perdagangan, merek jasa dan lain-lain yang digunakan untuk tujuan perdagangan tersebut “.
42
“ Suatu kontrak yang memberikan hak kepada pihak lain untuk menggunakan nama dan prosedur yang dimiliki oleh yang mempunyai hak tersebut “.
Menurut Peter Mahmud Marzuki, pengertian kontrak franchise adalah sebagai berikut :
43
1. Adanya subyek hukum yaitu franchisor dan franchise
Definisi yang diberikan oleh Peter Mahmud Marzuki ini sangatlah bersifat pragmatis karena yang ditonjolkan dalam definisi kontrak franchise hanya terletak
pada adanya kontrak berupa pemberian hak dan penggunaan nama serta prosedur yang dimiliki oleh yang mempunyai hak. Banyak kelemahan-kelemahan yang
terdapat dalam pendapatnya tersebut karena tidak memenuhi beberapa unsur sebagai berikut :
2. Adanya lisensi atas merek barang dan jasa
3. Adanya jangka waktu tertentu
4. Adanya pembayaran royalti
E. Ruang Lingkup Pengaturan Perjanjian Franchise
Mengingat bahwa franchise merupakan suatu perjanjian, maka sudah barang tentu terdapat hal-hal yang disepakati di dalam perjanjian tersebut
sekaligus merupakan obyek hukumnya. Obyek hukum bagi para pihak merupakan hak-hak dan kewajiban-kewajiban yang dapat dituntut atau yang harus
dilaksanakan oleh para pihak sebagai subyek perjanjian. Dalam perjanjian atas
42
Ibid. Hal.87
43
Peter Mahmud Marzuki, Makalah Kontrak dan Pelaksanaannya, Bali, 2000. Hal. 9
Universitas Sumatera Utara
beban, termasuk perjanjian franchise. Sesuatu yang merupakan hak bagi salah satu pihak akan merupakan kewajiban bagi pihak lainnya.
Pada umumnya suatu perjanjian franchise dibuat secara standar karena adanya keperluan atas uniformity, efficiency dan control karenanya perjanjian ini
hampir tidak dapat dinegosiasikan lagi sehingga para penyewa franchise dihadapkan kepada pilihan menyewa atau batal. Namun, dari beberapa elemen
franchise sebagaimana telah disebutkan dalam pembahasan yang lalu, terdapat
beberapa obyek pengaturan perjanjian franchise, yaitu : 1.
Nama dagang atau merek dagang. Nama dagang atau merek dagang menjadi obyek perjanjian franchise oleh
sebab nama dagang dan merek dagang yang semula menjadi hak monopoli franchisor
untuk menggunakan pada barang-barang atau jasa-jasa yang dijualnya kemudian dikarenakan oleh adanya perjanjian franchise, maka akan
diberikan izin kepada pihak lainnya untuk menggunakan nama produk milik franchisor
. Nama dagang atau merek dagang merupakan jantung dari perjanjian franchise.
Di Amerika sebagai salah satu negara yang franchise telah sangat berkembang, dalam Federal Trade Commission ditentukan bahwa
pencantuman merek dagang atau nama dagang pada dokumen penawaran franchisor
kepada calon penyewa merupakan syarat mutlak.
44
Selain nama dagang atau merek dagang, hak cipta pun dapat dijadikan sebagai obyek perjanjian franchise. Hak cipta tersebut berkaitan dengan ciptaan-
ciptaan video training, software computers, manual operation dan bentuk-
44
Lihat Stephen Fox, Op.Cit. Hal.239.
Universitas Sumatera Utara
bentuk publikasi lainnya dari franchisor yang diserahkan kepada pihak penyewa franchise.
2. Rahasia dagang trade secret.
Rahasia dagang sangat penting terutama dalam hal franchise chain-style business
atau business format franchise dan manufacturing franchise karena pada kedua macam franchise tersebut diberi hak untuk mengetahui dan
mempergunakan rahasia-rahasia tersebut. Sehhubungan dengan hal ini, maka dalam rumusan perjanjian akan ditentukan hak-hak dan kewajiban-kewajiban
yang menyangkut kewajiban pihak penyewa franchise untuk tidak menyingkapkan rahasia tersebut kepada pihak ketiga dan menentukan lebih
lanjut unsur manajemen perusahaan franchise yang boleh dan tidak boleh mengetahui rahasia tersebut, pembatasan kepada pihak penyewa di dalam
menggunakan rahasia tersebut dan sanksi-sanksi yang dapat dituntutkan kepada pihak penyewa apabila kewajiban-kewajibannya tersebut dilanggar.
