Pemutusan Kontrak secara Sepihak oleh Franchisor akibat Kondisi Pasar

4. Konsiliasi Suatu tindakan atau proses yang dilakukan para pihak untuk mencapai perdamaian di luar pengadilan dan mencegah dilaksanakannya proses litigasi peradilan. 5. Penilaian ahli. Opini atau pendapat hukum dari para ahli hukum atas permintaan dari setiap pihak yang memerlukannya, tidak terbatas pada para pihak dalam perjanjian 57

C. Pemutusan Kontrak secara Sepihak oleh Franchisor akibat Kondisi Pasar

. Franchisor menawarkan produknya untuk dipasarkan oleh franchise dengan tujuan untuk memperluas pasar tanpa perlu membuka dan mengoperasikan sendiri tempat usaha dan dengan demikian menghemat biaya investasi. Permasalahan timbul jika franchisor menyadari kenyataan bahwa setelah kontrak franchise berjalan, ternyata jumlah permintaan atas produk barang atau jasa terhadap franchise menurun. Dapatkah kondisi ini dijadikan sebagai alasan untuk memutuskan kontrak dengan franchise? Dan karena alasan ini bersifat ekonomis, dapatkah kondisi ini diklasifikasikan sebagai good cause? Pihak franchisor di dalam memutuskan sebuah kontrak franchise dengan pihak franchise seharusnya memberlakukan good cause requirement sebagai syarat utama dalam pemutusan kontrak franchise. Menurut Illionois Franchisee 57 Gunawan Widjaja dan Ahmad Yani, Hukum Arbitrase, PT.Raja Grafindo Persada , Jakarta, 2001. Hal.28-37 Universitas Sumatera Utara Disclosure Act , disebutkan beberapa hal yang dapat diklasifikasikan sebagai good cause dalam sebuah pemutusan kontrak 58 a. Pihak franchise melanggar perjanjian, dan setelah diperingatkan dan diberi kesempatan untuk memenuhi perjanjian, namun tidak melakukannya dalam jangka waktu 30 tiga puluh hari. , yakni antara lain : b. Franchise telah mengalihkan aset perusahaan kepada kreditur atau pihak ketiga. c. Franchise meninggalkan dan menelantarkan tempat usaha. d. Franchise dihukum karena terlibat kejahatan yang merugikan merek dan nama perusahaan franchisor. e. Franchise berkali-kali melanggar perjanjian. Dalam situasi yang telah disebutkan tadi, terutama dalam butir kedua sampai butir kelima, maka pihak franchisor dapat memutuskan sebuah kontrak tanpa perlu untuk memperingatkan dan memberi kesempatan kepada pihak franchise untuk melaksanakan perjanjian dalam jangka waktu tiga puluh hari. Jika pihak franchisor memutuskan sebuah kontrak tanpa adanya good cause, maka franchise dapat meminta pembayaran ganti rugi sejumlah uang atau tetap melaksanakan perjanjian sesuai dengan kontrak. Pemutusan kontrak franchise akibat kondisi pasar, yang lebih bersifat ekonomis tentu saja bukan merupakan salah satu bagian dari good cause, jika bukan good cause, apakah kondisi ini dapat dijadikan sebagai alasan untuk memutuskan sebuah kontrak? Untuk mengetahui jawabannya, ada baiknya jika kita melihat dua pandangan dari para ahli franchise mengenai kondisi ini. 58 Ibid. hal.786 Universitas Sumatera Utara Dalam menafsirkan pengertian good cause sebagai dasar pemutusan kontrak franchise dan menganalisa hubungan antara franchisor dengan franchise, timbul dua pandangan mengenai alasan ekonomis yang dijadikan sebagai pemutusan kontrak 59 1. Aliran Protecsionist , yakni : Menurut pandangan ini, alasan yang bersifat ekonomis tidak dapat dijadikan sebagai dasar dalam memutuskan sebuah kontrak franchise. Peraturan perundang-undangan franchise yang berlaku di Indonesia pada dasarnya hanya mengakui pemutusan kontrak yang bersifat good cause, kemudian peraturan- peraturan tersebut bertujuan untuk melindungi kepentingan franchise dari keserakahan franchisor. Jika alasan ekonomis dibenarkan sebagai dasar pemutusan kontrak, maka peraturan perundang-undangan tersebut akan kehilangan maknanya meaningless dan membiarkan franchisor bertindak tidak adil. 2. Aliran Law and Economics Menurut pendapat law and economics, kontrak yang efisien adalah kontrak yang dapat mengurangi biaya. Melalui franchising, franchisor dapat mendistribusikan dan memperkenalkan nama produknya dalam wilayah yang luas tanpa perlu mengeluarkan biaya tambahan untuk membuka outlet sendiri. Franchise dapat menjalankan usaha yang sudah mapan dan memperoleh kesempatan mendapatkan keuntungan dari reputasi yang dimiliki oleh franchisor. Dapat dikatakan kedua belah pihak telah mendapatkan keuntungan masing- masing akibat kontrak franchise tersebut. 