Konflik Agraria (Studi Kasus: Konflik Pertanahan Antara Perusahaan Toba Pulp Lestari dengan Masyarakat Desa Pandumaan-Sipituhuta dalam Pembatasan Lahan Hutan Adat di Kecamatan Pollung, Humbahas)

(1)

KONFLIK AGRARIA

(STUDI KASUS: KONFLIK PERTANAHAN ANTARA PERUSAHAAN TOBA PULP LESTARI DENGAN MASYARAKAT DESA PANDUMAAN-SIPITUHUTA DALAM PEMBATASAN LAHAN HUTAN ADAT DI

KECAMATAN POLLUNG, HUMBAHAS)

FREDY YOHANNES PURBA 090906032

DEPARTEMEN ILMU POLITIK

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN 2014


(2)

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK DEPARTEMEN ILMU POLITIK

FREDY YOHANNES PURBA 090906032

KONFLIK AGRARIA

(STUDI KASUS: KONFLIK PERTANAHAN ANTARA PERUSAHAAN TOBA PULP LESTARI DENGAN MASYARAKAT DESA PANDUMAAN-SIPITUHUTA DALAM PEMBATASAN LAHAN HUTAN ADAT DI KECAMATAN POLLUNG, HUMBAHAS)

ABSTRAK

Penelitian ini bertujuan mengetahui proses penyelesaian konflik agraria pada pembatasan lahan kemenyan warga yang terjadi di Desa Pandumaan-Sipituhuta Kecamatan Pollung Kabupaten Humbang Hasundutan dan berbagai kegiatan yang dilakukan masyarakat selama proses penyelesaian konflik pertanahan. Oleh sebab itu, skripsi ini melihat bagaimana peranan kedua element yaitu masyarakat Desa Pandumaan-Sipituhuta dan PT. Toba Pulp Lestari dalam upaya penyelesaian dan

mempertahankan lahan adat dari pembabatan dan penanaman pohon eucalyptus.

Metode penelitian yang digunakan adalah metode deskriptif kualitatif pada analisis yang bersifat penemuan fakta-fakta untuk penyelesaian masalah. Pengumpulan data dalam penelitian ini mengandalkan hasil analisis dari data yang didapat di lapangan dan hasil wawancara. Data-data yang menjadi bantuan pembahasan adalah data primer yang merupakan data utama dari hasil observasi lapangan dan wawancara key informan dan data sekunder yang didapat melalui internet, makalah dan koran.


(3)

Hasil penelitian disajikan secara sistematis dan menunjukkan bukti dari lapangan yang diolah, dianalisis dan dijabarkan dengan cara deskriptif yang berisi dengan adanya proses penyelesaian konflik pertanahan di Desa Pandumaan-Sipituhuta dengan PT TPL dalam konflik yang terjadi selama empat (4) tahun sejak 2009, terdapat pengukuran lahan adat dengan pohon eucalyptus, program kerjasama atau bermitra antara PT. TPL dengan Masyarakat Desa Pandumaan-Sipituhuta dan adanya kebijakan dari Mahkamah Konstitusi No.35/PUU-X/2012 tanggal 16 Mei 2013 tentang pengembalian hutan adat kepada masyarakat Desa yang dibentuk dengan Rancangan UU di Kabupaten Humbang Hasundutan.

Kata Kunci: Konflik Pertanahan, Penyelesaian Konflik, Masyarakat Desa Pandumaan dan PT. Toba Pulp Lestari


(4)

UNIVERSITY OF NORTH SUMATERA

FACULTY OF SOCIAL AND POLITICAL SCIENCE DEPARTEMEN OF POLITICAL SCIENCE

FREDY YOHANNES PURBA 090906032

AGRARIAN CONFLICT

(CASE STUDIES: LAND DISPUTES BETWEEN COMPANIES WITH

SUSTAINBLE PULP TOBA VILLAGERS PANDUMAAN-SIPITUHUTA THE RESTRICTION CUSTOMAARY FOREST LAND IN THE DISTRICT POLLUNG, HUMBAHAS)

ABSTRACT

This research aimed find out the process of conflict resolution on the agrarian land restrictions incense residents that occurred in the Village District of PollungPandumaan-SipituhutaHasundutanHumbang District and the various community activities carried out during the process of resolving land conflicts. Therefore, this paper conducted to see how the role of the second element is Pandumaan-Sipituhuta villagers and PT. Toba Pulp Lestari in settlement efforts and maintain traditional land clearing and planting of eucalyptus trees.

The method used is descriptive qualitative method of analysis is the discovery of the facts to problem solving. Collecting data in this study relied on the analysis of the data obtained in the field and interviews. The data becomes a discussion is primary data which is the main data of the results of field observations also with interviews, and secondary data obtained through the internet, papers and newspapers.

The results of the study are presented in a systematic and evidence from the field that is processed, analyzed and described in a manner that contains descriptive


(5)

with the process of resolving conflict over land in the village of Pandumaan-Sipituhuta with PT TPL, the conflicts that occur during the four (4) years since 2009. There are some results that conflict resolution, measurement of customary land with forest boundary planting eucalyptus trees, cooperation or partnership program between PT. TPL with Pandumaan-Sipituhuta Village Community and the policy of the Constitutional Court dated May 16, 2013 No.35/PUU-X/2012 of indigenous forest returns to the village community formed to draft law protecting the rights of indigenous peoples in the District HumbangHasundutan.

Key Words: Land Conflict, Conflict Resolution, Pandumaan-Sipituhuta Village Community dan Toba Pulp Lestari Company


(6)

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA FAKULTAS SOSIALDAN ILMU POLITIK

DEPARTEMEN ILMU POLITIK Halaman Persetujuan

Skripsi ini disetujui untuk dipertahankan dan diperbanyak oleh:

Nama : Fredy Yohannes Purba

Nim : 090906032

Departemen : Ilmu Politik

Judul : Konflik Agraria

(Studi Kasus: Konflik Pertanahan Antara Perusahaan Toba Pulp Lestari dengan Masyarakat Desa Pandumaan-Sipituhuta dalam Pembatasan Lahan Hutan Adat di Kecamatan Pollung, Humbahas)

Menyetujui: Ketua

Departemen Ilmu Politik

Dra. T.Irmayani, M.Si NIP196806301994032001

Dosen Pembimbing Dosen Pembaca

Dra. T.Irmayani, M.Si Husnul Isa Harahap, S.Sos, M.Si

NIP: 196806301994032001 NIP: 198212312010121001

Menyetujui Dekan FISIP USU

Prof. DR. Badaruddin,M.Si


(7)

Kata Pengantar

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yesus Kristus sebagai Sang Kepala Gerakan. Karena kasih karuniaNya penyusunan skripsi ini dapat diselesaikan dengan semaksimal mungkin walaupun belum sesuai dengan yang diharapkan. Skripsi ini dikerjakan demi memenuhi syarat guna memperoleh gelar sarjana Ilmu Politik di Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara. Penulis menyadari bahwa skripsi ini bukanlah tujuan akhir dari belajar karena belajar adalah sesuatu yang tidak terbatas.

Terselesainya skripsi ini tentunya tidak terlepas dari karunia Allah, terutama dalam setiap proses perkuliahan penulis dari awal masuk sebagai mahasiswa sampai akhirnya menyelesaikan perkuliahan semua berkat dari Tuhan Sang Pencipta. ( AYAT ALKITAB)

Penyelesaian skripsi ini juga tidak terlepas dari dorongan dan uluran tangan berbagai pihak. Oleh karena itu tidak salah kiranya bila penulis mengungkap rasa terima kasih dan penghargaan kepada:

1. Bapak Prof. Dr. Badaruddin, M.Si selaku Dekan Fakultas Ilmu Sosial Ilmu

Politik Universitas Sumatera Utara.

2. Ibu Dra. T. Irmayani, M.Si selaku Ketua Departemen Ilmu Politik FISIP USU

dan menjadi Dosen Pembimbing yang setia memberikan arahan, saran dan meluangkan waktu bagi penulis.

3. Bapak Husnul Isa Harahap M.Si selaku Dosen Pembimbing yang membantu

dalam penulisan skripsi penulis.

4. Terima kasih buat kedua orang tua saya, Bapak Terima Purba dan Timawarni

Nainggolan S.Pd yang setia membimbing saya dan terima kasih atas segala kasih sayang yang diberikan hingga pada proses penyelesaian skripsi ini. Begitu juga atas kepercayaan yang diberikan untuk tumbuh hingga sekarang menjadi dewasa dan kelak berguna untuk Tuhan Yesus dan keluarga.

5. Kepada Bapaktua Benny Purba, Bapak Haposan Sinambela, Bapak Budiman


(8)

Simajuntak terima kasih atas waktu yang diberikan bagi penulis dalam menyusun skripsi penulis.

6. Kepada Abang saya Yan Bahal Purba S.Pd dan Kakak saya Teti Elizabeth

Purba kita semua sudah menjadi dewasa mari sekarang kita banggakan kedua orang tua. Terkhususnya buat abang saya yang telah bersedia membantu memberikan arahan, saran dan kritik bagi penulis selama proses penyusunan skripsi.

7. Untuk keluarga besar Ilmu Politik Fakultas Ilmu Sosial Ilmu Politik, kepada

sahabat stambuk 2009: Albert Simamora, Albert Sinurat, Alex Saragih, Andi Samosir S.Ip, Benjamin Rumapea S.Ip, Desmond Siboro, Hebron Sitanggang, Ian Pasaribu S.Ip, Jimmy Sinaga, Julwandrie Munthe, Leonard Tampubolon, Samran Simbolon atas waktu dalam memberikan semangat kepada kita semua dan penulis. Begitu juga dengan kawan bimbingan Evi Rizki, Ira, Ningsih, Utari dan Said yang terus berjuang dan semangat untuk mendapatkan gelar kesarjanaan.

8. Untuk keluarga besar Gerakan Mahasiswa Kristen Indonesia Komisariat

Fakultas Ilmu Sosial Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara (GMKI Koms. FISIP USU) yang telah memberikan motivasi, ilmu dan perjuangan dalam tri panji kegiatan GMKI. Khusus kepada kawan-kawan kepengurusan Widodo Sihotang, Rizal Tambunan S.Sos, Rizki Simamora S.Sos, Gerson Situmorang, Maikel Tarigan S.sos Dolly Op. Sunggu, Josua Aritonang, Josua Situmorang, Aldemar Simatupang, Ana Saragi S.Sos, Amel Girsang S.Sos Maria Simbolon, Susi Manullang. Juga kepada Chrisyela Sinaga SH yang mendoakan jauh disana dan Senior yang telah membantu dan berdiskusi untuk mengarahkan skripsi penulis.

9. Kepada semua orang-orang yang mau membantu penulis turun kelapangan,

memberikan nasihat, memberikan perhatian, dan motivasi yang telah diberikan kepada penulis selama menjalani penyusunan skripsi. Semuanya itu Tuhan Yesus yang membalasnya.


(9)

Akhir kata, penulis mengucapkan kembali banyak terima kasih atas berkat yang diberika Tuhan Yesus Sang Kepala Gerakan dan semua pihak yang telah memberikan waktu dan perhatian bagi proses penyusunan skripsi penulis, dan bagi skripsi ini semoga berguna untuk yang membacanya.

