4. Surat Dinas Kehutanan Provinsi Sumatera, Nomor
552.210684IV, tertanggal 29 Januari 2009, perihal Rencana Kerja Tahunan RKT PT. Toba Pulp Lestari 2009.
3.3 Peranan Kebijakan Pemerintah Humbang Hasundutan.
Sejak 2009, tidak ada penyelesaian konflik yang jelas, meskipun bentrokan terjadi berulang-ulang. Oleh karena itu Pemerintah Daerah Humbang Hasundutan
membuat kebijakan dengan membuat Pansus Panitia Khusus dengan mendata dan menetapkan pembatasan lahan yang ditujukkan khusus lahan hutan kemenyan.Pansus
DPRD Kabupaten Humbang Hasundutan telah melakukan pemetaan penentuan tapal batas yang hasilnya telah dikirimkan ke Kementerian Kehutanan melalui surat Bupati
No. 522083DKLH2012 tanggal 25 Juni 2012, agar wilayah adat ini dikeluarkan dari konsesi PT TPL dan kawasan Hutan Negara sesuai dengan Keputusan DPRD
No.142012 tentang Rekomendasi Pansus SK 44Menhut-II2005. Namun hingga kini belum ada kemajuan dan itikad baik dari Kementerian Kehutanaan terkait kasus ini.
Peran kebijakan DPRD Humbang Hasundutan dalam proses penyelesaian konflik antara Desa Pandumaan-Sipituhuta dengan PT TPL begitu minim, akan tetapi ada
peran dari DPRD Humbang yaitu merapatkan hasil dari RUU yang diusulkan oleh masyarakat dengan KSPPM dengan Bakumsu bersama-sama dengan anggota DPRD
humbang dalam pembuatan rancangan peraturan daerah hak-hak masyarakat adat yang disetujui oleh Mahkamah Konstitusi. Kebijakan ini terlahir dari desakan
masyarakat yang menuntut agar jalan penyelesaian yang dilakukan tidak lagi mengganggu masyarkat maupun perusahaan.
Adapun kegiatan dari peranan DPRD Humbang mewadahi adanya pertemuan pimpinan musyawarah daerah yang diwakilkan oleh tiap-tiap element yang
bersangkutan dalam ikut membawa proses perumusan masalah untuk diketahui akar permasalahannya. membuat musyawarah pimpinan daerah melibatkan para utusan
antara masyarakat perusahaan, LSM dan anggota DPRD. Usulan putusan Mahkamah
Universitas Sumatera Utara
Konstitusi NO.35PUUX2012 yang menyebutkan hutan adat bukan lagi hutan negara.Yang akan diformulasikan menjadi rancangan UU perlindungan hak
masyarakat adat. Langkah Pemerintah Daerah Humbang Hasundutan menyediakan wadah
sebagai proses penyelesaian secara adat atau hokum akan bisa tersampaikan. Akantetapi, kekurangan pada masyarakat Desa Pandumaan dalam hal legalitas dalam
menjamin kepastian hukum kepemilikan suatu tanah tidak terdaftar sebagai pemegang tanah. Hal ini memicu masyarakat dengan perusahaan membuat solusi
dengan pemetaan. Berikut peneliti meminta tanggapan dari pihak PT.TPL terkait pengukuran dan penataan batas sebagai berikut :
“pemerintah, bersama dinas kehutanan, masyarakat dengan PT. TPL kami sudah melakukan 2 dua kali pengukuran tetapi entah kenapa
masyarakat masih menolak, sehingga kamipun bingung dengan cara apalagi untuk mencari penyelesaian untuk membatasi kegiatan
produksi PT. TPL. Kamipun sudah mengajak duduk bersama untuk menyelesaikan permasalahan, akan tetapi tidak menemukan hasil yang
memuaskan menurut masyarakat
41
” Kepada tokoh masyarakat Desa Pandumaan-Sipituhuta yaitu Bapak James
Sinambela melalui wawancara yang dilakukan peneliti, dimana Bapak James Sinambela yang ikut di dalam memperjuangkan tanah di desa mereka dan salah satu
yang ditunjuk oleh warga yang masih memeperjuangkan tanah kelahiran, yang mengatakan bahwa :
“
Perjuangan warga Desa Pandumaan-Sipituhuta yang telah diwariskan dari nenek moyang, merupakan perjuangan yang dilakukan masyarakat
bukan untuk memperkaya tetapi untuk memenuhi makan, minum dan menyekolahkan anak. Perjuangan masyarakat terhadang oleh orang-
orang yang bermodal yang dibela oleh pemerintah bukan kepada masyarakat, sehingga masyarakat mengalami konflik berkepanjangan
hingga empat tahun seperti sekarang ini. Karena kepemilikan tanah adat ini tidak ada istilah untuk beli atau diperjualkan untuk
41
Wawancara dengan Bapak Leo Hutabarat selaku Direktur PT. TPL di Uniland, yang dilakukan pada
tanggal 27 Desember 2013
Universitas Sumatera Utara
keuntungan, karena kami meyakini adanya makna dari pohon kemenyan yang darisitu pemenuhan kebutuhan kami”
Menangani konflik yang terjadi pada PT. TPL dengan masyarakat Desa Pandumaan-Sipituhuta, PT. TPL telah memahami ada masyarakat yang akan
memprotes dan menuntut haknya. Penerapan konsep hak menguasai negara, atas sumber-sumber daya alam yang ditujukan untuk sebesar-besarnya kesejahteraan
rakyat pada praktiknya lebih banyak digunakan untuk melegitimasi negara dalam hal memberikan kesempatan sebesar-besarnya bagi pemilik modal besar untuk membuka
usaha-usaha pengelolaan Sumber Daya Alam dengan dalih untuk melaksanakan pembangunan perekonomian. Akibatnya dari tujuan tersebut maka keluarlah berbagai
kebijakan pemerintah, yang tidak jarang akibat dari kebijakan tersebut mengeliminasi keberadaan masyarakat termasuk masyarakat adat dari tanah tempat penghidupannya
selama ini.
3.4 Analisis Cara Penyelesaian Masalah Tapal Batas yang Dilakukan