator) pada tempratur 500C.

4. Pelarut yang masih tersisa diuapkan di atas penangas air (water bath) untuk mendapatkan ekstrak kental (Nursal, 2006).

5. Ekstrak kental tersebut dibuat suspensi dengan menggunakan larutan tween 80 dalam 2% (Shanmugam, 2009). Lihat Lampiran 25.

3.7.2 Perhitungan Dosis .

1. Dosis ekstrak jahe yang dipakai pada penelitian dirancang jumlahnya berdasarkan dosis yang diberikan pada tikus yaitu 100 mg/kg BB/oral dan 200 mg/kg BB/oral (Shanmugam, 2009), dan dosis Pb asetat 100 mg/kg BB/oral (Anggraini DR 2008).

2. Konversi dosis ekstrak jahe dari tikus ke mencit lihat Tabel 3 (Laurance dan Bacharach, 1964).


(51)

Tabel 3. Konversi perhitungan dosis untuk berbagai jenis hewan dan manusia

Pada uji klinik ekstrak jahe yang digunakan 100 mg/kg BB dan 200 mg/kgBB tikus, didapati;

 100 mg/Kg BB  0,1 mg/g BB tikus  0,1 mg/200 g BB tikus

 20 g x 0,14 = 2,8 mg/20 g mencit = 0,14 mg/g BB mencit

 200 mg/Kg BB  0,2 mg/g BB tikus  0,2 mg/200 g BB tikus

 40 g x 0,14 = 5,6 mg/20 g mencit


(52)

Dosis Pb asetat, 100 mg/kg BB mencit, maka dosis tiap mencit diberikan adalah 0,1 mg/g BB.

3. Interval waktu pemberian ekstrak jahe dan Pb asetat 30 hari dan pencekokan dilakukan setiap hari.

3.7.3. Uji kandungan Kimia Ekstrak Jahe. Uji kandungan pada penelitian ini dengan menggunakan metode fitokimia adalah sebagai berikut :

1. Uji zat fenolik dilakukan dengan cara menambahkan ekstrak jahe dengan FeCl3, hasil uji positif mengandung uji positif mengandung zat

fenolik jika terbentuk larutan hitam pada sampel.

2. Uji zat flavonoida dilakukan dengan menggunakan Mg-HCl encer yang ditambahkan dengan ekstrak jahe, hasil uji positif mengandung zat flavonoida jika terbentuk larutan berwarna merah jambu pada sampel. 3. Uji zat alkaloida dilakukan dengan menggunakan pereaksi Wagner yang

ditambahkan ekstrak jahe, akan menghasilkan endapan coklat pada sampel jika mengandung alkaloida.

4. Uji zat steroida dilakukan dengan menggunakan H2SO4 (p) dan pereaksi

LB (Lieberman-Burchad). Ekstrak jahe ditambahkan dengan masing-masing zat. Uji dengan cara menambahkan ekstrak jahe dengan H2SO4 (P) hasil uji positif jika terbentuk larutan berwarna merah pada


(53)

(Lieberman-Burchad), hasil uji positif jika terbentuk larutan berwarna hijau kebiruan pada sample.

5. Uji zat terpenoida dilakukan dengan menambahkan ekstrak jahe dengan kloroform, kemudian diambil filtratnya, ditambahkan pereaksi salkowsky (H2SO4), hasil positif jika terbentuk larutan merah pada sampel.

6. Uji zat saponin dilakukan dengan cara menambahkan ekstrak jahe dengan akuades, lalu dikocok sampai terbentuk buih. Hasil uji positif jika buih yang dihasilkan setelah didiamkan selama 15 menit tetap ada yang dihasilkan (Lampiran C) (Harborne, 1987 dalam kelana, 2003, hlm : 17).

3.8. Prosedur Pelaksanaan Uji Pengaruh Pemberian Ekstrak Jahe

Sebelum percobaan, mencit jantan ditimbang dan di tempatkan dalam kandang tersendiri di dalam ruangan laboratorium (aklimatisasi). Mencit dibagi secara acak ke dalam 6 kelompok perlakuan, seperti yang ditunjukkan pada gambar 6 dan 7.