Trade secret, knowledge dan know-how bukan merupakan hak milik mutlak
yang mendapat perlindungan khusus sebagaimana paten, merek dagang ataupun hak cipta. Oleh karena itu, perlindungan yang paling efektif dapat
diperoleh dari perjanjian yang dibuat oleh para pihak. Di beberapa Negara tertentu, hak-hak ini dilindungi oleh unfair competition law, tort law, the law
of fiduciare atau hukum pidana.
3. Jasa pelatihan.
Jasa pelatihan merupakan obyek franchise yang sangat penting, baik bagi franchisor
maupun penyewa franchise. Untuk mengawali usaha franchise,
Universitas Sumatera Utara
para pihak penyewa biasanya sangat membutuhkan jasa pelatihan ini dan merupakan kewajiban pemilik franchise untuk memberikan pengajaran dan
pelatihan kepada pihak penyewa. Jasa pelatihan ini dapat diberikan kepada penyewa sendiri ataupun kepada semua jajaran manajemennya.
Dalam kaitannya dengan jasa pelatihan ini, di dalam kontrak franchise akan disebutkan materi pelatihan, baik materi yang sudah ada sebelumnya maupun
materi pengembangannya, jangka waktu atau periodisasi pelatihan, lokasi pelatihan, biaya-biaya pelatihan dan kemungkinan pencantuman sanksi bagi
penyewa franchise jika gagal dalam evaluasi hasil pelatihan. Dalam perkembangan franchise sekarang ini, terutama franchise penjualan
makanan biasanya sangat memerlukan pelatihan ini. Resep dan takaran dalam membuat suatu masakan biasanya sangat penting untuk diajarkan oleh pihak
franchisor dalam pelatihan ini. Penulis mengkaji bahwa pada saat sekarang
ini, jika seseorang menyewa franchise, maka biasanya pihak penyewa akan mendapatkan pelatihan secara gratis. Franchisor sewaktu pelatihan
memberikan kesempatan kepada dua orang dari pihak penyewa untuk dapat belajar secara gratis, di samping itu penyewa juga mendapat fasilitas lainnya,
seperti: 1
Bahan awal untuk memproduksi makanan 2
Seragam dengan logo 3
Perlengkapan atau peralatan 4.
Bantuan teknis operasional. Bantuan-bantuan teknis operasional dapat dikelompokkan menjadi dua bagian,
yaitu :
Universitas Sumatera Utara
1 Bantuan pada saat persiapan pelaksanaan usaha franchise, antara lain :
- Bantuan dalam pemilihan lokasi usaha
- Bantuan dalam menentukan arsitektur bangunan dan tata letak ruangan
serta pemilihan bahan-bahan dan peralatannya yang akan menentukan standard an spesifikasinya
- Penentuan standar administrasi dan pembukuan
- Penentuan standar penerimaan karyawan
- Pedoman operasi bisnis franchise
- Pedoman pelaksanaan grand opening
Hak-hak penyewa untuk menerima standar-standar dan pedoman-pedoman tersebut di atas biasanya akan diperoleh melalui hak untuk menggunakan
manual operation milik franchisor. Apabila perjanjian franchise berakhir,
maka manual operation harus dikembalikan kepada pihak franchisor. 2
Bantuan selama hubungan hukum berlangsung, antara lain : -
Pengawasan dan evaluasi pelaksanaan usaha Pada dasarnya dalam kegiatan pengawasan dan evaluasi pelaksanaan
usaha ini terdapat banyak kepentingan franchisor, khususnya dalam rangka menjaga dan mengembangkan kinerja franchise-nya.
- Pelaksanaan kegiatan pemasaran
Di dalam klausul perjanjian franchise lazim ditentukan bahwa penyewa harus turut serta dalam menanggung biaya kegiatan
pemasaran yang dilakukan oleh franchisor. Dalam praktik sering kali penyewa mengeluhkan bahwa kegiatan franchisor
dalam
Universitas Sumatera Utara
mengiklankan franchise-nya tidak sebanding dengan jumlah biaya yang dibayarkan pihak franchise.