Medan, Maret 2014


(10)

DAFTAR ISI

Halama Judul……… i

Abstrak……….. ii

Abstract……….. iii

Halaman Persetujuan……….. iv

Kata Pengantar………. v

Daftar Isi……… vi

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang……… 1

B. Perumusan Masalah……… 9

C. Pembatasan Masalah……….. 9

D. Tujuan Penelitian……… 9

E. Signifikasi Penelitian……….. 9

F. Kerangka Teori………... 10

1. Teori Kebijakan………. 10

2. Teori Konflik………. 14

3. Teori Hukum Adat……….... 17

G. Metodologi Penelitian……… 21

1. Metode Penelitian………. 21

2. Jenis Penelitian……….. 22

3. Lokasi Penelitia………. 22

4. Data dan Teknik Pengumpulan data…………. 22

5. Teknik Analisis Data………. 23

H. Sistematika Penulisan……… 23

BAB II PROFIL DESA PANDUMAAN - SIPITUHUTA DAN PT. TOBA PULP LESTARI A. Desa Pandumaan……… 25

B. Desa Sipituhuta……….. 31

C. Profil PT. Toba Pulp Lestari Tbk………... 39

BAB III ANALISIS KONFLIK AGRARIA DI DESA PANDUMAAN – SIPITUHUTA


(11)

Pandumaan-Sipituhuta……… 45

B. Penyebab Awal Terjadinya Konflik……… 49

C. Peranan Kebijakan Pemerintah Kabupaten Humbang

Hasundutan……… 56

D. Analisis Cara Penyelesaian Masalah Dilakukan

Masyarakat Desa Pandumaan-Sipituhuta dengan

PT. Toba Pulp Lestari……… 59

E. Bentuk Tindakan Masyarakat Desa Pandumaan-Sipituhuta

Terhadap PT. Toba Pulp Lestari Tbk…………... 73

BAB IV PENUTUP

A. Kesimpulan………. 85

B. Saran……… 88

DAFTAR TABEL

Tabel 2.1 Komposisi Penduduk Desa Pandumaan……… 24

Tabel 2.2 Luas Lahan Menurut Peruntukan di Desa Sipituhuta…… 31

Tabel 2.3 Sarana dan Prasarana di Desa Sipituhuta……….. 34

Tabel 2.4 Struktur Organisasi PT. Toba Pulp Lestari……… 41

DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1 Perangkat Desa Pandumaan 2011-2015………. 27

Gambar 2.2 Badan Permusyawaratan Desa Pandumaan 2011-2015………... 28

Gambar 2.3 Perangkat Desa Sipituhuta 2011-2015……… 35

Gambar 2.4 Badan Permusyawaratan Desa Sipituhuta 2011-2015…………. 36

Gambar 2.5 Wilayah Hutan Guna Usaha PT. Toba Pulp Lestari Tbk……… 40


(12)

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK DEPARTEMEN ILMU POLITIK

FREDY YOHANNES PURBA 090906032

KONFLIK AGRARIA

(STUDI KASUS: KONFLIK PERTANAHAN ANTARA PERUSAHAAN TOBA PULP LESTARI DENGAN MASYARAKAT DESA PANDUMAAN-SIPITUHUTA DALAM PEMBATASAN LAHAN HUTAN ADAT DI KECAMATAN POLLUNG, HUMBAHAS)

ABSTRAK

Penelitian ini bertujuan mengetahui proses penyelesaian konflik agraria pada pembatasan lahan kemenyan warga yang terjadi di Desa Pandumaan-Sipituhuta Kecamatan Pollung Kabupaten Humbang Hasundutan dan berbagai kegiatan yang dilakukan masyarakat selama proses penyelesaian konflik pertanahan. Oleh sebab itu, skripsi ini melihat bagaimana peranan kedua element yaitu masyarakat Desa Pandumaan-Sipituhuta dan PT. Toba Pulp Lestari dalam upaya penyelesaian dan

mempertahankan lahan adat dari pembabatan dan penanaman pohon eucalyptus.

Metode penelitian yang digunakan adalah metode deskriptif kualitatif pada analisis yang bersifat penemuan fakta-fakta untuk penyelesaian masalah. Pengumpulan data dalam penelitian ini mengandalkan hasil analisis dari data yang didapat di lapangan dan hasil wawancara. Data-data yang menjadi bantuan pembahasan adalah data primer yang merupakan data utama dari hasil observasi lapangan dan wawancara key informan dan data sekunder yang didapat melalui internet, makalah dan koran.


(13)

Hasil penelitian disajikan secara sistematis dan menunjukkan bukti dari lapangan yang diolah, dianalisis dan dijabarkan dengan cara deskriptif yang berisi dengan adanya proses penyelesaian konflik pertanahan di Desa Pandumaan-Sipituhuta dengan PT TPL dalam konflik yang terjadi selama empat (4) tahun sejak 2009, terdapat pengukuran lahan adat dengan pohon eucalyptus, program kerjasama atau bermitra antara PT. TPL dengan Masyarakat Desa Pandumaan-Sipituhuta dan adanya kebijakan dari Mahkamah Konstitusi No.35/PUU-X/2012 tanggal 16 Mei 2013 tentang pengembalian hutan adat kepada masyarakat Desa yang dibentuk dengan Rancangan UU di Kabupaten Humbang Hasundutan.

Kata Kunci: Konflik Pertanahan, Penyelesaian Konflik, Masyarakat Desa Pandumaan dan PT. Toba Pulp Lestari


(14)

UNIVERSITY OF NORTH SUMATERA

FACULTY OF SOCIAL AND POLITICAL SCIENCE DEPARTEMEN OF POLITICAL SCIENCE

FREDY YOHANNES PURBA 090906032

AGRARIAN CONFLICT

(CASE STUDIES: LAND DISPUTES BETWEEN COMPANIES WITH

SUSTAINBLE PULP TOBA VILLAGERS PANDUMAAN-SIPITUHUTA THE RESTRICTION CUSTOMAARY FOREST LAND IN THE DISTRICT POLLUNG, HUMBAHAS)

ABSTRACT

This research aimed find out the process of conflict resolution on the agrarian land restrictions incense residents that occurred in the Village District of PollungPandumaan-SipituhutaHasundutanHumbang District and the various community activities carried out during the process of resolving land conflicts. Therefore, this paper conducted to see how the role of the second element is Pandumaan-Sipituhuta villagers and PT. Toba Pulp Lestari in settlement efforts and maintain traditional land clearing and planting of eucalyptus trees.

The method used is descriptive qualitative method of analysis is the discovery of the facts to problem solving. Collecting data in this study relied on the analysis of the data obtained in the field and interviews. The data becomes a discussion is primary data which is the main data of the results of field observations also with interviews, and secondary data obtained through the internet, papers and newspapers.

The results of the study are presented in a systematic and evidence from the field that is processed, analyzed and described in a manner that contains descriptive


(15)

with the process of resolving conflict over land in the village of Pandumaan-Sipituhuta with PT TPL, the conflicts that occur during the four (4) years since 2009. There are some results that conflict resolution, measurement of customary land with forest boundary planting eucalyptus trees, cooperation or partnership program between PT. TPL with Pandumaan-Sipituhuta Village Community and the policy of the Constitutional Court dated May 16, 2013 No.35/PUU-X/2012 of indigenous forest returns to the village community formed to draft law protecting the rights of indigenous peoples in the District HumbangHasundutan.

Key Words: Land Conflict, Conflict Resolution, Pandumaan-Sipituhuta Village Community dan Toba Pulp Lestari Company


(16)

BAB I PENDAHULUAN

1.1 LATAR BELAKANG

Tanah adalah karunia dari Tuhan Yang Maha Esa kepada umat manusia di muka bumi.Tanah menjadi kebutuhan dasar manusia.Sejak lahir sampai meninggal dunia, manusia membutuhkan tanah untuk tempat tinggal dan sumber kehidupan. Secara kosmologis, tanah adalah tempat manusia tinggal, tempat bekerja dan hidup , tempat dari mana mereka berasal dan akan kemana pula mereka pergi. Dalam hal ini tanah mempunyai dimensi ekonomi, sosial, cultural politik dan ekologis.

Dalam sejarah peradaban umat manusia, tanah merupakan faktor yang paling utama dalam menentukan produksi setiap fase peradaban. Tanah tidak hanya mempunyai nilai ekonomis tinggi, tetapi juga nilai filosofis, politik, sosial, dan kultural.Tidak mengherankan jika tanah menjadi harta istimewa yang tidak henti-hentinya memicu berbagai masalah sosial yang kompleks dan rumit. Menyadari nilai dan arti penting tanah, para pendiri Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) merumuskan tentang tanah dan sumber daya alam secara ringkas tetapi sangat filosofis substansial di dalam Konstitusi, Pasal 33 Ayat (3) Undang-undang Dasar 1945, sebagai berikut: ”Bumi dan air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat”

Agraria berasal dari bahasa Latin yang selalu disebut dengan Ager yang


(17)

persawahan, pertanian.1 Sedangkan menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia Agraria berarti urusan tanah pertanian atau perkebunan. Undang-undang No. Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-pokok Agraria, LNRI Tahun 1960 No.104-TLNRI No. 2043, disahkan tanggal 24 September 1960, yang lebih dikenal dengan sebutan Undang-undang Pokok Agraria (UUPA) tidak memberikan pengertian Agraria, hanya memberikan ruang lingkup agrarian sebagaimana yang tercantum dalam konsideran, pasal-pasal maupun penjelasannya. Ruang lingkup Agraria menurut UUPA meliputi

bumi, air, ruang angkasa dan kekayaan alam yang terkandung didalamnya.2

Undang-undang Pokok Agraria (UUPA) Nomor 5 tahun 1960 pada awalnya dimaksudkan sebagai undang-undang induk keagrariaan mencakup pembaruan relasi sosial di atas tanah. Dalam praktik pemerintahan Orde Baru, meletakkan UUPA No. 5 tahun 1960 hanya sebagai undang-undang yang bersifat teknis dan sektoral, sebagaimana hal nya dengan beberapa undang-undang yang telah diundangkan dan sangat memfasilitasi dan memberikan dukungan terhadap pertumbuhan modal bersifat kapitalistik yang seharusnya tidak demikian (kontradiktif dengan dilahirkannya UU Nomor 1 Tahun 1967 tentang Penanaman Modal Asing yang kemudian disempurnakan menjadi UU Nomor 25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal), sehingga UUPA yang bersemangat populistik tidak terealisasikan. Rezim orde baru yang lalu gagal mewujudkan keadilan agrariatermaksud gagal menjamin kepastian penguasaan tanah atau SDA lain bagi komunitas lokal yang telah memanfaatkan tanah dan sumber daya alam yang menyertainya. Bahkan, sebaliknya praktek pembangunan semasa Orde Baru justru menyingkirkan akses rakyat terhadap

tanah dan sumber daya alam lain yang telah lama dipunyainya.3

Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 pada permasalahan tanah menjadi semakin kompleks, terlihat kompleksitas masalah tanah terjadi sebagai       

1

Prent K. Adisubrata J. Poerwadarminta WJS. Kamus Latin Indonesia. Yayasan Kanisius. Semarang. 1960

2

 Affan Mukti. Pembahasan Undang‐Undang Pokok Agraria Nomor 5 Tahun 1960. USU Press. Medan 2010 

3

Gunawan Wiradi, Reforma Agraria Perjalanan yang Belum Berakhir, Insist Press, KPA & Pustaka Pelajar hal 89


(18)

akibat meningkatnya kebutuhan tanah untuk keperluan berbagai kegiatan pembangunan dan pertumbuhan penduduk yang cepat dengan penyebaran yang tidak merata antar wilayah. Sisi lain kompleksitas ini karena muncul luas tanah relatif tidak bertambah. Konflik pertanahan banyak terjadi antara masyarakat dengan perusahaan diakibatkan karena tidak adanya penyeimbangan luas lahan dan pengusaan tanah

yang berlebihan.4

Pola penguasaan tanah tidak dapat dilepaskan dari permasalahan petani di pedesaan dan masalah kemiskinan. Kekurangan tanah merupakan indikator utama kemiskinan di pedesaan. Salah satu reformasi paling penting yang diajukan oleh para ekonom adalah pembangunan untuk mengurangi kemiskinan rakyat di pedesaan di negara-negara yang sedang berkembang adalah Landreform Tanah dalam sistem sosial-ekonomi-politik-budaya apapun, dianggap sebagai faktor produksi utama. landreform berarti mengubah dan menyusun kembali tatanan dan prosedur-prosedur dalam usaha untuk membuat sistem penguasaan tanah itu konsisten dengan persyaratan-persyaratan secara keseluruhan dari pembangunan ekonomi.

Masalah Pertanahan dapat menimbulkan konflik pertanahan yang susah untuk dipisahkan dari kehidupan masyarakat yang ditimbulkan dari adanya perselisihan. Perselisihan yang seringkali terjadi adalah terdapatnya perbedaan kepentingan yang saling berlawanan. Berbagai macam hal seperti perbedaan selera, perbedaan pendapat dapat mengakibatkan timbulnya konflik. Konflik dapat dilihat dalam dimensi suatu perspektif atau sudut pandang dimana konflik dianggap selalu ada dan mewarnai

segenap aspek interaksi manusia dan struktur sosial.5Karena dalam kehidupan

masyarakat khususnya di daerah pedesaan, tanah merupakan salah satu faktor produksi yang sangat penting, karena tanah merupakan salah satu sumber hidup dan kehidupan

mereka. di samping itu tanah-tanah adat sering dihubungkan dengan nilai

kosmis-magis-religius.

      

4Teguh Kismantoroadji. Kelembagaan Agraria. http://teguhupnvyk.files.wordpress.com/2012/04/06 kuliah_06_konflik-agraria.pdf. diakses pada tanggal 14 Mei 2013

5


(19)

Konflik pertanahan yang tejadi pada aras lokal bukanlah merupakan faktor yang terjadi secara terpisah dengan aktor kunci yang berdiri sendiri. Konflik pertanahan akan terjadi dimanapun di Indonesia, tatkala pihak-pihak yang memiliki kepentingan kapital mempertahankan haknya yang paling benar dan mengesampingkan aktor-aktor yang lain. Konflik pertanahan merupakan persoalan yang kronis dan bersifat klasik serta berlangsung dalam kurun waktu tahunan bahkan puluhan tahun dan selalu ada dimana-mana. Sengketa dan konflik pertanahan adalah bentuk permasalahan yang sifatnya kompleks dan multi dimensi. Oleh karena itu usaha pencegahan, penanganan dan penyelesaiannya harus memperhitungkan berbagai aspek baik hukum maupun non hukum. Karena itu, dibutuhkan pemahaman mengenai akar konflik, faktor pendukung dan faktor pencetusnya sehingga dapat dirumuskan strategi dan solusinya. Dengan usaha-usaha penyelesaian akar masalah, diharapkan sengketa dan konflik pertanahan dapat ditekan semaksimal mungkin, sekaligus menciptakan suasana kondusif dan terwujudnya kepastian hukum dan keadilan agraria yang mensejahterakan.