Gambar 6. Prosedur Pelaksanaan Uji Pengaruh Pemberian Ekstrak Jahe HARI

0 7 8 9 37

AKLIMATISASI PENGAMBILAN DATA AWAL

PERLAKUAN PADA HEWAN

PENELITIAN

DEKAPITASI/ PEMBEDAHAN


(54)

Gambar 7. Kerangka Operasional Percobaan Hari ke 8 - 38

3.9. Pengamatan

Setelah 30 hari perlakuan, masing-masing hewan coba dikorbankan dengan cara dislokasi leher dan selanjutnya dibedah. Kemudian dilakukan pengamatan sebagai berikut :

3.9.1 Pengamatan Kadar MDA Ginjal Mencit. Pemeriksaan kadar MDA ginjal mencit dilakukan pada hari ke-30 setelah perlakuan pada semua kelompok. Ginjal dihomogenkan dengan 5 ml larutan buffer phosphate (pH 7,2).

n = 4 n = 4 n = 4 n = 4 n = 4 n = 4

Kontrol (+) Kontrol (+) Kontrol (+) Kontrol (+) ekstrak jahe ekstrak jahe 0,5 ml Tween 80 Pb asetat ekstrak jahe ekstrak jahe 0,14 mg/kg BB 0,28 mg/kg BB dalam 2% 0,1 mg/g BB 0,14 mg/g BB 0,28 mg/g BB

1 jam 1 jam

0,1 mg/g BB 0,1 mg/g BB Pb asetat Pb asetat HARI

8 38

PERLAKUAN SELAMA HARI KE 30

PERLAKUAN PADA HARI KE 38 :

Mencit didekapitasi  Dilakukan pemeriksaan kadar MDA ginjal  Dilakukan pemeriksaan histopatologis tubulus proksimal ginjal

Kel.I Kel.II Kel.III Kel.IV Kel.V Kel.VI


(55)

Metode pemeriksaan MDA menurut Rao et al., dalam Hsieh et al, (2006) yang telah dimodifikasi sebagai berikut :

a) Reagensia :

1) 2-thiobarbiturat acid (Merek; Cat No. 1.08180.0025)

2) 1,1,3,3-terramethoxypropane 99% (Sigma; Cat. No. 108383) 500 µM 3) Acetic acid glacial

4) Sodium hydroxide (NaOH) 5) Aquades

b) Persiapan Reagensia :

1. TBA/Buffer Reagent. TBA/Buffer Reagent terdidi dari : 0,67 g 2-thiobarbituric acid dilarutkan dalam 100 mL aquadest, selanjutnya 0,5 gram sodium hydroxide dan 100 mL asam asetat glacial.

2. Standard MDA. Sebanyak 250 µL 1,1,3,3-tetramethoxypropane (Malondialdehid bis) 500 µM dilarutkan dalam 750 µL aquadest untuk memperoleh larutan stok MDA 125 µM. Selanjutnya dari larutan stok MDA 125 µM dilarutkan dalam aquadest dan dibuat 8 seri standar yang dapat dilihat pada table di bawah ini :


(56)

Tabel 4. Persiapan Standar MDA untuk Spektrofotometri Nomor Konsentrasi Volume Volume Standar MDA (µM) MDA pelarut (µL) Standar (µL)

8 50 400 600 7 25 200 800 6 10 80 920 5 5 40 960 4 2,5 20 980 3 1,25 10 990 2 0,625 5 995 1 0 0 1000

c) Prosedur uji :

1) Sebanyak 500 µL sample (suspensi ginjal) atau standar MDA dimasukkan dalam tabung ependorf yang masing-masing telah diberi label.

2) Ditambahkan 0,5 ml aquades pada masing-masing tabung. 3) Kemudian ditambahkan 0,5 ml TBA/Buffer Reagent.

4) Selanjutnya masing-masing tabung diinkubasi di dalam water bath dengan suhu 950C selama 60 menit.

