UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
makanan akan mencair dengan bahan makanan dan mampu mereduksi kesempatan dan frekuensi paparan antara bakteri probiotik dan mukosa reseptor.
Matriks makanan juga bisa menghalangi probiotik untuk melekat dengan mukosa reseptor. Untuk itu dibutuhkan waktu yang tepat untuk mengkonsumsi probiotik
yaitu diantara dua waktu makan Yuan Kun Lee dan Salminen Seppo, 2009.
2.5 Faktor yang Mempengaruhi Viabilitas Probiotik
Sebagaimana telah disebutkan di atas, probiotik berisi mikroorganisme hidup, oleh karena itu kelangsungan hidup bakteri tersebut harus dipertahankan
selama proses produksi dan bahkan ketika sampai di saluran gastrointestinal GI. Kehilangan viabilitas merupakan hal yang tidak terhindarkan selama proses
tahapan pembuatan. Masalah-masalah yang terjadi dalam teknologi pembuatan probiotik yaitu kesulitan dalam memperoleh konsentrasi sel yang tinggi selama
masa pertumbuhan, dan mempertahankan kelangsungan hidup selama proses hilir, proses pengolahan dan formulasi dalam bentuk produk akhir Malago, et al.,
2011. Faktor
–faktor yang mempengaruhi viabilitas bakteri probiotik yaitu : 1. Kondisi fisiologis
Kondisi fisiologis bakteri ketika dipreparasi dan terkandung dalam produk itu sendiri merupakan faktor penting dalam ketahanan probiotik.
Pengeringan dalam produk makanan dapat menjaga stabilitas bakteri selama penyimpanan, sedangkan produk dalam bentuk cair memungkinan adanya
aktivitas metabolit aktif dari bakteri. Keadaan lingkungan bakteri akan mempengaruhi masa simpan bakteri tersebut, contohnya pada suhu rendah
dapat memperpanjang ketahanan dari bakteri Neha, 2012. 2. Suhu
Suhu untuk pertumbuhan optimum probiotik dibutuhkan dalam proses fermentasi makanan. Suhu optimum probiotik antara 37-43
○
C. Selama proses pembuatan, penggunaan suhu melebihi 45-50
○
C akan merusak daya tahan hidup bakteri, penggunaan suhu yang lebih tinggi memungkinkan pemaparan
pada periode waktu yang lebih pendek dapat menurunkan jumlah bakteri yang hidup. Rentang waktu jam atau menit pada 45-55
○
C pada paparan suhu
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
yang kedua kalinya. Oleh karena itu, jelaslah bahwa probiotik seharusnya ditambahkan sedikit demi sedikit selama proses pembuatan atau pasteurisasi
Yuan Kun Lee dan Seppo Salminen, 2009. 3. pH
Beberapa bakteri seperti Lactobacillus dan Bifidobacteria dapat bertahan pada pH rendah karena menghasilkan senyawa organik dari
metabolisme karbohidrat. Sejumlah penelitian membuktikan bahwa pada cairan lambung bakteri probiotik dapat bertahan hidup di mana bakteri
terpapar pH yang rendah yakni 2.0 dalam waktu 1 sampai 2 jam. Pada produk makanan, Lactobacillus dan Bifidobacteria dapat tumbuh dan bertahan
dengan pH diantara 3,7 dan 4,3. Namun Bifidobacteria cenderung kurang dapat mentoleransi asam pada produk fermentasi Neha, 2012.
4. Aktivitas Air Kadar kelembaban dan aktivitas air yang tinggi akan menurunkan
daya tahan probiotik. Adanya interaksi antara aktivitas air dengan suhu yang mempengaruhi kehidupan probiotik. Sediaan probiotik dapat memiliki masa
simpan yang lama pada bentuk kering ketika disimpan pada suhu kamar jika kadar kelembabannya rendah dibawah 0,2-0,3. Pada umumnya aktivitas air
yang rendah akan memberikan ketahanan hidup yang baik. Ketahanan probiotik dalam makanan dapat dipertahankan dengan adanya aktivitas air
sekitar 0,4-0,7. Solusi yang dapat dilakukan dalam meningkatkan ketahanan bakteri terhadap aktivitas air yaitu dengan cara mikroenkapsulasi.
5. Oksigen Lactobacillus dan Bifidobacteria tidak dapat tumbuh dengan baik
karena adanya oksigen. Walau bagaimanapun tingkat sensitivitas terhadap oksigen akan berbeda-beda tiap strain bakteri. Sebagian besar Lactobacillus
merupakan aerofilik,
yang lebih
mentoleransi oksigen
dibanding Bifidobacteria. Walaupun Bifidobacteria memiliki mekanisme enzimatik
melalui NADH-oksidase dan NADH peroxidase untuk membatasi toksisitas oksigen Neha, 2012.
Untuk strain bakteri yang sensitif terhadap oksigen ada beberapa strategi yang tersedia untuk mencegah toksisitas oksigen dalam produk
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
makanan. Bahan antioksidan seperti asam askorbat atau sistein serta penggunaan penghalang oksigen dalam imodifikasi kemasan telah terbukti
dapat meningkatkan kelangsungan hidup probiotik karena toksisitas oksigen ini kadang-kadang bisa mempengaruhi kelangsungan hidup probiotik,
disarankan untuk meminimalkan proses aerasi, terutama dalam penggunaan Bifidobacteria Yuan Kun Lee dan Seppo Salminen, 2009.
19
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
BAB 3 METODE PENELITIAN
3.1 Waktu dan Lokasi Penelitian
Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Pharmacy Sterile Technology PST, Laboratorium Pharmacy Solid Preparation PSO, Laboratorium
Pharmacy Natural Product Chemistry PNA, Laboratorium Mikrobiologi dan Laboratorium Biologi Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta. Penelitian berlangsung selama bulan April-Mei 2013.
3.2 Alat dan Bahan
Alat dan bahan yang digunakan adalah sebagai berikut:
3.2.1 Alat
Cawan petri, batang spreader, labu ukur, erlemeyer 1000 ml, spuit, gelas piala 250 ml, tabung reaksi pyrex, kaca objek, jarum ose, batang pengaduk,
spatula, mikropipet, alumunium foil, vortex, neraca analitik, oven Memmert, autoklaf, termometer, termohigrometer, inkubator France EtuversC3000,
refrigerator Sanyo Medicool, api bunsen, Laminar air flow Clean Beach, Mikroskop Olympus CX21.
3.2.2 Bahan S
ampel dari 3 macam produk probiotik yang berisi strain tunggal bakteri probiotik yaitu sampel X yang berisi Lactobacillus acidophilus 3 x 10
8
cfug, sampel Y yang berisi Lactobacillus reuteri 1x 10
8
cfug dan sampel Z yang berisi Lactobacillus sporogenes 5 x 10
7
cfug, medium MRSA Oxoid, NaCl fisiologis 0,9, kristal violet, lugol, alkohol 96, dan safranin.
3.3 Prosedur Kerja
Prosedur kerja yang akan dilakukan adalah sebagai berikut :
3.3.1 Preparasi Alat dan Bahan yang Digunakan