Kasus pertanahan yang sering terjadi bila dilihat dari konflikkepentingan para

pihak dalam sengketa pertanahan antara lain : 6

1. Rakyat berhadapan dengan birokrasi

2. Rakyat berhadapan dengan perusahaan negara 3. Rakyat berhadapan dengan perusahaan swasta 4. Konflik antara rakyat

       6

Maria S.W.Sumardjono, Kebijakan Pertanahan, Antara Regulasi dan Implementasi, (Jakarta : Kompas,2005), hal 182


(20)

Hampir di setiap daerah yang terdapat sengketa tanah, para pihak yangterkait dan berwenang menangani permasalahan tersebut menyelesaikandengan berbagai cara. Cara penyelesaian sengketa yang telah ditempuh selama ini adalah melalui

pengadilan (litigasi) dan penyelesaian sengketa diluar pengadilan (non litigasi).

Dalam dimensi yuridis penguasaan tanah dan pemilikan tanah memerlukan perlindungan, implikasinya harus terdapat perlindungan hukumterhadap hak-hak keperdataan pemilikan tanah dan perlakuan yang adil terhadap kepemilikan tanah tersebut. Sengketa tanah yang berlarut-larut dantidak ada penyelesaian yang baik dapat menyebabkan pihak yang dirugikan melakukan gugatan ke pengadilan. Meskipun ada peluang lebar menggugat melalui pengadilan tetapi pihak awam cenderung menghindarinya, selain itu terdapat anggapan dalam masyarakat bahwa pengajuan gugatan lewat pengadilan relatif mahal, memakan waktu yang cukup lama bahkan berbelit-belit. Oleh karena itu masyarakat berupaya menyelesaikan

sengketanya dengan menempuh jalur non litigasi.

Bagi negara Indonesia, sebagai negara yang agraris keberadaan tanah tidak

terlepas dari kegiatan manusia sebab tanah merupakan tempat bagi manusia untuk menjalani dan kelanjutan kehidupannya. Oleh karena itu, tanah sangat dibutuhkan oleh setiap anggota masyarakat, sehingga sering terjadi sengketa diantara sesamanya, terutama yang menyangkut tanah. Untuk itulah diperlukan kaedah-kaedah yang mengatur hubungan antara manusia dengan tanah. Seperti Tanah adat adalah bidang tanah yang di atasnya terdapat hak adat dari suatu masyarakat hukum adat tertentu, artinya suatu areal yang cukup luas yang dikuasai oleh sekelompok orang yang

merupakan organisasi (persekutuan) maupun, hubungan darah (genealogis) maupun

wilayah (teritorial) untuk kehidupan manusia sebagai individu maupun kelompok

sampai kini belum dapat melepaskan diri dari tanah untuk berbagai keperluan, karena tanah merupakan tempat untuk mencari kebutuhan hidup manusia, seperti tempat berburu, memungut hasil hutan, areal pertanian, peternakan, tempat berdirinya persekutuan hukum adat mencari kehidupan warganya.


(21)

Tanah adat merupakan milik dari masyarakat hukum adat yang telah dikuasai sejak dulu. Masyarakat juga bahwa telah memegang peran vital dalam kehidupan dan penghidupan bangsa pendukung negara yang bersangkutan, lebih- lebih yang corak agrarisnya berdominasi. Di negara yang rakyatnya berhasrat melaksanakan demokrasi yang berkeadilan sosial, pemanfaatan tanah adalah sebesar-besarnya untuk

kemakmuran rakyat.7

Kekerasan konflik pertanahan adat yang terjadi bagi masyarakat Indonesia bukanlah sesuatu yang asing sebagai contoh peristiwa kekerasan antara warga dengan pihak perusahaan di Mesuji, Lampung, antara warga Kampung Sri Tanjung Mesuji dengan PT Barat Selatan Makmur Invesindo (BSMI), yang berdampak pengerusakan bangunan hingga memakan korban sejak 2010 dan yang terjadi di Bumi Flora, Aceh Timur pada Mei 2013.

Salah satu konflik pertanahan adat juga terjadi antara masyarakat adat Desa Pandumaan-Sipituhuta, Kecamatan Pollung, Kabupaten Humbang Hasundutan dengan PT Toba Pulp Lestari TBk (TPL), yang terjadi sejak Juni 2009 yang lalu,

hingga kini belum menemukan jalan penyelesaian yang pasti.8 Konflik berawal saat

terbitSK Menteri Kehutanan No. 493/Kpts-II/1992, tentang tentang pemberian Hak Pengusahaan Hutan Tanaman Industri kepada PT. Inti Indorayon Utama Tbk, seluas 269.060 hektare di Wilayah Provinsi Sumatera Utara. PT. Indorayon Utama yang berubah nama menjadi PT. Toba Pulp Lestari, Tbk (TPL) dari SK Kementrian Kehutanan No: Sk.351/Menhut-II/2004, wajib melaksanakan penataan tapal batas wilayah kegiatan tanaman industrinya selambatnya 36 bulan sejak keputusan dikeluarkan oleh Menteri Kehutanan RI, hingga pada saat ini pihak PT. TPL tidak

      

7 Ahmad Fauzie Ridwan. Hukum Tanah Adat – Multi disiplin Pembudayaan Pancasila. Dewa Ruci Press.Jakarta.1982 hal 26

8


(22)

melaksanakan penataan tapal batas wilayah kegiatan tanaman industri tersebut di

Kabupaten Humbang Hasundutan.9

Konflik kembali memanas yang ditandai dengan penangkapan 16 orang masyarakat adat oleh Polres Humbang Hasundutan. Tentu hal ini membuat masyarakat adat Pandumaan Sipituhuta merasa terpukul atas bentuk pidana yang dikenakan oleh pihak kepolisian dan sikap represif yang dilakaukan polisi masyarkat bertahan di luar Polres Humbang Hasundutan untuk memaksa polisi membebaskan 16 orang yang ditangkap. Proses pembebasan masyarakat Desa Pandumaan-Sipituhuta dibantu oleh lembaga swadaya masyarakat. Sementara masyarakat adat Pandumaan-Sipituhuta hanya mempertahankan tanah adat/ulayat yang merupakan hutan kemenyan yang telah turun-temurun menjadi sumber penghidupan bagi masyarakat. Berbagai upaya telah dilakukan masyarakat dalam penyelesaian sengketa yang telah ditempuh penyelesaian sengketa diluar pengadilan mengadukan atau menyampaikan persoalan ini di tingkat daerah maupun pusat.

Pemerintah Kabupaten Humbang Hasundutan menampung aspirasi masyarakat dan meneruskan aspirasi tersebut ke Kementerian Kehutanan Republik Indonesia di Jakarta. Berulangkali Pemerintah Kabupaten melayangkan surat ke Kementerian Kehutanan RI di Jakarta agar PT. TPL menghentikan sementara kegiatannya di wilayah Kabupaten Humbang Hasundutan sampai penetapan tapal batas antara konsesi lahan yang dimiliki PT. TPL.

Dalam menentukan batas-batas kepemilikan diantara mereka maupun dengan masyarakat adat di luar desa Pandumaan-Sipituhuta dilakukan berdasarkan kebiasaan atau hukum adat. Tapal batas kepemilikan diantara mereka maupun dengan masyarakat adat di luar huta mereka, dilakukan berdasarkan kebiasaan atau hukum adat. Tidak seorang pun diantara mereka yang boleh menjual areal yang mereka miliki dan penyerahan lahan adat kepada pihak lain di luar komunitas dua desa ini.       

9

http://www.humbanghasundutankab.go.id/news/general-default/08-03-2013/pemkab-humbahas-dan- masyarakat-sama-sama-berjuang-dalam-penyelesaian diakses pada 12 Mei 2013


(23)

Adapun yang akan mengalihkan kepemilikan, harus dialihkan kepada sesama komunitas dari dua desa tersebut. Demikian halnya dengan menentukan batas-batas areal dengan areal milik desa lainnya, mereka memiliki kebiasaan dan ketentuan yakni perbatasan Tombak Haminjon milik desa Pandumaan dan Sipituhuta ditentukan berdasarkan tumbuhnya jenis rotan.

Lokasi areal hutan kemenyan milik masyarakat adat Pandumaan dan Sipituhuta terletak di Kecamatan Pollung Kabupaten Humbang Hasudutan Provinsi Sumatera Utara. Areal Hutan kemenyan diperkirakan seluas 4100 Ha dengan jumlah

penduduk kira-kira 700 kepala keluarga.10 Hutan kemenyan atau disebut hamijon oleh

masyarakat setempat, sudah dikelola masyarakat adat beratus-ratus tahun lamanya. Areal kemenyan itu sudah menjadi tulang punggung perekonomian sejak nenek moyang masyarakat Pandumaan Sipituhuta membuka hutan menjadi areal kemenyan. Kemenyan merupakan mata pencarian utama masyarakat desa Pandumaan-Sipituhuta dan hasil tanaman kemenyan inilah terkenal hingga keluar negeri, oleh karena itu kemenyan harus diselamatkan dari penebangan/ pembabatan oleh pihak PT. TPL.

Hampir 65% masyarakat Humbang Hasundutan menggantungkan hidupnya dari hasil kemenyan. Jarak antara rumah warga dengan hutan kemenyan bisa mencapai 3 jam perjalanan naik sepeda motor. Masyarakat adat bisa mencapai waktu seminggu berada di tengah hutan untuk mencari getah kemenyan. Penghasilan mereka beragam, namun rata-rata penghasilan masyarakat adat dari hasil kemenyan dalam seminggu hanya sebesar Rp.350.000/kepala keluarga.

Peneliti tertarik melakukan penelitian ini karena Konflik pertanahan merupakan salah satu masalah yang harus dijawab dan diselesaikan. Pihak yang terkait dalam kasus ini adalah perusahaan TPL dan masyarakat desa Pandumaan Sipituhuta. Masyarakat Desa Pandumaan-Sipituhuta menginginkan lahan adat yang telah dirampas oleh PT. TPL dapat dikembalikan kepada masyarakat dan pohon kemenyan di tanam kembali. PT. TPL dengan surat yang diperoleh ingin memperluas       

10


(24)

dan meningkatkan hasil produksi tanpa memperhatikan lahan adat masyarakat. Peneliti memfokuskan juga usaha untuk menangani konflik tanah adat yang dilakukan oleh masyarakat desa terhadap tapal batas lahan adat yang disengketakan.

Berdasarkan kepada hal tersebut peneliti kemudian tertarik melakukan penelitian dengan judul “Konflik Agraria (Studi Kasus: Konflik Pertanahan Antara Toba Pulp Lestari dengan Masyarakat Desa Pandumaan-Sipituhuta dalam Pembatasan Lahan Hutan Adat di Kecamatan Pollung, Humbang Hasundutan).”

1.2 PERUMUSAN MASALAH

Berdasarkan latar belakang di atas, adapun perumusan masalah dalam penelitiaan ini, yaitu “Bagaimana Penyelesaiaan Tapal Batas Lahan Hutan Adat Di Desa Pandumaan Sipituhuta dengan PT. Toba Pulp Lestari ?”

1.3 PEMBATASAN MASALAH

Berdasarkan uraian yang telah dipaparkan dalam latar belakang masalah diatas, maka dalam penelitian ini yang menjadi perumusan masalah yaitu:

1. Apa Tindakan Masyarakat Desa Pandumaan-Sipituhuta terhadap usaha

menyelesaikan permasalahan tapal batas hutan kemenyan ?

2. Apa Tindakan yang dilakukan PT. TPL terhadap usaha menyelesaikan

permasalahan tapal batas hutan kemenyan 2009-2013?

1.4 TUJUAN PENELITIAN

Adapun yang menjadi tujuan penulis di dalam penelitian ini adalah :

1. Mendeskripsikan dan Menganalisis Cara Penyelesaian Masalah Tapal

Batas Lahan Hutan Adat Desa Pandumaan Sipituhuta dengan PT. Toba Pulp Lestari.