5) Setelah diinkubasi, masing-masing tabung dikeluarkan dari waterbath dan setelah dingin masing-masing tabung disentrifugasi dengan kecepatan 7000 rpm selama 10 menit.


(57)

6) Supernatan diambil untuk selanjutnya dianalisa dengan spektrofotometer UV pada panjang gelombang 534 nm.

3.9.2 Pengamatan Gambaran Mikroskopis Tubulus Proksimal Ginjal Mencit.

Pengamatan mikroskopis tubulus proksimal ginjal mencit meliputi vakuolisasi pada sitoplasma sel epitel tubulus, dan perubahan pada sel-sel pelapis epitel tubulus berupa degenerasi hidrofilik (perubahan sel dan inti yang membengkak) dan nekrosis (inti yang lisis) .

a) Prosedur uji:

1. Jaringan ginjal yang diambil segera difiksasi dalam larutan formalin 10%.

2. Dehidrasi dengan memakai alkohol 70% ke 100%. 3. Penjernihan dengan memakai toluene.

4. Impregnasi (mamasukkan ke lilin cair).

5. Pembuatan block parafin (penanaman sampel jaringan). 6. Dipotong dengan mikrotom setebal 3 µm.

7. Potongan lilin beserta jaringan dimasukkan ke dalam water bath 8. Jaringan diletakkan di objek glas.

9. Pencairan lilin yang melekat di sample jaringan. 10.Deparafinisasi memakai xylol.


(58)

12.Bersihkan dengan air mengalir.

13.Pewarnaan jaringan dengan Hematoksilin. 14.Bersihkan dengan air mengalir.

15.Celupkan ke dalam HCl 2%. 16.Bersihkan dengan air mengalir. 17.Celupkan kedalam larutan amoniak. 18.Bersihkan dengan air mengalir. 19.Dehidrasi (memakai alkohol 96%). 20.Masukkan kedalam larutan eosin. 21.Celupkan kedalam alkohol 96% 3X. 22.Masukkan kedalam larutan xylol  2X.

23.Tutup objek glas dengan dek glas memakai Balsem (Mounting). 24.Sisa xylol dibuang, ditetesi etilen.

25.Pemeriksaan histopatologis dengan menggunakan mikroskop cahaya pembesaran 400X.

Sasaran yang dibaca adalah perubahan struktur histologis tubulus kontortus proksimal ginjal mencit, karena sel epitel tubulus proksimal mencit merupakan tempat absorbsi dan mengkonsentrasikan racun (Rubin E, 2009).

Setiap mencit dibuat preparat ginjal dan tiap preparat dibaca dalam 5 lapangan pandang yaitu ke empat sudut dan bagian tengah preparat dengan pembesaran 400x


(59)

dengan batasan jumlah 20 sel tiap lapangan pandang (Al-Munawar NM, 2009), kemudian disesuaikan pada derajat kerusakan 0,1,2 atau 3 selanjutnya dicari rata-ratanya di 5 lapangan pandang.

b) Derajat kerusakan tubulus proksimal ginjal ditetapkan berdasarkan : 1. Kriteria normal bila tidak diketemukan:

a. Perubahan sel dan inti yang membengkak (degenerasi hidrofilik).

b. Inti yang lisis (nekrosis).

2. Derajat kerusakan tubulus proksimal : 0 = Tidak ditemukan kriteria di atas 1 = Bila ditemukan kriteria a 2 = Bila ditemukan kriteria a dan b

3 = Bila ditemukan kriteria b hampir semua lapangan pandang

3.10. Analisa Data dan Pengujian Hipotesis

Semua data dipresentasikan dalam bentuk rata-rata simpang baku (rata-rata ± SD). Dilakukan uji normalitas dan homogenitas data. Jika data berdistribusi normal dan homogen maka dilakukan uji ANOVA. Bila terdapat perbedaan nyata dilanjutkan dengan uji Post Hoc analisa Benferroni taraf 5% untuk melihat perbedaan antara kelompok kontrol dari masing-masing perlakuan.


