D. Teori Pecking Order Pecking Order Theory
Teori pecking order menunjukkan urutan pendanaan dimulai dari laba
ditahan, utang dan penerbitan saham ekuitas pada urutan terakhir. Laba ditahan adalah sumber intenal, sedangkan utang dan ekuitas adalah sumber dana eksternal.
Teori ini didasarkan argumentasi bahwa penggunaan laba ditahan lebih aman dibandingkan sumber dana eksternal. Penggunaan sumber dana eksternal melalui
utang hanya digunakan jika kebutuhan investasi lebih tinggi dari sumber dana internal.
Teori pecking order menjelaskan mengapa perusahaan-perusahaan yang
profitable umumnya meminjam dalam jumlah sedikit. Hal ini bukan disebabkan oleh perusahaan tersebut memerlukan external financing yang sedikit. Perusahaan
yang kurang profitable akan cenderung mempunyai utang yang lebih besar karena dana internal tidak cukup dan utang merupakan sumber eksternal yang lebih
disukai. Menurut Brealey dan Myers 1991 dalam Husnan 1996:324, teori
packing order menyatakan bahwa:
1. Perusahaan menyukai internal financing pendanaan dari hasil
operasi perusahaaan 2.
Perusahaan mencoba menyesuiakan rasio pembagian deviden yang ditargetkan dengan berusaha menhindari pembayaran
deviden secara drastis.
3. Kebijakan dividen yang relatif segan untuk dirubah, disertai
dengan fluktuasi profitabilitas dan kesempatan investasi yang tidak bisa diduga, mengakibatkan bahwa dan hasil operasi
kadang-kadang melebihi kebutuhan dana untuk investasi, meskipun pada kesempatan yang lain mungkin kurang. Apabila
dana hasil operasi kurang dari kebutuhan investasi
capital
Universitas Sumatera Utara
expenditure, maka perusahaan akan mengurangi saldo kas atau menjual sekuritas yang dimiliki.
4. Apabila pendanaan dari luar external financing diperlukan,
maka perusahaan akan menerbitkan sekuritas yang paling aman terlebih dahulu. Yaitu dimulai dari penerbitan obligasi, kemudian
diikuti oleh sekuritas yang berkarakteristik opsi seperti obligasi konversi, baru akhirnya apabila masih belum mencukupi, saham
baru diterbitkan
. Sumber dana internal lebih disukai daripada eksternal, karena dana
internal memungkinkan perusahaan untuk tidak perlu membuka diri lagi dari sorotan investor luar. Sedangkan dana eksternal lebih disukai dalam bentuk utang
obligasi daripada ekuitas penerbitan sham karena biaya emisi obligasi lebih murah daripada biaya emisi saham baru. Manajer juga khawatir kalau penerbitan
saham baru akan ditfsirkan sebagai kabar buruk oleh pemegang saham, sehingga akan menurunkan harga saham, sebagai akibat timbulnya informasi asimetris.
Menurut Ridwan 2002:254, “Informasi asimetris asymetric information adalah suatu situasi di mana manajer dari suatu perusahaan memiliki informasi
yang lebih banyak dari investor tentang operasi dan prospek masa yang akan datang. Jika manajemen perusahaan ingin memeksimumkan nilai untuk pemegang
saham saat ini current stockholder, bukan pemegang saham baru, maka ada kecenderungan bahwa:
1. jika perusahaan memiliki prospek yang cerah, manajemen tidak akan menerbitkan saham baru tetapi menggunakan laba ditahan supaya prospek
cerah tersebut dinikmati current stockholder.
Universitas Sumatera Utara
2. jika prospek kurang baik, manajemen menerbitkan saham baru untuk memperoleh dana ini akan menguntungkan current stockholder karena
tanggungjawab mereka berkurang. Masalahnya adalah para investor mengetahui kecenderungan ini sehingga
mereka melihat penawaran saham baru sebagai sinyal buruk sehingga harga saham perusahaan cenderung mengalami penurunan jika saham baru diterbitkan.
Hal ini menyebabakan nilai perusahaan mengalami penurunan, sehingga mendorong perusahaan untuk menerbitkan obligasi atau utang daripada
menerbitkan saham baru.
E. Pengaruh Kebijakan Utang terhadap Aktivitas Investasi