(25)

2. Untuk Mengetahui Tindakan Masyarakat Desa Pandumaan-Sipituhuta dengan PT. Toba Pulp Lestari

3. Untuk Mengetahui Bentuk Penyelesaian Masalah Tapal Batas Lahan Hutan

Adat Desa Pandumaan-Sipituhuta dengan PT. Toba Pulp Lestari.

1.5 SIGNIFIKASI PENELITIAN

1. Penelitian ini dapat dijadikan sebagai karya ilmiah dalam upaya

mengembangkan kompetensi penulis serta memenuhi salah satu syarat dalam menyelesaikan program strata satu (S1) Departemen Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara.

2. Secara teoritis dapat dijadikan sebagai bahan kajian akademis Ilmu Politik

dan diharapkan dapat membantu memberikan informasi tentang konflik tanah yang ada di Sumatera Utara.

3. Hasil penelitian ini juga diharapkan memberikan kontribusi pengembangan

ilmu pengetahuan dan menambah khazanah, wawasan bagi penulis dan pembaca di Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara.

1.6 KERANGKA TEORI

Untuk memberikan batasan-batasan yang lebih jelas dari masing-masing konsep dan merumuskan hipotesis yang ilmiah yang dipilih dari teori-teori yang relevan agar tersusun secara sistematis.

1.6.1 Teori Kebijakan

Kebijakan adalah aturan tertulis yang merupakan keputusan formal organisasi, yang bersifat mengikat, yang mengatur perilaku dengan tujuan untuk menciptakan tata nilai baru di kehidupan masyarakat. Kebijakan akan menjadi rujukan utama para anggota organisasi atau anggota masyarakat dalam berperilaku. Kebijakan pada


(26)

umumnya bersifat proaktif (problem solving) kebijakan lebih adaptif dan

interpretatif.11Kebijakan juga diharapakan bersifat umumtetapi tanpa menghilangkan

ciri lokal yang spesifik, kebijakan harus memberi peluang diinterpretasikan sesuai kondisi spesifik yang ada.

Kebijakan (policy) adalah sebuah instrumen pemerintahan, bukan saja dalam

arti government yang hanya menyangkut aparatur negara, melainkan pula governance

yang menyentuh pengelolaan sumber daya publik. Kebijakan pada intinya merupakan keputusan-keputusan atau pilihan-pilihan tindakan yang secara langsung mengatur pengelolaan dan pendistribusian sumber daya alam, finansial dan manusia demi kepentingan publik, yakni rakyat banyak, penduduk, masyarakat atau warga negara. Kebijkan merupakan hasil dari adanya sinergi, kompromi atau bahkan kompetisi antara berbagai gagasan, teori ideologi, dan kepentingan-kepentingan yang mewakili

sistem politik suatu negara12.

Kebijakan dipandang sebagai hal yang mendasari suatu keputusan yang akan diambil oleh pembuat keputusan dari seseorang/kelompok atau pemerintah dalam suatu lingkungan tertentu yang memberikan hambatan-hambatan dan kesempatan-kesempatan terhadap kebijakan yang diusulkan untuk menggunakan dalam rangka

mencapai suatu tujuan atau merealisasikan suatu tujuan tertentu13. Kebijakan

merupakan seperangkat keputusan yang diambil oleh pelaku-pelaku politik dalam rangka memilih tujuan dan bagaimana cara untuk mencapainya. Kebijaksanaan atau

kebijakan (policy) dapat diartikan, baik secara teoritik maupun praktikal. Secara

teoritikal kebijakan (policy) dapat diartikan secara luas (board) maupun secara sempit

(narrow).

Kebijakan (policy) secara praktikal erat kaitannya dengan hukum positif, yaitu

teori hukum positif yang mempunyai objek berupa gejala-gejala dari hukum yang berlaku dalam masyarakat pada waktu tertentu, mengenai masalah tertentu, dan       

11

Dun Willian. N. Analsis kebijakan. diterjemahkan Drs. Samodra Wibawa, dkk. Jakarta. 1999 hal 12 

12

Edi Suharto,Kebijakan Sosial sebagai Kebijakan Publik, Bandung : Alfabeta, 2008, hlm 3 13


(27)

dalam lingkungan masyarakat tertentu yang memberikan dasar pemikiran tentang jiwa dalam hukum tersebut. Dengan demikian, pemerintah mempunyai peran dalam hal pembinaan, pengaturan dan pengawasan dalam upaya pelayanan kesehatan khususnya di bidang perumahsakitan serta memiliki kewajiban dan tanggung jawab untuk menjamin pemerataan dan peningkatan pelayanan kesehatan bagi seluruh masyarakat.

Kebijakan publik yang identik merupakan kebijakan pemerintah sesungguhnya saling terkait satu dengan yang lainnya. Bahkan pada bidang ini juga akan terlihat bahwa hubungan hukum dan kebijakan pemerintah tidak sekedar terdapatnya kedua hal itu dibicarakan dalam satu topik atau pembicaraan, keduannya dapat saling mengisi dan melengkapi namun lebih dari itu antara hukum dan kebijakan publik pada dasarnya saling tergantung satu sama lainnya, kedua terminologi diartikan sebagai hukum positif yang berlaku pada sebuah negara dan

ketika penerapan hukum (rechtsoepassing) dihubungkan dengan implementasi

kebijakan pemerintah maka keduanya pada dasarnya saling tergantung. Keterkaitan secara mendasar adalah nampak pada atau dalam kenyataan bahwa pada dasarnya penerapan hukum itu sangat memerlukan kebijakan publik untuk mengaktualisasikan hukum tersebut di masyarakat, sebab umumnya produk-produk hukum yang ada itu pada umumnya hanya mengatur hal-hal yang bersifat umum dank arena cakupannya yang luas dan bersifat nasional maka tidak jarang produk-produk hukum atau undang-undang yang ada itu tidak mampu meng-cover seluruh dinamika masyarakat yang amat beragam di daerah tertentu.

Proses pembuatan kebijakan merupakan pekerjaan yang rumit dan kompleks dan tidak semudah yang dibayangkan. Walaupun demikian, para administrator sebuah organisasi institusi atau lembaga dituntut memiliki tanggung jawab dan kemauan, serta kemampuan atau keahlian, sehingga dapat membuat kebijakan dengan resiko yang diharapkan (intended risks) maupun yang tidak diharapkan (unintended risks). Pembuatan kebijakan dipengaruhi oleh beberapa faktor.Hal penting yang turut diwaspadai dan selanjutnya dapat diantisipasi adalah dalam pembuatan kebijakan


(28)

sering terjadi kesalahan umum. Faktor-faktor yang mempengaruhi pembuatan kebijakan adalah:

a) Adanya pengaruh tekanan-tekanan dari luar tidak jarang pembuat kebijakan harus memenuhi tuntutan dari luar atau membuat kebijakan adanya tekanan-tekanan dari luar.

b) Adanya pengaruh kebiasaan lama, Kebiasaan lama organisasi yang sebagaimana

dikutip oleh Nigrodisebutkan dengan istilah sunk cost, seperti kebiasaan investasi

modal yang hingga saat ini belum professional dan terkadang amat birokratik, cenderung akan diikuti kebiasaan itu oleh para administrator, meskipun keputusan/kebijakan yang berkaitan dengan hak tersebut dikritik, karena sebagai suatu yang salah dan perlu diubah. Kebiasaan lama tersebut sering secara terus-menerus pantas untuk diikuti, terlebih kalau suatu kebijakan yang telah ada tersebut dipandang memuaskan.

c) Adanya pengaruh sifat-sifat pribadi berbagai keputusan/kebijakan yang dibuat oleh para pembuat keputusan/kebijakan banyak dipengaruhi oleh sifat-sifat pribadinya. Sifat pribadi merupakan faktor yang berperan besar dalam penentuan keputusan/kebijakan.

d) Adanya pengaruh dari kelompok luar lingkungan sosial dari para pembuat keputusan/kebijakan juga berperan besar.

e) Adanya pengaruh keadaan masa lalu. Maksud dari faktor ini adalah bahwa pengalaman latihan danpengalaman sejarah pekerjaan yang terdahulu berpengaruh pada kegiatan pembuatan kebijakan/keputusan. Misalnya, orang mengkhawatirkan pelimpahan wewenang yang dimilikinya kepada orang lain karena khawatir disalahgunakan.

Beberapa tahapan atau proses dalam pembuatan sebuah kebijakan publik.

Adapun urutannya adalah intelligence (mengumpulkan dan memproses berbagai

pendapat dari proses pembuatan kebijakan), promotion (memilih beberapa pilihan


(29)

sanksi-sanksi), application (diimplementasikan),termination (penghentian)dan appraisal (pe nilaian atau evaluasi).

Pengumpulan data hingga penilaian kebijakan adalah sebuah proses pemahaman dari objek secara pasti untuk membuat aturan yang tidak mengurangi kebutuhan lokal. Implementasi kebijakan yangdapat berjalan dengan baik bila di dalam penyelenggaraan implementasi kebijakan publik itu dilandasi dasar-dasar

hukum yang kuat dam kebutuhan untuk masyarakat dalam penerapannya.14

1.6.2 Teori Konflik

Teori konflik sebenarnya suatu sikap kritis terhadap Marxisme yang

membicarakan tentang konflik antara kelompok-kelompok terkoordinasi dan tentang elit dominan, pengaturan kelas dan manajemen pekerja. Keadaan permasalahan masyarakat tidak selalu dalam kondisi terintegrasi, harmonis dan saling memenuhi, tetapi ada wajah lain yang memperlihatkan konflik dan perubahan yang melibatkan

dunia kelompok-kelompok terkoordinasi (imperatively coordinated association) dan

mewakili peran-peran organisasi yang dapat dibedakan.15

Organisasi ini dikarakteri oleh hubungan kekuasaan (power), dengan beberapa

kelompok peranan mempunyai kekuasaan memaksakan dari yang lainnya.Saat

kekuasaan merupakan tekanan (coersive) satu sama lain, kekuasaan dalam hubungan

kelompok-kelompok terkoordinasi ini memeliharanya menjadi legitimate dan oleh

sebab itu dapat dilihat sebagai hubungan (authority), dimana beberapa posisi

mempunyai hak normatif untuk menentukan atau memperlakukan yang lain.

Dasar Teori Konflik adalah penolakan dan penerimaan sebagian serta perumusan kembali teori Karl Marx yang menyatakan bahwa kaum borjuis adalah pemilik dan pengelola sistem kapitalis, sedangkan para pekerja tergantung pada       

14

Wibowo Edi. Hukum dan Kebijakan Publik, Yayasan Pembaruan Administrasi Publik Indonesia, Yogyakarta.2004 hal 116

15


(30)

sistem tersebut. Pendapat yang demikian mengalami perubahan karena pada abad ke-20 telah terjadi pemisahan antara pemilikan dan pengendalian sarana-sarana produksi. Kecuali itu, pada akhir abad ke-19 telah menunjukkan adanya suatu pertanda bahwa para pekerja tidak lagi sebagai kelompok yang dianggap sama dan bersifat tunggal karena pada masa itu telah lahir para pekerja dengan status yang jelas dan berbeda-beda, dalam arti ada kelompok kerja tingkat atas dan ada pula kelompok kerja tingkat bawah. Hal yang demikian merupakan sesuatu yang berada di luar pemikiran Karl Marx.

Ada beberapa asumsi dasar dari teori konflik ini. Teori konflik merupakan antitesis dari teori struktural fungsional, dimana teori struktural fungsional sangat mengedepankan keteraturan dalam masyarakat. Teori konflik melihat pertikaian dan konflik dalam sistem sosial. Teori konflik melihat bahwa di dalam masyarakat tidak akan selamanya berada pada keteraturan. Buktinya dalam masyarakat manapun pasti pernah mengalami konflik-konflik atau ketegangan-ketegangan. Kemudian teori konflik juga melihat adanya dominasi, koersi dan kekuasaan dalam masyarakat. Teori konflik juga membicarakan mengenai otoritas yang berbeda-beda.Otoritas yang berbeda-beda ini menghasilkan superordinasi dan subordinasi. Perbedaan antara superordinasi dan subordinasi dapat menimbulkan konflik karena adanya perbedaan kepentingan.

Teori konflik juga mengatakan bahwa konflik itu perlu supaya

terciptanya perubahan sosial. Ketika struktural fungsional mengatakan bahwa

perubahan sosial dalam masyarakat itu selalu terjadi pada titik ekulibrium, di dalamnya teori konflik melihat perubahan sosial disebabkan karena adanya konflik-konflik kepentingan. Namun pada suatu titik tertentu, masyarakat mampu mencapai sebuah kesepakatan bersama.Di dalam konflik, selalu ada negosiasi-negosiasi yang dilakukan sehingga terciptalah suatu konsensus. Menurut teori konflik, masyarakat disatukan dengan “paksaan”. Maksudnya, keteraturan yang terjadi di masyarakat sebenarnya karena adanya paksaan (koersi). Oleh karena itu, teori konflik lekat hubungannya dengan dominasi, koersi dan power.