(60)

Jika distribusi data tidak normal dan tidak homogen maka dilakukan trasformasi data. Kemudian diuji lagi normalitas dan homogenitas data. Apabila masih tidak normal distribusinya dan data tidak homogen maka diuji dengan uji Mann Whitney untuk membandingkan antara 2 kelompok perlakuan (kontrol vs perlakuan). Pada kelompok data lebih dari 2 kelompok maka dilakukan uji Friedman.

3.11. Jadwal Penelitian

Keseluruhan kegiatan penelitian ini dari persiapan sampai pada penulisan hasil penelitian adalah lebih kurang tujuh minggu. Urutan kegiatan dan jadwal pelaksanaan secara lengkap dapat dilihat pada table 4 berikut ini :

Tabel 5. Jadwal pelaksanaan

NO KEGIATAN

MINGGU KE

1 2 3 4 5 6 7

1 PERSIAPAN √

2 PELAKSANAAN √ √ √ √ 3 ANALISA DATA √ 4 PENULISAN HASIL √


(61)

BAB 4

HASIL DAN PEMBAHASAN

Pada BAB 4 ini ditunjukkan beberapa grafik histogram dari rata-rata data hasil analisis dari penelitian yang dilakukan selama 30 hari. Urutan tampilan hasil dan pembahasan dari penelitian ini adalah; (1) Skrining fitokimia senyawa bahan alam; (2) Berat ginjal mencit jantan dewasa; (3) Kadar MDA dalam ginjal mencit jantan; (4) Gambaran histopatologis ginjal mencit jantan dewasa; dan (5) Korelasi kadar MDA ginjal dengan gambaran histopatologis ginjal mencit jantan dewasa.

4.1 Skrining Fitokimia Senyawa Bahan Alam

4.1.1 Hasil Skrining Fitokimia Senyawa Bahan Alam.

Tabel 6. Hasil Skrining Fitokimia Senyawa Bahan Alam

4.1.2 Pembahasan Skrining Fitokimia Senyawa Bahan Alam . Dari hasil uji skrining fitokimia senyawa bahan alam terhadap ekstrak jahe yang dipakai didapati senyawa fenolik dan senyawa-senyawa lain. Senyawa fanolik inilah yang dikenali


(62)

mengandung efek antioksidan. Ini sesuai dengan penelitian Kusumaningati RW (2009) fenolik jahe sebagai antioksidan alami, kemampuannya tidak terlepas dari kadar komponen fenolik total yang terkandung di dalamnya.

4.2. Berat Ginjal Mencit Jantan Dewasa

4.2.1 Hasil Berat Ginjal Mencit Jantan Dewasa . Data pengukuran berat ginjal tiap-tiap mencit jantan dewasa ditunjukkan pada (Lampiran 1, Tabel 8). Rata-rata hasil analisis data berat ginjal mencit jantan (Mus musculus L.) strain DD Webster yang ditunjukkan pada (Gambar 8). Hasil analisis distribusi data dan homogenitas variansi adalah sebagai berikut; semua data berat ginjal distribusinya normal dan variansi datanya homogen. Hasil ini memenuhi asumsi untuk dapat dilakukan uji Anova satu arah. Setelah dilakukan uji Anova satu arah taraf 5%, ternyata tidak ditemukan perbedaan yang nyata antara masing-masing perlakuan penelitian (p>0,05; Lampiran 2). Oleh sebab itu tidak diperlukan uji lanjut untuk melihat perbedaan masing-masing kelompok perlakuan yang ada.


(63)

Gambar 8. Grafik Histogram Berat Ginjal Mencit Jantan Dewasa (g)

K = Tween 80 dalam 2% oral selama 30 hari (kontrol); P1 = Pb asetat 0,1 mg/g BB/oral selama 30 hari; P2 = Ekstrak jahe 0,14 mg/g BB/ oral selama 30 hari ; P3 = Ekstrak jahe 0,28 mg/g BB /oral selama 30 hari; P4 = Ekstrak jahe 0,14 mg/g BB/oral selama 30 hari, 1 jam kemudian diberi Pb asetat 0,1 mg/g BB/ oral selama 30 hari; P5 = Ekstrak jahe 0,28 mg/g BB/oral selama 30 hari, 1 jam kemudian diberi Pb asetat 0,1 mg/g BB/oral selama 30 hari; ┬ =standar deviasi (SD).