59 Ibid. hal.89-93 Universitas Sumatera Utara Jika suatu saat terjadi kondisi penurunan jumlah permintaan atas sebuah produk dan jasa, maka franchisor akan memberikan kesempatan kepada pihak franchise untuk memperbaiki kualitas produk atau jasanya dalam jangka waktu tertentu, misalnya : 30 hari. Ternyata selama jangka masa tersebut, pihak franchise tidak mampu untuk memperbaiki kualitas produk barang dan jasa, malah memberikan kesan buruk pada nama merek dagang, maka pihak franchisor dapat memutuskan kontrak franchise dengan alasan yang bersifat ekonomis dan bukan alasan good cause. Franchisor dalam menjalankan usahanya tentu saja berusaha agar barang dan jasanya dapat mencapai tahapan economic efficiency, maka sumber penghasilan resources harus dialokasikan pada nilainya yang tertinggi. Mekanisme pasar akan berjalan menuju efisiensi dan perjanjian dipandang sebagai sarana atau fasilitas untuk mencapai efisiensi dan keuntungan. Oleh karena itu, jika ternyata ada pihak ketiga yang lebih terjamin dan lebih berhasil dalam memasarkan produk yang bersangkutan, maka sudah seharusnya franchisor memutuskan perjanjian dengan franchise dan mengalihkan kontraknya kepada pihak ketiga dengan membayar ganti rugi kepada franchise. Perjanjian yang baru dipandang lebih efisien karena lebih menguntungkan dan meningkatkan nilai produk yang dipasarkan. Meskipun franchisor melanggar kontrak, namun hukum harus tetap mendukung pemutusan kontrak dengan alasan ekonomis, dan tentunya franchisor akan membayar ganti rugi kepada pihak franchise 60 60 Jeffrey L.Harrison, Law and Economics, West Publishing Company, Minnesota, 1995. Hal.126 . Universitas Sumatera Utara Setelah melihat dan menganalisis uraian dari dua pandangan tersebut, dapat dikatakan bahwa pandangan protecsionist mengutamakan tujuan undang- undang untuk melindungi kepentingan dari franchise tanpa mempedulikan alasan franchisor dalam memutuskan kontrak yang mungkin saja didasarkan pada alasan-alasan yang wajar tanpa didasari self serving motive, misalnya : permintaan atas produk atau jasa yang didistribusikan oleh pihak franchise sangat rendah sehingga tidak ada keuntungan yang diharapkan untuk melanjutkan franchising. Sebaliknya, pandangan Law and Economics, mengabaikan tujuan undang-undang untuk melindungi franchise agar tidak dirugikan franchisor, pandangan ini hanya memperhatikan manfaat ekonomi dalam hubungan antara franchisor dengan franchise serta kebutuhan untuk menanggapi perubahan permintaan masyarakat di pasar. Sehubungan dengan permasalahan ini, penulis akan membuat beberapa faktor yang perlu dipertimbangkan, yaitu : 1. Motif dari franchisor untuk memutuskan sebuah kontrak franchise. Jika sejumlah bukti menunjukkan bahwa franchisor dalam memutuskan kontrak franchise lebih didasarkan kepada kepentingan sendiri dan merugikan franchise , maka pemutusan perjanjian tersebut tidak berdasarkan good cause. 2. Dampak tindakan franchise terhadap nama perusahaan franchisor. Jika franchisor tidak menyalahgunakan kekuasaannya, maka franchisor dapat memutuskan kontrak franchise berdasarkan good cause, karena franchise melanggar perjanjian dan merugikan nama baik perusahaan franchisor . Universitas Sumatera Utara 3. Investasi dari pengharapan franchise Jika franchise tidak melanggar kontrak dan tidak merugikan nama perusahaan franchisor, sedangkan tindakan franchisor dalam memutuskan kontrak juga tidak merugikan investasi dan pengharapan franchise. Dalam hal ini perlu dipertimbangkan jumlah investasi yang telah dilakukan franchise, jangka waktu yang sudah dijalani franchise dalam menjalankan usahanya, dan keuntungan yang diharapkan franchise dari dari investasinya berdasarkan informasi yang diberikan oleh franchisor. Dengan demikian, maka franchisor dapat memutuskan perjanjian berdasarkan good cause, apabila hal itu tidak merugikan investasi dan pengharapan franchise. Dan jika memungkinkan, maka franchisor dapat meninjau kembali keputusannya dan memperpanjang kontrak dengan franchisenya selama ini. Universitas Sumatera Utara