(31)

Berkenaan dengan hal tersebut maka dalam suatu sistem sosial mengharuskan adanya otoritas, dan relasi-relasi kekuasaan yang menyangkut pihak atasan dan bawahan akan menyebabkan timbulnya kelas. Dengan demikian maka tampaklah bahwa ada pembagian yang jelas antara pihak yang berkuasa dengan pihak yang dikuasai. Keduanya itu mempunyai kepentingan yang berbeda dan bahkan mungkin bertentangan. Selanjutnya, kepentingan kelas objektif dibagi atas adanya kepentingan manifest dan kepentingan latent maka dalam setiap sistem sosial yang harus dikoordinasi itu terkandung kepentingan latent yang sama, yang disebut kelompok semu yaitu mencakup kelompok yang menguasai dan kelompok yang dikuasai.

Teori Konflik yang dikemukakan juga membahas tentang intensitas bagi individu atau kelompok yang terlibat konflik. Dalam hal ini, intensitas diartikan sebagai suatu pengeluaran energi dan tingkat keterlibatan dari pihak-pihak atau kelompok-kelompok yang terlibat dalam konflik. Ada dua faktor yang dapat mempengaruhi intensitas konflik, yaitu (1) tingkat keserupaan konflik, dan (2) tingkat mobilitas. Selain itu juga membicarakan tentang kekerasan dan faktor-faktor yang mempengaruhinya. Konsep tentang kekerasan, yaitu menunjuk pada alat yang digunakan oleh pihak-pihak yang saling bertentangan untuk mengejar kepentingannya. Tingkat kekerasan mempunyai berbagai macam perwujudan, dalam arti mulai dari cara-cara yang halus sampai pada bentuk-bentuk kekerasan yang

bersifat kejasmanian.16

Perlu diketahui salah satu faktor yang sangat penting yang dapat mempengaruhi tingkat kekerasan dalam konflik kelas, yaitu tingkat yang menyatakan bahwa konflik itu secara tegas diterima dan diatur. Pada hakikatnya konflik tidak dapat dilenyapkan karena perbedaan di antara mereka merupakan sesuatu yang harus ada dalam struktur hubungan otoritas. Konflik yang ditutup-tutupi, cepat atau lambat pasti akan muncul, dan apabila upaya penutupan itu secara terus-menerus maka dapat menyebabkan ledakan konflik yang hebat.

      

16

Ralf Dahrendorf,.”The modern social conflict: an essay on the politics of liberty”. University of California Press, 1990. Hal 34


(32)

Konflik dapat merupakan proses yang bersifat instrumental dalam pembentukan, penyatuan dan pemeliharaan struktur sosial. Konflik dapat menempatkan dan menjaga garis batas antara dua atau lebih kelompok. Konflik dengan kelompok lain dapat memperkuat kembali identitas kelompok dan melindunginya agar tidak lebur ke dalam dunia sosial di sekelilingnya.Seluruh fungsi positif konflik tersebut dapat dilihat dalam ilustrasi suatu kelompok yang sedang mengalami konflik dengan kelompok lain. Di dunia internasional kita dapat melihat bagaimana, apakah dalam bentuk tindakan militer atau di meja perundingan mampu menetapkan batas-batas geografis nasional. Dalam ruang lingkup yang lebih kecil, oleh karena konflik kelompok-kelompok baru dapat lahir dan mengembangkan identitas strukturalnya dalam pengukuhan sebagai kelompok.

Akan tetapi apabila konflik berkembang dalam hubungan- hubungan yang intim, maka pemisahan (antara konflik realistis dan non-realistis) akan lebih sulit untuk dipertahankan. Semakin dekat suatu hubungan semakin besar rasa kasih sayang yang sudah tertanam, sehingga semakin besar juga kecenderungan untuk menekan ketimbang mengungkapkan rasa permusuhan. Sedang pada hubungan- hubungan sekunder, seperti misalnya dengan rekan bisnis, rasa permusuhan dapat relatif bebas diungkapkan. Hal ini tidak selalu bisa terjadi dalam hubungan- hubungan primer dimana keterlibatan total para partisipan membuat pengungkapan perasaan yang demikian merupakan bahaya bagi hubungan tersebut. Apabila konflik tersebut benar-benar melampaui batas sehingga menyebabkan ledakan yang membahayakan hubungan tersebut.

1.6.3 Teori Hukum Adat dan Prinsip-prinsip Hukum Adat

Hukum Adat adalah keseluruhan aturan tingkah laku positif yang disatu pihak mempunyai sanksi dan dipihak lain tidak dikodifikasikan, artinya tidak tertulis dalam bentuk kitab undang-undang yang tertentu. Susunannya menghilangkan kesalah-pahaman yang melihat hukum adat identik dengan hukum agama, membela hukum adat terhadap usaha pembentuk undang undang untuk mendesak atau menghilangkan


(33)

hukum adat, dengan meyakinkan membentuk undang-undang itu bahwa hukum adat adalah hukum yang hidup yang mempunyai suatu jiwa dan sistem sendiriyang membagi wilayah hukum adat Indonesia dalam 19 lingkungan hukum adat (adatrechts-krungen), sebagai berikut:

1. Aceh (Aceh Besar, Pantai Barat, Singkil, Semeuleu)

2. Tanah Gayo, Alas dan Batak

 Tanah Gayo (Gayo lueus)

 Tanah Alas

 Tanah Batak (Tapanuli)

 Tapanuli Utara; Batak Pakpak (Barus), Batak karo, Batak Simelungun,

Batak Toba (Samosir, Balige, Laguboti, Lumbun Julu)

 Tapanuli Selatan; Padang Lawas (Tano Sepanjang), Angkola, Mandailing

(Sayurmatinggi)

 Nias (Nias Selatan)

3. Tanah Minangkabau (Padang, Agam, Tanah Datar, Limapuluh Kota, tanah

Kampar, Kerinci)

4. Mentawai (Orang Pagai)

5. Tanah Melayu (Lingga-Riau, Indragiri, Sumatera Timur, Orang Banjar)

6. Sumatera Selatan

 Bengkulu (Renjang)

 Lampung (Abung, Paminggir, Pubian, Rebang, Gedingtataan, Tulang

Bawang)

 Palembang (Anak lakitan, Jelma Daya, Kubu, Pasemah, Semendo)

 Jambi (Orang Rimba, Batin, dan Penghulu)

 Enggano

7. Bangka dan Belitung

8. Kalimantan (Dayak Kalimantan Barat, Kapuas, Hulu, Pasir, Dayak, Kenya,


(34)

Lepo Timei, Long Glatt, Dayat Maanyan, Dayak Maanyan Siung, Dayak Ngaju, Dayak Ot Danum, Dayak Penyambung Punan)

9. Gorontalo (Bolaang Mongondow, Boalemo)

10.Tanah Toraja (Sulawesi Tengah, Toraja, Toraja Baree, Toraja Barat, Sigi, Kaili,

Tawali, Toraja Sadan, To Mori, To Lainang, Kep. Banggai)

11.Sulawesi Selatan (Orang Bugis, Bone, Goa, Laikang, Ponre, Mandar, Makasar,

Selayar, Muna)

12.Kepulauan Ternate (Ternate, Tidore, Halmahera, Kao, Tobelo, Kep. Sula)

13.Maluku Ambon (Ambon, Hitu, Banda, Kep. Uliasar, Saparua, Buru, Seram, Kep.

Kei, Kep. Aru, Kisar)

14.Irian

15.Kep. Timor (Kepulauan Timor, Timor, Timor Tengah, Mollo, Sumba, Sumba

Tengah, Sumba Timur, Kodi, Flores, Ngada, Roti, Sayu Bima)

16.Bali dan Lombok (Bali Tanganan-Pagrisingan, Kastala, Karrang Asem, Buleleng,

Jembrana, Lombok, Sumbawa)

17.Jawa Pusat, Jawa Timur serta Madura (Jawa Pusat, Kedu, Purworejo,

Tulungagung, Jawa Timur, Surabaya, Madura)

18.Daerah Kerajaan (Surakarta, Yogyakarta)

19.Jawa Barat (Priangan, Sunda, Jakarta, Banten)17

Pasal 5 Undang -Undang Pokok Agraria menyebutkan: Hukum agraria yang berlaku atas bumi, air dan ruang angkasa ialah hukum adat sepanjang tidak bertentangan dengan kepentingan nasional dan negara yang berdasarkan atas persatuan bangsa, dengan sosialisme Indonesia serta dengan peraturan-peraturan yang tercantum dalam undang-undang ini dan dengan peraturan lainnya segala sesuatu dengan mengindahkan unsur-unsur yang bersandar pada hukum agraria.

Dalam rangka membangun hukum tanah nasional, hukum adat merupakan sumber utama untuk meperoleh bahan-bahan yang berupa konsepsi, azas-azas dan       

17


(35)

lembaga-lembaga hukum untuk dirumuskan menjadi norma-norma hukum tertulis yang menurut sistem hukum adat. Hukum tanah yang baru yang dibentuk dengan menggunakan bahan-bahan berupa norma-norma yang dituangkan dalam peraturan perundang-undangan sebagai hukum yang tertulis, merupakan hukum tanah yang nasional positif yang tertulis. Fungsi hukum adat sebagai sumber utama dalam pembangunan hukum tanah nasional inilah yang dimaksudkan konsideran UUPA,

bahwa hukum nasional “berdasarkan atas hukum adat”.18

Maka tidak ada alasan untuk meragukan bahwa yang dimaksudkan UUPA dengan hukum adat itu adalah hukum aslinya golongan rakyat pribumi, yang merupakan hukum yang hidup dalam bentuk tidak tertulis dan mengandung unsur-unsur nasional yang asli, yaitu sifat kemasyarakatan dan kekeluragaan yang berazaskan keseimbangan serta diliputi suasana keagamaan. Dalam hubungannya tanah tertanam suatu kepercayaan bagi setiap kelompok. Suatu lingkungan tanah sebagai peninggalan atau pemberian dari sesuatu kekuatan yang gaib sebagai pendukung kehidupan kelompok dan pada anggotanya dari kelompok masyarakat hukum adat.

Hukum adat yang selama ini dikenal seperti yang dikemukakan oleh Hardjipto Notopuro yang menyebutkan hukum adat itu adalah hukum adat yang tidak selalu

dipakai dalam pengertian yang sama.19

Hukum adat yang dianut di dalam ketentuan UUPA harus :

a. Pro kepada kepentingan nasional, adanya prinsip nasionalitas artinya hukum adat

itu harus dapat menyatakan dengan tegas bahwa hanya warga Negara Indonesia yang mempunyai hak sepenuhnya atas bumi, air, ruang angkasa serta kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dan dalam semua lembaga-lembaga hak-hak atas agraria tersebut setiap kali akan menonjol seperti siapa yang boleh mempunyai hak milik, hak guna bangunan, dan hak guna usaha.

      

18

Zaidar.Dasar Filosofi Hukum Agraria Indonesia.pustaa Bangsa Press. Medan. 2010. hal 24  19

Hardjito Notopuro. Tentang Hukum Adat, Pengertian, dan Pembatasan dalam Hukum Nasional, Majalah Lembaga, Pembinaan, Hukum Nasional Nomor 4 Tahun 1969, Jakarta(dalam PDF)


(36)

b. Pro kepada kepentingan Negara, dalam pengertian ke luar bahwa Negara tidak akan mengadakan suatu kompromi atau toleransi untuk meniadakan hak-hak bangsa Indonesia dan dalam kepentingan Negara lebih diutamakan dari kepentingan-kepentingan seorang dan harus lebih mengutamakan kepentingan Negara dari kepentingan pribadi.

c. Pro kepada persatuan bangsa, ini member arti bahwa hukum adat harus

menyatakan bahwa setiap warga Negara Indonesia dimanapun ia berada di wilayah Negara Republik Indonesia sama hak untuk mempunyai tanah atau hak agraria.

d. Pro kepada sosialisme Indonesia, ini artinya bahwa pengertian ini sebagai sila-sila

yang terkandung di dalam Pancasila (lihat TAP.MPR/XXXVIII/1968).

e. Bahwa hak-hak adat itu harus tunduk kepada ketentuan-ketentuan umum yang

diatur oleh Undang-Undang Pokok Agraria maupun oleh peraturan-peraturan sejenisnya yang lebih tinggi, ini berarti bahwa Undang-Undang Pokok Agraria dan peraturan lainnya yang diterbitkan oleh pemerintah akan merupakan peraturan yang umum, sedangkan hak-hak adat itu akan tunduk pada perubahan atau penetapan dari hak-hak agraria yang akan dituangkan ke dalam Undang-Undang atau Peraturan Pemerintah.

f. Bahwa sebagai ciri khusus dari Undang-Undang Pokok Agraria lembaga hukum

agama (Islam) sudah merupakan bagian dari hukum adat menurut versi Undang-Undang Pokok Agraria artinya sudah diresifir dalam lembaga-lembaga hukum

adat khususnya lembaga wakaf.20

      

20

Affan Mukti. Pembahasan Undang-Undang Pokok Agraria Nomor 5 Tahun 1960. Medan. USU Press. 2010. Hal 38-39.