4.2.2 Pembahasan Berat Ginjal Mencit Jantan Dewasa. Gambar 8 menunjukkan tidak adanya pengaruh pemberian Pb dan ekstrak jahe 0,14 dan 0,28 mg/g BB mencit jantan yang diberikan secara tunggal atau diikuti dengan pemberian Pb- asetat 0,1 mg/g BB terhadap berat ginjal mencit jantan dewasa (p>0,05). Hal ini kemungkinan karena tidak adanya kerusakan yang nyata dari sel-sel ginjal setelah pemberian perlakuan Pb dan ekstrak jahe sehingga tidak berpengaruh terhadap perubahan berat ginjal dari mencit. Penelitian Wahyuni (1999), mendapatkan bahwa,

K


(64)

pemberian dosis Pb asetat 50 mg/kg BB tidak menunjukkan perbedaan yang nyata baik terhadap berat hepar maupun ginjal mencit.

4.3. Kadar MDA ginjal mencit jantan dewasa

4.3.1 Hasil Kadar MDA ginjal mencit jantan dewasa. Pengukuran kadar MDA ginjal setiap mencit jantan dewasa ditampilkan pada (Lampiran 3, Tabel 10). Hasil perhitungan analisis dari rata-rata MDA ginjal mencit jantan dewasa untuk semua kelompok perlakuan dan kontrol disajikan pada Lampiran 12. Dari hasil tersebut dapat dibuat grafik histogram seperti yang tertera pada (Gambar 9). Pada pengujian normalitas dan homogenitas data, ternyata data tidak normal dan homogen, sehingga harus dilakukan transformasi data. Data hasil uji transformasi diuji kembali normalitas dan homogenitas data, tetapi data tetap tidak normal dan tidak homogen. Maka data dianalisis dengan analisis non-parametrik Kruskal-Wallis. Ternyata kadar MDA pada kelompok yang berbeda, berbeda nyata (p<0,05) sehingga dilakukan uji lanjut Mann-Whitney (Lampiran 12).


(65)

Gambar 9. Grafik Histogram Kadar MDA dalam Ginjal Mencit (µM/mL) Grafik histogram pada perlakuan berbeda yang diikuti oleh huruf kecil yang sama berbeda tidak nyata pada taraf uji 5%. K = Tween 80 dalam 2% oral selama 30 hari (kontrol); P1 = Pb asetat 0,1 mg/g BB/oral selama 30 hari; P2 = Ekstrak jahe 0,14 mg/g BB/oral selama 30 hari; P3 = Ekstrak jahe 0,28 mg/g BB/oral selama 30 hari; P4 = Ekstrak jahe 0,14 mg/g BB/oral selama 30 hari, 1 jam kemudian diberi Pb asetat 0,1 mg/g BB/oral selama 30 hari; P5 = Ekstrak jahe 0,28 mg/g BB/oral selama 30 hari, 1 jam kemudian diberi Pb asetat 0,1mg/g BB/oral selama 30 hari; ┬ = standar deviasi (SD).

4.3.2 Pembahasan Kadar MDA Ginjal Mencit Jantan Dewasa. Berdasarkan Gambar 7 di atas dapat dijelaskan bahwa, kadar MDA ginjal mencit yang tertinggi terdapat pada kelompok perlakuan P3 yang berbeda tidak nyata dengan P1, P2 , tetapi P3 berbeda nyata dengan kelompok perlakuan K , P4, dan P5. Hal ini dapat terjadi kemungkinan pada konsentrasi ini kadar fenol yang cukup besar, bersifat oksidan di dalam ginjal mencit. Sehingga kandungan kelompok fenol (Lampiran 24) yang terdapat pada ekstrak jahe, efeknya berobah dari antioksidan menjadi pro-oksidan. Seperti yang dinyatakan Gordon (1990), bahwa pemberian konsentrasi antioksidan yang besar dapat mempengaruhi kecepatan oksidasi. Pada konsentrasi

a

ab

ab

b

c


(66)

yang tinggi, aktivitas antioksidan kelompok fenol sering menghilang dan berubah menjadi pro-oksidan.