- Memilihkan kegiatan pemasaran yang dilakukan franchise
Di dalam perjanjian franchise juga terdapat ketentuan yang mewajibkan pihak penyewa untuk menyisihkan dana bagi kegiatan
pemasaran yang dilakukan oleh pihak franchisor. Dalam kaitannya dengan hal ini franchisor akan ikut serta memberikan pertimbangan
dalam menentukan kegiatan pemasaran outlet franchise milik penyewa termasuk juga menyediakan medianya.
- Pemberian konsultasi selama perusahaan franchise beroperasi
Dalam menjalankan suatu usaha tentu saja ada kalanya grafik perkembangan naik dan turun. Pihak penyewa dalam hal ini biasanya
bisa mendapatkan bantuan pertimbangan usaha secara gratis selama berlangsungnya kontrak franchise tetap berjalan. Konsultasi yang
diberikan oleh pihak franchisor merupakan suatu kondisi untuk membantu mengembangkan usaha franchise milik penyewa, di mana
perkembangan franchise milik penyewa juga akan menguntungkan pihak franchisor.
5. Pembelian bahan-bahan dan peralatan.
Standarisasi produk merupakan salah satu ciri dari jaringan bisnis franchise bahkan sering kali termasuk penentuan kualitas bahan-bahan dan
perlengkapan penjualan. Dengan demikian, untuk itu sering kali franchisor turut menentukan tempat pembelian bahan-bahan yang akan digunakan untuk
memproduksi. Ada kemungkinan karena jasa franchisor dalam menentukan
Universitas Sumatera Utara
pemasok tertentu, maka pihak pemasok bahan akan memberikan komisi kepada pihak franchisor.
Dalam Federal Trade Commission hal ini diantisipasi dengan adanya ketentuan yang mengharuskan franchisor memberikan penjelasan tentang
komisi tersebut kepada pihak penyewa sebelum kontrak franchise ditandatangani. Namun, hal ini di Amerika dapat dianggap sebagai tindakan
product restrictions yang tidak sah menurut anti trust law sebab akan
berakibat kepada adanya pembatasan tethadap produk-produk pemasok pada pasar bebas.
Dalam menentukan tempat dan cara pembelian terhadap barang-barang yang harus dibeli dari franchisor mengingat franchisor merupakan satu-satunya
pemasok bahan tersebut, karenanya pihak penyewa berkewajiban untuk membeli dari franchisor. Di samping itu, juga kemungkinan terdapat barang-
barang yang harus dibeli dari pemasok lain dengan cara pembelian bersama- sama dengan penyewa lain. Dalam kaitannya dengan pembelian bahan-bahan
dan peralatan ini yang perlu diperhatikan oleh para pihak adalah jangan sampai kontrak yang dibuat mencantunkan tie in clause yang akan
memberatkan pihak penyewa. Di Amerika, perjanjian yang mencantumkan tie in clause
dapat dikelompokkan sebagai perjanjian terlarang dalam rangka anti trust law.
Untuk itu perlu dikaji apakah dalam suatu perjanjian terdapat tie in clause
yang didasarkan kepada adanya analisis
45
”There must be a tying arrangement between two distinct products or services, the defendant must have sufficient economics power in the tying market to
impose significant restrictions in the tied product market, the amount of commerce in the tied product market must not be in substantial, the seller og
sebagai berikut :
45
Bernard A. Kaplan, A Guide to Modern Business and Commercial Law-Comprehensive and Practical Handbook
, Chicago, Illinois, 1990. Hal.1101.
Universitas Sumatera Utara
the tying product must have an interest in the tied product, there must be a modicum of coercion shown”.
Artinya ”Semestinya harus terdapat adanya kesesuaian antara dua produk atau
pelayanan, pemilik dapat mewajibkan penyewa untuk membeli barang-barang yang diperlukan walaupun tidak bersifat substansi untuk pengembangan
pemasaran, penjualan bermacam produk seharusnya mempunyai keuntungan bagi setiap produk”.
Unsur-unsur tersebut dapat berupa tindakan-tindakan :
1 Franchisor mewajibkan pihak penyewa untuk membeli peralatan-
peralatan yang tidak substansial bagi produk-produk yang franchise-nya diberikan kepada penyewa.
2 Franchisor memaksakan pihak penyewa untuk menyewa lokasi outlet dari
franchisor .