(37)

1.7 METODOLOGI PENELITIAN

Berangkat dari uraian serta penjelasan tujuan penelitian maupun kerangka dasar teori diatas, penelitian ini memiliki tujuan untuk menulis secara sistematis dalam suatu kajian. Ditinjau dari epistomologi kegiatan penelitian ini meliputi metode penelitian, jenis penelitian, lokasi penelitian, data dan teknik pengumpulan data dan teknik analisis data. Kajian penelitian ini untuk memberikan gambaran yang lebih detail mengenai suatu gejala atau fenomena.

1.7.1 Metode Penelitian

Metode yang digunakan oleh peneliti adalah metode deskriptif analisis yang bersifat penemuan fakta-fakta yang digunakan untuk memecahkan masalah, memahami dan data yang serta untuk mengantisipasi masalah yang ada. Peneliti memberikan gambaran yang lebih detail mengenai suatu gejala atau fenomena yang terjadi di lapangan.

Penemuan yang berarti itu datanya benar-benar baru yang memang sebelumnya belum pernah diketahui, sedangkan pembuktian yang berarti itu datanya bisa digunakan untuk membuktikan keraguan terhadap pengetahuan atau informasi tertentu. Sementara untuk pengembangan yang berarti itu bisa memperluas dan memperdalam pengetahuan yang ada.

Tujuan dasar penelitian deskriptif ini adalah membuat deskripsi, gambaran, atau lukisan secara sistematis, faktual dan akurat mengenai fakta-fakta, sifat-sifat, serta hubungan antara fenomena yang diselidiki. Jenis penelitian ini tidak sampai mempersoalkan jalinan hubungan antar variabel yang ada, tidak dimaksudkan untuk menarik generalisasi yang menjelaskan variabel-variabel yang menyebabkan suatu gejala atau kenyataan sosial. Karenanya pada penelitian deskriptif tidak menggunakan atau tidak melakukan pengujian hipotesa seperti yang dilakukan pada


(38)

penelitian ekspalanatif berarti tidak dimaksudkan untuk membangun dan

mengembangkan perbendaharaan teori21.

1.7.2 Jenis Penelitian

Penelitian ini merupakan jenis penelitian kualitatif yang bersifat deskriptif, yaitu peneliti yang mengacu pada identifikasi sifat-sifat yang membedakan sekelompok manusia, benda atau peristiwa. Pada dasarnya deksriptif kualitatif melibatkan proses konseptualisasi dan menghasilkan pembentukkan skema-skema klasifikasi22.

Dengan menggunakan keadaan/obyek penelitian pada saat sekarang berdasarkan fakta-fakta yang ada dengan ciri-ciri pokok metode deskripstif sebagai berikut :

1. Memusatkan perhatian pada masalah-masalah yang pada saat penelitian

dilakukan (saat sekarang) atau masalah-masalah yang bersifat aktual.

2. Menggambarkan fakta-fakta tentang masalah yang diselidiki sebagaimana

adanya diiringi dengan interpretasi yang rasional23.

1.7.3 Lokasi Penelitian

Dalam penelitian ini, lokasi yang menjadi sumber penelitian yaitu di Desa Pandumaan-Sipituhuta, Kecamatan Pollung, Kabupaten Humbang Hasundutan Sumatera Utara yang berjarak sekitar 284 km dari Medan.

1.7.4 Data dan Teknik Pengumpulan Data

a. Data primer adalah data yang diambil dari sumber data pertama. Data primer

didapatkan dari observasi dan wawancara. Wawancara yang dilakukan kepada key informan yaitu:

      

21

Husaini Usman& Purnomo Setiady. Metodologi Penelitian Sosial. PT. BumiAksara. Jakarta.2009 hal 23 

22

Bungin, Burhan. Penelitian Kualitatif: Komunikasi, Ekonomi, Kebijakan Publik dan Ilmu Sosial Lainnya. Jakarta. Prenada Media Group.2009 hal 15 

23


(39)

1. Unsur dari Pemerintah; Kepala Badan Pertanahan Nasional Humbang Hasundutan.

2. Unsur dari Perusahaan Toba Pulp Lestari; Pimpinan Toba Pulp Lestari.

3. Unsur dari Lembaga Swadaya Masyarakat seperti Kelompok Studi dan

Pengembangan Prakarsa Masyarakat; Pimpinan KSPPM.

4. Unsur dari Tokoh Adat danKepala Desa Pandumaan-Sipituhuta

Kabupaten Humbang Hasundutan- Sumatera Utara

b. Data sekunder, dimana data yang dapat diperoleh atau dikumpulkan peneliti

dari berbagai sumber yang telah ada (peneliti sebagai tangan kedua). Data sekunder dapat diperoleh melalui buku, makalah, laporan, jurnal dan lain-lain. Nantinya teori dan referensi dari sumber-sumber data sekunder tersebut dapat dijadikan panduan dalam melakukan penelitian ini.

1.7.5 Teknik Analisis Data

Teknik analisis data yang digunakan penulis adalah dengan teknik analisis data induktif yang dimulai dengan melakukan observasi-observasi untuk

menemukkan pola atau hubungan daripada judul penelitian.24Artinya disini penulis

terjun kelapangan untuk observasi dan memperkuatnya dengan melakukan wawancara maka penulis melakukan penyederhanaan dengan mengkombinasikan keduanyan menjadi alat analisis bagi penulis.

1.8 SISTEMATIKA PENULISAN

Untuk lebih terarah dan mempermudah dalam membahas skripsi ini, maka penyusunan akan mensistematiskan pembahasan sebagai berikut:

      

24


(40)

BABI : PENDAHULUAN

Dalam bab ini berisikan mengenai latar belakang masalah, perumusan masalah, pertanyaan penelitian, tujuan dan manfaat penelitian, kerangka teori, metodologi penelitian dan sistematika penelitian.

BABII : PROFIL DESA PANDUMAAN SIPITUHUTA DAN PT. TOBA PULP LESTARI

Dalam bab ini akan menguraikan tentang sejarah, demografi, keadaan sosial, ekonomidan struktur masyarakat desa dari lokasi penelitian di DesaPandumaan-Sipitu Huta Kecamatan Pollung, Humbang Hasundutan.Profil PT. Toba Pulp Lestarimeliputi sejarah, profil bisnis perusahaan, wilayah hutan guna usaha dan struktur organisasi PT. Toba Pulp Lestari.

BABIII : ANALISIS DATAKONFLIK AGRARIA DI DESA

PANDUMAAN-SIPITUHUTA

Dalam bab ini nantinya akan berisikan tentang penyajian data dan juga fakta penyebab konflik agraria yang terjadi di desa Pandumaan-Sipituhuta dan awal terjadinya konflik agraria, Kecamatan Pollung, Humbang Hasundutan. Menganalisisnya dengan membahasproses penyelesaian lahanhutandankronologis upaya untuk tindakanmasayrakat Desa Pandumaan-Sipituhuta, Kecamatan Pollung, Humbang Hasundutan.

BAB IV : PENUTUP

Bab ini merupakan bab akhir yang berisi adanya saran-saran yang peneliti peroleh setelah melakukan penelitian.


(41)

BAB II

PROFIL DESA PANDUMAAN-SIPITUHUTA DAN PT. TOBA PULP LESTARI

2.1 Desa Pandumaan

2.1.1 Sejarah Desa Pandumaan

Sejarah nama Desa Pandumaan merupakan desa yang subur dan

berkecukupan begitu juga dengan hasil hutan “maduma” dengan banyaknya pertanian

dan tanaman kemenyan. Desa pandumaan yang kondisi letak desanya sebagaian besar konturnya tanahnya adalah datar, persawahan membentang dari arah timur ke barat. Persawahan di desa Pandumaan 40% dari luas desa yang mencapai ± 1.090 hektar. Pendapatan asli desa tahun 2011 yang dilaporkan masih rendah hanya bersumber dari pajak desa.

Selama bertahun-bertahun Desa Pandumaan termasuk kategori daerah miskin padahal sumber daya yang ada mencukupi untuk dikelola, tetapi karena keterbatasan dana dan pengetahuan sehingga perlu diadakan penyuluhan dan pelatihan bagi warga untuk menambah pengetahuan mereka. Menyelesaikan masalah yang terjadi warga selalu melakukan musyawarah agar warga turut berpartisipasi dalam pembangunan tersebut.

Luas wilayah desa Pandumaan kecamatan Pollung memiliki luas ± 5.000 Ha,

yang mana terdiri dari 3 wilayah dusun dengan perincian sebagai berikut25:

1. Dusun I : ± 1.668Ha

2. Dusun II : ± 1.666Ha

      

25

Pemerintah Kecamatan Pollung, Desa Pandumaan Kontrol Pelaksanaan Penyelenggaraan   Pemerintah Desa Tahun 2011‐2013 


(42)

3. Dusun III : ± 1.666Ha

Dusun ini telah disahkan berdasarkan Perdes Pandumaan No 1 Tahun 2010 dan telah diundangkan dalam berita daerah Humbang Hasundutan. Jumlah penduduk menapai 1.381 jiwa pada tahun 2011-2013, yang terdiri dari laki-laki 674 jiwa,

perempuan 707 jiwa dan memiliki 278 kepala keluarga26.

Tabel 1

Komposisi Penduduk Desa Pandumaan

NO Nama Dusun Jumlah Penduduk

Lk Pr Total

1 Dusun I 246 260 506

2 Dusun II 163 169 332

3 Dusun III 245 278 543

Jumlah 674 707 1381

Sumber: Pemerintah Kecamatan Pollung, Desa Pandumaan Kontrol Pelaksanaan Penyelenggaraan Pemerintah Desa Tahun 2011-2013

Sejak Peraturan Pemerintah Nomor 72 tahun 2005 tentang desa membuat unsur pemerintahan desa yang terdiri Kepala Desa dan Perangkat Desa dimana perangkat desa terdiri dari Sekretaris Desa, Pelaksana Teknis Urusan Kemasyarakatan dan tiga orang Kepala Dusun. Pemilihan kepala desa yang pertama terpilih Budiman Lumban Batu. Tugas dan Kewenangannya menyelenggarakan urusan pemerintahan, pembangunan dan kemasyarakatan yang menjadi kewenangannya, menyelenggarakan tugas umum pemerintahan dan melaksanakan tugas pembantuan dan sebagainya.

      

26


(43)

2.1.2 Demografi Desa pandumaan

Berdasarkan sumber data dari pemerintahan Kecamatan Pollung, Desa Pandumaan Kontrol Pelaksanaan Penyelenggaraan Pemerintah Desa Tahun 2011-2013 dimana Desa Pandumaan terletak di dalam Kecamatan Pollung, Kabupaten Humbang Hasundutan, Provinsi Sumatera Utara yang berbatasan dengan:

 Sebelah Timur berbatasan dengan Desa Sipituhuta

 Sebelah Selatan berbatasan dengan Desa Aeknauli

 Sebelah Barat berbatasan dengan Kecamatan Parlilitan

 Sebelah Utara berbatasan dengan Desa Pancur Batu

Desa Pandumaan berada pada ketinggian ± 1.330 M di atas permukaanlaut. Dengan suhu atau iklim memiliki dua jenis musim yaitu musim hujan dan musim kemarau. Wilayah Desa Pandumaan tergolong cukup datar dan banyak terdapat tanah atau lahan gambut sehingga cukup cocok untuk ditanami dengan palawija, kemeyan dan kopi dan lain-lain. Hal tersebut mempunyai pengaruh terhadap pola tanam lahan

pertanian yang ada di Desa Pandumaan, Kecamatan Pollung.27

2.1.3 Keadaan Sosial

Berdasarkan sumber data dari pemerintaha Kecamatan Pollung, Desa Pandumaan Kontrol Pelaksanaan Penyelenggaraan Pemerintah Desa Tahun 2011-2013 Des Pandumaan merupakan desa pertanian, dimana hasil ekonomi dan mata pencaharian sebagian besar warga adalah bertani. Dari 1381 jiwa penduduk, lebih kurang 950 jiwa penduduk adalah petani selebihnya PNS, pensiunan, pedagang, pelajar dan balita.Dari uraian diatas jelas tergambar masih lemahnya perekonomian

      

27


(44)

warga Desa Pandumaan. Karena itu perlunya terobosan baru untuk meningkatkan

pendapatan masyarakat28.