Kadar MDA ginjal mencit yang terendah terdapat pada kelompok perlakuan P4 berbeda nyata dengan kelompok K, P1, P2, dan P3. Hal ini disebabkan oleh adanya pengaruh pemberian ekstrak jahe 0,14 mg/g BB/ oral selama 30 hari dan 1 jam kemudian diberi Pb asetat 0,1 mg/g BB/ oral selama 30 hari (P4) terhadap penurunan oksidan di dalam ginjal mencit.

Pada pemberian ekstrak jahe 0,14 mg/g BB (P4) cukup baik dalam menekan oksidan yang ditimbulkan oleh adanya pencekokan Pb pada mencit. Keadaan ini dapat dibuktikan dengan adanya perbedaan yang nyata kadar MDA ginjal pada kelompok perlakuan P1 dengan kelompok pemberian ekstrak jahe 0,14 mg/g BB yang dicekok dengan Pb. Kemungkinan kandungan senyawa fenol (Lampiran 24) yang terdapat pada ekstrak jahe lebih optimal dalam menekan oksidan (radikal bebas). Tejasari (2002), menyatakan bahwa di dalam ekstrak jahe terdapat beberapa zat yang berfungsi sebagai antioksidan yang cukup baik seperti gingerol dan 6-shogaol.

Ekstrak jahe 0,28 g/g BB (P5) kurang efektif dalam menekan oksidan/radikal bebas yang ditimbulkan Pb dalam ginjal. Ini terlihat pada kadar MDA yang tercatat adalah P5, tidak berbeda nyata dengan K (kontrol), P1, P2 dan P4. Kemungkinan kandungan ekstrak yang diberikan masih belum optimal aktivitas antioksidannya, sehingga radikal bebas yang terbentuk karena pemberian Pb masih belum kuat untuk diturunkan.


(67)

Hasil penelitian Mardiani (2008) menemukan bahwa Pb dapat menyebabkan gangguan fungsi fisiologis dan metabolisme melalui efek stres oksidatif. Hal ini ditandai dengan adanya kecendrungan tingginya kadar malondialdehid plasma yang diikuti dengan penurunan jumlah eritrosit oleh peningkatan dosis Pb. Selain itu ada banyak data penelitian yang menunjukkan bahwa Pb merubah komposisi lipid membran yang mengakibatkan perubahan integritas, permeabilitas dan fungsinya. Semua hal ini berakibat pada meningkatnya kepekaan lipid membran terhadap peroksidasi lipid (Patrick, 2006; Lim et al, 2005).

4.4. Gambaran Histopatologis Ginjal Mencit Jantan Dewasa

4.4.1 Hasil Gambaran Histopatologis Ginjal Mencit Jantan Dewasa. Hasil pengukuran histopatologi ginjal setiap mencit jantan dewasa ditampilkan pada (Lampiran 13, Tabel 9). Hasil perhitungan analisis dari rata-rata histopatologi ginjal mencit jantan dewasa untuk semua kelompok perlakuan dan kontrol disajikan pada (Lampiran 13).

Pada penelitian ini data histopatologi merupakan data orginal maka datanya dianalisis dengan analisis non-parametrik Kruskal-Wallis. Ternyata histopatologi ginjal mencit pada kelompok yang berbeda adalah berbeda nyata (p<0,05) sehingga dilakukan uji lanjut Mann-Whitney (Lampiran 20). Dari hasil tersebut dibuat grafik histogram seperti yang tertera pada (Gambar 10).