3 Franchisor menunjuk pemasok tertentu yang akan memasok kebutuhan-
kebutuhan pihak penyewa. 6.
Pengawasan kualitas produk. Pengawasan kualitas produk ini merupakan hak dari franchisor terutama yang
berkaitan dengan standarisasi produk-produk yang menggunakan nama dan merek dagang franchisor akan menentukan juga upaya-upaya yang harus
dilaksanakan oleh pihak penyewa. Dengan kata lain, pengawasan atas kualitas produk juga sangat ditentukan oleh partisipasi pihak penyewa dan sanksi-
sanksi apakah yang akan diberlakukan kepada pihak penyewa sekiranya penyewa tidak menjaga kualitas produk.
Kadang kala pihak penyewa dalam mengembangkan suatu franchise tidak begitu peduli terhadap kualitas dari franchise-nya, yang selalu dipikirkan
hanyalah keuntungan semata. Pihak franchisor dalam hal ini harus senantiasa memberikan penilaian dan pengawasan kepada pihak penyewa agar kualitas
Universitas Sumatera Utara
produk mereka selalu tetap terjaga. Bila perlu adanya sanksi pemutusan kontrak jika pihak penyewa tidak ikut serta dalam menjaga kualitas
produknya. 7.
Biaya franchise. Biaya franchise merupakan obyek perjanjian karena biaya ini pada dasarnya
merupakan kontraprestasi dari pihak penyewa kepada franchisor sehubungan penerimaan hak-haknya dari franchisor. Biaya-biaya franchise dapat tgerdiri
dari : 1
Initial or joining fee. Biaya yang dibayarkan oleh pihak penyewa pada saat pertama kali
menutup perjanjian dengan franchisor. Pembayaran ini tidak dapat ditarik kembali oleh pihak penyewa. Pembayaran ini dapat diartikan sebagai
biaya pendaftaran atau uang pangkal untuk bergabung dalam jaringan bisnis franchise. Initial fee ini dibayarkan sekaligus untuk seluruh jangka
waktu selama berlangsungnya perjanjian franchise. 2
Royalties or continuing fee. Biaya yang dikeluarkan pihak penyewa kepada franchisor secara periodik.
Biasanya besarnya biaya ini didasarkan kepada pendapatan penjualan pihak penyewa. Berkaitan dengan pendapatan ini, yang perlu dipersoalkan
adalah bagaimana jika outlet penyewa juga menjual produk-produk yang berbeda dengan produk franchisor? Apakah terhadap hasil penjualan
produk tersebut franchisor akan memasukkannya sebagai bagian yang harus diperhitungkan biayanya?
Universitas Sumatera Utara
3 Biaya-biaya lain.
Selain biaya-biaya di atas, biasanya dalam mengembangkan usahanya pihak penyewa juga harus memperhitungkan biaya promosi dan marketing
sebagai konsekuensi persyaratan kegiatan pemasaran yang harus dilakukan dan dikelola oleh penyewa.
8. Pengalihan franchise.
Pengertian pengalihan di sini dapat diartikan sebagai akibat hukum dari perjanjian jual beli franchise yang dibuat oleh pihak penyewa dengan pihak
ketiga atau pengalihan yang disebabkan karena adanya sistem pewarisan akibat meninggalnya pihak penyewa pertama. Di dalam perjanjian franchise
ketentuan yang mengatur pengalihan sering kali memberatkan penyewa karena harus meminta persetujuan dari franchisor.
46
Demikian pula dalam hal penyewa meninggal dunia, sering kali perjanjian franchise
mencantumkan klausul bahwa sistem franchise akan kembali kepada franchisor
, dalam arti khusus franchise tidak dapat diwariskan kepada ahli waris pihak penyewa.
Sementara itu, sebelum franchisor memberikan persetujuan, beberapa syarat yang harus dipenuhi oleh calon pembeli, baik yang menyangkut aspek
finansial maupun penilaian franchisor terhadap kinerja kerja bisnis calon pembeli. Sedangkan tolok ukur yang dapat digunakan untuk kedua hal
tersebut sering kali tidak ada, dalam arti sepenuhnya merupakan kewenangan franchisor.
47
46
Mulya Lubis, Kontrak Franchise, PT. Citra Aditya Bakti, Bandung, 2002. Hal.110.
47
Ibid. Hal.111.
Universitas Sumatera Utara
F. Bentuk dan Substansi Kontrak Franchise