Kehidupan masyarakat Desa Pandumaan kental dengan tradisi-tradisi peninggalan budaya leluhur. Upacara adat yang berhubungan dengan siklus kehidupan manusia (lahir – dewasa – berumahtangga - meninggal). Gotongroyong di masyarakat masih kuat, kebiasaan untuk saling menolong terhadap yang lagi sakit, berduka dan pesta pernikahan masih sering dilakukan oleh masyarakat. Kesenian yang paling disukai oleh warga adalah kesenian daerah seperti tor-tor batak dan gondang.

2.1.4 Prasarana dan Orbitrase ( Jarak dari Pusat Pemerintahan )

Desa Pandumaan hanya terdapat dua jalan utama yang dapat tembus ke jalan Ibukota Humbang Hasundutan yaitu Doloksanggul, yaitu Jalan Doloksanggul-Sidikalang sebelah Timur dan Jalan Sisingamangaraja sebelah Barat. Saran transportasi yang paling banyak dipergunakan oleh warga desa adalah minibus dan sepeda motor. Desa Pandumaan telah dilengkapi dengan sarana penerangan yang cukup karena telah masuknya jaringan PLN sampai daerah/dusun yang paling terpencil. Diseluruh wilayah Desa Pandumaan telah terdapat jaringan air bersih yang cukup layak untuk dipergunakan dalam pemenuhan kebutuhan sehari-hari sehingga tidak ditemukan masalah dalam hal air bersih.

Desa Pandumaan memiliki jarak yang cukup dekat dengan pusat pemerintahan. Dimana Desa Pandumaan berjarak ± 7 Km ke arah selatan dari Kantor Camat Pollung dan dapat ditempuh ± 15 menit, sedangkan jarak ke pusat Pemerintahan Kabupaten Humbang Hasundutan memiliki jarak ± 14 Km dan dapat

ditempuh ± 30 menit.29

      

28

 Ibid. hal. 3 

29


(45)

2.1.5 Keadaan Ekonomi

Kondisi ekonomi masyarakat Desa Pandumaan secara kasat mata terlihat jelas dari bangunan yang ada, banyak masih rumah-rumah berdiri dengan kayu dan beratap jerami walaupun sudah ada juga yang memakai bahan semen. Hal ini mengggambarkan dari mata pencaharian masyarakat yang hidup dari sektor pertanian. Usaha-usaha disamping yang mereka lakukan selaku masyarakat pertanian adalah berdagang yang biasa hanya terjadi sekali seminggu.

Baik dalam hal ekonomi di Desa Pandumaan yang berpenghasilan sebagai petani kemenyan dan petani kebun terlihat pendapatan masyarakat jauh dari kategori dapat hidup normal dan berkategori miskin. Ditinjau dari tingkat pengahasilan Desa Pandumaan rata-rata sebesar ± Rp. 12.000.000.,/ tahun. Hal ini disebabkan mata pencaharian yang dikerjakan oleh masyarakat Pandumaan hanya mengandalkan sektor alam dan non-formal.

Pendapatan dari hasil panen kemenyan maupun berladang dalam setahun bisa mencapai ± 200 kg dan dengan sekitar keuntungan Rp. 80.000 - 120.000 perkilo dilihat dari kualitas dari kemenyan dan hasil ladang, hasil dari berladang yang didapat sekali panen dan pendapatan perbulan masyarakat Desa Pandumaan Rp. 350.000/bulan bila bekerja di ladang. Hal mengakibatkan masyarakat memang masih sulit untuk menafkahi dan memenuhi kebutuhan sehari-hari. Hanya sedikit masyarakat yang bekerja disektor formal, seperti PNS, Guru, Tenaga Honorer, TNI/Polri dan lainnya.


(46)

2.1.6 S Sum Pel Ke 1. 2. 3. 4. Struktur Or mber: Peme laksanaan P eterangan S Kades Sekdes Pelaks Kepala

Pel. Teknis U Pemerinta T. Purb Unsur Kewilaya Kepala Du Marisi Ma rganisasi Pe Perangkat erintah Keca Penyelengga Singkat : adalah Ke s adalah Se sana Teknis a Dusun Urusan ahan ba ahan usun arbun emerintah Ga Desa Pand amatan Poll araan Peme pala Desa ekretaris De

s Urusan Pe

Kepala Budiman Lum Unsur Kewila Kepala G. Lum Desa mbar 1 dumaan 201

lung, Desa P erintah Desa esa emerintah Desa mban Batu Pel. Tekn Pemeri Habisaran Ga ayahan a Dusun mban Batu 11- 2015 Pandumaan a Tahun 201

nik Urusan intahan n Lumban aol Sekertaris J. Lumban U K K P n Kontrol 11-2013 Pel. Tekni Pemerin R. Si s Desa n Batu Unsur Kewilayahan Kepala Dusun eter Sihite k Urusan ntahan ihite


(47)

Gambar 2

Badan Permusyawaratan Daerah (BPD) Pandumaan 2011-2015

Sumber: Pemerintah Kecamatan Pollung, Desa Pandumaan Kontrol Pelaksanaan Penyelenggaraan Pemerintah Desa Tahun 2011-2013

Badan permusyawaratan desa terbentuk ada lima (5) orang yang terdiri dari satu ketua merangkap anggota sebagai penanggungjawab dari kegiatan musyawarah desa, satu orang sekretaris merangkap anggota sebagsai penyusun agenda kegiatan – kegiatan di Desa Sipituhuta dan dua (2) orang anggota. Dalama pelaksanaannya tugas pokok dan fungsi unsur pemerintah Desa Sipituhuta berjalan dan berpedoman pada peraturan perundang-undangan Nomor 1 Tahun 2010.Tugas – tugas BPD Sipituhuta yaitu :

1. Membahas rancangan peraturan desa bersama kepala desa

2. Melaksanakan pengawasan terhadap pelaksanaan peraturan desa dan

peraturan kepala desa

3. Mengusulkan pengankatan dan pemberhentian kepala desa

4. Membentuk panitia pemilihan kepala desa

5. Menggali, menampung, merumuskan dan menyalurkan aspirasi

masyrakat

6. Menyusun tata tertib BPD.

KETUA BPD R.G. Lumban Gaol

WAKIL KETUA H. Sihite

Sekertaris Patar Sihite

ANGGOTA Saut Lumban Gaol

ANGGOTA P. Manullang


(48)

2.2Desa Sipituhuta

2.2.1 Sejarah Desa Sipituhuta

Sejarah Desa Sipituhuta merupakan desa asal usul marga munthe yang didiami oleh Op.Raja Munthe Tongging yang mempunyai tiga anak, melihat anaknya yang sudah besar raja membagi hartanya yaitu tanah, harta dan surat pusaka. Asal

usul nama Desa Sipituhuta berasal dari tujuh desa yaitu30 :

1. Tongging

2. Pangambatan

3. Partibi

4. Merek

5. Nagori Tongging

6. Negara

7. Garingging

Pada tahun 1892 Desa Sipituhuta dihancurkan oleh Belanda sehingga Tongging masuk Tanah Karo. Desa Siptuhuta merupakan daerah strategis dan subur

ditandai dengan banyaknya tanaman kemenyan dengan para tani yang disebut sijama

polang (petani kemenyan).

Letak Desa Sipituhuta dikelilingi oleh tiga dusun yaitu:

1. Dusun I : ± 869,54 ha

2. Dusun II : ± 200 ha

3. Dusun III : ± 200 ha

Desa Sipituhuta berada di Kecamatan Pollung Kabupaten Humbang Hasundutan. Berjarak ± 3 km arah selatan dari Kantor Camat Pollung.Desa Sipituhuta berada pada       

30


(49)

ketinggian ± 1300 m di atas permukaan laut, wilayah Desa Sipituhuta berada pada wilayah pegunungan dengan iklim tropis basah. Desa ini telah disahkan berdasarkan Perdes Pandumaan No 1 Tahun 2011 dan telah diundangkan dalam berita daerah Humbang Hasundutan. Jumlah penduduk mencapai 2.283 jiwa pada tahun 2011-2013, yang terdiri dari laki-laki 1175 jiwa, perempuan 1108 jiwa dan memiliki 466

kepala keluarga.31

Mata pencaharian Desa Sipituhuta adalah bertani, pedagang, pensiunan Polri/TNI, karyawan pada perkebunan, PNS dll. Penduduk Desa Sipituhuta untuk menambah penghasilannya banyak bekerja memelihara ternak kerbau, sapi dan kuda. Banyak juga para pensiunan untuk membuka pertokoan untuk jualan dan tempat kumpul untuk para orang tua.

Selama bertahun-bertahun Desa Sipituhuta termasuk kategori daerah sumber daya yang mencukupi untuk dikelola, tetapi karena keterbatasan dana dan pengetahuan sehingga perlu diadakan penyuluhan dan pelatihan. Menyelesaikan masalah yang terjadi warga selalu melakukan musyawarah agar warga turut berpartisipasi dalam pembangunan tersebut.

2.2.2Demografi

Berdasarkan sumber data dari pemerintaha Kecamatan Pollung, Desa Pandumaan Kontrol Pelaksanaan Penyelenggaraan Pemerintah Desa Tahun 2011-2013 dimana Desa Pandumaan terletak di dalam Kecamatan Pollung, Kabupaten Humbang Hasundutan, Provinsi Sumatera Utara yang berbatasan dengan;

 Sebelah Utara berbetasan dengan : Desa Hutapaung, Desa

Pansur Batu

      

31

Pemerintah Kecamatan Pollung, Desa Sipituhuta Kontrol Pelaksanaan Penyelenggaraan  Pemerintah  Desa Tahun 2011‐2013 


(50)

 Sebelah Selatan berbatasan dengan : Kecamatan Doloksanggul,

Desa Aeknauli II

 Sebelah Timur berbatasan dengan : Desa Pardomuan

 Sebelah Barat Berbatasan dengan :DesaPandumaan

Desa Sipituuta berada di kecamatan Pollung Kabupaten Humbang Hasundutan. Berjarak ± 3 Km arah selatan dari Kantor Camat Pollung. Desa Sipituhuta berada pada ketinggian ± 1.300 M diatas permukaan laut, wilayah Desa Sipituhuta berada pada pegunungan dengan iklim tropis basah. Luas Desa Sipituhuta adalah 1.269.54 Hektar terdiri dari tiga dusun dimanan masing-masing terdiri dari

beberapa perkampungan-perkampungan atau huta, ladang dan sebagian besar wilayah

tersebut adalah daerah tergolong datar dan sebagian lagi daerah pegunungan32.

Tabel 2

Luas Lahan Menurut Peruntukan di Desa Sipituhuta 2011-2013

No Peruntukan Lahan Luas

1 Persawahan 159 Ha

2 Tegalan/Perladangan 111 Ha

3 Perkebunan Kopi 110 Ha

4 Pemukiman 135 Ha

5 Kolam Perikanan 2.54 Ha

6 Lahan Tidur 549 Ha

7  Poskesdes

 Gereja

 Mesjid

 Sekolah Dasar

 Kantor Pemerintahan

Desa

0,25 Ha 5 Ha 0,25 Ha 1 Ha 0,25 Ha

      

32Pemerintah Kecamatan Pollung, Desa Sipituhuta Kontrol Pelaksanaan Penyelenggaraan Pemerintah Desa Tahun 2011-2013


(51)

 MTSn 1,25 Ha

Total 1.269,54 Ha

Sumber: Pemerintah Kecamatan Pollung, Desa Sipituhuta Kontrol Pelaksanaan Penyelenggaraan Pemerintah Desa Tahun 2011-2013

Tanah di Desa Sipituhuta merupakan tanah cabuk ( campuran tanah liat, pasir

dan debu) dan sebagiaan kecil tanah merah yang juga terdapat juga gambut. Dengan demikian sebiagn besar lahan di Desa Sipituhuta cocok untuk lahan pertanian pangan seperti; padi, sayur-sayuran, kopi, padi, palawija, kemenyan dan holtikultura.

2.2.3 Keadaan Sosial dan Budaya

Desa Sipituhuta merupakan desa pertanian. Maka hasil ekonomi warga dan mata pencaharian masyarakat adalah bercocok tanam dan kemenyan. Dari 2.191 jiwa penduduk atau 439 KK adalah bertani, selebihnya adalah PNS, pensiunan TNI/Polri, pedagang, karyawan kebun dll. Jika ditijau dari tingkat penghasilan rata-rata masyarakat Desa Sipituhuta tergolong dalam kategori miskin yang disebabkan oleh proses pertaninan yang tradisional dan kurang dimanfaatkan segala potensi yang ada di desa.

Kemampuan produksi persawahan di Desa Sipituhuta minimal 2 ton/per musim. Jika dalam satu tahun jika hanya ditanam satu kali . dari uraian ini jelas tergambar masih lemahnya kondisi perekonomian warga desa, sehingga diperlukan terobosan baru untuk meningkatkan pendapatan masyarakat baik dibidang pertanian itu sendiri ataupun sektor lain. Rata-rata pendapatan masyarakat Desa Sipituhuta

dalam setahun 10.000.000,-33. Sehingga untuk mengejar ketertinggalan ekonomi

masyarakat perlu diwadahi kegiatan atau terobosan dibidang pertanian34.