(68)

Gambar 10. Grafik Histopatologi Ginjal Mencit Jantan Dewasa

Grafik histogram pada perlakuan berbeda yang diikuti oleh huruf kecil yang sama berbeda tidak nyata pada taraf uji 5%. K = Tween 80 dalam 2% oral selama 30 hari (kontrol); P1 = Pb asetat 0,1 mg/g BB oral selama 30 hari; P2= Ekstrak jahe 0,14 mg/g BB oral selama 30 hari; P3 = Ekstrak jahe 0,28 mg/g BB oral selama 30 hari; P4 = Ekstrak jahe 0,14 mg/g BB oral, 1 jam kemudian diberi Pb asetat 0,1 mg/g BB oral selama 30 hari; P3 = Ekstrak jahe 0,28 mg/g BB oral, 1 jam kemudian diberi Pb asetat 0,1 mg/g BB oral selama 30 hari; ┬ =standar deviasi (SD).

4.4.2 Pembahasan Gambaran Histopatologis Ginjal Mencit Jantan Dewasa. Dari (Gambar 10), dapat diungkapan bahwa pemberian Pb 0,1 mg/g BB mencit dapat merangsang terjadinya kerusakan organ ginjal di kelompok (P1).Tetapi hasilnya tidak berbeda nyata dengan P2, P3, P4, dan P5 . Histopatologi yang timbul pada P1 ini menunjukkan adanya peningkatan MDA di jaringan ginjal (Gambar 9). Kemungkinan Pb yang diberikan menyebabkan timbulnya oksidan pada sel ginjal. Sehingga menimbulkan efek negatif terhadap jaringan ginjal (histopatologi). Hasil ini

a

b

ab

b

b


(69)

juga dibuktikan oleh penelitian Hariono (2005) dengan pemberian 0,5 g Pb asetat netral/kg BB/oral/hari pada tikus (Rattus norvegicus) selama 16 minggu terjadi penurunan yang nyata pada berat hati dan ginjal. Patogenesis toksisitas dari Pb bersifat multifaktor, misalnya secara langsung menekan aktivitas enzim, secara kompetitif menghambat absorspsi mineral murni, mengikat protein sulfidril (menekan sintesis stuktur protein), merubah keseimbangan (homeostasis) kalsium, dan menurunkan keberadaan antiokasidan sulfidril dalam tubuh (Ercal et al., 2001).

Hasil pengamatan histopatologi ginjal yang terendah didapatkan pada perlakuan pemberian ekstrak jahe 0,14 mg/g BB mencit kelompok (P2), tetapi tidak berbeda nyata dengan kontrol (K), perlakuan P1, P3, P4, dan P5 . Penurunan histopatologi jaringan ginjal pada P2, mungkin disebabkan oleh adanya kandungan oleoresin dan shagaol dari jahe yang bersifat antioksidan.

Sesuai dengan pernyataan Gordon (1990), bahwa senyawa gingerol dan shogaol memiliki banyak gugus hidroksil sehingga bersifat polar dan memiliki aktivitas antioksidan yang tinggi. Kemudian Suradikusumah (1989) menyatakan bahwa, jahe mengandung senyawa bioaktif oleoresin. Ada 5 komponen, yaitu fraksi 1- 5. Fraksi ke-1 dan ke-2 adalah senyawa gingerol dan shogaol, dan merupakan senyawa fenol sederhana dengan struktur kimia (Kikuzaki dan Nakatani, 1993). Menurut Gordon (1990), senyawa gingerol dan shogaol memiliki banyak gugus hidroksil sehingga bersifat polar dan memiliki aktivitas antioksidan yang tinggi. Kikuzaki dan Nakatani (1993) telah membuktikan bahwa (gingerol), shogaol dan (6)-gingerdiol memiliki aktivitas antioksidan lebih tinggi dari ά-tokoferol. Senyawa (6),


(70)

(8) dan (10)- gingerol yang ada dalam ekstrak etanol jahe segar diduga menstimulir aktivitas splenosit dan menurunkan tingkat kematiannya selama inkubasi (Zakaria dkk., 1997). Berdasarkan kajian tersebut, diduga bahwa mekanisme efek proteksi komponen oleoresin jahe tersebut adalah melalui sifat antioksidatifnya sehingga mampu melindungi sel dari kerusakan oksidatif.