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

Dokumen yang terkait

Analisis Implementasi Peraturan Pemerintah No 33 Tahun 2012 tentang Pemberian ASI Eksklusif di Klinik/Bidan Bersalin Kota Medan Tahun 2015

6 148 153

Pelaksanaan Peraturan Pemerintah Nomor 46 Tahun 2013 Tentang Pajak Penghasilan Atas Penghasilan Dari Usaha Yang Diterima Atau Diperoleh Wajib Pajak Yang Memiliki Peredaran Bruto Tertentu Pada Kantor Pelayanan Pajak Pratama Medan Polonia

1 45 46

Dampak Pelaksanaan Peraturan Pemerintah Nomor 46 Tahun 2013 Terhadap Wajib Pajak Usaha Mikro Kecil Menengah (Umkm) Dan Penerimaan Pajak Penghasilan (Pph) Pasal 4 Ayat 2pada Kantor Pelayanan Pajak Pratama Lubuk Pakam

14 149 189

Prosedur Pemilihan Kepala Desa Berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 72 Tahun 2005 (Studi Desa Kutambaru Kecamatan Munthe Kabupaten Karo)

1 67 82

Analisis Implementasi Peraturan Pemerintah Nomor 41 tentang Organisasi Perangkat Daerah di Kota Medan ( Studi Pada Kantor Walikota Medan)

26 173 113

Implikasi Peraturan Pemerintah Nomor 41 Tahun 2007 Tentang Organisasi Perangkat Daerah Terhadap Restrukturisasi Organisasi Perangkat Daerah Di Kabupaten Gayo Lues

1 41 135

Peranan Program Rekapitalisasi Terhadap Perbankan Ditinjau Dari Peraturan Pemerintah Nomor 84 Tahun 1998

6 58 93

Faktor – Faktor Pendukung Keberhasilan Penerapan Peraturan Pemerintah No.24 Tahun 2005 Pada Pemerintahan Kabupaten Labuhan Batu

1 32 103

Pengaruh Pelaksanaan Peraturan Pemerintah Nomor 46 Tahun 2013 Tentang Pajak Penghasilan Dari Usaha Yang Diterima Atau Diperoleh Wajb Pajak Yang Memiliki Predaran Bruto Tertentu Terhadap Penerimaan Pajak Di Kantor Pelayanan Pajak Pratama Lubuk Pakam

3 57 83

TINJAUAN YURIDIS TERHADAP EFEKTIFITAS PELAKSANAAN PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 24 TAHUN 1997 TENTANG PENDAFTARAN TANAH DI KABUAPTEN MAJALENGKA

0 0 12