      

33

Ibid, hal. 5 

34


(52)

Kehidupan masyarakat Desa Sipituhuta sangat kental dengan tradisi-tradisi peninggalan leluhur. Upacara-upacara adat yang berhubungan dengan siklus kehidupan (lahir, dewasa, berumahtangga dan meninggal), seperti upacara kelahiran pernikahan dan kematian hampir selalu oleh warga masyarakat.

Sifat gotong-royong dan rasa persaudaraan masih sangat kental, contohnya kebiasaan menjenguk keluarga yang sakit masih dilakukan. Biasanya warga masyrakat bukan memberikan makanan melainkan bersama-sama mengumpulkan uang untuk disumbangkan, untuk meringankan beban biaya. Kebiasaan warga Desa Sipituhuta membantu memperbaiki rumah atau membangun bangunan, begitu juga bersama-sama bekerja untuk mengadakan perhelatan di Desa Sipituhuta terhadap hasil pertanian dan kemenyan. Semua itu menggambarkan bahwa hubungan antar keluarga dengan keluarga lain di desa ini masih erat atau kuat.

Kesenian yang paling disukai oleh warga desa ini adalah kesenian daerah seperti tor-tor batak, gondang, namun belakangan ini para pemuda cenderung menyukai musik modern pop, rock dan aliran musik lainnya.

2.2.4 Prasarana dan Orbitrase ( Jarak dari Pusat Pemerintahan )

Desa Sipituhuta memiliki hanya satu jalan utama, terdapat tiga (3) jembatan, namun apabila muism hujan tiba di beberapa tempat mengalami kerusakan jalan. Jalan beraspal sudah rusak dan berlubang serta berbatu dan berdebu. Sarana transportasi yang paling banyak digunakan warga masyarakat adalah mini bus atau

sepeda motor dan angkutan hanya sekali seminggu yang tujuannya hanya untuk onan

(berbelanja). Jaringan listrik dari PLN sudah tersedia di desa ini, namun belum semua pemukiman warga untuk tersambung jaringan listrik. Diseluruh wilayah Desa Sipituhuta, air bersih dapat diperoleh dari sumur galian (sumur bor).


(1)

5. Panjang perjalanan pada usaha-usaha penyelesaian mulai dari pemetaan tapal batas dan bermitra merupakan proses penyelesaian konflik yang berjalan sejak dipenghujung 2009 hingga 2013. Pada usaha pemetaan yang dibuat masyarakat dengan KSPPM dan BAKUMSU telah dilampirkan dan disampaikan kepada pemerintah dan perusahaan mengalami permasalahan pada letak garis batas pemetaan yang tidak jelas menurut perusahaan. Begitu juga usaha yang dilakukan masyarakat Desa Pandumaan-Sipithuta adalah memasang alat GPS (Globe Positioning System ) pada daerah terluar hutan kemenyan untuk memantau kegiatan PT. TPL dan menjaga hutan kemenyan masyarakat. Hingga pada tahun 2012 perusahaan dengan pemerintah dan masyarakat melakukan pengukuran letak pembatasan hingga proses ini selesai dikerjakan 2 kali pihak dari masyarakat Desa Pandumaan-Sipituhuta yang menganggap pembatasan yang masih didalam sektor hutan masyarakat atau masih mengenai hutan kemenyan masyarakat. Hingga pada 2013 masyarakat mendatangi Dirjen Dinas Kehutanan yang dalam hal ini wewenang Bina usaha Kehutanan melihat kelapangan dan mengajak perusahaan, masyarakat dan DPRD Humbang Hasundutan ke Jakarta dengan rapat yang menghasilkan hasil masyarakat dengan PT. TPL merupakan mitra kerja. Hal ini berarti sama-sama menjalankan produksi hutan kemenyan dan penanaman bibit pohon kemenyan sebanyak 7000 bibit. Akan tetapi masyarakat memaksa untuk menuntut pemberhentian operasional PT. TPL dengan asumsi kegiatan bermitra akan menjadi stimulus sementara karena tetap akan terjadi pembabatan. Hal lain juga disampaikan kegiatan bermitra akan menjadikan masyarakat akan terus menjadi jajahan bagi perusahaan. Panjang dan beratnya tuntutan masyarakat PT. TPL terus akan meminta tanggapan dari masyarakat untuk membuat formulasi Rancangan UU perlindungan hak-hak masyarakat adat. Tujuannya agar terselesaikan konflik yang berkepanjangan dan Proses Rancangan peraturan daerah yang membuat konflik saat ini mulai membuat reda, perusahaan juga bersedia akan berhenti bila rancangan peraturan daerah tersebut menuntut pengakuan Hutan Adat masyarakat.


(2)

4.2 Saran

Berdasarkan kesimpulan tersebut, maka yang menjadi saran penulis adalah sebagai berikut:

1. Pada UU Pokok Agraria No. 5 tahun 1960 tentang landreform (penataan ulang kembali) dimana harus melakukan 5 syarat dalam landreform, yaitu: A. Pemerintah harus memliki data berapa jumlah petani kemenyan yang

mempunyai hutan kemenyan,

B. Pemerintah juga harus memiliki data berapa tanah yang bisa dibagikan kepada petani kemenyan sebagai objek landreform dengan penguatan dari keputusan MK,

C. Harus ada dukungan dari militer dalam pelaksanaan ini dan berpihak kepada masyarakat,

D. Harus ada pengambilan tanah dari yang dimiliki pengusaha-pengusaha melebihi aturan yang ada,

E. Harus ada program lanjutan dalam kerangka yang mendukung petani yang sudah mendapatkan modal, seperti pemberian modal, dll.

2. Konflik Masyarakat yang sangat membutuhkan lahan pertanian dengan perusahaan maupun dengan pemerintah umumnya kepemilikan tanah dapat diserahkan kepada masyarakat dengan keputusan MK Nomor 35/PU-X/ 2012 tanggal 16 Mei 2013. Hutan adat adalah hutan yang berada di dalam masyarakat hukum adat.

3. Pemerintah Humbang Hasundutan sangat diharapkan mampu menengahi permasalahan yang terjadi dan tidak sekedar menjadi wadah, begitu juga dengan BPN yang mampu memahami permasalahan batas tanah, agar masyarakat yang umumnya bekerja sebagai petani pertanian. Sektor pertanian kemenyan yang ada di Humbang Hasundutan seharusnya bisa menjadi produksi andalan sekaligus ciri khas.

4. Besar harapan dari masyarakat adalah rancangan pemerintah daerah (PERDA) menuntut pengakuan Hutan Adat masyarakat bisa segera disahkan di DPRD


(3)

Humbang Hasundutan, begitu juga dengan anggota DPRD yang berperan yang dalam waktu singkat akan meninggalkan DPRD Humbahas tidak berlarut-larut merapatkan rancangan peraturan daerah pengakuan Hutan Adat masyarakat.

5. Perusahaan Toba Pulp Lestari sebagai sumber usaha memajukan daerah dari segi perekonomian, SDA maupun SDM mampu memberikan andil secara konsisten dengan keputusan tentang keputusan MK dan rancangan yang nantinya disahkan. Begitu juga mampu memberikan koneksi yang berimbang antara masyarakat dengan perusahaan yang saling menguntungkan.


(4)

DAFTAR PUSTAKA

Buku :

Bungin, Burhan. 2009. Penelitian Kualitatif: Komunikasi, Ekonomi, Kebijakan Publik dan Ilmu Sosial Lainnya. Prenada Media Group. Jakarta.

Dahrendorf, Ralf.1990. The Modern Social Conflict: An Essay on The Politics of Liberty. University of California Press. California.

Jon Elster.2000. Marxisme: Analisis Kritis.Prestasi Pustakaraya. Jakarta.

Hilman H.1992. Pengantar Ilmu Hukum Adat Indonesia. Mandar Maju. Bandung.

Kuper, Adam & Jesica Kuper. 2000. Ensiklopedi Ilmu-Ilmu Sosial. Jakarta. Rajawali Press.

Mukti,Affan.2010. Pembahasan Undang-Undang Pokok Agraria Nomor 5 Tahun 1960. Medan. USU Press.

N.M. Spelt dan J.B.J.M. Ten Berge. 1993. Pengantar Hukum Perizinan, disunting oleh Philipus M. Hadjon Yuridika. Surabaya.

N. Dun Willian. Analsis kebijakan. Samodra Wibawa. Jakarta. 1999

Usman, Husaini & Purnomo Setiady. 2009. Metodologi Penelitian Sosial. PT. Bumi Aksara. Jakarta.

Raho, Bernard. 2007. Teori Sosiologi Modern. Prestasi Pustaka Publisher. Jakarta.

Salim.1997. Dasar-Dasar Hukum Kehutanan. Sinar Grafika. Jakarta.

Simon, Hasanu. 2004. Membangun Kembali Hutan Indonesia. Pustakan Pelajar.Yogyakarta.

Wibowo, Edi.2004. Hukum dan Kebijakan Publik.Yogyakarta. Yayasan Pembaruan Administrasi Publik Indonesia.


(5)

Fadilah, Putra. 2003.Kebijakan Publik Analisis Terhadap Kongruensi Janji Politik Partai Dengan Realisasi Produk Kebijakan Publik di Indonesia 1999-2003. Yogyakarta: Pustaka Belajar.

George Ritzer dan Douglas J, Goodman.2005.Teori Sosiologi Modern, Jakarta:  Kencana.

Husaini, Usman dan Purnomo. 2004.Metodologi Penelitian Sosial. Bandung. Bumi Aksara.

Wiradnyana, Ketut. dan Lucas P. 2013Situs dab Budaya Masyarakat Batak Toba di Pollung HumbangHasundutan,Prov.Sumatera Utara. Jakarta. Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan Pusat Arkeologi Nasional. Jakarta.

Yoza, Defri.2009. Klimatologi Hutan. Pusat Pengembangan Pendidikan. Pekanbaru.

Zaidar.2010. Dasar Filosofi Hukum Agraria Indonesia.Pustaka Bangsa Press.

Medan .

Jurnal

Hardjito Notopuro. Tentang Hukum Adat, Pengertian, dan Pembatasan dalam Hukum Nasional, Majalah Lembaga, Pembinaan, Hukum Nasional Nomor 4 Tahun 1969, Jakarta

Akses Internet

Energi Today. 2013, sipituhuta

http://energitoday.com/2013/03/07/perampasan-hak-hak-masyarakat-atas-tanah-adat-pandumaan-sipituhuta diakses 12 Mei 2013

Pemkab Humbang Hasundutan. 2013,pemkabhumbahasdanmasyarakatsama-samaberjuangdalampenyelesaian

http://www.humbanghasundutankab.go.id/news/general-default/08-03- 2013/pemkab-humbahas-dan-masyarakat-sama-sama-berjuang-dalam-penyelesaian diakses 12 Mei 2013


(6)

Suryati Simanjuntak. 2013, Kronologis KasusWarga Pandumaan-Sipituhuta VS PT Toba Pulp Lestari

http://www.ksppm.org/kronologis diakses 5 Juni 2013

Mongabay.2013, Peta Hutan Kemenyan dan Desa Pandumaan-Sipituhuta mongabay.

Peta-Hutan-Kemenyan-dan-Desa-pandumaan-Sipituhuta.jpg.com diakses 10 November 2013

Sumber Undang – Undang Undang-Undang Dasar 1945

Undang-Undang Agraria No. 5 Tahun 1960

Mahkamah Konstitusi NO.35/PUU/X/2012 Revisi Hutan Adat  UU NO. 41 Tahun 1999 tentang kehutanan

Sumber Wawancara

Wawancara kepada Kepala Desa Pandumaan Bapak Budiman Lumban Batu Sipituhuta di GKPI Pandumaan yang dilaksanakan pada 12 September 2013

Wawancara kepada Tokoh Adat Desa Pandumaan-Sipituhuta Bapak Haposan Sinambela di Rumahnya yang dilaksanakan pada 13 September 2013 dan 2 Januari 2014

Wawancara kepada PT. Toba Pulp Lestari Tbk Bapak Simon Sidabukke di PT. Toba Pulp Lestari Tbk yang dilaksanakan pada 7 Januari 2014 dan Bapaka Leo Hutabarat di Uniland 27 Desember 2013

Wawancara Kepada pihak lembaga KSPPM

‐ Kepada Saudari Suryati Simajuntak selaku Sekretaris Eksekutif KSPPM yang dilaksanakan 12 November 2013

‐ Kepada Saudara Roganda Simajuntak Selaku Staff Advokasi KSPPM yang dilaksanakan 12 September 2013