Dari Gambar 10, terlihat bahwa pemberian ekstrak jahe 0,14 mg/g BB (P4) menghambat kerusakan akibat Pb asetat. Kemungkinan dalam jahe tersebut terkandung sejumlah antiokasidan seperti senyawa fenol. Senyawa fenol jahe ini mampu memutuskan reaksi berantai dengan cara bereaksi dengan radikal lipid, dan mengubahnya menjadi produk yang stabil (Wresdiyati et al., 2003).

4.5. Korelasi Kadar MDA Ginjal dengan Gambaran Histopatoligis Ginjal Mencit Jantan Dewasa

4.5.1 Hasil Korelasi Kadar MDA Ginjal dengan Gambaran Histopatoligis Ginjal Mencit Jantan Dewasa. Untuk melihat korelasi antara kadar MDA ginjal mencit jantan dewasa dengan gambaran histopatologis ginjal mencit jantan dilakukan uji korelasi non parametrik Kendall’s. Hasil analisis korelasi antara kadar MDA ginjal dengan histopatologi ginjal “lemah” ( koefisien


(1)

(2)

(3)

(4)

Lampiran 25


(5)

Lampiran 26

Gambar 12. Kelompok K,M1 (2) : Sel tubulus proksimal ginjal normal (HE – 400X)


(6)

Gambar 14. Kelompok P1,M2 (1) : (a) Nekrosis, Inti lisis dan membran sel fragmentasi [Tanda panah] (HE – 400 X)


Dokumen yang terkait

Efek Antiinflamasi Ekstrak Jahe Merah (Zingiber officinalle roscoe) pada Gigi Kelinci (Oryctolagus cuniculus) (Penelitian In Vivo)

4 99 95

Efek Analgesik Ekstrak Jahe Merah (Zingiber officinalle roscoe) Terhadap Inflamasi Pulpa pada Gigi Kelinci (Oryctolagus cuniculus) (Penelitian in vivo)

7 103 91

Analisis Komponen Kimia Minyak Atsiri Rimpang Jahe Merah (Zingiber officinale var. amarum) dengan GC-MS dan Uji Antioksidan Menggunakan Metode DPPH

32 249 106

Pengaruh Pemberian Ekstrak Metanol Rimpang Jahe (Zingiber officinale Rosc.) Terhadap Kadar Malondialdehid (MDA) Plasma dan Otot Gastroknemius Mencit Sebelum Latihan Fisik Maksimal

1 39 73

Manfaat Pemberian Madu Terhadap Perubahan Kadar Ureum dan Kreatinin serta Makroskopik Ginjal dan Histopatologi Tubulus Proksimal Ginjal Mencit (Mus Musculus L.) Jantan yang Diberi Rhodamin B

1 79 121

Pengaruh Pemberian Ekstrak Jahe (Zingiber officinale ROSC.) Terhadap Kadar Malondialdehid (MDA) Testis Dan Gambaran Histopatologi Tubulus Seminiferus Testis Mencit Yang Diberi Plumbum Asetat

3 54 98

Uji Efek Antiinflamasi Dari Kombinasi Ekstrak Rimpang Jahe Merah (Zingiber officinale Rosc.)Dan Ekstrak Rimpang Kunyit (Curcuma domestica Val.) Dalam Sediaan Topikal Pada Mencit Jantan

17 119 74

Pengaruh proteksi Vitamin C Terhadap Kadar Ureum, Kreatinin Dan Gambaran Histopatologis Ginjal Mencit Yang Dipapar Plumbum

3 59 98

Gambaran Maskrokopis Dan Miskrokopis Hati Ginjal Mencit Akibat Pemberian Plumbum Asetat

5 50 83

4 129 GAMBARAN HISTOLOGIS TUBULUS PROKSIMAL GINJAL MENCIT

0 3 31